___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Tuesday, May 31, 2011

Kemampuan Politikus: Menjual Tahi Ayam Seharga Coklat

Seorang pembaca EOWI menulis:

” abang ini inginnya apa? maksud dibalik maksud, dg dikeluarkan seri2 cerita2 ini yg bersambung sampe skrg seri 30 ?”


Keinginan EOWI penerbitkan Penipu, Penipu Ulung, Politikus dan Cut Zahara Fonna, PPUPCZF hanyalah sebagai hiburan bagi yang menyukai humor sadonik dan satir.

Penipu, Penipu Ulung, Politikus dan Cut Zahara Fonna : Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik………….


Isi PPUPCZF tidak mengandung hal-hal yang baru. Dan sepanjang sejarah anda akan menjumpai hal-hal yang sama. Misalnya, ada berita dari Okezone.com, yang berjudul: Paripurna DPR Agendakan Pengumuman Sanksi 10 Anggota

JAKARTA - Para wakil rakyat di Senayan hari ini menggelar sidang paripurna di Gedung Nusantara II DPR. Berdasarkan jadwal, sidang seharusnya telah dimulai pukul 09.00 WIB, namun hingga kini acara belum kunjung dimulai.


Molornya pembukaan sidang karena mayoritas anggota DPR belum hadir di ruang sidang Gedung Nusantara II. Berdasarkan informasi dari layar monitor DPR, Selasa (31/5/2011), tercantum paripurna hari ini mengagendakan empat pembahasan.


Pertama penyampaian laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah pusat. Kemudian, tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi mengenai pokok-pokok pembicaraan pendahuluan RAPBN 2011.


Agenda selanjutnya yaitu pengambilan keputusan terhadap RUU Mata Uang, pendapat fraski-fraksi tentang pengambilan keputusan terhadap RUU Usul Inisiatif Baleg DPR tentang Penanganan Konflik Sosial menjadi RUU DPR, serta pengumuman 10 anggota DPR yang dipecat oleh Badan Kehormatan.


Berikut nama 10 anggota DPR yang dikabarkan akan terkena sanksi BK DPR:

  1. Izzul Islam (PPP), kasus ijazah palsu.
  1. Asad Syam (Partai Demokrat), kasus korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga diesel di Muaro Jambi pada 2004.
  1. M Nazaruddin (Partai Demokrat), kasus suap proyek pembangunan wisma atlet SEA Games dan gratifikasi Mahkamah Konstitusi.
  1. Arifinto (PKS), terkait kasus tontonan pornografi.
  1. M Misbakhun (PKS), kasus kredit fiktif Bank Century.
  1. Luthfie Hasan Ishaq (PKS), kasus ancaman lewat pesan singkat terhadap Yusuf Supendi.
  1. Ribka Tjiptaning (PDIP), kasus penghilangan ayat rokok dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
  1. Dudhie Makmun Murod (PDIP), terkait kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI 2004. Namun yang bersangkutan telah mengundurkan diri dari DPR.
  1. Panda Nababan (PDIP), kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI 2004.
  1. Soewarno (PDIP), kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI 2004.


Politikus sampai dia bisa terpilih menjadi anggota DPR atau DPRD atau menduduki posisi di pemerintahan, tentunya cukup meyakinkan dalam menjajakan jualannya. Apakah dengan penampilannya dengan jenggot dan kopiah supaya nampak “saleh”, atau dengan namanya yang “nampak saleh”, atau dengan ijasahnya supaya “nampak pintar”., cara pidatonya sehingga ia nampak pintar. Pemilih tidak tahu apakah mereka menipu atau tidak sampai ketahuan. Seandainya bukan penipu, yang pasti banyak dari mereka adalah seorang penjual dengan kemampuan bisa menjual tahi ayam seharga coklat.



Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Sunday, May 29, 2011

(No.30) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA

Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21



(Terbit, insya Allah setiap Minggu dan Kamis)






UUD 45 Pasal 33 – Sosialisme Sektor Ekonomi dan Produksi
Keinginan pemerintah dan para politikus untuk merambah ke berbagai aspek kehidupan ekonomi masyarakatnya nampak pada awal konstitusi Indonesia dan amendemennya. Dibidang ekonomi, pasal 33 dan pasal 34 UUD 45 nampak jelas nuansa sosialismenya. Dengan amendemen IV menjadi lebih lengkap, kecuali pasal 33 UUD 45 ayat 4 (amendemen) yang maknanya tidak jelas. Jangan heran kalau pada penerapannya ke undang-undang dan tindakannya pemerintah menjadi sangat mengganggu.

Pada saat negara Republik Indonesia didirikan para founding father, berpikir bahwa peran dan posisi pemerintah bak sang maha kuasa, pemberi kehidupan dan pemelihara rakyat yang menjadi miliknya. Pengaruh semangat komunisme Russia/Uni Soviet sangat kuat. Walaupun di dalam UUD 45 tidak ada pasal yang menyatakan perampasan tanah dari tuan-tuan tanah, tetapi dikemudian hari pembatasan kepemilikan tanah melalui undang-undang land-reform tahun 1960 menunjukkan nuansa komunis. Kemudian, dasar perekonomian Indonesia dinyatakan dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 45, walaupun tidak nampak jelas, tetapi penafsirannya juga berbau komunis/sosialis. Ketika dibuat amendemen UUD 45 di tahun 1999 – 2002, nuansa sosialis (kalau tidak mau disebut komunis) semakin kental. Peran pemerintah dan perencanaan terpusat di pemerintahan semakin kuat cengkramannya. Inisiatif, kebebasan berusaha terasa semakin dikurangi. Entah apa yang ada di dalam benak para pembuat undang-undang. Tidakkah mereka tahu bahwa kemakmuran berbanding lurus dengan kebebasan berusaha/ekonomi. Nampaknya yang namanya kebebasan semakin dipasung dan Indonesia menjadi semakin sosialis.

Pasal 33 UUD 45:


1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (amendemen IV, 2002.)
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. (amendemen IV, 2002)


Koperasi ditafsirkan sebagai alat perwujudan dari ayat 1. Itu letak persoalannya. Tidak ada koperasi yang bisa berkembang menjadi perusahaan-perusahaan besar seperti Toyota, Honda, Nokia, Boing, atau Microsoft dan menyediakan lapangan kerja yang besar. Memang ada juga yang bisa berkembang dalam ruang lingkup nasional. Dan itu karena milik pemerintah. Di Indonesia yang bisa berkembang besar adalah koperasi milik pemerintah yaitu KUD (Koperasi Unit Desa) yang tugas dan misinya menunjang sektor pertanian di jaman Suharto.

Di dalam lingkungan kekeluargaan tidak menumbuh-suburkan kultur kompetisi yang menjadi pendorong kemajuan, menciptakan produk yang dengan mutu tinggi dan kompetitif serta berkembang menjadi besar sehingga bisa menyerap banyak kenaga kerja. Jadi jangan terlalu berharap banyak kepada koperasi kalau tujuannya kemakmuran. Tujuan yang bisa dicapai oleh koperasi hanyalah suasana kerja yang tenang dan santai (pemakaian waktu yang tidak effektif).

Pemikiran bahwa monopoli oleh pemerintah sektor-sektor produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak akan membawa kemakmuran didasari oleh asumsi bahwa kultur birokrat dan kultur swasta adalah selalu sama. Kenyataannya tidak demikian. Kultur bisnis swasta di alam non-monopolistik mengedepankan kepuasan pelanggan. Siapapun yang tidak bisa memuaskan pelanggannya akan punah dengan sendirinya. Disini ada semacam pemaksaan dan tekanan alami kepada penyedia barang dan jasa untuk terus memberikan produk dan layanan yang terbaik. Di dalam sistem monopoli, apalagi monopoli oleh pemerintah, konsumen tidak mempunyai pilihan. Sehingga produsen tidak perlu memikirkan kepuasan konsumen.

Suatu kasus yang menarik ialah sektor telepon. Siapapun yang mengalami sendiri perteleponan di Indonesia, tahun 1970an tahu bagaimana buruknya. Jasa telpon pada saat itu masih dipegang badan yang berbentuk perusahaan negara, mungkin karena dianggap menguasai hajat hidup orang banyak. Untuk memperoleh sambungan telepon di rumah saja perlu waktu bertahun-tahun (baca: bertahun-tahun). Kadang harus menyogok supaya lancar prosesnya. Biaya yang dikeluarkan bisa jutaan rupiah. Untuk tahun 1988, kami harus mengeluarkan pelicin Rp 3 juta rupiah (kira-kira ekivalen dengan 180 gram emas. Sebagai perbandingan, harga rumah type 60 – luas bangunan 60 m2 dan luas tanah 100 m2 adalah Rp 18 juta). Padahal pada tahun-tahun itu, kalau minta sambungan telepon di Toronto, Canada, misalnya, hanya perlu waktu beberapa hari (1 sampai 3 hari). Itu pengalaman pribadi. Telpon pada masa itu adalah barang yang lux di Indonesia, bukan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Kalau seseorang hendak menyewakan rumahnya, adanya telepon menjadi plus yang membuat rumah cepat laku.

Perkembangan pertelponan di Indonesia membaik dengan perubahan bentuk pengelolanya dan perundang-undangannya. Tahun 1989 setelah peran swasta dimasukkan, untuk memperoleh telpon menjadi lebih mudah. Tahun 2000an ke atas, ketika monopoli dihapuskan, anda bisa memperoleh telpon (telpon-sellular) kapan saja dengan kwalitas dan harga yang kompetitif. Hampir semua golongan masyarakat, dari mulai pembantu dan pemulungpun saat ini bisa menikmati telepon (sellular). Telepon bukan lagi barang mewah. Faktor teknologi memang ikut mempunyai andil dalam hal ini. Tetapi tanpa penghapusan monopoli, percepatan perkembangan penggunaan telpon sampai kepada pembantu rumah tangga, pemulung dan peminta-minta tidak akan secepat itu.

Kasus telepon adalah kasus yang unik, karena ketika dimonopoli oleh pemerintah (mungkin dianggap menguasai hajat hidup orang banyak) di tahun sebelum 1980an, telepon menjadi barang mewah, yang untuk memperolehnya orang harus menunggu bertahun-tahun dan harus menyogok. Ketika dibebaskan dari monopoli pemerintah, telepon menjadi barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, semua orang aktif menggunakannya. Dari mulai para direktur perusahaan sampai ke pemulung, sibuk berSMS dan chatting. Sampai-sampai banyak kecelakaan lalu-lintas akibat mengoperasikan telepon sambil mengemudi sepeda motor.

Pernahkah anda berpikir kenapa di kota-kota Malaysia dan Singapura rakyatnya banyak yang bisa menikmati air minum bersih sedangkan di ibu kota Indonesia - Jakarta, air ledeng susahnya setengah mati. Sebab pertama ialah bahwa perusahaan pemerintah yang mengelola air minum di Malaysia dan Singapura lebih becus dari pada di Indonesia. Dan yang kedua adalah karena dalam hal pengelolaan air di Indonesia alternatif lain sudah tidak ada, opsi ini yang sudah ditutup oleh monopoli pemerintah. Pada pasal 33 ayat 3 UUD 45: “Bumi, air dan kekayaan alam, dikuasai negara........ ”. Kalau swasta dibebaskan menguasai bisnis air ledeng, termasuk menentukan harganya, mungkin situasinya menjadi lain. Buktinya, ketika swasta dibolehkan menguasai air minum kemasan botol, semuanya beres dan memberi kemakmuran bagi rakyat. Pemulung dan pengemispun sekarang minum air kemasan. Tentu saja harganya lebih mahal dari air ledeng karena kemasan botol plastiknya sudah mahal. Sayangnya untuk mandi air ledeng belum ada, karena swasta belum sepenuhnya dibebaskan masuk saling bersaing (termasuk menentukan harga). Andaikata kebebasan diterapkan untuk air ledeng, seperti halnya air minum kemasan, swasta dibiarkan bersaing bebas tanpa ada pembatasan harga dengan perusahaan–perusahaan air ledeng pemerintah, niscaya banyak rakyat yang bisa menikmati air mandi bersih. Walaupun ada resiko mematikan perusahaan pemerintah kalau kultur perusahaan pemerintah tidak berubah. Kasus air minum (kemasan) ini membuktikan bahwa sektor yang dikuasai swasta lebih beres dan lebih memberikan kemakmuran bagi rakyat.

Indonesia di masa depan punya peluang yang besar untuk mengalami krisis minyak dan gas. Sebabnya sederhana saja. Sebabnya tidak lain karena campur tangan pemerintah semakin banyak di sektor ini.

Sebelum tahun 2001, ketika Pertamina mengelola sektor perminyakan dan gas bumi di Indonesia melalui BPPKA (Badan Pembinaan Pengusahaan Kontraktor Asing), birokrasi lebih pendek. Pertamina sebagai badan semi-swasta kulturnya sedikit banyak masih berbau swasta. Walaupun nama Badan Pembinaan Pengusahaan Kontraktor Asing (BPPKA), terutama kata “Pembinaan” sangat ironis dengan kenyataan, karena secara teknologi, Pertamina harus dibina oleh kontraktornya yang punya teknologi yang maju, bukan sebaliknya. Siapa yang harus dibina kalau sampai tahun 2010, Pertamina tidak punya teknologi lepas pantai, Pertamina tidak punya ladang di lepas pantai, sedangkan pada dekade 70an saja, banyak kontraktor asing sudah masuk di sektor produksi minyak dan gas di lepas pantai.

Semangat reformasi pasca rejim Suharto, merombak tatanan lama. UU No. 22 Tahun 2001 mencabut posisi Pertamina/BPPKA sebagai regulator. Dan sebagai gantinya diambil Pemerintah melalui Badan Pelaksana Migas (BP Migas). BP Migas inilah sebagai kepanjangan Pemerintah, sebagai regulator manajemen kontraktor produksi minyak dan gas (PSC, Production Sharing Company). Ternyata cara kerja BP Migas lebih micro-management, mengurusi dan mencampuri hal yang kecil-kecil. Kalau rejim Suharto pemerintah mengurusi siapa yang boleh kerja di PSC, pada rejim reformasi fokusnya pada remeh-temeh yang dikerjakan kontraktor. Banyak proyek yang terhambat. Produksi minyak dan kondensat Indonesia turun dari level 1,670 juta barrel per hari tahun 1991[1] ke 950 ribu barrel per hari tahun 2009[2].

Micro-management menjadi lengkap ketika dikeluarkannya UU no 41 tahun 2008 yang salah satunya menyangkut pembatasan cost recovery sebagai bagian untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dan undang-undang ini kemudian dijabarkan dalam Peraturan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Nomor 22 tahun 2008. Sejak saat itu cost recovery menjadi salah satu agenda DPR dan pemerintah. UU 41 tahun 2008 setahun kemudian direvisi dengan UU no. 26 tahun 2009.

Indonesia yang menganut sistem bagi-hasil produksi minyak, mempunyai mekanisme cost recovery sebagai jalan bagi kontraktor untuk mengklaim kembali biaya produksi dan investasi yang dikeluarkan. Ini termasuk gaji pegawai, perawatan/pembelian/sewa alat, dan lain sebagainya. Micro management ini mencabut dari cost recovery semua program-program yang sifatnya sebagai pemberian insentif guna mencegah keluarnya karyawan. Dan yang paling konyol lagi tidak bisanya cost recovery untuk, quote, “surplus material yang berlebihan akibat kesalahan perencanaan dan pembelian. Pembangunan dan pengoperasian projek/fasilitas yang telah Place into Service (PIS) dan tidak dapat beroperasi sesuai dengan umur ekonomis akibat kelalaian Kontraktor Kontrak Kerja Sama.” Perhatikan kata “kesalahan” dan “kelalaian” pada cuplikan peraturan menteri ini. Setiap orang yang waras yang bekerja di perusahaan yang berorientasi keuntungan tidak akan mau berbuat salah dengan sengaja sehingga perusahaannya rugi.

Di satu sudut, BP Migas ditekan untuk “berprestasi” dengan menekan cost dan cost recovery, sehingga membuat BP Migas seperti auditor dan penyidik. Di sudut lain PSC menjadi enggan berinvestasi karena dihambat oleh gaya penyidik BP Migas dan takut biaya yang dikeluarkan tidak bisa mendapatkan cost recovery. Akibatnya pembangunan penemuan-penemuan minyak mengalami hambatan. Dari pengalaman, terkadang produksi dari suatu penemuan ladang minyak harus menunggu 4-6 tahun (bisa lebih lama). Padahal sebelum UU No. 22 Tahun 2001 dan reformasi, rata-rata hanya perlu 40 bulan bila memang temuan ladang minyak itu ekonomis untuk diproduksi. Produksi minyak Indonesia menurun drastis sejak krisis moneter 1997 dan sejak itu tidak pernah bisa mendongkrak produksi. Dan Tahun 2004 Indonesia menjadi net-eksportir minyak (lihat Grafik V- 12). Lihat juga pada grafik bahwa tingkat produksi minyak mentah mulai menurun sejak masa reformasi 1998. Apakah suatu kebetulan atau cermin dari semakin parahnya campur-tangan pemerintah?



Grafik V- 12 Produksi dan konsumsi minyak Indonesia tahun 1986 - 2009

Negara yang katanya kaya akan sumber daya alam, kaya minyak, ternyata menjadi negara pengekspor minyak. Semakin berkurang perusahaan yang betul-betul mau investasi disektor minyak. Untuk tahun 2009 misalnya, dari 17 blok eksplorasi minyak yang ditawarkan pemerintah, hanya 2 diambil peminat. Padahal tahun 2008 ketika UU yang mengatur cost recovery belum diterapkan, ada 25 blok konsesi yang ditawarkan dan 22 diambil peminat.

Walaupun masih banyak prospek cekungan-cekungan geologi yang mempunyai potensi cadangan minyak, tetapi peminatnya menyurut sejak UU yang menyangkut cost recovery diberlakukan. Tragis, Indonesia berubah dari ekportir minyak menjadi importir minyak.

Kalau swasta tidak berminat, kenapa tidak negara saja yang mengeksplorasi dan mengeksploitasi saja? Bukankah bunyi kalimat di UUD 45 adalah:



Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


Pembaca yang kritis, skeptis dan su’udhon...., pemerintah bukan organisme makhluk hidup yang perduli dan punya motivasi untuk memakmurkan rakyat dengan keringatnya sendiri. Mereka adalah sekumpulan individu – politikus dan birokrat – yang mengejar kepentingannya sendiri. Ide bahwa sektor-sektor yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, kekayaan alam dan sumber daya mineral dikuasai oleh negara, terbatas menjadi ide bahwa swasta yang berkeringat mencari sumber-sumber alam, mengolahnya, menanggung resiko gagal dan para birokrat/politikus yang dapat nama dan keuntungan. Tetapi semua ada batasnya. Bisnis adalah bisnis, bila resiko yang ditanggung swasta terlalu besar, maka mereka akan mengatakan: “makan tuh tahi!!.” Dan .... turunlah produksi minyak nasional.


UUD 45 Pasal 34 – Sosialisme Kerakyatan
Banyak orang mengira kalau para politikus menjanjikan program kesejahteraan, uangnya datang dari langit atau tinggal memetik dipohon yang tidak ada pemiliknya. Sehingga dalam pikiran mereka bahwa sudah sewajarnya kalau politikus dan pemerintah menjanjikan dan menjalankan program kesejahteraan rakyat yang tentu saja dianggap mulia. Janji seperti yang tertuang pada pasal 34 UUD 45, seakan wajar-wajar saja. Bahkan pada UUD 45 yang lama ditambahkan amendemen mengenai pelayanan kesehatan.

Pasal 34 UUD 45:



1. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
2. Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.
3. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. (Amendement IV)
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. (Amendement IV)


Oleh masyarakat, program-program kesejahteraan pada pasal 34 UUD 45 itu dianggap wajar, dan mereka menganggap hal ini adalah sejalan dengan ajaran agama. Di Quran dan di Bible tidak ada anjuran bagi negara dan pemerintah untuk bersedekah dan berbuat baik kepada orang miskin. Silahkan cari. Anjuran itu adalah diperuntukkan bagi manusia – orang, bukan institusi yang disebut negara dan pemerintah. Hal ini mudah dibuktikan dengan metode pengguguran alternatif:



Kalau yang melakukan perbuatan-perbuatan sosial adalah negara maka nantinya yang masuk surga adalah negara, bukan manusia.


Sosialisme kerakyatan adalah konsep yang absurd dan agama tidak pernah menganjurkan negara untuk beramal baik. Apa lagi kalau uangnya diperoleh dari cara ambil-paksa seperti pajak.

Alexis de Tocqueville sejarawan dan pemikir yang hidup di tahun 1805 – 1859 punya kata-kata bijak tentang praktek-praktek sosialisme:



“The American Republic will endure until the day Congress discovers that it can bribe the public with the public's money.” (Alexis de Tocqueville – pemikir dalam bidang politik dan sejarawan)

“Republik Amerika akan bertahan sampai saatnya Kongres mengetahui bahwa mereka bisa menyogok rakyat dengan uang rakyat.”


Sekalipun ucapan Tocqueville mengacu pada Amerika Serikat, namun pada dasarnya berlaku umum, seperti Indonesia, Uni Soviet, Korea atau lainnya. Kalau mau belajar dari Amerika Serikat, inilah neraca keuangan Amerika Serikat. Menurut perkiraan US Government Accountability Office 2009, Amerika Serikat di tahun 2060 akan mengalami defisit antara 27% sampai 47% dari GDPnya (Grafik V- 13). Ini termasuk yang konservatif. Artinya menganggap krisis ekonomi berakhir tahun 2009. Pada kenyataannya, mungkin masih akan berkepanjangan sampai tahun 2012 atau 2013.


Grafik V- 13 Defisit menghantui negara kapitalis yang berubah menjadi sosialis.

Perubahan secara bertahap selama beberapa dekade dari kapitalis bebas ke negara welfare (negara kesejahteraan), sosialis-kapitalis kroni, pemerintah Amerika Serikat menciptakan janji-janji yang disebut Tocqueville sebagai Kongres menyogok rakyat dengan uang rakyat. Sekarang pemerintah Amerika Serikat secara bertahap mengarah ke keambrukan menahan beban kewajiban yang telah dijanjikannya sebagai welfare state alias negara sosialis. Ketika tidak ada tambahan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi untuk membiayai kewajibannya, hanya ada dua pilihan, yaitu mengingkari janjinya atau membebani generasi mendatang dengan tagihan hutang/pajak. Program-program pensiun, medicare dan medicaid, tunjangan pengangguran, yang mengalami kekurangan dana (Grafik V- 13), harus ditutup oleh generasi di masa dengan dengan pajak yang sangat tinggi, Atau sama sekali diingkari. Ini akan meluluskan para politikus dengan predikat perampok atau sebagai penipu. Tinggal pilih.

Hal yang sama untuk Indonesia dengan amendmen UUD 45nya. Apa yang dilakukan politikus dengan amendmen UUD 45, tidak lain menawarkan sogokan kepada rakyat dengan dana dari rakyat juga setelah dikurangi dengan overhead untuk membayar gaji politikus dan birokrat. Akankah kemakmuran bisa dicapai? Kemungkinan akan berakhir sama: yaitu akan meluluskan para politikus dengan predikat perampok atau sebagai penipu. Tinggal pilih saja.

Walaupun Tocqueville hidup setengah abad sebelum revolusi Bolshvik, Russia. Apa yang dikatakannya ternyata terbukti abad-abad sesudahnya. Contoh-contoh kegagalan sistem sosialisme/komunisme tidak hanya keruntuhan Uni Soviet, tetapi juga kemelaratan di negara-negara komunis dan kelambanan pertumbuhan ekonomi negara-negara sosialis dibanding negara yang condong pada laissez-faire, seperti kasusnya Inggris (sosialis) yang GDPnya tersusul oleh Hong Kong (laissez-faire), atau pesatnya pertumbuhan ekonomi Cina setelah melonggarkan banyak kekangan kebebasan berusaha.



----------------------------------------------------------------------


[1] Department of Energy US, http://www.eia.doe.gov/emeu/cabs/Indonesia/images/indonesia-oil_prod_and_consump.xls
[2] Migas, http://www.migas.esdm.go.id/?



Bersambung.........................



Minggu depan dongeng PPUPCZF mungkin tertunda atau tidak terbit. Saya akan travelling selama 1 minggu. Kalau sempat saya coba untuk menerbitkannya. Tetapi kalau sibuk, terpaksa ditunda.


Disclaimer:

Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya.


Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Thursday, May 26, 2011

(No.29) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA

Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21





(Terbit, insya Allah setiap Minggu dan Kamis)



Indonesia, Campur Tangan Pemerintah dan Kemakmuran

Ada seorang warganegara Indonesia keturunan Cina bernama Kasno Diponegoro. Nama itu sangat tidak lazim bagi kalangan etnik Cina. Selidik punya selidik ternyata nama itu adalah akronim dari bahasa Jawa: “Bekas Cino Dipekso Negoro”, artinya bekas Cina dipaksa negara. Nama ini merupakan ungkapan pemberontakan si pemilik nama atas peraturan pemerintah yang dikeluarkan di pertengahan dekade 60an. Isinya mengenai anjuran bagi etnis Cina untuk mengganti nama Cinanya ke nama lokal Indonesia. Pemaksaan hak-hak pribadi etnik Cina-Indonesia ini dilakukan secara resmi dan melalui jalur hukum yaitu Keputusan Presidium Kabinet Ampera No 127/U/Kep -12/1966. Akibat peraturan itu, banyak etnis Cina-Indonesia dengan terpaksa melakukan perubahan nama. Walaupun peraturan pemerintah di atas sudah tidak diperdulikan lagi saat ini dan tidak mempunyai konsekwensi hukuman badan atau denda, setidaknya kemunculannya menunjukkan betapa besar keinginan para politikus di negri ini mencampuri urusan pribadi individu. Masalah nama saja dicampuri, apa lagi dalam masalah ekonomi.

Masalah peraturan, pembatasan-pembatasan dan perilaku yang ngebossi dari pemerintah Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Tahukah anda dari pertengahan dekade 60an sampai awal dekade 80an, kalau anda mau belajar ke luar negri anda perlu ijin dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sekalipun atas biaya sendiri.

Tahukah anda kalau group penyanyi Koes Bersaudara dipenjarakan karena lagu-lagunya tidak memenuhi selera Bung Karno?

Tahukah anda bahwa ada undang-undang telah merambah ke kamar tidur anda?

Tahukah anda bahwa pada saat kisah ini ditulis, anda tidak bebas bekerja mencari nafkah di luar negri? Sewaktu-waktu bisa ada gangguan dari pemerintah.

Tahukah anda bahwa selama rejim Suharto pegawai negri atau pegawai perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan pemerintah seperti kontraktor minyak dan perusahaan pertambangan diawasi secara ketat oleh pemerintah. Data-data pribadi pekerja perusahaan seperti itu diselidiki, dari mulai istrinya, orang tuanya, kakek dan neneknya, saudara-saudaranya dipertanyakan. Dan kalau ada diantaranya yang terkait kepada kelompok yang bersebrangan dengan pemerintah, maka anda akan dipecat. Ini adalah pencerobohan masalah pribadi.

Dalam perjalanan sejarah republik ini, sejak berdirinya, selalu ada invasi dan pencerobohan pemerintah di dalam hal-hal yang sangat pribadi, apakah itu selera, budaya, agama atau keuangan. Campur tangan ini tidak terbatas pada sekedar anjuran pejabat birokrat, tetapi dituangkan dalam bentuk peraturan, dari mulai dari peraturan pemerintah sampai ke undang-undang dasar. Pada saat berdirinya republik ini, hanya beberapa hal mengenai ekonomi saja yang dimasukkan ke dalam undang-undang dasar. Pada jaman pemerintahan Suharto, invasi hak pribadi di banyak dituangkan dalam bentuk undang-undang. Dan pada masa era reformasi, pemerintah semakin berani memasukkannya ke dalam amendmen konstitusi (UUD 45 amendmen). Dan undang-undang yang bersifat pencerobohan hak pribadi yang dulunya tidak mempunyai konsekwensi hukum, tahun 2009 mulai ada rencana untuk ke arah mengkriminilkan pelanggar-pelanggarnya (UU anti poligami misalnya).

Salah satu perkembangan lain yang mendasar selama pemerintahan reformasi berkuasa yaitu kegilaan terhadap budaya legal dan resmi. Undang-Undang Dasar 45 diubah 4 kali. Bahasa kerennya diamendemen. Dari isinya, tidak perlu seorang penderita paranoid untuk mencurigainya, cukup seorang yang waras dan skeptis, bahwa perangkat-perangkat hukum sedang disiapkan untuk mengakomodasikan secara legal dan resmi program sosialisme-kroni kapitalisme. Bagi orang yang berprasangka baik, ia tidak menuduh bahwa politikus niat mengarahkan negara ke arah kroni kapitalisme. Tetapi arah kroni kapitalisme, nampak sebagai potensi akibat sekunder.

Perkembangan seperti ini sangat menyedihkan. Karena data menunjukkan bahwa besarnya campur tangan pemerintah, sebanding dengan kesengsaraan dan hambatan menuju ke kemakmuran. Kesimpulan ini baru saja dibahas pada bagian sebelumnya dari bab ini. Bagi masyarakat yang hendak melakukan kegiatan ekonominya, menganalisa pokok-pokok yang menyangkut kegiatannya saja menjadi tidak cukup, harus ditambah dengan pendapat dari analis politik untuk memperkirakan tindakan-tindakan pemerintah dimasa datang. Andaikata Koes Bersaudara mempunyai analis politik yang memberi saran mengenai tema lagu-lagu yang seiring dengan selera penguasa, mungkin Koes Bersaudara tidak akan pernah merasakan penjara. Secara umum, bagi pelaku bisnis, analisa ekonomi-makro dan ekonomi-mikro, tidak cukup. Masih diperlukan seorang analis politik untuk memperkirakan tindakan-tindakan pemerintah berikutnya, apakah melalui peraturan atau tindakan fiskal secara langsung, melalui subsidi, penyelamatan perusahaan yang kolaps, atau dengan penggelontoran likwiditas. Yang mudah diperkirakan ialah bahwa hampir dipastikan semua intervensi akan membuahkan ketidak pastian yang lebih banyak tentang apa yang akan terjadi dimasa depan. Kalau kondisinya seperti ini, pelaku bisnis akan cenderung untuk menanamkan kapitalnya ke sektor lobby politik ketimbang ke bidang perbaikan mutu barang dan jasa.

Nampaknya pemerintah semakin sibuk melakukan invasi dan distorsi dinamika yang ada di dalam masyarakat. Sayangnya, lebih sering tindakan hanya dilihat dengan pandangan yang dangkal dan berakhir justru dengan hancurnya hal-hal yang hendak mereka lindungi. Hasil pekerjaan mereka justru berbalikan dengan tujuan mereka. Di dalam ekonomi, fenomena ini dikenal dengan nama kesalahan akibat mengabaikan dampak sekunder. Berteori seperti ini boleh saja kalau kita punya prasangka baik terhadap pemerintah. Bagi yang berprasangka buruk, boleh saja menganggap bahwa pemerintah tidak pernah berniat baik. Apapun premisnya, apakah dari sudut orang yang berprasangka buruk terhadap pemerintah ataupun orang berprasangka baik terhadap pemerintah, semuanya akan berujung pada kesimpulan bahwa campur tangan pemerintah dan invasi terhadap masalah-masalah sosial-ekonomi dan budaya, lebih sering menghasilkan hal yang negatif yang tidak disangka sebelumnya.

Kembali pada indeks kebebasan ekonomi yang dikeluarkan oleh organisasi Heritage, sebagai lanjutkan diskusi dan membangun kasus bahwa intervensi pemerintah lebih sering berakibat buruk. Kalau dibandingkan dengan negara-negara tetangganya, bagaimana posisi Indonesia? Tabel 1 di bawah ini menunjukkan posisi Indonesia di antara para jirannya.

Tabel 1 Indeks Kebebasan Ekonomi Indonesia dan negara sekitarnya

Negara

Singapore

Malaysia

Thailand

Indonesia

Papua New Guinea

Vietnam

Indeks Keseluruhan (2009)

86.11

64.82

64.11

55.46

53.45

49.75

Ranking

2

59

66

114

126

144

Kategori

Bebas

Masih ada kebebasan

Masih ada kebebasan

Hampir tidak ada kebebasan

Hampir tidak ada kebebasan

Terkekang

Indeks Kebebasan







Kebebasan Berbisnis

98.21

69.89

70.66

53.13

59.11

60.69

Kebebasan Perdagangan

90.00

78.74

75.88

77.90

86.24

68.86

Kebebasan Fiskal

90.70

84.27

74.69

81.88

65.01

76.12

Belanja Pemerintah

95.30

81.25

89.84

89.06

63.25

73.36

Kebebasan Moneter

80.94

76.70

66.42

70.84

72.60

58.07

Kebebasan Berinvestasi

75

30

40

35

35

20

Kebebasan dlm Finansial

50

50

70

40

30

30

Pengakuan Hak Milik

90

55

45

30

20

15

Kebersihan dari Korupsi

92

51

35

26

20

27

Sektor Ketenaga-Kerjaan

98.9

71.4

73.6

50.8

83.3

68.4

Fiskal Pemerintah







Belanja Pemerintah, %GDP

12.5

25.0

18.4

19.1

35.0

29.8

Pajak, Max % income

20

27

37

30

30

35

Pendapatan pajak, % GDP

25.5

14.8

16.2

11.3

28.9

23.2

Populasi Dan Ekonomi







Populasi (juta)

4.8

25.3

65.5

228.2

6.4

86.2

GDP/PPP (milyar US$)*

234,5

378,9

535,8

968,5

13,4

256,0

GDP/PPP per kapita US$*

49,792

15,296

8,290

4,264

2,656

2,970

Tingkat pengangguran, %

2.2

5.6

11.8

8.4

-

2.4

Inflasi, %

6.5%

8.8%

9.9%

9.8%

10.7%

23.1%

FDI (juta US$)

22,700

2,400

38,200

7,900

(30)

8,100

*) GDP/PPP dalam 2007 dollar

Sumber: Heritage (http://www.heritage.org/index/) & CIA Factbook tahun 2009

Sama-sama punya mayoritas suku Melayu antara Malaysia dan Indonesia, dari 10 kriteria penilaian, ada empat (4) kriteria skor yang hampir sama dan perbedaannya kurang dari 10%. Dan enam (6) lagi cukup menyolok perbedaannya yaitu pada kebebasan dalam bidang finansial, pengakuan hak atas kepemilikan, tingkat korupsi, sektor ketenaga-kerjaan. Ini nampaknya berpengaruh pada perbedaan pertumbuhan kemakmuran dari kedua negara yang serumpun ini.




Disclaimer:
Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya.

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan