(PENJIPLAKAN BUDAYA)
Baru-baru ini iklan pariwisata Malaysia di TV kabel ada tayangan tari pendet. Tidak berapa lama muncul protes dari kubu Indonesia bahwa tari pendet adalah milik Indonesia (dan seakan-akan hak ciptanya dimiliki Indonesia). Malaysia dilarang menggunakannya. Itu bukan milik Malaysia. Dulu juga pernah terjadi hal yang sama tentang kesenian reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, batik. Jauh sebelumnya Indonesia (siapapun orangnya) mempersoalkan lagu kebangsaan Malaysia – Negaraku, sebagai jiplakan dari lagu Terang Bulan yang populer di Indonesia pada jaman baheula (paling tidak tahun 1956an). Rekaman lagu ini ada di Lokananta Surakarta yang dibuat tahun 1965. Wow....., Malaysia ternyata tukang jiplak budaya!!!
Sebenarnya bukan Malaysia saja, tetapi Indonesia juga. Kalau penjiplakan lagu kebangsaan sudah dianggap besar maka Indonesia menjiplak yang lebih besar lagi. Tetapi tidak pernah menyadarinya. Malaysia menjiplak lagu kebangsaannya, Indonesia menjiplak bahasa!! Dan banyak lagi.
JIPLAKAN BUDAYA YANG KECIL-KECIL
Pertama cerita wayang Ramayana dan Mahabarata. Cerita Ramayana dan Mahabarata yang sekarang banyak digunakan sebagai dasar tarian di Jawa dan Bali adalah bukan asli Indonesia, melainkan dari India. Jadi tari-tarian Jawa dan Bali, banyak yang sebenarnya jiplakan (sebagian) dari budaya India.
Bait pertama lagu Garuda Pancasila juga merupakan jiplakan bait pertama lagu La Marseillaise, lagu kebangsaan Prancis.
Kedua hal ini yang saya bisa ingat dengan segera. Yang lain juga masih ada.
JIPLAKAN TEKNOLOGI
Kalau kita bilang bahwa tahu adalah makanan tradisionil rakyat. Mungkin anda harus telusuri dari mana asalnya tahu. Dari Cina. Tahu bukan makanan asli Indonesia. Kalau tempe, kedelai yang difermentasi dengan jamur Rhizopus Oligosporus, memang asli Jawa (bukan Sumatra, Bali, atau Sulawesi, tetapi Jawa). Kalau tahu,..... itu berasal dari Cina.
Baru-baru ini iklan pariwisata Malaysia di TV kabel ada tayangan tari pendet. Tidak berapa lama muncul protes dari kubu Indonesia bahwa tari pendet adalah milik Indonesia (dan seakan-akan hak ciptanya dimiliki Indonesia). Malaysia dilarang menggunakannya. Itu bukan milik Malaysia. Dulu juga pernah terjadi hal yang sama tentang kesenian reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, batik. Jauh sebelumnya Indonesia (siapapun orangnya) mempersoalkan lagu kebangsaan Malaysia – Negaraku, sebagai jiplakan dari lagu Terang Bulan yang populer di Indonesia pada jaman baheula (paling tidak tahun 1956an). Rekaman lagu ini ada di Lokananta Surakarta yang dibuat tahun 1965. Wow....., Malaysia ternyata tukang jiplak budaya!!!
Sebenarnya bukan Malaysia saja, tetapi Indonesia juga. Kalau penjiplakan lagu kebangsaan sudah dianggap besar maka Indonesia menjiplak yang lebih besar lagi. Tetapi tidak pernah menyadarinya. Malaysia menjiplak lagu kebangsaannya, Indonesia menjiplak bahasa!! Dan banyak lagi.
JIPLAKAN BUDAYA YANG KECIL-KECIL
Pertama cerita wayang Ramayana dan Mahabarata. Cerita Ramayana dan Mahabarata yang sekarang banyak digunakan sebagai dasar tarian di Jawa dan Bali adalah bukan asli Indonesia, melainkan dari India. Jadi tari-tarian Jawa dan Bali, banyak yang sebenarnya jiplakan (sebagian) dari budaya India.
Bait pertama lagu Garuda Pancasila juga merupakan jiplakan bait pertama lagu La Marseillaise, lagu kebangsaan Prancis.
Kedua hal ini yang saya bisa ingat dengan segera. Yang lain juga masih ada.
JIPLAKAN TEKNOLOGI
Kalau kita bilang bahwa tahu adalah makanan tradisionil rakyat. Mungkin anda harus telusuri dari mana asalnya tahu. Dari Cina. Tahu bukan makanan asli Indonesia. Kalau tempe, kedelai yang difermentasi dengan jamur Rhizopus Oligosporus, memang asli Jawa (bukan Sumatra, Bali, atau Sulawesi, tetapi Jawa). Kalau tahu,..... itu berasal dari Cina.
Lalu, bagaimana dengan kecap, tauco, petis......., apa itu masakan tradisionil Indonesia?
BAHASA INDONESIA
Saya percaya bahwa pembaca sekalian tidak pernah mencicipi pendidikan Taman Siswa tahun 1920an. Mertua dan ayah saya pernah. Dan salah satu mata pelajarannya adalah bahasa Melayu bukan bahasa Indonesia. Karena nama Indonesia baru muncul tahun 1928 dalam acara Sumpah Pemuda, kemudian diresmikan sebagai negara tahun 1945.
Sebelum tahun 1928 tidak ada yang disebut bahasa Indonesia. Bahasa Jawa, Sunda, Batak, Minang, Banjar ada karena ada suku Jawa, Sunda, Batak, Minang, Aceh, Banjar dan lain sebagainya. Karena tidak ada orang (suku) Indonesia, maka tidak ada bahasa Indonesia.
Bunyi Sumpah Pemuda adalah sebagai berikut:
Pertama: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
Kedoea: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.
Disini jelas bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan atau bahasa pengantar – lingua franca. Pada masa itu sebagai bahasa pengantar untuk nusantara dan Asia Tenggara adalah bahasa Melayu, yaitu bahasa yang digunakan oleh suku bangsa Melayu. Bahasa ini juga dipakai dalam berbisnis antar pulau dan antar suku bangsa. Sampai sekarang bahasa yang sama dengan bahasa Melayu masih digunakan oleh suku-suku diluar Indonesia dan Malaysia, antara lain suku Moro di Mindanau, suku Thailand Pattani dan suku Champa di sungai Mekong.
Kalau anda menengok literatur-literatur atau koran tahun 1920an, bahasa yang digunakan disebut bahasa Melayu, bukan bahasa Indonesia. Nenek saya saja masih menyebutnya “coro Melayu” (cara Melayu, bahasa Melayu) untuk bahasa Indonesia. Seingat saya nenek saya tidak pernah menyebut bahasa Indonesia, melainkan bahasa Melayu untuk merujuk pada bahasa Indonesia. Ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia yang mereka kenal adalah dengan nama bahasa Melayu.
Kalau kita tengok kembali sastra “Indonesia” (dalam tanda petik) lama sejak periode Pujangga Lama, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Dan kalau kita menonton film P. Ramlee (bintang film Malaysia klasik), kita akan menyadari bahwa bahasa yang digunakan sama dengan bahasa sastra jamannya Abdul Muis. Bahkan tidak berbeda dengan bahasa film Indonesia klasik Si Pincang (1952) atau Bengawan Solo (1949). Gaya bahasanya sangat teateral dan tonil. Yang saya mau katakan bahwa, bahasa Indonesia dan bahasa Melayu awalnya sama. Bahasa Indonesia tidak lain adalah bahasa Melayu yang diberi nama berbeda.
Ketika saya tinggal di Malaysia, awalnya saya menggunakan bahasa Indonesia kuno, yang ada di buku-buku sastra lama. Teman-teman saya sering mengatakan bahwa bahasa saya seperti bahasanya P Ramlee. Dan untuk saya film-film klasik Malaysia lebih mudah dimengerti dari pada sinetron modern Malaysia, karena bahasa film klasik Malaysia mirip/sama dengan bahasa Indonesia kuno.
Kalau kita katakan bahasa Jawa, assosiasi kita tertuju pada suku (kelompok orang) yang menggunakannya, yaitu orang Jawa. Demikian juga dengan Sunda, Batak, Minang, Aceh dan sebagainya. Bagaimana dengan bahasa Melayu? Suku Melayu menempati Semenanjung Melayu (bagian dari Malaysia sekarang). Malaysia adalah negaranya orang Melayu (Malay). Bagaimana dengan orang Melayu yang ada di Sumatra? Itu sama saja dengan orang Melayu yang ada di Kampung Melayu Jatinegara (Jakarta) atau keturunannya Encik Awang di Cawang Jakarta. Sama seperti orang Jawa yang ada di Suriname atau di Johor. Mereka adalah orang yang awalnya perantauan.
Ini issunya. Kalau orang Indonesia jengkel karena Malaysia menjiplak kesenian reog Ponorogo, kuda lumping, gamelan, batik, harus diingat bahwa di Malaysia (Johor, Perak) banyak orang Jawa keturunan perantau. Tidakkah mereka berhak menggunakan budaya moyangnya? Kalau mereka tidak berhak, maka Indonesia tidak berhak menggunakan bahasa Indonesia, karena itu modifikasi dari bahasa Melayu (bahasanya orang Malaysia).
Dari pada ribut dengan orang Malaysia, sebagai bahasa resmi negara, mari kita gunakan saja bahasa Jawa yang kromo madyo sajalah. Atau Jawa Timuran yang lebih egalit. Untuk resminya maka bab tentang bahasa negara di UUD 45 perlu diganti. Lumayan untuk memberi pekerjaan bagi anggota MPR yang sudah lama menganggur. Kita tidak perlu menggunakan kata tidak, satu, delapan, ikan, melainkan mboten, setunggal, wolu dan iwak. Lebih enak bukan? Bahkan dalam hal sakit kepala, bahasa Jawa lebih lengkap. Ada ngelu, senut-senut, gleyeng, cekot-cekot. Mungkin kalau bahasa Jawa dijadikan bahasa nasional, akan lebih baik.
Saya sebenarnya tidak terlalu perduli dengan hak cipta. Oleh sebab itu saya sering download lagu, software, menggunakan chart orang lain tampa ijin dan tanpa bayar. Saya juga tidak perduli apa Malaysia mau menggunakan tari pendet, kuda lumping, reog dan gamelan dalam iklan pariwisatanya. Atau bahkan dalam paket pariwisatanya dimasukkan tari pendet, kuda lumping, reog, batik dan gamelan. Itu lihai-lihainya merekalah dalam cari duit. Orang Prancis Nicolas LĂ©onard Sadi Carnot dan orang Jerman Rudolf Diesel boleh menemukan sistem termodinamika yang mendasari mesin internal-combustion. Sekarang banyak negara/pabrik memakainya tanpa bayar royalti. Dan tidak hanya itu, Jepang membuatnya sempurna dalam penerapannya di bidang otomotif.
Saya tidak bisa membayangkan kalau orang Inggris meminta royalti kepada USA, Australia, Canada, New Zealand, Trinidad, ......., karena bahasanya (bahasa Inggris) digunakan sebagai bahasa USA, Canada, Australia, New Zealand, Trinidad,...... bahkan tanpa mengubah namanya. Di USA, Canada, Australia, New Zealand, dsb, tidak ada bahasa USA, Australia, Canada, melainkan hanya bahasa Inggris (English). Dasar!! tidak menghargai hak intelektual (atau apapun namanya)!!!
Jakarta 30 Agustus 2009.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.
13 comments:
Kalau seandainya kita serang negara Malaysia itu, apa bullion kita bisa naik mas IS ? Itu yang penting. Yang lain EGP
apa jadinya dunia tanpa paten?,kemandekkan akan terjadi!,kalau anda jadi Edison,apa anda Ikhlas hasil anda tidak dihargai dan dipakai sesukanya oleh orang malas padahal anda telah bekerja puluhan tahun?
EOWI memang selalu mengupas setengah2 tanpa menyadari Implikasi negativ yg akan muncul apabila Kita menerapkan Teori2 yg tampak sangat mudah
EOWI hanya terkesan hanya asal membeo dan hanya jago Teori
Dunia tanpa paten?
- Quran, Bible, buku hadis...dicetak tanpa bayar royalti pada pengarangnya.
- Bahasa Inggris dipakai seagai bahasa nasional USA, Canada, Australia, New Zealand tanpa bayar royalti ke Inggris.
- Anda pakai bahasa Indonesia (baca: bahasa yang dasarnya adalah bahasa Melayu) tanpa harus bayar royalti kepada orang Melayu Asli (bukan perantauan) yaitu orang Malaysia.
- Bikin tarian dari cerita Ramayana/Mahabarata tanpa harus minta ijin dan bayar royalti pada orang India. Dan klaim itu budaya sendiri lagi
- Simvastatin, lipitor, crestor dan obat diproduksi dengan harga murah tanpa melewati masa paten (obat murah). Obat murah? Anda tidak mau? Ilmu itu punya (dikaruniai oleh) Tuhan.
Berapa banyak orang yang bisa terselamatkan jika obat-obatan paten bisa dienerikkan. Simvastatin (generik) harganya Rp 2000 dibandingkan crestor Rp 40,000 atau lipitor Rp 20,000. Sama-sama obat cholestrol tetapi harganya 1/10nya. Bagaimana dengan obat antiviral dsb?
Itu jadinya dinia tanpa paten. Sebagian anda telah menikmatinya, sebagian lagi belum.
kita tidak bicara mengenai bahasa,apa bahasa gerak tubuh juga hasil ciptaan?,jadi harus dipatenkan?,kita bicara soal hasil kerja keras yg harus dipatenkan
makanya dulu penemuan tidak sebanyak sekarang,alias dulu kemajuannya lambat alias lagi mandek!
karena orang zaman dulu hasil kerja keras tidak dihargai dengan semestinya,bandingkan dgn sekarang setiap jam selalu ada inovasi atau penemuan2 dan kemajuan,apa hal ini dapat ditemukan pada masa lampau?
pertanyaannya :tanpa paten apa orang mau bekerja keras puluhan tahun?,please jangan naif dong bung!,dan jangan pula samakkan Agama dengan kehidupan sosial
Penemu2 dahulu banyak berasal dari Inggris,mengapa?,karena Inggris menghargai mereka
makanya Indonesia itu gak maju2 dan jarang penemu2 berasal dari Indonesia,karena isinya banyak orang seperti anda
masalah obat?,apa tanpa paten anda kira bakalan ada tiruan/generik obat cholestrol?,lebih baik lebih sedikit orang selamat daripada tidak sama sekali!
dunia akan mengalami kemandekkan saat dimana manusia mulai tidak menghargai hasil kerja keras orang lain!,makanya itulah gunanya pemerintah!,pemerintah bisa mengontrol semuanya itu agar tidak memberatkan kedua belah pihak,baik pihak pencipta maupun pihak pemakai
jadi Tugas Pemerintah mutlak diperlukan,dengan asas demokrasi seharusnya rakyat dapat menciptakan pemerintah yg lebih bijak
saya rasa kalau obat cholestrol dijual dgn harga Rp 20.000 itu adalah keputusan tepat
@Anony,
Quote:
jadi Tugas Pemerintah mutlak diperlukan, dengan asas demokrasi seharusnya rakyat dapat menciptakan pemerintah yg lebih bijak.
saya rasa kalau obat cholestrol dijual dgn harga Rp 20.000 itu adalah keputusan tepat
Unquote:
1. Tugas pemerintah mutlak diperlukan
Komentar IS: yang pasti bukan untuk memenuhi keinginan "rakyat", karena pemerintah harus tahu keinginan rakyat. Saya dan anda saja bertentangan keinginannya, bagaimana pemerintah memenuhi dua yang bertentangan??
2.dengan asas demokrasi seharusnya rakyat dapat menciptakan pemerintah yg lebih bijak.
Komentar IS: Hitler dan Mussolini dipilih secara demokratis. Anda tahu nasib rakyat Itali dan Jerman di bawah pimpinan Hitler dan Mussolini.
3. saya rasa kalau obat cholestrol dijual dgn harga Rp 20.000 itu adalah keputusan tepat
Komentar IS: Itu berdasarkan rasa anda. Kalau berdasarkan akal yang waras, obat Rp 2.000 lebih terjangkau oleh banyak orang dari pada obat Rp 20.000. sehingga dengan obat Rp 2.000 lebih banyak orang yang sehat.
kalau begitu Hakim dan keadilan juga tidak diperlukan?,karena tidak dapat memenuhi 2 keinginan yg berbeda?
bukannya manusia itu adalah makhluk pencari solusi yg berbeda dgn makhluk lain?,so apa gunanya?
demokrasi tidak hanya berbicara pada saat pemilihan,demokrasi itu berbicara saat pelaksanaan,maupun saat pemerintah melakukan kegagalan
kalao sampai sekarang ternyata Jerman dan Italia tidak memiliki Pemimpin seperti Hitler dan mussolini bukankah itu bukti kemajuan pembelajaran dan demokrasi?
saya kira kalau obat cholestrol hanya dihargai Rp.2000 tanpa royalti sepeserpun,mungkin tidak ada yg namanya obat Cholestrol,karena si penemu tidak akan membagi2 ilmunya pada orang lain,atau malah tidak ada peneliti obat Cholestrol,karena banyak oran2 yg memiliki ego tinggi seperti anda
jadi lebih banyak orang yang mati karena cholestrol kan?,krn tidak ada yg namanya obat Cholestrol!!
@Anony,
Quote:
demokrasi tidak hanya berbicara pada saat pemilihan,demokrasi itu berbicara saat pelaksanaan,maupun saat pemerintah melakukan kegagalan
kalao sampai sekarang ternyata Jerman dan Italia tidak memiliki Pemimpin seperti Hitler dan mussolini bukankah itu bukti kemajuan pembelajaran dan demokrasi?
Komentar IS:
Demokrasi bukan hal yang baru, sudah ada ribuan tahun sebelum Hitler dan Mussolini (jaman Romawi). Masih perlu berapa abad lagi untuk pembelajaran?
Demokrasi adalah konsep yang salah, self-distructing concept.
Katanya power to corrupt.
Jadi in democracy, power in people's hand - more people with power.
More people with power, means more people that are corrupt.
Begitu bukan?
Quote:
kalau begitu Hakim dan keadilan juga tidak diperlukan?,karena tidak dapat memenuhi 2 keinginan yg berbeda? bukannya manusia itu adalah makhluk pencari solusi yg berbeda dgn makhluk lain?,so apa gunanya?
Komentar IS:Kalau saya punya waktu, saya tidak perlu hakin. Jadi hakim sendiri saja....bisa lebih adil.
Hakim adalah solusi untuk persoalan kesibukan.
Untuk obat cholesterol ada:
Generic (simvastatin) Rp 2000
Lipitor (atorvastatin)Rp 20.000
Crestor (rosuvastatin)Rp 30.000
Buat apa beli Lipitor atau Crestor kalau ada Simvastatin yang generik. Buat apa bayar royalty??
pembelajaran dan revolusi tidak akan pernah selesai dan habis2nya,semua solusi akan menghadirkan masalah baru,
begitupula dengan masalah akan menghasilkan solusi,kalau begitu mari kita lihat seberapa berbedanya kehidupan pada masa romawi dgn kehidupan zaman sekarang?,apakah kehidupan pada masa romawi lebih baik dari pada sekarang?
dari mana anda menyimpulkan demokrasi adalah konsep yang salah?,demokrasi melahirkan korupsi?,apa anda pernah berpikir bahwa kasus watergate,atau yang simple saja dlm kehidupan sehari2 misalnya pemerintah memperbaiki jalan hanya karena suara pembaca di koran,menurut anda itu bukan merupakan kebaikan demokrasi?
lantas konsep mana di dunia ini yg tidak memiliki kesalahan?,tingkatan berpikir anda sangat dangkal,yang selama ini saya amati,konsep2 anda hanya sebatas memberikan suatu teori yang belum anda pikirkan implikasi2 negativ yang sangat banyak yang akan muncul kedepannya
haha,anda dapat bersikap adil?,Nabi Muhammad saja tidak bisa berlaku adil,saya 100% tidak yakin dengan kualitas keadilan anda ketika dipertemukan dgn dilema
Demokrasi adalah konsep yang salah, self-distructing concept.
Katanya power to corrupt.
Jadi in democracy, power in people's hand - more people with power.
More people with power, means more people that are corrupt.
kalau anda mengkritisi demokrasi dari segi kestabilan politik,itu masih dapat diterima,namun bila mengkritisi dari segi korupsi itu tidak tepat
fakta telah berbicara bahwa demokrasi dan kebebasan pers berhasil menekan korupsi
itu adalah fakta
saya sudah sering membaca konsep anda
konsep anda adalah free market,dimana pemerintah hanya berperan dalam beberapa sendi dalam kehidupan,bukan begitu?,nah kalau benar begitu maka muncul sanggahan:
konsep pemerintah sekarang bukanlah hal yg ada baru2 ini
konsep pemerintah sudah ada
pada sejak zaman primitif dulu,pada saat itu pemerintah itu tidak dipilih secara demokrasi,alias dgn cara siapa yang kuat dia yang berkuasa, lantas apa anda kira pemerintah yang skrg bukanlah evolusi dari itu?,haha,konsep yang anda tawarkan itu pada akhirnya sama saja dgn konsep saat ini
banyak sekali hal yg saya dapat kritisi dari konsep anda yang sangat pincang itu,namun itu kita bahas lain hari saja
untuk obat cholestrol,
ok saya jawab tentu saja orang lebih suka yg Rp 2000,nah sekarang
muncul pertanyaan balik untuk anda:
Anda lebih senang dunia dengan obat Cholestrol dgn harga Rp 30.000 atau anda memilih dunia tanpa obat cholestrol?,atau kalaupun ada obat cholestrol itu baru ada pada tahun 2500,bagaimana menurut anda?
begitupula dgn Lampu,anda lebih suka bayar royalty atau menikmati lampu dan internet pada tahun 2200?
hehe
@Anony,
Saya akan tunjukkan kesalahan logika anda.
Quote:
pembelajaran dan revolusi tidak akan pernah selesai dan habis2nya,semua solusi akan menghadirkan masalah baru, begitu pula dengan masalah akan menghasilkan solusi .
UnQuote:
Komentar IS: Apakah anda berbicara tentang demokrasi atau lainnya?
Quote:
apakah kehidupan pada masa romawi lebih baik dari pada sekarang?
Unquote:
Jawaban IS: Tentu sekarang lebih baik. Lebih banyal penyakit sudah ada obatnya. Ada komputer, email, telepon dan kemudahan lainnya. Tetapi kemudahan ini bukan karena demokrasi melainkan karena teknologi dan science.
Anda menggunakan 'jump to conclusion" untuk menjebak IS. Karena topiknya adalah demokrasi maka semua kebaikan masa sekarang ini adalah karena demokrasi. It does not work that way.
Quote:
apa anda pernah berpikir bahwa kasus watergate,atau yang simple saja dlm kehidupan sehari2 misalnya pemerintah memperbaiki jalan hanya karena suara pembaca di koran
Unquote:
Bantahan IS:
Tidak tahukah berapa banyak/sering para politikus bohong?
Tidak tahukah bahwa panjang jalan pertumbuhannya tidak secepat pertumbuhan kendaraan? Padahal setiap mobil bayar pajak menjualan (pembelian) dan pajak jalan (road tax)?
Quote:
Nabi Muhammad saja tidak bisa berlaku adil,saya 100% tidak yakin dengan kualitas keadilan anda ketika dipertemukan dgn dilema
Unquote:
Komentar IS:
Keyakinan tidak ada kaitannya dengan bukti dan fakta. Dan... kalau nabi Muhammad tidak bisa berbuat adil, tidak berarti orang lain juga tidak bisa adil.
Yang anda ajukan adalah teknik pokrol:"menggertak dengan nama besar".
Quote:
demokrasi dan kebebasan pers berhasil menekan korupsi
itu adalah fakta
Unquote:
Sanggahan IS:
Hubungan logisnya begini:
Kalau: "Power tends to corrupt"
maka: "more people with power tends to be more corrupt"
Quote:
siapa yang kuat dia yang berkuasa
Komentar IS: Kami tidak suka penguasa, walaupun hanya 1. Apalagi banyak.
Quote:
Anda lebih senang dunia dengan obat Cholestrol dgn harga Rp 30.000 atau anda memilih dunia tanpa obat cholestrol?
UnQuote
Komentar IS:
Anda telah mereduksi jawaban, seakan-akan kalau tidak ada paten (konsekwensinya harga mahal) maka tidak ada insentif untuk menemukan sesuatu. Itu salah. Jamu, brotowali dan temulawak untuk penambah nafsu makan, batu empedu sapi/beruang untuk mempercepat penyembuhan operasi, oatmeal untuk menurunkan cholesterol, daun kumis kucing untuk batu ginjal, sudah lama ada dan tidak ada patennya.
kita tinggalkan saja kasus yg melebar
dan mari kita membahas tentang demokrasi dan paten
mengenai pertumbuhan jalan,katakanlah memang seperti itu faktanya,tp apa anda pikir pajak yang anda bayar sudah cukup untuk membuat & memperbaiki jalan beserta semua rambu2 dan fasilitasnya?,belum lagi masalah gaji Polisi lalu lintas,belum lagi masalah pembebasan lahan?,masalah taman jalan,dan juga pelelangan tender jalan(apa anda kira kontraktor mau membuat jalan tanpa untung?)
saya yakin tidak cukup
anda tidak suka penguasa,tp penguasa selalu akan muncul,ngapain juga melawan hukum alam?,sekalian saja dalam masyarakat tidak usah ada RT,RW,KADES,dll...ck..ck..ck
logika Anda:
"Power tends to corrupt"
maka: "more people with power tends to be more corrupt"
logikanya :
anda telah menambahkan sesuatu dgn seenaknya pada kalimat itu
seharusnya :
more people with power tends to be more "people" to corrupt
corrupt disini bukan berarti bertambah,corrupt bisa jadi berkurang atau seminimalnya tetap,yang bertambah adalah orang yg korupsi,bukan korupsinya yang bertambah
(apa bisa dimengerti?)
nah..masalah paten
kalaupun tetap ada penemuan,saya yakin minimal akan menunda penemuan tsb,yang pada akhirnya akan terimplikasi pada penemuan2 selanjutnya
nah...pertanyaan untuk anda,mengapa penemu banyak berasal dari Inggris?(bukankah ini merupakan fakta dan bukti kalau paten sgt efektif meningkatkan inovasi dan penemuan?)
apa anda yakin sekarang(tahun 2009) anda sudah bisa menikmati listrik,internet,telpon,TV,mesin2,kalau tidak ada paten?
saya setuju tentang masalah budaya, bahwa semua orang boleh menggunakannya. Budaya bukanlah produk komersial yang bisa dilabeli hak cipta. kebudayaan adalah produk budaya yang akan tetap bertahan pada nilai universalitasnya. jadi klaim kita terlalu kebablasan.
akan tetapi saya tidak setuju jika dikatakan bahasa Indonesia adalah jiplakan. bahasa Melayu sendiri adalah asalnya dari daerah Riau dan Jambi. jadi itu juga Indonesia. dalam bahasa dikenal rumpun, artinya bahasa mempunyai nilai asal disatu sisi namun berbeda dalam berbagai versi menurut daerah dan perkembangannya. Bahasa Melayu setidaknya adalah dasar dari bahasa melayu malaysia dan bahasa Indonesia.
Benarkah lagu garuda bait pertama dari lagu la Mersaillaise. setahu saya yang persis lagu La Mersaillaise adalah lagu dari sabang sampai merauke.
Saya kira ada perbedaan antara menjiplak, meniru, dan dipengaruhi. Setahu kebudayaan Indonesia seperti wayang itu dipengaruhi India, tapi bukan menjiplak. Karena dia hadir dengan karakternya sendiri.
Post a Comment