___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Monday, August 30, 2010

Market Update: 30 Agustus 2010

Ada istilah pasar yang effisien, efficient market. Kata orang efficient market adalah dimana informasi yang penting diperoleh peserta pada saat yang sama dan harga akan merespons dengan segera informasi ini. Pasar modal dianggap sebagai contoh yang terbaik dari pasar yang effisien. Saya tidak yakin efficient market itu ada. Tetapi, yang pasti market selalu bergerak.

Hari Jumat tanggal 27 Agustus 2010, pasar saham Wall St. Bergembira. Indeks Dow naik 1.65%, S&P500 naik 1.66% dan Nasdaq naik 1.28%. Investor, spekulan bergembira menyambut pengumuman departemen perdagangan US tentang GDP untuk kwartal II 2010. Angkanya 1.6% dan di atas perkiraan analis Wall St yang hanya 1.3%. Saya heran, angka 1.6% ini jauh dibawah perkiraan awal yaitu 2.4%. Awalnya diperkirakan 2.4%, kemudian dilakukan sand-bagging, dan diubah menjadi 1.3%. Jangan heran kalau hasil sand-bagging ini mengalami sukses.

Tadi pagi, Nikkei melesat +3.00%, tetapi kemudian ditutup hanya +1.79%. Dow futurepun mencapai +65 di pagi hari kemudian melemah. Rupanya investor tidak percaya bahwa 1.6% itu bisa menjadi 2.6% pada pertengahan tahun II, 2010. Mungkin negatif.

Hari Jumat Ben Bernanke mengatakan: "is prepared to provide additional monetary accommodation through unconventional measures if it proves necessary, especially if the outlook were to deteriorate significantly."

Ups ada kata deteriorate significantly, the Fed mengatakan bahwa mungkin kondisi ekonomi bisa deteriorate significantly. Investor yang telat mikir baru sadar pada Senin sore. Mungkin senen ini Dow akan negatif.

Coba dengar lagi kata the Fed: “deteriorate significantly”. Terus bagaimana dengan omongannya setahun lalu "substantial progress" pada annual the Fed retreat? Mungkin quantitative easing yang $2 trilliun itu hanya berumur 1 tahun saja. Kita tidak tahu...... yang pasti pada hari Jumat lalu trading membentuk bearish wedge yang siap turun lagi (Chart-1). Kita tidak tahu apakah semua Gap akan tertutup sampai 1,068 pada S&P500 atau hanya sebagian saja. Kita lihat malam ini.


Chart - 1

Seorang pembaca menanyakan mengenai artikel Nadeem Walayat yang mengatakan bahwa Dow akan ke 12500 (Chart-2). Persoalannya ialah pasar bergerak sesuai dengan kemauannya sendiri. Tidak mengikuti Walayat dan tidak mengikuti Imam Semar. Yang mengendalikan pasar adalah rasa takut akan rugi dan rasa tamak untuk memperoleh keuntungan yang besar. Walayat bisa salah, tetapi setidaknya dia pernah benar ketika meramalkan Dow akan melewati 9500. Dan Imam Semar salah menentukan kapan Dow akan kembali turun. Tetapi kekalahan dalam satu pertempuran bukan berarti kekalahan dalam peperangan. Dalam investasi, yang penting adalah melakukan managemen kapital. Jangan sampai kehabisan peluru pada saat yang diperlukan. Jangan seperti para pejuang kemerdekaan yang maju kemedan pertempuran dengan bambu runcing. Matilah mereka diberondong senapan mesin Belanda. Lebih baik seperti Sukarno. Kalau terkepung, lebih baik menyerah dan bisa makan enak dipenjara Belanda, sambil menunggu kesempatan yang lebih baik.

Sekarang bagaimana kalau Walayat benar, bahwa Dow akan ke 12500. Dan bagaimana kalau EOWI benar Dow akan ke 9000an terus ke 8000an?

Ada strategi yang bisa dipasang. Yang paling sederhana ialah: tunggu Dow sampai ke atas 10700 ini berarti bahwa Walayat benar dan pasang long. Juga tunggu sampai Dow di bawah 10000, yang artinya Walayat salah, dan baru pasang short (Chart-3 dan Chart-4).


Chart - 2



Chart - 3



Chart - 4

Harus diingat bahwa antara Walayat dan EOWI ada perbedaan yang mendasar, yaitu asumsinya. EOWI tidak percaya akan adanya pemulihan ekonomi. Krisis global saat ini, skalanya lebih besar dari pada krisis tahun 1930. Jumlah hutang yang harus diselesaikan lebih banyak daripada tahun 1930. Sedang Walayat percaya bahwa ekonomi akan pulih (Chart-5).


Chart - 5

Berita dari Bloomberg mengatakan:
Sales of existing houses plunged by a record 27 percent in July as the effects of a government tax credit waned, showing a lack of jobs threatens to undermine the US economic recovery.

Purchases plummeted to a 3.83 million annual pace, the lowest in a decade of record keeping and worse than the most pessimistic forecast of economists surveyed by Bloomberg News, figures from the National Association of Realtors showed today in Washington. Demand for single- family houses dropped to a 15- year low and the number of homes on the market swelled.

"Today's data do not bode well for home prices," said Michelle Meyer, a senior economist at B of A Merrill Lynch Global Research in New York. "There is a decent chance we reach a new bottom for home prices. There's going to be a prolonged, painful drop."

The pace of existing home sales is the slowest since comparable records began in 1999. The agents' group revised the June sales figure down to 5.26 million from a previously reported 5.37 million.

Economists projected sales would fall 13 percent. Estimates in the Bloomberg survey of 74 economists ranged from 3.96 million to 5.3 million. Previously owned homes make up about 90 percent of the market.

Purchases of single-family homes also dropped 27 percent, the biggest one-month decrease in data going back to 1968. July's 3.37 million annual rate was the lowest since May 1995.
Dengan 40% dari populasi Amerika Serikat tidak bekerja, Eropa juga terbebani dengan pengangguran, harga rumah masih menurun, bagaimana mau ada pemulihan ekonomi? Cina bisa membantu? Meragukan karena ekonomi Cina adalah ekonomi berbasis eksport.

Secara teknikal Dow dan pasar New Yorks tidak berubah dari minggu lalu.

Sampai minggu depan. Jaga kesehatan dan investasi anda baik-baik.

Jakarta 30 Agustus 2010


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Sejarah Kemakmuran Bangsa IV

Beberapa hari lalu seorang teman mengirimkan e-book dari sebuah buku klasik: "The Collapse of Complex Societies", yang dikarang tahun 1988 oleh Joseph Tainter. Ceritanya merupakan analisa tentang sebab-sebab kejatuhan masyarakat-masyarakat yang kompleks seperti peradaban Maya di Amerika, Harappa di lembah sungai Indus, Romawi. Yang sangat menarik adalah mengenai keruntuhan Romawi, karena catatan sejarahnya sangat lengkap.

Menurut sejarah, evolusi imperium Romawi menuju masyarakat yang makmur menjadikan masyarakat Romawi menjadi kompleks. Setiap persoal ditanggap dengan penambahan lapis birokrasi (terdengar sangat akrab). Tetapi penambahan ini membebani masyarakat karena pajaknya. Lama-lama kaum ksatria (birokrat, tentara, mercenaries, tukang palak) berkembang sejalan dengan pajak dan debasement dari uang sehingga kaum waisya (kaum produktif) tidak sanggup menanggung beban lagi. Banyak tanah ditinggalkan kaum waisya, karena menjadi kaum ksatria lebih enak. Kaum waisya yang tersisa akhirnya tidak tahan lagi. Kalau ada bangsa asing datang, mereka tidak segan-segan membantu untuk menggulingkan pemerintahan daerah. Ini yang terjadi pada masa Islam masuk ke Afrika Utara. Amru bin As diundang oleh penguasa lokal untuk mengusir Romawi dari daerahnya.

Saya akan berusaha untuk mengupload filenya supaya bisa didownload bagi mereka yang ingin membacanya. Caranya masih belum tahu. Buku ini menarik karena perkembangan Amerika Serikat, Uni Soviet dan Indonesia nampaknya mengikuti pola yang sama.

Minggu lalu, Indonesia dilecehkan oleh Malaysia. Tetapi presiden RI yang tinggi besar dengan suara ditenggorokan yang diucapkan dengan menekuk leher supaya terdengar berwibawa, ternyata diam saja. Kata orang Betawi, SBY gede-gede tengek.

Dari pada mengurusi politik dalam negri, lebih baik kita teruskan cerita tentang Sejarah Kemakmuran Bangsa Indonesia. Kita mulai lagi saja.


Masa Orde Baru – Jaman Pelita, Tinggal Landas dan Nyungsep
Secara sederhana jaman Orba bisa disebut jaman dimana ekonomi tinggal landas dan akhirnya nyungsep. Mulainya Orde Baru (Orba) ditandai dengan beberapa hal penting dibidang keuangan dan pembangunan. Di bidang moneter, uang Orla dihapuskan dan Rp 1000 (Orla) menjadi Rp 1 (Orba) pada bulan Desember 1965. Sebabnya (mungkin) untuk mempertahankan arti kata jutawan. Seorang jutawan seharusnya mempunyai status sosial/ekonomi yang tinggi di masyarakat. Tetapi pada saat itu mengalami penggerusan makna. Untuk menggambarkan situasinya, tahun 1964 uang Rp 1000 (Orla) bisa untuk hidup sekeluarga 1 hari. Tetapi tahun 1967 uang itu hanya bisa untuk beli sebungkus kwaci. Sulit bagi orang awam untuk menerima kenyataan yang sudah berubah dalam waktu yang demikian singkat. Seorang jutawan tadinya berarti kaya raya berubah maknanya menjadi pemilik 1000 bungkus kwaci. Hal ini hanya berlangsung dalam kurun waktu 3 tahun dari tahun 1964 sampai 1967, cepat sekali.

Pemotongan nilai nominal dari Rp 1.000 (Orla) ke Rp 1 (Orba) bisa juga dikarenakan gambar Sukarno pada design uang Orla itu sudah membosankan. Itu hanya rekaan saya saja yang diungkapkan dalam suatu sarkasme. Yang tahu pastinya hanya para pejabat di Bank Indonesia pada saat itu.

Awal dari Orba, politikus mahasiswa melakukan tuntutan yang dikenal dengan Tritura (tiga tuntutan rakyat) yaitu

§ Bubarkan PKI,
§ Bentuk kabinet baru dan
§ Turunkan harga

Untuk membubarkan PKI dan membentuk kabinet sangat mudah. Tetapi untuk menurunkan harga? Tidak pernah terjadi sampai Orba tumbang 3,5 dekade kemudian. Bahkan walaupun beberapa menteri yang duduk di kabinet Orba selama beberapa masa bakti dulunya adalah aktivis/politikus mahasiswa, seperti Akbar Tanjung (mantan ketua Umum HMI Jakarta), Cosmas Batubara (mantan Ketua Presidium KAMI Pusat), Abdul Gafur (Wakil Ketua Dewan Mahasiswa UI. 1963-1965, Ketua Presidium KAMI UI/Pembantu Umum KAMI Pusat, 1966) yang meneriakkan Tritura, harga-harga tidak pernah turun. Itu fakta. Kita tidak bisa tahu apakah mereka lupa atau tuntutan itu tidak penting bagi mereka karena sudah menempati posisi yang enak di pemerintahan menjadi menteri dan anggota DPR. Itulah politikus, apakah itu berasal dari mahasiswa, seperti Sukarno dan Mohammad Hatta, pola jalurnya sama. Pola sirkus dan rotinya sama.

Awal langkah politik pemerintahan Suharto adalah purging (melenyapkan) elemen-elemen yang pro Sukarno. Elemen-elemen ini disingkirkan dari posisi-posisi penting di pemerintahan bahkan ada yang ditahan, diadili secara militer oleh mahmilub (mahmilub = mahkamah militer luar biasa) dan dihukum mati atau dipenjarakan untuk waktu yang lama sekali. Periode pemerintahan Sukarno disebut secara resmi dalam sejarah sebagai Orde Lama (yang berkonotasi negatif) dan dikontraskan dengan nama pemerintahan yang baru yaitu Orde Baru. Kota Sukarnopura diganti menjadi Jayapura. Puncak Sukarno di Irian Barat, diganti menjadi puncak Jayawijaya. Seperti yang disebutkan di atas, uang yang bergambar Sukarno ditarik dari peredaran. Sukarno sendiri meninggal dalam tahanan rumah dan dikebumikan di Blitar, bukan Taman Makam Pahlawan. Adapun sebabnya ia tidak dikebumikan di Taman Makam Pahlawan, mungkin karena Sukarno pada saat itu bukan pahlawan. Ia menjadi pahlawan 18 tahun kemudian, setelah ada beberapa lembar kertas yang disebut keputusan presiden yang menyatakan bahwa Sukarno adalah pahlawan. Tanpa kertas itu, Sukarno bukan pahlawan.

GDP nominal pada awal Orde Baru (katakanlah tahun 1967) adalah $ 54,70 per kapita. Pada saat Orde Baru digantikan Orde Reformasi (tahun 1997) GDP Indonesia menjadi $ 448,56 per kapita. Jadi selama 30 tahun naik 8,2 kali lipat!!! Hebat?? (dengan tanda tanya). Saya pertanyakan pujian untuk Orde Baru karena selama 30 tahun itu keluarga saya, tetangga saya, handai taulan tidak bertambah kemakmurannya sebanyak 8,2 kali lipat. Tiga kali lipat pun tidak. Bagaimana mungkin lebih makmur kalau pada awal Orba tarif bus dalam kota di Jakarta adalah Rp 15 dan pada akhir Orba Rp 1.000, naik 7500%!! Selama 30 tahun nominal GDP dalam US dollar tumbuh rata-rata 13% per tahun. Sedangkan GDP-Purchasing Power Parity tumbuh rata-rata 4,33% per tahun. Kalau dilihat antara kenaikan GDP dan kenaikan tarif bus kota, kurang lebih sama. Secara keseluruhan, data-data ini menimbulkan pertanyaannya, apakah kenaikan GDP ini hanya bohong-bohongan saja?

Pada awalnya pembangunan di jaman Orba direncanakan melalui tahapan 5 tahun yang dikenal dengan Pembangunan Lima Tahun atau Pelita. Rejim Suharto memulai pemerintahannya dengan membuka ekonomi bagi kapitalis-kapitalis yang dulunya dimusuhi Sukarno. Investasi dan modal asing masuk. Pabrik-pabrik dan industri perakitan bermunculan. Pertumbuhan ekonomi cukup bagus karena dibantu dengan boom di sektor bahan komoditi (awal 1970 sampai awal dekade 1980) seperti bahan tambang, minyak, kayu dan lain-lainnya. Indonesia bisa menjadi negara pengekspor minyak dan komoditi lainnya karena masuknya investor asing. Pendapatan pemerintah dari minyak dan bahan komoditi lainnya seharusnya relatif besar. Walaupun demikian, pemerintah masih tidak bisa membuat budgetnya berimbang. Secara resmi memang budget pemerintah selalu berimbang. Tetapi kalau ditelusuri lebih jauh, ada yang namanya pengeluaran pemerintah yang non-budgeter. Nama lain dari defisit. Jadi jangan heran bahwa inflasi pada saat itu cukup tinggi. Rupiah beberapa kali mengalami devaluasi terhadap dollar Amerika. Yaitu pada bulan April 1970 dari Rp 378 ke Rp 415 per dollar, pada bulan November 1978 dari Rp 416 ke Rp 625 dan Maret 1983 dari Rp 615 ke Rp 970 per dollar. Padahal pada periode yang sama US dollar mengalami kemerosotan nilai karena inflasi. Dengan kata lain kemerosotan nilai riil rupiah sangatlah parah.

Pemerintahan Suharto memperkenalkan konsep dwi-fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Ini adalah jalan untuk menempatkan perwira-perwira ABRI di sektor-sektor bisnis. Hampir semua direktur dan beberapa posisi atas di BUMN ditempati oleh ABRI. Konsesi-konsesi hutan juga banyak diberikan kepada anggota-anggota ABRI. Demikian juga posisi penting di pemerintahan daerah, seperti gubernur, bupati dipegang oleh ABRI. Bahkan sampai ke desa-desa, Babinsa (badan pembina desa), biasanya dimotori oleh militer berpangkat bintara. Profesi ABRI menjadi idaman bagi banyak sarjana. Mereka tergiur untuk masuk ABRI dengan pangkat letnan dua setelah lulus universitas. Karena karier swasta/BUMN dan pemerintahan lebih mudah dititi dari jalur ABRI, bukan dari jalur bisnis riil.

Dalam hal sirkus, kalau Sukarno caranya persuasif melalui kharismanya, Suharto tidak mempunyai kharisma yang bisa memukau orang banyak, maka tangan besi menjadi andalannya. Kalau Sukarno bak penjual yang mampu meyakinkan orang Eskimo membeli kulkas, Suharto bak raja dijaman dulu, lebih banyak menggunakan kekuasaannya, penekanan-penekanan dan pembatasan-pembatasan. Pada sampai pertengahan dekade 1980an, untuk mendaftar sekolah, bekerja, membuat pasport, SIM (surat ijin mengemudi) memerlukan surat berkelakuan baik dari polisi, surat bebas G30S dan untuk mengurusnya harus melewati birokrasi yang panjang. Demikian juga kalau sekolah ke luar negri, diharuskan untuk memperoleh surat keterangan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sekalipun biaya sekolah itu dari saku pribadi.

Rejim Suharto mempercayai teori ekonom keblinger dari Inggris Robert Malthus. Robert Malthus mengatakan dalam karangannya An Essay on the Principle of Population yang diterbitkan tahun 1798-1826 bahwa populasi manusia bertambah bagai deret ukur dan makanan yang bisa diproduksi oleh bumi hanya naik bagai deret hitung. Dalam bahasa awamnya: kemampuan manusia beranak-pinak jauh melebihi dari pada kemampuan bumi ini dalam menyediakan makanan. Dan suatu saat manusia akan kekurangan pangan, pertumbuhan populasi akan terhenti. Robert Malthus, walaupun dia seorang rohaniawan gereja Anglikan, tetapi dia percaya bahwa Tuhan adalah keledai. Dia pasti akan berkelit licin sekali mengenai keimanannya, kalau dia dihadapkan pada ayat-ayat kitab sucinya seperti:

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya." Dan jadilah demikian. (Perjanjian Lama, Genesis 1: 38-30).
Dalam kepercayaan Robert Malthus tersirat bahwa Tuhan tidak becus dalam menciptakan alam semesta dan manusia, sehingga suatu saat manusia akan kekurangan pangan.

Para ekonom, perencana pembangunan, kyai dan rohaniawan dalam rejim Suharto yang memuja dewa yang sudah lama mati yang bernama Robert Maltus ini. Para kyainya juga percaya bahwa Tuhan lupa menyiapkan sumber makanan bagi manusia ketika menciptakan alam ini. Bahkan kalau ditanya tentang ayat ini:

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (Quran 17:31)
maka dikatakannya bahwa ayat itu sudah tidak relevan pada jaman ini. Pada masalah seks dan perkawinan, pemerintahan Suharto punya pendapat berapa jumlah anak yang ideal dalam keluarga. Keluarga menurut rejim Suharto adalah pasangan monogami dengan anak maksimum dua. Mungkin tujuannya untuk menghambat pertumbuhan penduduk sehingga persoalan kekurangan pangan bisa ditanggulangi.

Kampanye dan program “dua anak saja cukup” diluncurkan dengan nama “keluarga berencana” (KB). Walaupun jiwa pelaksanaan keluarga berencana ini adalah persuasif, aparat pemerintah di lapangan seperti lurah dan camat di daerah yang terlalu bersemangat sering memaksakan penggunaan alat-alat kontrasepsi kepada masyarakatnya, bahkan prosedur tubektomi. Demi suksesnya KB, kebohonganpun dihalalkan. IUD yang sering disebut spiral, dikatakan sebagai penghalang bertemunya sperma dengan telur. Padahal, menurut teori kedokteran moderen, cara kerja IUD (spiral) adalah menghalangi nidasi (konsepsi dan implatasi) yaitu membuat kondisi rahim yang tidak ramah terhadap sperma dan siap menolak blastula (embryo yang sudah tumbuh menjadi kurang lebih 128 sel). Informasi ini dapat ditemukan di banyak buku-buku kedokteran. Seandainya anda malas perpustakaan, informasi ini bisa dicari di internet[link]. Jadi sebenarnya cara kerja spiral bisa disebut aborsi, kalau janin yang berumur sampai 14 hari bisa disebut janin. Kalau hal ini diterangkan kepada ulama dan pemuka agama yang lurus keimanannya, kemungkinan mereka mengharamkan penggunaan spiral.

Robert Malthus punya waktu yang cukup lama untuk membuktikan kebenaran teorinya yang secara implisit menganggap Tuhan sebagai keledai yang tidak becus atas kreasinya. Sejak dari dicetuskannya teori pertambahan penduduk dan pertambahan produksi pangannya sampai buku ini ditulis, sudah 210 tahun (terbilang: dua ratus sepuluh tahun). Waktu yang cukup lama. Rupanya yang menang adalah Tuhan. Dan ternyata yang berotak keledai bukan Tuhan, melainkan sang dewa Robert Maltus dan pengikutnya. Dua abad berlalu, dari tahun 1800 ketika Malthus mencetuskan idenya sampai 210 tahun kemudian, yaitu tahun 2010, teori Robert Malthus tidak pernah menjadi kenyataan. Populasi dunia berlipat 7 kali dari 1 milyar jiwa menjadi 6,9 milyar jiwa. Kekurangan pangan pandemi dunia tidak pernah terjadi, penyakit karena kekurangan pangan tidak pernah menjadi pandemi. Tidak hanya itu, manusia malah dihadapkan oleh persoalan kesehatan yang diakibatkan karena kelebihan pangan seperti obesitas, jantung koroner, darah tinggi dan kolesterol. Tuhan menciptakan Revolusi Hijau dan membuat Robert Maltus berserta para pemujanya nampak seperti keledai. Ternyata bumi ini tidak pernah kekurangan pangan seperti janji Quran dan Bible. Kelaparan secara endemi hanya untuk mereka yang suka perang, saling bertengkar dan membunuh serta mengesampingkan usaha-usaha untuk menghasilkan pangan seperti yang terjadi di Afrika dan muka bumi lainnya. Tidak sulit untuk mengatakan siapa yang keledai. Robert Malthus lah yang keledai. Juga para pengikutnya yang ada di kementerian wanita dan yang berurusan dengan masalah keluarga berencana. Anehnya keledai-keledai yang sama sejak tahun 2000an mulai mencemaskan demografi-demografi yang menua akibat kurangnya produksi anak dimasa lampau. Dulu mereka takut kelaparan karena ledakan penduduk, sekarang mereka takut kekurangan penduduk untuk menunjang generasi tua. Tuhan bukan keledai dan Ia sudah menyiapkan rezki bagi orang-orang tua di masyarakat yang berdemografi menua.

Pemerintahan Suharto tidak hanya tertarik pada masalah kamar tidur rakyatnya dan berapa jumlah anak yang mereka punyai, tetapi juga masalah teologi/agama yang dianut rakyatnya. Pancasila menjadi asas tunggal negara. Posisi Pancasila menjadi di atas agama. Penafsiran agama yang bertentangan dengan Pancasila akan dilibas. Bagi muslim yang menjadi mayoritas rakyat Indonesia hal ini terasa berat. Sebagian kalangan menganggap asas tunggal merupakan penghinaan bagi umat Islam. Hal ini menyulut sentimen anti pemerintah. Beberapa peristiwa berdarah, seperti Tragedi Tanjung Priok (September 1984), yang memakan korban beberapa ratus orang meninggal, dilatar belakangi oleh protes terhadap asas tunggal yang dipimpin oleh ustadz Amir Biki. Kontrol pemerintah terhadap khotbah dan ceramah juga ketat. Imaduddin Abdurrahim, pengajar ITB (Institut Teknologi Bandung) dilarang memberikan ceramah, diboikot dan akhirnya dibuang ke luar negri untuk memperoleh gelar sarjana lanjutan. AM Fatwa, seorang da’i, juga pernah dipenjara dimasa pemerintahan Suharto. Bagi seorang muslim, seharusnya sikap permusuhan dengan agama (paham) lain tidak ada karena:

“Tidak ada paksaan dalam beragama; sesungguhnya kebenaran itu sangat jelas
(berbeda) dibandingkan dengan sesatan........”
(Quran 2:256)
Tetapi jangan salahkan sikap memberontak dan melawan mereka (sebagian umat Islam) jika mereka diganggu dan dipaksa untuk menganut ajaran lain. Siapa sih yang suka dipaksa? Ada yang menunjukkan sikap memberontak secara terang-terangan. Banyak pula yang disimpan di dalam hati yang dalam, menunggu kesempatan yang baik untuk melampiaskannya.

Penekanan-penekanan oleh pemerintahan Orde Baru pada kaum muslimin yang bertahan terhadap asas tunggal Pancasila terus berlangsung selama dekade 1980an sampai menjelang dekade 1990an. Pemberian label Komando Jihad merupakan ciri yang umum terjadi, seperti halnya pemberian label “PKI” pada awal-awal Orde Baru (dekade 1970an) untuk mengirim orang ke rumah tahanan.

Program cuci otak dan indoktrinasi pada jaman Orde Baru dikenal dengan nama Penataran P4 (Pedoman Pengamalan Penghayatan Pancasila) bagi pegawai negri sipil, pegawai BUMN, pegawai kontraktor pertambangan dan pegawai perusahaan yang ada kaitannya dengan pemerintah. Bagi mahasiswa, diharuskan mengambil mata pelajaran Kewiraan yang isinya tentang Pancasila. Saya sendiri diwajibkan mengambil mata pelajaran yang berbau Pancasila dari mulai SMP sampai mahasiswa, lalu penataran P4 ketika bekerja, semuanya lulus karena hapalan mutlak, dan sekarang sudah lupa. Tidak seperti subjek matematik, deret Taylor, Runga Kutta, bermacam-macam reaksi kimia yang sampai sekarang saya masih ingat, pelajaran Pancasila sudah tidak ada yang ingat lagi. Tidak ada logika yang mendasari doktrin-doktrin Pancasila, sehingga sulit diingat.

Orde Baru juga mempunyai ambisi teritorial dengan menganeksasi Timor Timur bulan Oktober 1974. Terlepas apakah alasannya karena undangan rakyat Timor Timur, rakyat Timor-Timur ingin bersatu dengan Indonesia atau alasan lainnya, langkah ini terbukti harus dibayar mahal oleh nyawa, penderitaan tentara dan materi. Langkah menganeksasi Timor-Timur ini sulit dimengerti. Karena Timor-Timur tidak punya nilai ekonomis dan hanya akan menjadi beban untuk Indonesia (akhirnya terbukti). Untuk menarik simpati rakyat Timor-Timur, pemerintah Orde Baru membangun Timor-Timur. Dengan lebih 90% anggaran belanja daerah (APBD) dipasok dari pusat, Timor-Timur membangun. Untuk tahun 1993 misalnya, pendapatan asli daerah hanya Rp 3 milyar sedangkan anggaran belanja daerah adalah Rp 46,70 milyar. Hal seperti ini berlangsung selama berpuluh tahun, menjadi beban yang dipikul pembayar pajak. Dan uang itu untuk membangun sekolah-sekolah, rumah sakit, puskesmas, jalan raya dan infrastruktur lainnya yang tidak dinikmati pembayar pajak di wilayah Indonesia lainnya.

Imperium Orde Baru punya banyak tugas untuk memadamkan api-api kecil di pinggiran imperiumnya. Di Aceh, bara Gerakan Aceh Merdeka (GAM), di Irian OPM (Organisasi Papua Merdeka dan di Fretilin di Timor Timur. Sedangkan di Jawa bara-bara sakit hati masih menyala dari kalangan yang hidupnya, agamanya diusik, seperti yang juluki Komando Jihad (yang mungkin bukan suatu organisasi yang mapan); Kelompok Petisi-50; mahasiswa yang tidak suka ditekan-tekan dengan program Normalisasi Kampus dan lainnya.

Untuk dekade 1990, awalnya keadaan relatif baik, karena boom ekonomi dunia yang didukung oleh ekspansi kredit. Alan Greenspan menduduki tahta ketua the Federal Reserves Bank di Amerika Serikat tahun 1987, memberlakukan ketidak-bijaksanaan ekspansi kredit. Yang latar belakangnya adalah market crash Oktober 1987, dimana indeks bursa saham Amerika, Dow Industrial jatuh 31% dalam seminggu.

Alan Greenspan mungkin bersumpah bahwa hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi. Oleh sebab itu dia selalu siap sedia untuk mengucurkan likwiditas, bila ada gejala yang dianggapnya tidak baik. Kalau kredit melimpah, manusia makin sibuk dengan aktivitas jual dan beli. Karena memperoleh untung, orang merasa kaya, kemudian konsumsi meningkat, permintaan meningkat dan memicu investasi. Semua orang gembira.

Beberapa negara Asia, seperti Asia Tenggara, Korea Selatan dan Taiwan, mengalami boom ekonomi dengan pertumbuhan 7%-12, dikenal sebagai keajaiban ekonomi (economic miracle). Modal asingpun masuk ke negara-negara ini, tertarik oleh potensi keuntungan yang menjanjikan.

Indonesia yang dikenal sebagai salah satu calon Macan Asia mengembangkan sektor industri manufakturing dan mencanangkan Era Lepas Landas. Mungkin maksudnya lepas dari ketergantungan ekonomi ekstraksi sumber alam (pertambangan, kehutanan dan pertanian) yang memang harganya sedang jatuh sejak dekade 1980an.

Dalam rangka Era Lepas Landas, pemerintah juga ingin mengembangkan industri pesawat terbang, buatan putra-putri Indonesia. Membuat pesawat terbang itu mudah. Tahun 1995 IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) berhasil membuat pesawat turbo-prop, fly by wire N-250 dari hasil rancangannya sendiri. Sayangnya pesawat yang canggih ini tidak laku dijual, jadi terpaksa barter dengan beras ketan. Jeleknya sampai tahun 2010 PT Dirgantara Indonesia (nama baru IPTN) masih hidup tetapi dikategorikan sebagai 8 BUMN yang sakit.

Pada sektor pangan, di dekade 1990, Orde Baru mencanangkan swasembada pangan melalui pembukaan sawah sejuta hektar.

Persoalannya ialah, booming yang disebabkan oleh ekspansi kredit tidaklah stabil. Meningkatnya permintaan barang dan jasa adalah semu. Peningkatan kapasitas produksi yang didasari oleh permintaan konsumsi yang semu adalah spekulatif. Modalnya pun bersumber dari luar negri. Rasio hutang luar negri dengan GDP di negara-negara Asean mencapai 100% – 160%. Hal ini menjadi beban dan mempunyai resiko terhadap gejolak kurs mata uang asing. Karena umumnya mata uang di negara-negara Asean dipatok terhadap US dollar, maka penguatan US dollar akan membuat produk-produk negara ini kurang kompetitif di pasar global. Itulah yang terjadi. Alan Greenspan melakukan pengetatan likwiditas US dollar yang berakibat penguatan US dollar. Ini menyebabkan memburuknya defisit berjalan di negara-negara Asean. Kemudian terjadi serangan spekulan terhadap mata uang bath Thailand yang mengakibatkan mata uang bath jatuh. Kejatuhan mata uang bath Thailand menjadi titik awal dari effek domino yang menghantam negara-negara Asean dan macan Asia lainnya. Investor asing menjadi ketakutan dan uang panas keluar yang menyebabkan anjloknya nilai mata uang negara-negara ini karena pemerintah tidak sanggup mempertahankan patokan kursnya. Rupiah yang sebelum krisis mempunyai nilai tukar Rp 2.500 per US dollar, anjlok sampai Rp 15.000. Diantara semua negara yang terkena krisis Asia ini, Indonesia adalah yang terparah. GDPnya anjlok 13.5%.

Para ekonom birokrat Indonesia pada waktu itu menganut sistem kroni-kapitalisme di saat booming dan sosialisme hutang di saat krisis. Artinya, pada saat boom ekonomi, para pengusaha-kesayangan memperoleh segala kelonggaran dan kemudahan. Salah satu praktek yang paling umum terjadi di Indonesia adalah bank-bank besar yang mempunyai induk yang sama dengan industri. Terjadi kolusi pada penyaluran kredit dari bank ke industri yang mempunyai induk sama. Hal ini dibiarkan saja oleh otoritas moneter. Dan ketika terjadi krisis hutang para kapitalis-kesayangan disosialisasikan ke masyarakat pembayar pajak dan penabung alias dibebankan kepada masyarakat. Bantuan Likwiditas Bank Indonesia (BLBI) dikucurkan yang tidak lain adalah perampokan tabungan rakyat untuk diberikan kepada konglomerat yang terbelit hutang. Dengan cepat 70%-80% dari nilai riil tabungan masyarakat menuap bersama banjir likwiditas. Itu namanya sistem kroni-kapitalisme.

Rakyat marah, karena pemerintah Orde Baru terlalu kasar menyita tabungan mereka. Inflasinya tertalu cepat. Dan akhirnya kemarahan ini meledak dalam bentuk kerusuhan, yang dikenal sebagai kerusuhan Mei 1998, yang kemudian menyeret Suharto untuk lengser keprabon.

Prestasi Orde Baru yang nampaknya cukup menyakin mengejar Era Lepas Landas, ternyata kemudian nyungsep karena keberatan beban. GDP per kapita Indonesia tahun 1967 ketika Sukarno benar-benar jatuh adalah $54,70. Dan 31 tahun kemudian, ketika Suharto lengser keprabon, menandai berakhirnya era Orde Baru, GDP (nominal) Indonesia ini menjadi $ 473,49. Jadi naik 866%. Wow, hebat sekali. Selama 31 tahun itu saya, keluarga saya, tetangga saya, kenalan saya, tidak merasa menjadi 9 kali lebih kaya. Apa yang salah?

Bagaimana kalau diukur dengan uang sejati alias emas. Tahun 1967 GDP per kapita Indonesia adalah 48.52 gram emas. Dan untuk tahun 1998 adalah 49.88 gram emas. Tidak banyak beda. Artinya, tidak salah kalau jaman Orba disebut juga jaman Tinggal Landas dan Nyungsep. Karena akhirnya GDP Indonesia kembali ke titik awal ketika Orba mulai berkuasa. Dari 48,52 gram emas ke 49,88 gram emas. Lalu bagaimana dengan pertumbuhan yang katanya super selama 30 tahun itu? Itulah statistik, bentuk tipuan yang canggih, seperti kata Mark Twain.

Lalu bagaimana dengan prestasi pemerintah Orde Baru dalam menghancurkan rupiah? Harga emas di awal Orde Baru adalah Rp 187 per gram dan pada tahun lengser keprabonnya Suharto, harganya menjadi Rp 90.100 per gram. Artinya 99.79% nilai rupiah telah menguap selama 31 tahun Suharto berkuasa. Jangan heran kalau ongkos naik bus kota pun naik dari Rp 15 menjadi Rp 1000. Dalam hal rupiah ini Suharto sedikit lebih baik dari Sukarno yang menguapkan 99.97% dari nilai riil rupiah selama masa pemerintahan Order Lama. Tetapi keduanya sama saja, nilai riil rupiah dibuat nyaris hampir nol, semasa pemerintahan keduanya.


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Wednesday, August 25, 2010

Updates Chart S&P




Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Sunday, August 22, 2010

HINDENBURG OMEN 2010

Hindenburg diassosiasikan dengan dua hal. Pertama adalah malapetaka terbakarnya Pesawat Balon Zepplin Hindenburg dan ke dua adalah pertanda buruk yang mendahului terjadinya crash di pasar saham. Dari keduanya ada persamaannya, yaitu kejadian buruk.

Nama Hindenburg diambil dari pesawat Zepplin pengangkut penumpang Jerman LZ 129 yang terbakar dan membunuh 132 orang. Kejadian ini berlangsung di New Jersey pada tanggal 6 Mei 1937. Sejak saat itu pesawat tidak pernah diterbangkan lagi karena tidak aman.


Malapetaka Hindenburg di New Jersey 6 Mei 1937


Hindenburg yang lainnya adalah Hindenburg di bursa saham, yang dikenal dengan nama Hindenburg Omen – yang artinya pertanda buruk Hindenburg. Untuk mudahnya kita singkat saja Hindenburg Omen menjadi HO.

HO adalah pertanda buruk yang mendahului terjadinya market crash. Menurut Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Hindenburg_Omen), sejak tahun 1985 sampai 2010 semua market crash sebelumnya didahului oleh HO. Dan dari 25 HO hanya 2 HO (8%) yang tidak berlanjut dengan market crash.

Berikut ini adalah Chart New York Stock Exchange composite index dengan market crashnya dan saat-saat terjadinya HO (2003 - 2007). Perhatikan ada yang gagal juga.




HO adalah kondisi pasar saham yang sangat jarang terjadi. Ada empat (4) unsur kejadian yang muncul di hari yang sama dan secara kesuluruhan disebut Hindenburg Omen.

1. Jumlah 52 minggu High dan 52 minggu Low, keduanya sama-sama di atas 2.2%. Dengan jumlah saham yang ada sebanyak 3126 maka 2.2%nya adalah 68.8 (dibulatkan ke 70).
2. 50 hari Moving Average dari indeks NYSE naik.
3. McClellan Oscillator negatif
4. Rasio 52 minggu High:52 minggu Low lebih kecil dari 2.


HO adalah cermin dari pasar saham yang sedang bingung. Sejumlah (cukup besar) saham sedang naik dan besamaan dengan itu juga ada yang sedang turun dan membuat Low dan High yang baru. Kalau hal ini terjadi berkali-kali, akhirnya berakhir dengan panik. Mungkin ini penjelasan secara awamnya.

Berikut ini adalah kasus-kasus HO dan crashnya. Dari 28 kasus, 11 menghasilkan crash yang lebih besar dari 10%. Biasanya HO muncul berkali-kali sebelum terjadinya crash. Jarak antara HO pertama dengan crashnya antara 1 – 4 bulan, kalau crash terakhir tidak dimasukkan. Crash terakhir di bulan Maret 2009 terjadi 8 bulan setelah HO pertama muncul.




Pada tanggal 12 Agustus 2010 lalu ada 1 HO muncul. Sejak itu sampai tanggal 20 Agustus muncul lagi 2 HO sehingga menjadi 3. Yaitu tanggal 12, 19 dan 20 Agustus 2010 (Chart-1). Apakah market akan crash? Kita tunggu saja dan kita monitor HO-HO lainnya yang mungkin muncul.


Chart - 1 Hindenberg Omen 2010

DJIA Dalam Prespektif EW Sederhana

Dalam kaitannya dengan Hindenburg Omen, bisakah Idiot Wave membantu?

Sebelum itu, kita akan bahas dulu beberapa hal fundamental mengenai EW. Ada pertanyaan mengenai wave 3 of 3 of 3. Pertama, adalah mengenai tingkatan-tingkatan wave. Kita batasi saja dengan Primary Wave (P wave) sebagai tingkat yang terpraktis untuk dibahas. Di bawahnya adalah Intermidiate (I wave), Kemudian Minor wave, dan yang lebih kecil lagi minute, minuttes......, yang sebenarnya tidak praktis lagi untuk dibahas karena interval waktunya hanya dalam jam saja.

Yang dimaksud wave 3 of 3 of 3, adalah M3 of I3 of P3. Sengaja untuk Primary 3 wave saya beri label P3. Dan untuk Intermidiate 3 wave saya beri label I3. Dan untuk Minor 3 adalah M3.

Chart-2 adalah kemungkian perjalanan EW yang paling sederhana dari indeks Dow. Dikatakan paling sederhana karena counter trend wave, yaitu wave 2 dan wave bisa berbentuk wave yang kompleks, yang disebut flat atau zig-zag. Sebagai analis, dalam merencanakan strategi investasinya biasanya akan memulai asumsinya dengan yang paling mudah. Dalam menghadapi ketidak pastian yang berkaitan dengan kompleksitas wave, strategi management capital harus diterapkan. Jadi asumsi yang sederhana hanya digunakan sebagai petunjuk kasar saja.


Chart - 2

Crash Hindenburg bisa terjadi di M3, M5 atau M3 of I3. Bisa juga terjadi berkali-kali (3 kali) seperti yang terjadi selama tahun 2007 – 2009. Andaikata crash Hindenburg terjadi pada M3 atau M5 of I1 of P3, maka kejadiannya tidak akan lama lagi. Di dalam 4 bulan ini. Andaikata Hindenburg crash ini bertepatan dengan M3 of I3 of P3, waktunya bisa lama. Mungkin bisa di dalam 8 bulan ke depan.

Bagaimana kondisi pasar sekarang? Dari pasar bond, nampaknya investor sejak bulan April 2010 mulai nervous dan mulai melarikan uangnya ke tempat yang aman dengan membeli treasury bond, sehingga yieldnya menurun terus (Chart-3).


Chart - 3

Treasury Bond mengalami rally (Chart-4). Sejak bulan Agustus 2010, trendnya berubah menjadi panic-buying. Mungkin untuk treasury bond kondisi sudah sangat overbought dan rentan terhadap koreksi. Tetapi pada bull market, kondisi overbough bisa bertahan lama dan koreksi ini harus menunggu.


Chart - 4

Anehnya panic buying US TB ini terjadi pada saat Cina melepas US treasury Bond (US TB)nya. Nampaknya peminat US TB lebih banyak dari pada yang bisa dilepas oleh Cina. Ketika Cina melepas US Tbnya, bukannya harganya jatuh dan yieldnya naik, tetapi malah sebaliknya. Yieldnya turun sampai ke level 2.6% saja.

Kalau Cina melepas US dollarnya (US TB), maka banyak orang yang mengharapkan US dollar akan tertekan. Kenyataannya tidak demikian. US dollar nampaknya sudah berada pada tahap awal dari rally wave3 nya. Waktu akan membuktikannya. Target primary wave 3 paling sedikit adalah 95 pada indeks dollar (Chart-5).


Chart - 5

Emas sudah memasuki target idealnya (0.618 dan 0.786 Fibonacci retracement) untuk selanjutnya kembali bearish (Chart-6) kalau mengikuti pola EW yang sederhana. Bearish scenario ini adalah hipotesa kami yang berpegang pada scenario deflasi. Kita lihat saja bagaimana selanjutnya.



Chart - 6

Sekian dulu, jaga kesehatan anda dan tabungan anda. Jangan percaya dengan Hindenburg Omen. Abaikan saja. Tidak semua Hindenburg Omen menghasilkan market crash. Kalau terjadi crash, anggap saja sedang sial.........

Jakarta 21- Agustus-2010.


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Friday, August 20, 2010

Masa Orde Lama - Jaman Revolusi Berkepanjangan

Pada bagian ini kita akan menyinggung topik yang kontroversial karena melibatkan sosok Bung Karno. Bung Karno banyak pemujanya. Dan sekiranya anda adalah salah satu pemujanya yang fanatik dan tidak punya toleransi sama sekali. Sebaiknya anda tidak usah membaca bagian ini. Mungkin anda akan tersinggung.

Pada jaman imperium Romawi dikenal istilah bread and circus, (panem et circenses), roti dan sirkus. Politikus pada dasarnya manusia yang menyukai kekuasaan dan harta serta menjadikan kariernya sebagai pengejar kekuasaan dan harta. Politikus untuk bisa meraih dan mempertahankan posisinya akan memberi massa pendukungnya makanan dan sirkus pertunjukkan di panggung politik. Dan sirkus adalah keahlian Sukarno. Kalau pada saat ini anda bisa mendengarkan pidato-pidato Sukarno melalui Youtube. Saya sarankan anda untuk mendengarkannya dan menilai kepiawaian Sukarno dalam memukau para pendengarnya. Ibarat seorang penjual, Sukarno mempunyai kepiawaian menjual kulkas kepada orang eskimo, atau menjual tahi ayam seharga coklat. Ini adalah pujian dari saya. Bukan suatu hinaan.

Tonggak sejarah Orde Lama dimulai dari Dekrit 5 Juli 1959. Pada masa ini secara defacto Sukarno menjadi penguasa tunggal. Campur-tangan pemerintah terhadap ekonomi semakin merajalela. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa campur tangan pemerintah hanya akan memperparah ekonomi. Selama periode ini pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. Inflasi tinggi dan akhirnya rejim Sukarno ditumbangkan.

Pernahkan anda bertanya kenapa di dalam buku-buku sejarah periode 1959 – 1966 disebut jaman Orde Lama? Seandainya Sukarno diberi kesempatan memberi nama periode sejarah antara tahun 1959 – 1966 ini, mungkin dia akan menamakannya jaman Kembali ke Semangat 45, atau jaman Revolusi Berdikari, atau nama lainnya yang megah. Tetapi di dalam buku sejarah resmi, nama Orde Lama melekat untuk pemerintahan periode 1959 – 1966 ini.

Kata Orde Lama terdengar berkonotasi sangat negatif. Sebabnya karena nama ini diberikan oleh rejim sesudahnya, rejim Suharto, yang patut diduga berusaha mengoleskan citra buruk kepada pendahulunya. Dan untuk periodenya sendiri, Suharto menyebut Orde Baru, suatu pemilihan kata yang berkonotasi positif dan kontras dengan Orde Lama yang digantikannya. Cara pencitraan seperti ini sama halnya dengan menyebut jaman penjajahan Belanda untuk jaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada hakekatnya massa berpikir sederhana. Ketika mendengar nama yang berkonotasi negatif yang dikontraskan dengan yang positif, maka penyandang nama itu identik dengan jahat dan buruk. Jadi ketika orang mendengar kata Orde Lama atau penjajah Belanda, maka persepsinya mengenai rejim Orde Lama dan pemerintahan penjajah Belanda adalah jahat dan buruk. Padahal kalau dilihat dari data-data, belum tentu mereka ini seburuk namanya.

Awal jaman Orde Lama dimulai dengan kekisruhan politik dan ekonomi di penghujung dekade 1959an. Buku sejarah yang resmi akan mengatakan bahwa ada kegagalan Konstituante membentuk undang-undang dasar. Hal inilah yang memberi dalih kepada presiden Sukarno untuk memperkuat posisinya menjadi penguasa tunggal. Dikeluarkanlah Dekrit 5 Juli 1959 yang isinya pembubaran parlemen hasil pemilihan umum yang demokratis yang bernama Kostituante itu, dan akan diikuti dengan pembentukan lembaga legislatif sementara (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara - MPRS dan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara – DPRS atau DPR Gotong Royong) tanpa proses yang demokratis.

Dekrit 5 Juli ini essensinya adalah pengambil alihan kekuasaan parlemen oleh Sukarno dan menggantikannya dengan parlemen yang diharapkan bisa dikontrolnya. Seandainya ada niat, Sukarno bisa membiarkan parlemen yang masih ada dan melakukan pemilihan umum untuk membentuk palemen baru. Tetapi niatnya memang bukan itu. Niat sesungguhnya hanya dia yang tahu. Akan tetapi yang bisa kita lihat adalah tindakan selanjutnya Arah dan sasaran tertuju kepada pemerintahan otoriter dengan penguasa tertingginya adalah presiden. Sistem negara berubah, tetapi namanya masih menggunakan kata demokrasi, yaitu demokrasi terpimpin. Kendatipun tidak ada yang dipilih langsung oleh rakyat, apakah itu presidennya ataupun perwakilan rakyatnya (MPRS dan DPRGR), sistem ini disebut demokrasi .........terpimpin. Semuanya harus terpimpin oleh Panglima Tertinggi ABRI, mandataris MPRS, presiden, pemimpin besar revolusi.

Dekrit 5 Juli 1959 ini diikuti dengan tindakan-tindakan drastis dibidang ekonomi oleh Sukarno. Kata demokrasi terpimpin menjadi populer. Ekonomipun harus berlandaskan demokrasi terpimpin. Ketika sistem BE dihapus pada bulan Agustus 1959, beberapa poin penting dijabarkan di dalam Penjelasan Peraturan Pemenerintah Pengganti Undang-Undang no. 4 1959, tentang warna ketidak-bijaksanaan ekonomi.

Secara prinsipil sistim tersebut, dimana nilai mata uang rupiah terhadap mata
uang asing ditetapkan oleh imbangan penawaran dan permintaan B.E., walaupun
misalnya perkembangannya tidak diganggu oleh berbagai macam spekulasi dan
gerak-geriknya perdagangan abnormal, sesungguhnya tidak sesuai dengan alam pikiran ekonomi terpimpin, dimana Pemerintah mengambil peranan yang lebih aktip dan lebih menentukan...............

......... Untuk beberapa jenis barang ekspor memang terdapat disparitet antara harga dalam negeri dan penerimaan dalam rupiah sebagai hasil ekspor, walaupun sebagian dari perbedaan ini disebabkan pula oleh faktor spekulasi, dan bukan oleh tingkat harga upah dan bahan keperluan untuk memprodusir barang ekspor itu.


Kata kunci yang perlu diingat adalah “Pemerintah mengambil peranan yang lebih aktif dan lebih menentukan” yang mana akan menjadi ciri dari periode Orde Lama ini. Dan kita tahu dari bab sebelumnya bahwa semakin banyak campur tangan pemerintah maka akan semakin sulit ekonomi bergerak untuk maju. Jadi bisa dipastikan bahwa sepanjang pemerintahan Sukarno ekonomi akan terhambat.

Selanjutnya setelah Dekrit 5 Juli, dengan cepat Sukarno bergerak ke bidang ekonomi. Pada tanggal 24 - 25 Agustus 1959 beberapa peraturan pemerintah penggati undang-undang dikeluarkan. Isinya tentang:

-Pembubaran Bukti Ekspor (Undang-Undang no. 4 Prp, tahun 1959).
-Sanering uang pecahan Rp 500 dan Rp 1000, masing-masing menjadi Rp 50 dan Rp 100 (Undang-Undang (UU) No. 2 Prp. tahun 1959)
-Pembekuan simpanan giro dan deposito sebesar 90% dari jumlah di atas Rp 25.000 dan digantikan dengan surat hutang (Undang-Undang (UU) No. 3 Prp. tahun 1959) --Rupiah didevaluasi dari Rp 11,40 menjadi Rp 45 per dollar Amerika (Peraturan Pemerintah Nomor 43, tahun 1959).

Orang waras yang naif pasti tidak habis pikir apa yang melandasi keputusan pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 3 Prp. tahun 1959. Tindakan pemerintah membekukan 90% semua rekening giro dan deposito di atas Rp 25.000 adalah absurd menurut pandangan setiap orang pada jaman sekarang. Nilai Rp 25.000 pada jaman itu kira-kira 492 gram emas, kalau mengikuti nilai tukar resmi Rp 45 per dollar dan $35 per oz emas. Nilai 492 gram emas tidaklah tinggi sebagai ambang batas tabungan yang terkena penyitaan ini. Saya tidak bisa membayangkan kalau hal ini dikenakan juga kepada perusahaan. Operasinya bisa mandeg, karena kurangan dana. Apa yang terjadi saat itu, sangat menarik untuk diteliti.

Hal kedua yang tidak sukar dicerna, kenapa rakyat tidak ada yang protes dan melakukan demostrasi ketika rekening giro dan depositonya dibekukan. Hal ini tidak pernah dijumpai dalam catatan sejarah. Apakah ini karena kelihaian Sukarno mempengaruhi massa? Atau tidak banyak orang punya rekening giro dan deposito sehingga suaranya tidak terdengar. Mempunyai rekening bank baru membudaya setelah tahun 1970an. Jadi ada kemungkinan hanya kalangan terbatas saja yang mempunyai rekening giro dan deposito. Dan mereka ini menjadi golongan yang teraniaya.

Terlepas dari kerelaan masyarakat pada waktu itu, ini adalah contoh bahwa pemerintah, pemimpin yang anda kagumi mampu berbuat yang sewenang-wenang, terutama kepada minoritas. Mohammad Hatta memulainya dengan menganjurkan kepada rakyat Indonesia untuk megunakan rupiah (tanggal 30 Oktober 1946) di RRI – Radio Republik Indonesia. Dan 13 tahun kemudian, Sukarno, partnernya, memenggal mereka yang punya tabungan rupiah. Uang yang dibekukan itu di tahun 1959 itu, 8 tahun kemudian menjadi tidak berarti karena dimakan oleh inflasi yang menggila (hiper-inflasi 1966 – 1967). Alangkah besarnya pahlawan-pahlawan ini. Ini suatu pelajaran yang harus kita ingat. Pemerintah kalau bisa mengambil hasil keringat anda dengan kerelaan anda. Kalau tidak bisa, maka jalan lain akan dicari. Sejarah akan terus berulang.

Kembali ke masalah sirkus. Sukarno sangat imajinatif dalam melahirkan ide-ide politik, ekonomi dan budaya. Dengan karismanya, ia mampu mempengaruhi massa, individual termasuk juga wanita. Sampai saat ini banyak orang mengagumi Sukarno karena ide-ide politiknya. Programnya dikenal dengan nama Trisakti yaitu: Berdaulat di bidang Politik, Berdikari di bidang Ekonomi, Berkepribadian di bidang Budaya. Beberapa lain yang sangat terkenal adalah Pancasila, Marhaenisme, Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis), Manipol- USDEK (Manipol = Manifesto Politik; USDEK = UUD 44, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Setiap peringatan kemerdekaan Sukarno (hampir) selalu mengeluarkan satu akronim baru. Jarek (Jalan Revolusi Kita), Tavip (Tahun Vivere Pericoloso = Tahun menyerempet-nyerempet bahaya), Jas Merah (Jangan Lupakan Sejarah), Resopim (Revolusi, Sosialisme dan Pimpinan), Gesuri (Genta Suara Revolusi Indonesia), Ganefo, Conefo, dan lain sebagainya. Semuanya bertema sama, yaitu condong pada sosialisme dan kontrol yang terpusat.

Diantara semua ide-idenya, yang bisa berlanjut adalah Pancasila, sebabnya karena dicantumkan di undang-undang dasar. Mengenai Pancasila, masih banyak orang tahu, karena ide ini dijadikan landasan ideologi negara Indonesia. Bahkan di jaman Orde Baru Suharto, Pancasila dijadikan satu-satunya ideologi di Indonesia. Dan semua pegawai negri serta pegawai perusahaan-perusahaan yang ada kaitannya dengan pemerintah diwajibkan mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila).

Pancasila yang terdiri dari lima baris kalimat tak lengkap, tidak mempunyai makna apa-apa kalau tidak ditafsirkan. Kalimat yang lengkap saja masih bisa ditafsirkan berbeda-beda, apalagi yang tidak lengkap. Ambillah contoh sila pertama, ketuhanan yang maha esa. Apakah kata maha esa berarti “besar” dan “tunggal” (maha = besar, esa = tunggal) atau “sangat tunggal”. Pengertian “sangat tunggal” tentunya tidak mungkin, karena kata tunggal atau satu, 1, tidak mempunyai sifat gradasi. Dengan kata lain 1,0028 bukanlah satu. Demikian juga 0,99986. Padahal pengertian inilah yang dimengerti banyak orang. Jangan heran kalau berbagai konsep ketuhanan yang saling berbeda (bertolak belakang) bisa mengaku sejalan dengan Pancasila.

Sukarno dan Marhaenisme adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Menurut cerita Sukarno tahun 1926 - 1927 pernah bertemu dengan petani di Cigareleng yang bernama pak Marhaen yang mewakili sosok petani rata-rata Indonesia. Mereka ini walaupun memiliki tanah sendiri, yang dikerjakan sendiri dengan memakai alat-alat produksi milik sendiri, namun tetap saja miskin. Menurut intepretasi sejarawan dan ahli politik bahwa Soekarno berpendapat kaum marhaen ini secara sistemik dan struktural telah dimelaratkan oleh sistem kapitalisme, imperialisme, kolonialisme dan feodalisme. Kemungkinan intepretasi sejarawan dan ahli politik seperti ini salah besar. Teladan yang diberikan oleh Sukarno adalah punya istri 4 dalam suatu masa dan salah satu diantaranya adalah wanita asing yang sangat cantik. Sukarno beberapa kali kawin-cerai, dan seringnya punya istri 4 orang. Salah satu istrinya yang bernama Indonesia Ratna Sari Dewi, wanita belia cantik berasal dari Jepang yang dikenalnya pertama kali di sebuah klub malam mewah Akasaka’s Copacabana. Ketika dinikahi tahun 1962, Dewi berumur kurang lebih umur 22 tahun. Kecantikan Ratna Sari Dewi sedemikian hebatnya terbukti pada umur 53 tahun, dia membuat buku yang laku keras, berjudul Madam Syuga (1993), yang isinya adalah foto-foto artistik semi bugil. Pada umur 53 tahun dia masih bisa menjadi model semi-bugil, kalau bukan karena kecantikannya, maka tidak akan pernah bisa terwujud.

Tidak hanya itu, Sukarno sebagai bapak marhaenisme juga mampu menaklukkan hati seorang gadis kelas II SMA yang masih berumur 17an tahun. Namanya Yurike Sanger yang kemudian menjadi istrinya tahun 1964 ketika Sukarno berumur 63 tahun.

Kalau seandainya pak Marhaen mempunyai cita-cita untuk beristri 4 dan salah satunya adalah wanita asing yang cantik dan gadis remaja, maka dia akan terpicu untuk berusaha yang lebih keras lagi di dalam hidupnya. Seorang wanita asing cantik dari negara maju dan gadis remaja tidak akan mau dengan petani setengah baya yang hidupnya pas-pasan. Mungkin, itulah yang dimaksud oleh teladan yang diberikan oleh Sukarno. Jadilah orang kaya. Atau itu hanya sarkasme saya.

Dalam usaha menyediakan roti, sekaligus bermain sirkus, Sukarno menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda. Dan kemudian pembentukan Land-reform 1960 yang membatasi kepemilikan tanah pertanian 5 sampai 20 hektar saja. Yang 20 hektar adalah untuk tanah kering di daerah yang jarang penduduk dan yang 5 hektar adalah untuk tanah sawah di daerah padat penduduk seperti Jawa. Ini adalah cermin dari visi Sukarno yang katanya kerakyatan, sosialis dan kontrol terpusat. Disini Sukarno agak berkontradiksi dengan dirinya sendiri. Dengan sawah yang dibatasi hanya 5 hektar, mana bisa seorang petani Marhaen menjadi kaya, sehingga bisa menarik perhatian seorang wanita Jepang yang cantik seperti Ratna Sari Dewi? Dengan hasil panen dari 5 hektar ladang, akan sulit bagi pak Marhaen untuk mencicil traktor dan peralatan pertanian moderen kecuali kalau yang ditanamnya adalah tanaman eksotik dan mahal seperti ganja atau candu. Dengan kata lain, pak Marhaen tetap tidak bisa kaya kalau dia tidak mau menjadi kriminal, karena ruh sosialisme mencegah orang untuk makmur dan kaya.

Nasionalisasi adalah suatu langkah yang salah dan Berdikari membawa kesengsaraan. Massa mempunyai cara berpikir yang sederhana. Kapitalis dan imperialis dicitrakan jahat maka jahatlah inperialis dan pemerintah dicitrakan baik, maka baiklah ia. Kalau sektor-sektor penting dinasionalisasi, maka kemakmuran dan kesejahteraan rakyat akan meningkat. Teorinya seperti itu. Sayangnya realita tidak sesederhana itu. Menjalankan sebuah perusahaan mudah, tetapi untuk membuatnya hidup, memerlukan keterampilan. Banyak dari perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi akhirnya menciut terus dengan berjalannya waktu pamornya meredup. Ada yang cepat meredupnya dan ada yang lambat serta ada pula yang hidup terus. Perkebunan pala dan cengkeh, nampaknya pamornya sudah hilang. Sedang perkebunan teh, sawit dan karet, masih berkibar, walaupun lahannya sudah berubah fungsi menjadi perumahan seperti Pondok Indah, Cibubur dan Bumi Serpong Damai, di sekitar Jakarta.

Seperti kereta api, perusahaan dari sektor yang berkembang pesat dimasa jaman Normal, jaringannya mencapai Jawa Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Perusahaan kereta api yang dinasionalisaasi semakin lama semakin menciut jumlah lokomotifnya dari 1.314 (di tahun 1939) menjadi 530 (tahun 2000) dan jaringan relnya dari 6.811 km (tahun 1939) menjadi 4030 km (tahun 2000). Asetnya tercecer. Permasalahan ini terus berlanjut terus. Tahun 2008, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melaporkan banyak asset-asset perusahaan kereta api yang dikuasai secara pribadi oleh petinggi-petinggi perusahaan. Entah bagaimana nasib asset-asset yang jaringannya dimatikan, termasuk stasiun-stasiun kecilnya, relnya, tanahnya.

Setelah sekian lama, menurut cerita, tahun 2007 perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi atau hasil bentukan kerja-sama Indonesia-Belanda yang kemudian dijadikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mau ditutup jika masih merugi tahun 2009. Dan berikut ini kutipan berita itu:

Kantor Kementerian Negara BUMN memperketat pengawasan atas implementasi lima strategi kebijakan untuk memperbaiki kinerja delapan badan usaha milik negara
(BUMN) sektor manufaktur yang masih rugi. Ditargetkan pada 2009 BUMN yang bermasalah tersebut mampu menghasilkan laba.

Berdasarkan data Kantor Kementerian Negara BUMN, delapan BUMN manufaktur yang masih rugi pada tahun buku 2006 adalah PT Kertas Leces, PT Krakatau Steel, PT PAL Indonesia, PT Iglas, PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari, PT Industri Sandang Nusantara, PT Boma Bisma Indra dan PT Inka.

Menteri Negara BUMN Sugiharto menjelaskan strategi kebijakan yang akan ditempuh untuk meningkatkan kinerja BUMN sektor manufaktur adalah mempercepat penyelesaian program restrukturisasi korporat dan keuangan, meningkatkan produktivitas dan efisiensi di bidang produksi, melakukan sinergi antar-BUMN terkait, serta menerapkan sistem manajemen risiko dan memperketat pelaksanaan good corporate governance (GCG).

Cerita tinggal cerita. Liability sering dianggap barang antik yang perlu dikenang nilai-nilai historisnya dan birokrat juga bukan pembisnis yang bisa mengambil keputusan bisnis. Sampai tahun 2010, belum ada BUMN sakit yang ditutup. Pabrik kertas Leces dan Padalarang yang namanya selalu tercantum di buku pelajaran sekolah dasar di jaman Orde Lama, beritanya tahun 2010 adalah salah satu yang terbelit hutang dan menjalani proses penyehatan. Padahal, menurut cerita Portal Nasional Republik Indonesia di atas, sudah akan ditutup tahun 2009. Inti cerita ini ialah, bahwa nasionalisasi perusahaan swasta adalah langkah yang salah karena akan membebani pembayar pajak. Tujuan awalnya tidak akan tercapai. Itu pelajaran dari sejarah.

Kembali pada masalah nasionalisasi tahun 1960an lagi. Yang mengalami nasionalisasi tidak hanya perusahaan Belanda, tetapi juga perusahaan milik pengusaha Cina, OTHC, Oei Tiong Ham Concern, perusahaan dagang milik keluarga Oei Tiong Ham, raja gula tahun 1920an dari Semarang. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi PT Rajawali Nusantara Indonesia (2001). Yang menarik dari PT Rajawali ini, menurut websitenya, selama periode 1964 – 1985 mejalani fase konsolidasi. Jadi selama 21 tahun perusahaan ini berjalan ditempat. Ini adalah gambaran umum tentang proses nasionalisasi perusahaan di bumi Indonesia. Ceritanya tidak seindah konsep awalnya bahwa perusahaan-perusahaan ini akan membawa manfaat kalau dinasionalisasi. Benda mati bisa dinasionalisasi, sedangkan asset yang hidup, manusianya, tidak bisa dan malah didepak keluar karena bagian dari anasir asing. Keluarnya jajaran atas staf perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi membawa serta pengetahuan dan koneksi dengan dunia bisnis. Akibatnya asset mati yang dinasionalisasi menjadi liability karena salah urus.

Ketidak-bijakan berdikari juga membawa dampak pada swasta. Pabrik-pabrik yang memerlukan bahan baku, bahan pembantu dan suku cadang mesin dari luar negri mengalami hambatan pasokan. Mesin produksi tersendat. Dan ekonomi mengalami kontraksi berkepanjangan. Ini merupakan kontraksi ekonomi yang panjang dalam sejarah Indonesia yang bisa dicatat.

Sirkus tanpa lagu, akan terasa pincang. Pemilihan lagu yang tepat akan membantu mempopulerkan gagasan-gagasan Sukarno. Dan Sukarno memilih lagu-lagu mars yang bersemangat. Tema lagu tahun 1960 – 1966 di Indonesia didominasi dengan tema perjuangan, revolusi dan pemujaan pada pahlawan; pendek kata semuanya progressif revolusioner. “Acungkan tinju kita – Nasakom bersatu”, “Lagu untuk paduka yang mulia Sukarno”, “Bulat semangat tekad kita – Ini dadaku”, adalah sebagian dari tema lagu jaman Orde Lama. Padahal di dunia pada saat itu yang populer adalah lagu-lagu ceria, rock & roll dan lagu-lagu lembut the Beatles pada periode 1963 - 1966. Di puncak kekuasaan Sukarno lagu-lagu populer the Beatles yang dijuluki Sukarno sebagai musik ngak-ngik-ngok, jarang diperdengarkan. Dan group band Koes Bersaudara yang lagu-lagunya masuk kategori ngak-ngik-ngok, ditangkap dan dipenjara pada bulan Juli 1965, karena selera musiknya tidak sesuai dengan selera Sukarno. Mereka baru dilepaskan akhir Agustus 1965.

Sirkus dengan lagu mars pertama adalah Trikora (1961 – 1962). Yaitu konfrontasi dengan Belanda mengenai Papua bagian barat. Pasukan dikirimkan dan satu kapal terpedo KRI Macan Tutul tenggelam. Pada akhirnya kemenangan Indonesia diperoleh dari diplomasi dan perundingan, bukan dari pertempuran operasi Trikora. Dengan demikian korban yang ikut tenggelam bersama KRI Macan Tutul menjadi sia-sia. Papua bagian barat menjadi provinsi Indonesia dengan nama Irian (Ikut Republik Indonesia Anti Netherland).

Tidak cukup dengan Trikora, sirkus baru perlu dibuat. Apalagi kalau roti sudah semakin sulit diperoleh. “Kora” lain perlu dibuat, namanya Dwikora (1962 – 1966), ganyang Malaysia. Ini dilandasi politik bebas aktif yang dianut Indonesia, artinya politik yang bebas dan aktif mencampuri urusan negara tetangga. Semenajung Malaya, Serawak, Sabah dan Singapura berniat membentuk satu negara federasi Malaysia dan masuk ke dalam organisasi negara-negara persemakmuran. Menurut ceritanya, hal inilah yang tidak berkenan dihati Sukarno. Sukarno tidak suka Malaysia menjadi boneka imprialis Inggris. Apakah itu adalah alasan yang sebenarnya atau masalah ekonomi, entahlah. Kalau dipikir lebih jauh, apakah salah Malaysia jika mereka memutuskan untuk menjadi boneka Inggris, seperti halnya Ukrania menggabungkan diri dengan Russia untuk membentuk Uni Soviet (1922) atau Hawaii menjadi bagian Amerika Serikat tahun 1959 atau Irian menjadi bagian dari Indonesia.

Kalau anda mendengarkan pidato-pidato Sukarno yang sekarang mudah diakses di Youtube, anda akan tahu kharisma dan kemampuan Sukarno untuk mempengaruhi massa, sekalipun idenya absurd. Saya anjurkan pembaca untuk mencari pidato Sukarno ketika mencanangkan program ganyang Malaysia. Potongan pidatonya seperti berikut ini:

.........Eh engkau Malaysia, apa konsepsi yang engkau berikan kepada umat manusia, apa konsepsi yang engkau berikan kepada rakyat di Kalimantan Utara, atau rakyat di Malaya atau rakyat di Singapur? Apa konsepsi yang engkau keluarkan?

Indonesia tegap mengeluarkan konsep Pancasila, Manipol Usdek, Berdikari, Trisakti, Nasakom. Dan ini semuanya di Kairo, huduuh..... dikagumi oleh rakyat disana.....

.... Demikian juga tatkala saya berkata beberapa tahun lalu: “Go to hell with your aid.” Pada waktu itu orang Afrika: “It rang through Africa.”

Saya tanya sekarang kepada Malaysia: “Apa? apa suaramu yang membuat rakyat-rakyat di lain negara merasa rang, merasa menggelegar?”

Tidak ada. Malaysia adalah suatu negara, kalau boleh dinamakan negara, tanpa konsepsi, suatu negara tanpa ideologi..........

Berbondong-bondong rakyat mendaftar menjadi sukarelawan perang untuk dikirim ke Kalimantan Utara (Serawak dan Sabah), yang kemudian dengan mudah tertangkap oleh pihak Malaysia.

Sukarno demikian bangganya dengan ide-idenya yang dianggapnya besar. Tetapi tidak sampai 10 tahun setelah kejatuhannya, orang sudah melupakan semua ide-idenya kecuali Pancasila. Itupun karena rejim Suharto menggunakannya sebagai subjek indokrinasi. Siapa yang masih ingat Trisakti, Manipol Usdek? Dan Malaysia yang dikatakannya sebagai negara tanpa konsep, ternyata bisa menjadi lebih makmur dari Indonesia, sehingga banyak orang Indonesia yang mencari makan disana. Dipihak lain, Indonesia dengan ide-ide brillian dari Sukarno, seperti Trisakti, Berdikari, Manipol Usdek dan Nasakom, mengalami kehancuran ekonomi.

Pada saat ekonomi mandeg, apalagi mengalami kontraksi, aktifitas dunia usaha melesu, kapital Belanda didepak keluar, maka yang bisa dipajaki semakin sedikit. Pemasukan pajak berkurang. Tetapi sirkus-sirkus seperti Asian Games di Jakarta, Ganefo, Conefo, Dwikora perlu biaya, seperti halnya pegawai negri. Lebih-lebih untuk kabinet yang mentrinya berjumlah 100 orang (banyak). Dan bagi negara Indonesia, cari hutangpun sulit, karena para pemilik uang, kaum kapitalis dimusuhi. Kata Sukarno: “Go to hell with your aids”. Bagaimana jalan keluarnya?

Perlu uang? Takut rakyat memberontak karena dibebani dengan pajak yang tinggi? Penyelesaiannya mudah saja. Selama terbuat dari kertas atau bahan yang murah dan monopoli pencetakannya dan peredarannya di tangan pemerintah, maka pemerintah tinggal mencetaknya saja. Mesin cetak uang berputar dengan kecepatan penuh. Nilai uang dengan cepat merosot. Uang Rp 2.000 menjelang tahun 1964 bisa dipakai untuk belanja makan keluarga selama 2 hari, nilainya merosot. Dan 4 tahun kemudian, tahun 1967, hanya bisa dipakai untuk membeli sebungkus kwaci. Tabungan hancur. Alangkah mahalnya harga Trisakti, Manipol Usdek, Berdikari, Nasakom dan Dwikora.

Hidup semakin sulit. Nasi harus dicampur jagung. Tiwul dan gaplek menjadi biasa bagi sebagian masyarakat. Beras sintetis TEKAD (pellet yang terbuat dari Tela, Katjang, Djagung) pernah diperkenalkan untuk mengatasi kekurangan ini. Tetapi menghilang begitu saja, mungkin karena tidak ada bahan-bahan untuk membuatnya. Kenapa susah-susah membuat pellet, kalau tela, gaplek bisa dimakan langsung.

Kesulitan hidup membuat mood masyarakat menjadi terkotak-kotak. Dan akhirnya, ketika ada yang tidak bisa menahan diri dan memulai sesuatu yang drastis, yang menjadi pemicu segalanya maka timbullah kekacauan. Kejadian yang drastis itu terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 pagi, yaitu pembunuhan 6 orang jenderal dan seorang kapten angkatan darat, yang kemudian dikenal sebagai pahlawan revolusi (walaupun saat itu tidak ada revolusi). Mayatnya dibuanh di sebuah sumur di Lubang Buaya, Pondok Gede. Yang dituding sebagai pelakunya adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).

Selanjutnya pemburuan besar-besaran anggota-anggota PKI dan antek-anteknya berlansung. Ada yang memang layak mati karena dosanya. Banyak juga diantaranya adalah petani-petani biasa, buruh dan rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa tentang PKI; yang keanggotaannya hanya ikut-ikutan. Bahkan hanya terdaftar saja. Mereka ditangkap, ada yang dibunuh dan banyak yang ditahan. Ada yang memperkirakan 500.000 orang yang dituduh PKI dan antek-anteknya dibunuh. Itu hanya perkiraan yang banyak disitir, tidak ada sensus dan pendataan tentang jumlah yang sebenarnya.

Ekonomi semakin parah dengan dihabisinya sebagian petani dan buruh tani yang dituduh PKI. Makanan semakin langka. Pemerintah terpaksa mendatangkan makan yang disebut bulgur, makanan hewan dari daerah Iran, Turki dan Asia Tengah. Kalau memasaknya pandai, enak juga rasanya. Yang pasti, bikin kenyang. Pada masa ini, keluarga saya terpaksa membagi 1 telur untuk 3 orang. Padahal 6 tahun sebelumnya, yaitu tahun 1961, anjing saya mengkonsumsi 0,25 kg daging per harinya.

Diperkirakan kurs dollar Pasar Baru mencapai Rp 2.000 di awal tahun 1964, kemudian melorot ke hampir Rp 5.000 di akhir 1964. Dan akhirnya menjadi sekitar Rp 35.000 di akhir 1965. Ini dikenal sebagai inflasi 620% di jaman Sukarno. Kemudian di akhir tahun 1965 ini, rupiah disunat 3 nolnya, supaya tidak terlalu banyak nolnya. Pecahan Rp 1000 menjadi Rp 1 uang baru. Di akhir masa kepresidenannya, tahun 1967, kurs dollar mencapai Rp150 (rupiah baru) per dollar. Sebungkus kecil kwaci adalah Rp 2 atau US$ 0,013. Prestasi yang mengagumkan bagi Sukarno. Dalam masa 8 tahun (1959 – 1967) 99,97% dari nilai riil rupiah terbabat habis dan hanya tersisa 0.03% saja. Kolonialisme dan imperialisme yang dimusuhinya, rata-rata tidak sekejam ini dalam hal menyengsarakan rakyat. Buktinya Malaysia yang dicap sebagai boneka imperial Inggris bisa melaju lebih makmur dari pada Indonesia.

Kejatuhan Sukarno, sangat mengenaskan. Dia tersingkirkan, dihinakan, paling tidak sampai 15 tahun setelah kematiannya. Juga keluarganya mengalami kesulitan. Walaupun demikian, pengikut setianya masih ada. Kata Abraham Lincoln:

You can fool some of the people all of the time, and all of the people some of
the time, but you can not fool all of the people all of the
time.

Kamu bisa menipu banyak orang sepanjang masa, dan semua orang
untuk masa tertentu, tetapi kamu tidak bisa menipu semua orang
selama-lamanya.

Sukarno yang bisa diibaratkan sebagai seorang salesman ulung yang mampu menjual kulkas kepada orang Eskimo atau menjual tahi ayam seharga coklat, pada akhirnya sebagian orang akan bertanya: Apakah kulkas dan tahi ayam yang telah dibelinya layak dan ada gunanya? Ada masanya orang menjadi tidak percaya kepada ide-ide brillian Sukarno karena tidak terbukti seperti yang diadvertensikan. Sebagian masih percaya, bahkan sampai sekarang. Itu pokok ucapan Lincoln. Dan pada saat mulai banyak orang menjadi tidak percaya, muncullah politikus baru untuk mempergunakan kesempatan. Dan lahirlah rejim baru, periode baru dan jaman baru. Tetapi inti proses dan isinya sama, hanya pelaku-pelakunya yang berbeda. Sejarah berulang kembali dengan pelaku-pelaku yang berbeda.

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Saturday, August 14, 2010

Sejarah Kemakmuran Bangsa

Komputer saya sudah berfungsi lagi. Virus yang telah menginfeksi komputer saya termasuk canggih. Walaupun sudah menggunakan Internet Security Kaspersky, ternyata bisa lolos. Sebagian data hilang. Sekarang masih harus membangun kembali semua link-link favorit.
Selama EOWI down, beberapa pembaca menanyakan tentang akibat denominasi rupiah. Jawabnya adalah "tidak ada" sampai pemerintah mencetak uang. Oleh sebab itu awasi selalu pertumbuhan M1 dan M2. Pendapat saya bahwa pemerintah tidak akan berani mencetak uang terlalu cepat. Andaikata mereka mau melakukannya, paling-paling 25% per tahunnya, seperti yang pernah dilakukan Orde Baru. Level ini sudah teruji tidak menimbulkan gejolak. Ini untuk jangka panjang. Sedang untuk jangka pendek paling-paling uang anda sebanyak Rp 1000 yang ada di bank hilang karena masalah pemotongan desimal. Jadi amati saja M1 dan M2 serta harga barang.

Apapun yang dilakukan pemerintah, saya ingat petuah dari seorang pengarang:

“Every government is run by liars and nothing they say should be believed.”
“Setiap pemerintahan dijalankan oleh pembohong, oleh sebab itu semua pernyataan resmi jangan dipercaya”
(I. F. Stone, pengarang Amerika)


Untuk menyabut hari kemerdekaan EOWI akan menurunkan suatu seri cerita tentang negara yang bernama Republik Indonesia. Urutannya tidak secara khronologis.

Kita mulai saja dongengnya.




Masa yang paling kacau adalah mulai dari pendudukan Jepang sampai masa perang kemerdekaan. Terlalu banyak otoritas keuangan. Bermacam-macam uang dikeluarkan selama periode ini. Dari uang pendudukan Jepang yang dikeluarkan beberapa bank, uang NICA (pemerintah pendudukan Belanda), uang daerah Sumatra Utara, Banten, Jambi, dan deret lagi di daerah repupblik. Bahkan di Yogya ada paling tidak dua jenis, yaitu yang dikeluarkan oleh Pakualaman dan oleh Kraton Yogya. Kita bicara saja uang republik yang paling resmi yaitu ORI – Oeang Repoeblik Indonesia, walaupun sebenarnya uang-uang lainnya berlaku (kecuali uang pendudukan Jepang yang ditarik pada tahun 1946). Berdasarkan dekrit no 19 pada tanggal 25 Oktober 1946.

Lembaran sejarah uang republik ini dibuka pertama kali oleh wakil presiden Mohammad Hatta melalui pidatonya yang disiarkan oleh Radio Republik Indonesia (RRI). Sejak itu bangsa Indonesia terperangkap seumur hidupnya ke dalam kerangka penipuan yang halus yang disebut dengan kerangka penipuan dengan uang fiat alias uang politikus. Perangkap ini bak parasit yang menghisap darah tumpangannya secara perlahan. Mungkin tidak terlalu perlahan, karena kadang-kadang sang tumpangan sampai jatuh miskin karena hiperinflasi. Yang pasti tumpangan ini dibiarkan hidup menderita.

Teks pidato Bung Hatta adalah sebagai berikut:


Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah satu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadap penghidupan baru.

Besok mulai beredar Uang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang syah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang syah, tidak laku lagi. Beserta dengan uang Jepang ikut pula tidak berlaku Uang De Javasche Bank.

Dengan ini tutuplah masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita.

Sejak mulai besok, kita akan berbelanja dengan uang kita sendiri, uang yang dikeluarkan oleh Republik kita.

Uang Republik keluar dengan membawa perubahan nasib rakyat, istimewa pegawai negeri, yang sekian lama menderita karena inflasi uang Jepang rupiah republik yang harganya di Jawa lima puluh kali harga rupiah Jepang. Di Sumatra seratus kali, menimbulkan sekaligus tenaga pembeli kepada rakyat yang bergaji tetap yang selama ini hidup daripada menjual pakaian dan perabot rumah, dan juga kepada rakyat yang menghasilkan, yang penghargaan tukar penghasilannya jadi tambah besar.

Teks ini diliput oleh Kantor Berita Antara tanggal 30 Oktober 1946 dan disitir oleh banyak penulis dan bisa dijumpai di banyak situs internet yang berhubungan dengan keuangan. Seorang yang punya rasa ingin tahu akan bertanya-tanya, kenapa seorang Mohammad Hatta yang mendalami bidang ekonomi mengatakan uang fiat yang bernama rupiah akan mengeluarkan rakyat dari penderitaan. Bukankah uang fiat, uang politikus, selalu menjadi alat para politikus untuk menggrogoti tabungan rakyat secara diam-diam dan membawa penderitaan bagi rakyat terutama kelas menengah?

Mohammad Hatta dipandang sejarawan sebagai pahlawan tanpa noda sama sekali. Apakah para sejarawan ini masih bisa mempertahankan opininya setelah melihat apa yang diperbuat pemerintah dengan rupiah selama 4 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 60 tahun atau 80 tahun kemudian. Nilai riil rupiah nyaris nol ketika rupiah berumur 60 tahun dimakan inflasi. Pemerintah menjadikan rupiah sebagai sarana untuk mengutil tabungan rakyat Indonesia dengan jalan mencetaknya secara terus menerus sehingga nilai riilnya turun.

Pada penerbitan perdananya, pecahan tertinggi adalah Rp 100. Yang menarik dari uang ORI ini ialah bahwa tulisannya sudah ditulis dengan ejaan Soewandi. Perhatikan huruf “u” nya, bukan “oe” seperti ejaan Van Ophuijsen. Padahal ejaan itu baru resmi berlaku pada tanggal Tanggal 19 Maret 1947. Mungkin diantara pembaca yang jeli melihat ejaan yang tertera di gambar uang kertas tertanggal 17 Oktober 1945 ini berbeda dengan ejaan yang populer waktu itu.


Pecahan tertinggi ORI (Oeang Republik Indonesia) saat peredaran perdana tahun 1946

Entah kenapa kata rupiah digunakan untuk nama mata uang Republik Indonesia. Mungkin karena mata uang gulden Hindia Belanda yang sebelumnya terbuat dari perak dan dalam pergaulan sehari-hari, satuan uang ini sering disebut perak secara informal. Orang secara informal menyebut lima puluh gulden dengan lima puluh perak dan lima perak untuk lima gulden. Gulden memang identik dengan perak, karena terbuat dari perak.

Pemilihan kata rupiah ini kemungkinan untuk menyakinkan masyarakat bahwa uang kertas rupiah sama derajadnya dengan uang perak dan masih layak disebut perak. Arti rupiah sebenarnya adalah “perak” dalam bahasa Sansekerta. Dengan demikian orang masih bisa mengatakan lima puluh perak untuk lima puluh rupiah. Tetapi peraknya republik hanyalah kertas, bukan perak logam mulia. Dan juga jangan dikira bahwa rupiah yang beredar didukung oleh cadangan perak atau emas. Republik tidak punya perak dan emas sebagai cadangan yang mendukung uang kertas yang beredar. Uang rupiah sejak awal diciptakannya adalah uang fiat, uang politikus yang bisa dicetak seenaknya. Patut diduga bahwa politikus dan pendiri bangsa ini mempunyai niat untuk menggrogoti nilai riil tabungan rakyatnya. Demikian juga penerusnya. Tidak perlu heran jika sepanjang sejarah, pemerintah Republik tidak pernah mencetak uang perak atau uang emas untuk diedarkan dan dijadikan alat tukar. Yang ada hanyalah uang kertas. Andaikata ada uang emas dan perak yang dicetak, maka fungsinya untuk souvenir, cindra mata.

Pada saat dikeluarkannya, mungkin bank sentral republik waktu itu masih naif, (mungkin juga tidak) mereka membagikan Rp 1 kepada setiap warga negara, anak-anak, pemuda, orang tua, semua dapat bagian. Mertua saya menceritakan betapa senang dia mendapat uang itu bagai mendapat durian runtuh. Dia pakai untuk jajan. Awalnya uang Rp 1 ORI bisa dipakai untuk beli nasi dan lauk pauknya beberapa porsi. Setelah beberapa hari pedagang menaikkan harga-harga. Tindakan para pedagang bisa dimaklumi karena uang kertas tidak enak dan tidak mengenyangkan, lain halnya dengan makanan atau pakaian yang mempunyai manfaat yang nyata.

Ketika ORI dikeluarkan dengan dektrit no 19 tahun 1946 pada tanggal 25 Oktober 1946 mempunyai nilai tukar terhadap uang sejati (emas) Rp 2 = 1 gram emas. Jadi Rp 1 ORI pada saat dikeluarkan punya nilai dan daya beli setara dengan Rp 100.000 uang tahun 2007 atau sekitar Rp 175.000 uang 2010. Tetapi nilai tukar ini cepat sekali berubah.

Pecahan tertinggi pada saat uang rupiah ORI dikeluarkan pada tahun 1946 pecahan terbesar adalah Rp 100. Sebagai uang fiat, uang politikus, pemerintah bisa mencetaknya dengan seenaknya, tanpa batas. Bisa tebak kelanjutannya, pemerintah Republik mencetak uang seenaknya dengan kecepatan penuh. Ternyata mesin cetak itu masih kurang cepat, sehingga setahun kemudian Republik merasa perlu untuk membuat pecahan baru yang lebih besar yaitu pecahan Rp 250. Tahun 1947 keluar pecahan-pecahan baru dengan pecahan tertinggi Rp 250.


Pecahan Rp 250 adalah pecahan tertinggi pada penerbitan ORI ke dua tahun 1947.



Pecahan Rp 600 adalah pecahan tertinggi pada penerbitan ORI ke tiga tahun 1949.

Pecahan Rp 250 ini pun tidak cukup untuk menhancurkan tabungan rakyat. Kemudian tahun 1949 dicetak lagi pecahan Rp 600. Pecahan tertinggi uang yang beredar naik dari Rp 100 ke Rp 600 dalam waktu 3 tahun bukan hal kecil. Apa yang dilakukan pemerintah Republik hanya untuk membuat rakyatnya secara nominal kaya, tetapi secara riil miskin.

Perdaran ORI dianggap tidak cukup menyengsarakan rakyat, banyak daerah seperti Sumatra Utara, Jambi, Banten, Palembang, Aceh, Lampung dan entah mana lagi juga mengeluarkan uangnya sendiri. Bahkan, cerita mertua saya, di Jogya, ada dua uang daerah, yaitu yang dikeluarkan oleh Paku-Alaman dan yang dikeluarkan Keraton Jogya.

Untuk sementara pencetakan uang yang berlebihan dimasa revolusi ini tidak nampak dampaknya pada nilai riil uang. Karena pada masa ini ekonomi sedang mandeg. Sirkulasi uang terbatas. Orang tidak menggunakan uang, melainkan melakukan barter. Nenek saya ketika mengungsi, membawa banyak kain batik yang ditukarkan dengan makanan ketika diperlukan. Akan tetapi hal ini seperti bom waktu. Pada saat liquiditas mulai mengalir dan ekonomi bergerak, uang digunakan kembali, maka uang yang berlimpah ini akan mengejar asset riil sehingga gejala inflasi baru nampak. Pada periode sejarah berikutnya terlihat bagaimana inflasi sulit dikendalikan.

Pada saat ORI dikeluarkan, nilai tukarnya terhadap uang sejati (emas) 1gr emas = Rp 2 dan setelah gunting Sjafruddin tanggal 10 Maret 1950, diberlakukan 1 gr emas = Rp 4,30 hanya dalam kurun waktu 3 tahun. Ini nilai resmi. Nilai riil resmi uang rupiah jatuh, dan 53% nilainya menguap hanya dalam kurun waktu 3 tahun akibat kebebasan pemerintah mencetak uang. Artinya bagi yang memiliki tabungan dalam bentuk uang ORI di bawah bantal atau di dalam celengan, kehilangan nilai riil resmi sebesar 53%. Dengan data ini, apakah para sejarawan masih menganggap Mohammad Hatta sebagai pahlawan tanpa noda? Dimana perubahan nasib rakyat yang dijanjikannya pada tanggal 30 Oktober 1946 itu? Mungkin yang dimaksud dengan perubahan nasib rakyat untuk menjadi lebih buruk.

Ironis sekali dengan bunyi Pembukaan UUD yang disusun para pendiri bangsa ini:

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,


Bagaimana mungkin bisa memajukan kesejahteraan dan kemakmuran dengan mencetak uang sedemikian banyak dan cepatnya sampai nilai riilnya menguap 53% dan tersisa hanya tinggal 47% hanya dalam 3 tahun? Apakah para pendiri bangsa ini bersungguh-sungguh dan tulus dalam ucapannya (ungkapannya) di dalam UUD 45 itu? Apakah ucapan Hatta tanggal 30 Oktober 1946 mengenai rupiah adalah bersungguh-sungguh dan tulus.

Kalau ORI dikeluarkan oleh bapak-bapak pendiri bangsa, uang NICA dan uang pemerintah pendudukan Belanda dikeluarkan oleh pengkhianat bangsa. Apakah mereka lebih buruk dari para bapak pendiri bangsa?

Kalau rupiah ORI bertuliskan “Tanda Pembajaran Jang Sjah” (Tanda Pembayaran Yang Syah), uang pemerintah pendudukan Belanda bertuliskan “ De Javasche Bank membajar kepada pembawa ........ gulden”. Dan arti gulden adalah uang perak, maka uang kertas pemerintah pendudukan Belanda ini “resminya” didukung dengan cadangan perak.


Pecahan Rp 50, uang Hindia Belanda keluaran tahun 1943



Pecahan Rp 10, uang Pemerintah Federasi Indonesia, keluaran tahun 1946

Dikatakan “resminya”, karena kenyataannya belum tentu. Setelah perang, biasanya, negara dan bank sentral jatuh miskin dan tidak punya cadangan emas atau perak untuk mendukung uang kertasnya. Jadi resminya, uang kertas dari De Javasche Bank bisa ditukarkan (uang) perak di semua cabang-cabang De Javasche Bank sebesar nilai nominalnya yang tertulis. Walaupun kenyataannya sangat meragukan. Kalau semua orang membawa uang kertas terbitan De Javasche Bank yang dimilikinya ke cabang-cabang bank yang bersangkutan untuk ditukarkan dengan perak, pasti semua cabang-cabang bank itu akan cepat-cepat menutup pintunya. Seperti Nixon menutup penukaran dollar ke emas tahun 1971. Dalam keadaan perang, jangan berharap terlalu banyak bahwa para birokrat dan politikus berlaku jujur, apakah itu Belanda atau republik.



Masa Gunting Sjafruddin
Saya pernah melihat suatu berita yang berisi foto seorang wanita di Amerika Serikat yang sedang berdemostrasi memprotes kondisi ekonomi. Ia membawa poster berbunyi:

“I don’t need sex anymore. Government f#¢ks me up.”

Maafkan perkataan kasar dan tidak sopan di atas. Arti kata f#¢ks sebenarnya adalah ..... (maaf kata ini sangat tidak sopan), tetapi secara informal berarti agak lain. Kalimat di atas adalah sebuah lelucon satiris. Tetapi nilai leluconnya hilang kalau diterjemahkan secara sopan. Namun demikian saya akan coba untuk memberi terjemahannya yang agak sopan:

“Saya tidak bergairah lagi terhadap seks, karena pemerintah sering memperkosa saya.”

Terjemahan ini rasanya kok masih kurang lucu. Terlepas dari itu lucu atau tidaknya, kalimat di atas adalah kalimat yang tepat untuk diucapkan oleh orang yang punya uang pada tahun 1950 dan dan mengetahui apa yang akan terjadi 40 tahun kemudian.

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, pemerintah republik membeli De Javasche Bank melalui bursa saham Belanda dengan harganya 8,95 juta Gulden atau Rp 3,22 milyar (ORI). De Javasche Bank kemudian dinasionalisasikan dan dijadikan bank sentral Indonesia milik pemerintah.. Dengan demikian bank sentral di Indonesia bukan lagi bank swasta, melainkan bank pemerintah. Semuanya berlangsung secara resmi, dengan menggunakan undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 24 tahun 1951 tertanggal 6 Desember 1951.

Apakah langkah ini baik atau buruk, tergantung siapa yang mengatakannya. Bagi orang komunis dan sosialis, langkah ini merupakan langkah yang bagus. Tetapi bagi orang yang suka akan kemerdekaan berusaha, monopoli pencetakan dan peredaran uang oleh pemerintah menjadi mimpi buruk. Bank Indonesia adalah mesin cetak uang yang effektif. Dalam kurun 30 tahun saja sudah mencetak Rp 64.74 quintrilliun (ORI) atau Rp 64.740.000 milyar (ORI) atau 20.105.590 kali harga harga yang dibayarkan ke Belanda.

Setelah pengakuan kedaulatan republik bulan Desember 1949, pemerintah republik menyadari akan banyaknya uang yang beredar di negara yang masih baru ini. Oleh sebab itu perlu diadakan pengurangan uang yang beredar. Pada bulan Maret 1950 pemerintah melakukan suatu ketidak-bijaksanaan yang dikenal dengan nama Gunting Sjafruddin. Yang dimaksud dengan Gunting Sjafruddin ialah keputusan pemerintah untuk menggunting pecahan mata uang rupiah yang dikeluarkan NICA (pemerintah pendudukan Belanda) dan De Javasche Bank di atas Rp 5 menjadi dua. Uang ORI tidak dikenakan ketidak-bijaksanaan pengguntingan ini.

Potongan potongan sebelah kiri berlaku dengan nilai hanya setengahnya dan bagian sebelah kanan tidak berlaku melainkan harus ditukarkan dengan obligasi berjatuh tempo 40 tahun dengan bunga 3% per tahun.

Keputusan pemerintah inilah yang bisa membuat orang memaki: “I don’t need sex anymore. Government f#¢ks me up.” Selama 40 tahun nilai riil rupiah terperosok ke dalam jurang, mungkin jurang agak kurang tepat. Palung laut lebih tepatnya. Kalau tahun 1950 harga emas resmi masih Rp 4,30 uang rupiah (uang masa itu) per gram. Pada bulan Maret tahun 1990 harga emas (uang sejati) menjadi Rp 23.700 uang Orba atau Rp 237.000.000 uang Orla/ORI. Nilai yang tersisa hanyalah 0.0000018 % saja. Perhatikan, ada 5 nol dibelakang desimal sebelum angka 18 yang ada artinya. Nilai ini nyaris nol. Bond pemerintah, ketika jatuh tempo tahun 1990 nilainya kurang dari toilet paper. Karena toilet paper masih bisa diigunakan untuk menyeka tinja. Sedang kertas sertifikat obligasi keluaran tahun 1950, kalau masih ada, sudah terlalu tua untuk dipakai sebagai penyeka tinja. Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan obligasi pemerintah yang dikeluarkan semasa Gunting Sjafruddin itu. Surat obligasi negara itu identik dengan surat sita dari negara, karena uang yang dikembalikan dikemudian hari tidak punya nilai apa-apa.

Saya tidak pernah membaca suatu buku yang membahas keputusan pemerintah ini dengan fokus mengenai skala dan ukuran kejahatannya. Skalanya adalah nasional dari Sabang sampai Merauke, ......eeh maaf salah, sampai Ambon saja, karena pada waktu itu Merauke belum masuk wilayah Indonesia. Dan saya juga tidak mau terlalu detail mengenai batas negara pada waktu itu. Kota Bula (Seram Timur) bisa saja dijadikan kota batas wilayah timur, tetapi siapa yang tahu Bula. Saya juga awalnya tidak tahu.

Pemerintah berhasil menjaring sekitar 1,6 milyar rupiah dari 4,3 milyar uang kartal yang beredar. Atau sekitar 37,20% nya. Nilai Rp 1,6 milyar saat itu setara dengan 373 ton emas. Skalanya besar sekali. Saya tidak yakin bahwa penjajah Belanda pernah melakukan penyitaan uang dari Sabang sampai Ambon sebesar 373 ton emas. Buku sejarah tidak pernah mencatat hal ini sebagai kekejaman pemerintah republik kepada rakyatnya, seperti halnya tanam paksa yang sebenarnya berskala jauh lebih kecil.

Pada waktu pengumuman ketidak-bijaksanaan yang dikenal dengan nama Gunting Sjafruddin, keadaan jadi heboh. Pengumuman sanering (pengguntingan uang) ini dilakukan melalui radio dan pada saat itu tidak banyak yang memiliki radio. Sehingga mereka yang tahu kemudian berbondong-bondong memborong barang. Yang kasihan adalah para pedagang, karena barang dagangannya habis, tetapi ketika mereka hendak melakukan kulakan uang yang diperolehnya sudah turun harganya. Modalnya susut banyak. Tetapi, bukan hanya pedagang yang rugi, tetapi semua orang yang memiliki uang keluaran Belanda. Nilai uang susut paling tidak 50% dalam sekejap saja.

Pada tahun-tahun sekitar 1950an, pemerintah menerapkan sistem kurs ganda terhadap mata uang US dollar. Ketidak-bijaksanaan ini juga dimulai seminggu setelah Gunting Sjafruddin. Pada ketidak-bijaksanaan kurs ganda ini ada kurs resmi yaitu Rp3,80 per US dollar ada harga kurs effektif untuk eksportir yaitu Rp 7,60 dan ada harga kurs effektif untuk importir yaitu Rp11,40 per dollar.

Pada dasarnya bagi importir yang memerlukan mata uang asing dan harus membeli dollar akan dikenakan kurs effektif Rp11,40 per US dollar. Bagi ekspotir yang memperoleh mata uang asing dikenakan kurs effektif Rp7,60 ketika menukarkannya dengan rupiah. Dari perbedaan kurs effektif ini, pemerintah memperoleh keuntungan untuk menutup defisit anggaran negara. Tentu saja tidak semudah itu. Eksportir bak dikenai pajak eksport sebesar 66.70%. Siapa sih yang suka dikenai pajak. Kalau ada celah, kenapa tidak menghindar? Eksportir (juga berlaku bagi semua yang berpenghasilan dollar) akan cenderung menghindari dari pada menjual dollarnya secara resmi. Oleh sebab itu perlu peraturan pemaksan, harus ada instrumen pemaksa bagi pelaku bisnis untuk tunduk dengan kemauan pemerintah. Aliran devisa dikontrol ketat melalui BLLD (Biro Lalu Lintas Devisa). Penukaran resmi uang asing dapat dilakukan di bank-bank devisa yang memperoleh ijin dari Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negri (LAAPLN). Disinilah pasar resmi mata uang asing.

Apapun namanya, pajak, cukai, kurs ganda, kalau sudah 66.70%, walaupun untuk pemerintah, banyak orang tidak rela. Angka 66,70% itu lebih kejam dari beban taman paksa yang hanya 20%. Memang bentuknya berupa pengotrolan devisa bukan seperti pajak, yang secara terang-terangan ditarik ke wajib pajak. Pengontrolan dan pengkebirian mekanisme pasar yang berlebihan seperti ini menyebabkan distorsi pasar yang besar. Orang akan selalu mencari jalan keluar. Muncullah kurs saingan sehingga kurs dollar ada dua, yaitu kurs resmi dan kurs Pasar Baru. Kurs resmi adalah kurs yang didasari oleh paksaan (coercion) dan kurs Pasar Baru (atau pasar gelap lainnya) adalah kurs yang adil yang muncul dari pasar bebas. Pasar gelap tempat pertukaran mata uang asing berlangsung terus sampai tahun 1967, dimana pengontrolan devisa melonggar.

Saya sebut kurs yang tidak resmi ini sebagai kurs Pasar Baru karena kalau pada masa itu anda jalan-jalan ke Pasar Baru Jakarta, sering ada orang mendekat dan berkata pelan-pelan: “dollar pak...., dollar ibu”. Mereka mengajak bertransaksi dollar. Kadang pasar uang di Pasar Baru di masa itu disebut pasar gelap. Kata pasar gelap ini digunakan pemerintah pada hakekatnya untuk memberikan konotasi buruk. Padahal sebenarnya adalah pasar bebas dan dilakukan diterang hari.

Ketidak-bijaksanaan kurs ganda ternyata membuat kekacauan dan umurnya hanya kurang dari 2 tahun. Pada bulan Januari 1952, diberlakukan satu (1) kurs resmi yaitu Rp3,80 per US dollar. Ternyata itupun hanya berlaku sekitar 1 bulan. Karena pada bulan Februari 1952, rupiah didevaluasi menjadi Rp11.40 per dollar. Nilai rupiah menguap 67% hanya dengan sebuah peraturan. Beruntunglah orang-orang yang menyimpan emas atau perak. Nilainya tidak tergerus oleh peraturan pemerintah.

Selama tahun 1950 – 1953 pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk lumayan karena adanya perang Korea yang membutuhkan minyak dan karet Indonesia. Ini berlanjut terus sekalipun perang Korea telah usai. Pemulihan pasca Perang Dunia II membantu menjaga permintaan barang dari Indonesia sehingga pertumbuhan ekonomi juga masih lumayan. Dana investasi dari luar negri masuk, terutama dari perusahaan-perusahaan Belanda yang semasa pendudukan Jepang dan revolusi nyaris tidak ada kegiatan. Upaya menhidupkan kembali perusahaan-perusahaan Belanda ini menjadi tersendat ketika api semangat nasionalisasi membesar. Dampaknya baru terasa setelah tahun 60an, setelah usaha pengambil-alihan dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda tahun 1960an.

Dalam dekade 1950, awalnya masyarakat merasakan kemakmuran. Barang produksi dalam negri relatif murah. Ini dikarenakan oleh ketidak-bijakan pemerintah mematok kurs rupiah terhadap dollar Amerika dibawah nilai riilnya. Artinya bahwa konsumen disubsidi lewat subsidi rupiah oleh eksportir dan produsen barang eksport atas paksaan pemerintah. Pada tingkat ini nilai rupiah terlalu mahal. Secara teori, dollar ditukarkan dengan rupiah di tempat-tempat resmi dimana peraturan pemerintah masih bisa dipaksakan dan selama kondisi ini bisa dipertahankan. Keengganan untuk menukarkan dollar dan mata uang asing dan cenderungan untuk membangkang timbul di kalangan eksportir dan sektor-sektor ekonomi yang melakukan kontak dengan pasar internasional. Salah satu bentuknya adalah penyelundupan karet. Beberapa sumber mengatakan bahwa penyelundupan ini cukup marak. Tetapi secara pasti sulit diketahui karena para penyelundup tidak akan pernah mendatakan dirinya. Hanya dampaknya yang bisa dirasakan. Kurs resmi dan kurs Pasar Baru semakin melebar.

Bagi penjual karet, tindakan penyelundupan yang dilakukannya bukanlah hal yang buruk. Dia hanya menjual secara langsung ke pembeli tanpa melalui jalur pemerintah. Pada dasarnya keberadaan pemerintah tidak dibutuhkan. Penyelundupan seperti ini selalu terjadi jika pemerintah tidak memberikan jasa (service) apa-apa tetapi hendak memungut uang. Pemerintah dianggap sebagai penganggu yang harus dihindari.

Reaksi pemerintah pusat kemudian adalah memperketat pengawasan dan mengatasi laju pembangkangan ini pemerintah pada bulan Juni 1957 mengeluarkan peraturan baru yaitu sistem Bukti Eksport atau BE (Keputusan Dewan Moneter tanggal 18 Juni 1 957 No. 30).

Dengan peraturan ini eksportir tidak lagi memperoleh rupiah ketika menukarkan uang asing (devisa) hasil eksportnya, melainkan Bukti Eksport (BE). Nilai nominal yang dicantumkan pada BE mengikuti kurs Rp11,40 per dollar. Akan tetapi, eksportir bisa menjual BEnya di bursa BE dengan harga mengambang dan pembelinya adalah importir atau perorangan yang mempunyai ijin resmi. Karena nilai rupiah sangat overvalue (mahal) dan BE adalah wujud lain dari mata uang asing, maka ketika dilepas ke pasar yang mempunyai mekanisme pasar bebas, harganya melojak tajam untuk mengejar nilai wajarnya. Belum ada setahun sistem BE diberlakukan, harga BE melonjak ke level 300% dari nilai nominalnya. Kemudian pemerintah melakukan campur-tangan lagi dan membekukan harga BE pada level 332% dari nilai nominalnya pada bulan April 1958. Penghapusan BE baru dilakukan tahun 1959 setelah Dekrit 5 Juli 1959.

Kekecewaan terhadap kondisi ekonomi semakin menebal di kalangan rakyat. Orang mulai membandingkan jaman penjajahan Belanda (jaman Hindia Belanda) dengan jaman kemerdekaan. Istilah jaman Normal bagi jaman Hindia Belanda menjadi populer di saat itu. Dan jaman kemerdekaan bukan jaman yang normal.

Dari kaca mata para politikus, kondisi Indonesia setelah penerapan Gunting Sjafruddin yang diwarnai oleh adanya penyelundupan dan ketidak-puasan terhadap pungutan-pungutan dan pemaksaan-pemaksaan yang melebihi jaman sebelumnya (jaman Hindia Belanda) bisa dianggap sebagai suatu peluang politik. Komoditi tetap menjadi penggerak ekonomi pada pasca pengakuan kedaulatan. Jakarta sebagai ibu-kota negara pada saat itu kurang bisa menjalankan fungsi sebagai pusat perdagangan dengan segala fasilitas jasa keuangannya dan perdagangan. Artinya perdagangan di daerah bisa berjalan tanpa Jakarta. Politikus yang berasal dari daerah penghasil devisa menunjukkan dukungannya terhadap gerakan makar ekonomi daerah. Barangkali mereka pikir: “Kenapa harus menyerahkan hasil eksport daerahnya ke pemerintah pusat? Kenapa tidak dimakan sendiri? Kalau demikian, saya akan kebagian” Mungkin itulah latar belakang pendirian PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) dan Permesta (1958 - 1961). Latar belakang pemikiran orang, tidak ada yang tahu kecuali dirinya sendiri. Dan anehnya sekumpulan orang bisa melakukan hal yang searah secara kolektif.

PRRI walaupun didukung dengan keuangan yang kuat untuk membeli senjata yang lebih modern dari TNI, ternyata tidak mempunyai tentara yang handal, sehingga mudah dikalahkan oleh pemerintah pusat. Dalam sekali serangan, PRRI dan Permesta sudah bercerai berai, sebagian pemimpinnya lari keluar negri, tertangkap atau terbunuh. PRRI secara resmi baru menyerah tahun 1961.

Jaman uang Gunting Sjafruddin berakhir dengan Dekrit 5 Juli 1959. Anggap saja begitu. Tonggak sejarah dibuat oleh penulisnya. Dan untuk buku ini, penulis menyukai Dekrit 5 Juli sebagai sebuah tonggak sejarah, karena episode berikutnya semua hal yang menyangkut kesejahteraan dan kemakmuran semakin suram. GDP malah merosot, turun, pertumbuhannya negatif, mengkerut, berkontraksi.

Pada periode rupiah Gunting Sjafruddin, banyak yang telah dilakukan pemerintah terhadap rupiah dan tabungan rakyat Indonesia. Pertama penyitaan tabungan rakyat Indonesia setara 373 ton emas. Memang tidak disebutkan sebagai penyitaan melainkan ditukar dengan surat obligasi 40 tahun. Tetapi ketika hutang itu jatuh tempo dan hendak dicairkan, nilai riil uangnya sudah nyaris nol. Jadi sama saja dengan penyitaan.

Kedua, rupiah juga mengalami penyusutan nilai riil akibat tindakan pencetakan uang bernafsu. Dalam masa 14 tahun sejak Bung Hatta mengumumkan penggunaan mata uang republik yang bernama rupiah, nilainya telah terpangkas 84,5% dan hanya tersisa 15,5%. Itu menurut ukuran resmi. Kalau menurut tolok ukur Pasar Baru (pasar gelap) yang tersisa hanya 1,89%, artinya sudah 98,11% terpangkas. Sebulan setelah Dekrit 5 Juli 1959, Sukarno memperkecil jurang antara nilai rupiah resmi ini dengan nilai kurs Pasar Baru yang pada waktu itu mencapai hampir Rp 94 per dollar. Apa yang dikatakan pahlawan Bung Hatta 14 tahun sebelumnya di RRI mengenai rupiah, hanya tipu semata.

Dan dalam 10 tahun sejak Bank Indonesia (BI) didirikan, BI telah sukses memangkas nilai riil rupiah 66,67% dan tersisa 33,33%. Itu penilaian berdasarkan angka-angka resmi. Kalau berdasarnya pasar bebas, maka yang terpangkas adalah 95,94% dan sisanya hanya 4,06% saja. Prestasi yang bagus untuk BI yang baru berumur kurang dari satu dekade.

Rupiah menjadi mata-uang yang dihinakan di negaranya sendiri. Di pasar-pasar gelap orang mau menukarkan rupiah dengan dollar diharga yang lebih rendah dari pada harga resmi. Rupiah dinilai rakyat 2-3 kali lebih murah. Rupiah adalah mata uang murahan. Di beberapa daerah orang lebih suka melakukan barter. Jangan katakan bahwa rakyat sudah kehilangan rasa nasionalismenya. Kalau sudah menyangkut hasil keringat, siapa perduli dengan nasionalisme.


Renungan Untuk Mengenang Para Pahlawan

Bung Hatta adalah pahlawan menurut Keputusan presiden, selembar kertas yang berisi sebuah dekrit. Apakah Bung Hatta adalah pahlawan secara perbuatan? Yang pertama dia menjerumuskan bangsa Indonesia ke dalam sistem uang fiat yang dengan mudah dimanipulasi oleh dirinya dan presiden berserta jajaran birokrat dan politikus. Tabungan para pekerja yang rajin secara tidak tersembunyi digrogoti melalui proses pencetakan dan pengedaran kertas yang disebut rupiah dengan iming-imingan bisa membuat makmur. Bagaimana bisa makmur kalau nilainya tergerus terus? Lihatlah grafik di bawah, yang merupakan data dari BI (Bank Indonesia), yang mengatakan denominasi akan mempunyai dampak positif. Perhatikan berapa banyak angka nol yang terlibat. Institusi yang sama, telah membuat tabungan ayah saya hancur, tabungan saya tergrogoti, sampai suatu saat saya tersadar mengenai hal ini.

Perangkap Bung Hatta yang disebut Rupiah



Perangkap Bung Hatta yang disebut Rupiah


Apakah Bung Hatta seorang pahlawan? Bagi saya bukan......, bukan sama sekali. Setidaknya saya tidak mengaguminya. Dia adalah seseroang yang telah menjerumuskan bangsa Indonesia ke dalam penipuan dengan menggunakan sistem uang fiatnya.

Sekian dulu......, anda baru merdeka jika jumlah departemen kurang dari 10, institusi wakil presiden dihapuskan, anggota DPR/DPRD tidak lebih dari 100 orang dan pegawai negri 400 ribu orang serta pajak flat-rate 5%. Belanda hanya memberlakukan 20% untuk tanam paksa dan 15% pajak penghasilan setelah tanam paksa dihapuskan.


Catatan: Tulisan ini bukan anjuran untuk berinvestasi emas, karena secara pribadi, saya berpendapat bahwa emas akan turun harganya dalam waktu dekat ini.

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.