___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Wednesday, July 25, 2007

REVIEW PASAR MODAL DAN EKONOMI (TENGAH TAHUN 2007)

EKONOMI

Di US inflation untuk bulan May 2007 resminya dilaporkan sedikit di bawah 3% per tahun. Tetapi bisa juga di atas 10% atau 12%, tergantung siapa yang mana yang ditanya, Clinton atau Regan atau Kennedy (ooh yang dua ini sudah mati ya?) atau orang waras. Kalau methodenya menggunakan cara yang sekarang maka 3% kurang. Kalau menggunakan cara pra-Clinton maka 6% dan kalau menggunakan cara pra-Regan maka 10.3%. Ini adalah Core Inflation (inflasi inti) yang dikeluarkan BLS (Bureau Labor and Statistics). Energi dan makanan tidak dimasukkan. Nah kalau harga bahan bakar dan makanan tidak masuk, lalu apa saja yang masuk? Rumah? Pakaian? lalu apa? Sedangkan dengan cara orang waras adalah 12%, yaitu laju pertumbuhan uang M3. Di Indonesia, mungkin BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia mencontoh BLS, harga-harga naik tetapi inflasi dikatakan rendah, hidup semakin sulit, dikatakan ada pertumbuhan ekonomi 6%. Kedua badan tersebut harus menghilangkan huruf tengahnya menjadi BS (Bull Shit alias omong kosong).

Kita akan melihat perkembangan ekonomi US, karena nasib ekonomi dunia sekarang ini ditentukan di sana. Ekonomi (GDP) US adalah 31% dari GDP dunia (lihat tabel di bawah).





Jika US resesi dan mengalami kontraksi ekonomi, pertumbuhan ekonomi dunia akan terkena dampaknya. Cina dan India yang tumbuh gila-gilaan (10% ke atas), tidak bisa diharapkan. GDP Cina + India hanya 7.05% saja dari GDP dunia. Jepang sulit diharapkan karena demografi Jepang yang menua. Juga Eropa tidak bisa diharapkan.

US bisa menghindari resesi di tahun 2001-2002 karena Greenspan (ketua bank sentral US) menggelontorkan liquiditas. Kredit murah. Sekitar 1%. Orang berbondong-bondong menukar kredit rumahnya. Hutang pokoknya dinaikkan dan mengambilnya untuk konsumsi karena cicilannya lebih ringan. Ini disebut home equity extraction. Kredit murah merambah ke semua sudut; kartu kredit, mobil, untuk spekulasi saham, konsumsi dan lain-lain. Sangking mudah dan murahnya, orang yang tidak layak memperoleh kredit, bisa dapat, namanya sub-prime loan. Yang menyelamatkan ekonomi dunia dari resesi tahun 2001-2002 adalah konsumsi US yang 70% dari GDPnya itu. Kalau 30% konsumsi dunia adalah dari US maka ekonomi dunia sangat bergantung pada konsumsi US. Dan konsumsi ini berasal dari kredit/hutang. Ingat kita di Indonesia sebelum tahun 1997, ada ungkapan: kalau bisa hutang, kenapa pakai duit sendiri? Pinjam uang di bank sangat mudah (teman saya boleh meminjam uang Rp 25 juta dengan mengagunkan sertifikat kursusnya di tahun 1996 untuk menunjukkan betapa mudahnya kredit saat itu). Kalau liquiditas mengering, lalu bagaimana? Anda tahu jawabannya.

Beberapa minggu lalu, borok-borok kredit murah mulai nampak. Nanah busuk keluar dari borok kredit sub-prime (subprime credit). Gagal bayar dan foreclosure di sektor perumahan meningkat. Bear Stearns memakan pil pahit karena hedge fund nya yang banyak memiliki subprime bond dalam CDO (Collateralized Debt Obligation) harus menelan kerugian yang besar akibat meningkatnya gagal bayar dan foreclosure di sektor property perumahan. Bear Stearns tidak sendiri. Kredit subprime berisiko tinggi ini dicampur dengan kredit/hutang lain dipaketkan, dikasih rating dan dijual belikan seperti halnya surat hutang, saham atau sarana investasi. Celakanya untuk hal-hal yang berkaitan dengan subprime credit yang sangat riskan kalau rating itu salah atau terlalu optimis bisa membuat rugi pembelinya. Institusi-institusi rating seperti Moody, Bear Stearns, S&P, JP Morgan punya interest agar barang yang di-ratingnya laku. Mereka ini punya keahlian mempromosikan tahi ayam sehingga bisa dijual seharga coklat. Kalau sudah begini, maka paket-paket CDO ini menjadi seperti kanker. Dan kalau ini seperti kanker, maka sudah menyebar. Tinggal tunggu giliran korban berikutnya.

Bukan tidak mungkin dimasa datang institusi seperti Moody, Bear Stearns, S&P, JP Morgan yang memberikan rating terlalu optimis akan dituntut client mereka mengalami kerugian karena kesalahan rating CDO.

Kegagalan di subprime credit dan sektor perumahan yang sekarang ini baru awal dari bencana. Ben Bernanke mengatakan bahwa kerugian akibat kegagalan subprime loan ini sekitar $ 50 - $ 100 miyar, mungkin $ 90 milyar. Yang ditakutkan ialah kemungkinan akan terjadi rentetan berikutnya. Reaksi klasik terhadap kredit buruk adalah meningkatnya biaya kredit (suku bunga pinjaman naik) yang akan memperparah keadaan, karena sektor prime-credit bisa terkena juga. Pendek kata dalam beberapa bulan ke depan perusahaan-perusahaan pemberi pinjaman kredit punya potensi jebol. Beberapa bulan lalu saya masuk posisi short dengan PUT Option jangka panjang (Jan 2008) untuk Lowes Companies Inc. (LOW) dan Countrywide Financial Corp (CFC), dan sekarang sudah membuahkan hasil. Saya akan tunggu sampai kondisi sangat overbought atau sekitar Oktober dan Desember untuk meliquidasi posisi short ini, dan masuk lagi dalam posisi PUT Option Jan 2009.

GDP US untuk 1Q2007 tumbuh hanya 0.7%. Resesi? Belum! Diperkirakan bahwa untuk 2Q2007, GDP US akan tumbuh 3%. Tentu saja angka 3% ini hanya permainan saja. Untuk tumbuh 3%, uang yang beredar harus terbang 12% per tahun. Artinya untuk membuat pertumbuhan ekonomi sebesar $1 diperlukan mencetak uang $4. Artinya US semakin melarat secara riil. Saya tidak yakin akan terjadi resesi. Rekayasa statistik sekarang ini sudah sangat canggih. Walaupun kehidupan semakin susah, tetapi pernyataan resmi sangat tabu mengatakan resesi. Deflasi? hanya akan terjadi kalau rakyat Amerika berhenti mengkonsumsi, mulai penabung dan membayar hutang-hutangnya. Suze Orman boleh berteriak-teriak agar orang membayar hutang dan tidak mengkonsumsi melebihi kemampuan, tetapi konsumsi itu seperti narkotik, bisa kecanduan. Mungkin perlu waktu untuk merubah budaya dan mood konsumtif.

Berdasarkan kebiasaan, menjelang pemilihan presiden US, liquiditas tidak pernah kering, semua lancar. Oleh sebab itu pasar modal saya perkirakan masih okey, walaupun harus berhati-hati karena saham sudah tidak murah lagi. Saya juga tidak menganjurkan untuk sembarangan melakukan shorting Index Dow, S&P apa lagi Nasdaq. Memang bursa saham dunia sudah overbought dan rentan terhadap koreksi. Koreksi yang berarti yang ditunggu tahun lalu tidak terjadi. Mungkin saja terjadi tahun ini. Tetapi pelaku pasar bisa bersikap irrasional dalam jangka waktu yang lama. Jadi perlu hati-hati dalam melakukan shorting.

Ada satu hal lain yang juga harus diperhatikan dalam mengambil posisi short atau long, yaitu nilai Yen yang ada kaitannya dengan Yen Carry trade. Melambungnya harga saham dunia saat ini banyak disebabkan karena uang panas, banjir liquiditas Yen melalui mekanisme Yen Carry Trade. Kredit murah di Jepang mendorong orang meminjam Yen dan dipakai untuk berspekulasi di bursa saham. Yen Carry Trade akan menguntungkan jika Yen arah secara steady melemah. Artinya kalau kita pinjam sekarang, nilai Yen akan lebih rendah pada saat dikembalikan. Pelaku Yen Carry Trade akan nervous jika nilai Yen menguat. Jadi Yen Carry Trade akan sangat beresiko jika Yen menguat. Oleh sebab itu rontoknya bursa saham nanti, bisa jadi bersamaan dengan penguatan Yen. Topik ini akan kita bicarakan lagi di bab mengenai US dollar.


BOND DAN SUKU BUNGA PINJAMAN

Bill Gross, dedengkot dan jagoan bond, mengatakan bahwa bond telah memasuki periode sekular bear. Pada dekade dekade ke depan, bond akan jatuh harganya dan suku bunga pinjaman akan naik. Pernyataan Bill Gross ini bertepatan dengan melejitnya yield 10 year US T-Bond menembus 5% ke level 5.30%. Pada saat tulisan ini dibuat, yield 10 yr US T-Bond turun ke 4.95%, tetapi arahnya yield ini akan naik.

Kenaikan suku bunga T-Bond ini tidak mengherankan karena sudah saya prediksi setahun lalu (lihat grafik-1 yang pernah saya posting di Klubsaham.com setahun lalu, dan grafik-2 yang merupakan update nya).

Grafik-1

Yield dari 10 yr TB telah menembus batas atas trend menurunnya. Hal ini menandai babak dan periode baru dari sekular bear market untuk bond. Untuk dekade mendatang, surat hutang bukan sarana investasi yang menguntungkan. Lupakan SUN (Surat Utang Negara), MB (Municipal Bond) atau sejenisnya untuk beberapa dekade.


Grafik-2
Mengambil kredit dengan bunga mengambang juga bukan pilihan yang baik, karena suku bunga pinjaman cenderung untuk naik.


PASAR SAHAM
Saham dunia seperti di Cina, Amerika Selatan, US, Asia sudah terlalu lama tidak mengalami koreksi yang berarti. Sudah mulur seperti karet, tinggal putusnya saja. Index Dow Jones Industrial, sudah pada tahap kenaikan parabola (lihat Grafik-3). Kondisi seperti ini biasanya tidak stabil dan rentan terhadap koreksi. Oleh sebab itu ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya koreksi. Ini berlaku untuk bursa-bursa Cina, Amerika Selatan dan Indonesia. Kalau sekiranya anda mau melakukan short selling, saya anjurkan terhadap saham saham finansial, terutama saham yang berkaitan dengan subprime lending.


Grafik-3


Sektor Energy
Di sektor minyak dan energi, kondisi pasar sudah overbought baik saham-sahamnya ataupun harga minyak sendiri cenderung untuk turun. Koreksi 10%-20% masih dianggap wajar. Harga minyak dan saham-saham minyak biasanya cenderung menguat pada musim dingin dan musim panas di Amerika. Dan menjelang musim gugur, setelah musim panas usai, harga minyak cenderung turun. Ada peluang untuk terjadinya koreksi yang dalam terhadap harga minyak antara sekarang sampai menjelang musim dingin. Nampaknya tahun ini harga minyak tidak bisa membuat rekord tertinggi baru. Secara analisa teknikal (TA), minyak akan membentuk double tops (lihat Grafik-4). Ketidak mampuan menembus harga tertinggi tahun lalu menunjukkan bahwa pemain pasar tahun ini sudah berkurang bullish nya dibandingkan tahun lalu. Kalau sudah begini, biasanya koreksinya akan cukup dalam. Saya tidak heran kalau nanti harga minyak bisa turun di bawah $50/bbl.


Grafik-4

Saat ini juga banyak sentimen positif yang membuat harga minyak naik. Ketegangan di Timur Tengah misalnya. Hubungan Inggris-Russia yang memanas. Tetapi hal ini hanyalah sentimen, bukan fundamental nyata yang mempengaruhi korelasi demand-supply. Jumlah pelaku pasar yang bullish yang ditunjukkan oleh Bullish Percentage Index, mencapai 80% (lihat Grafik-5). Jika pendulum mood pemain pasar berayun ke seberang, kutub bearish, maka akan terjadi koreksi (saya harapkan cukup dalam).

Saya saat ini melakukan shorting saham Cheniere Energy (LNG) dengan PUT Option Desember dan September. Secara fundamental saham ini tidak bagus. Penguatannya selama ini karena ikut sentimen positif di sektor energy. Jadi diharapkan bahwa koreksinya akan parah kalau sentimen positif ini ditiadakan.

Kita bisa masuk kembali ke pasar pada saat koreksi sudah menyurut. Ada banyak saham di sektor energi yang murah dan berfundamental bagus. Tetapi kita akan beli di level yang lebih rendah. Seperti ICO (International Coal), KWK (Quick Silver), dan beberapa saham sektor energy akan kita bahas secara tersendiri fundamentalnya. Semoga pada saat koreksi ini selesai kita sudah punya keyakinan untuk masuk dan membeli saham-saham ini.



Grafik-5


Sektor Pharmasi
Salah satu sektor yang laggard (tidak ikut rally) selama 7 tahun ini adalah sektor Pharmasi (Grafik-6). Untuk jangka panjang sektor ini cukup menjanjikan. Demografi dunia saat ini sedang menua. Jumlah orang tua US, Jepang, Eropa bertambah karena umur manusia semakin panjang. Di samping itu kesadaran untuk hidup yang berkwalitas semakin besar. Ada yang saya sukai mengenai sektor ini, yaitu, orang mau bayar berapa saja, untuk mencari kesembuhan dan kesehatan.



Grafik-6


Kita akan bahas fundamental beberapa saham pharmasi dimasa datang. Moga-moga timing nya tepat dan bisa membelinya pada saat koreksi terjadi. Incaran saya adalah Pfizer (PFE) dan Lilly Eli (LLY).


EMAS
Logam mulia dan saham-sahamnya mengalami masa koreksi selama 1.5 tahun. Saya harap masa konsolidasi ini akan berakhir tahun 2007. Bank-bank sentral berusaha menekan harga emas dengan menjual cadangan emas mereka. Terakhir adalah 2 bulan lalu. Bank sentral Spanyol menjual 80 ton cadangan emasnya. Bagi bank-bank sentral, emas adalah saingan produk mereka (uang). Emas dan perak adalah uang sejati yang tidak memerlukan tanda tangan seseorang, undang-undang dan paksaan untuk memberlakukannya.

Bullish wedge sudah membentuk trading range yang sempit dan harus naik. Biasanya bulan-bulan September sampai Februari adalah bulan-bulan penguatan harga emas (dan perak). Ini ada kaitannya dengan pembelian perhiasan emas di musim kawin di India (Desember dan Januari) dan tahun baru Imlek. Pembelian emas untuk perhiasan oleh pengerajin biasanya dimulai pada bulan September. Pada saat ini lah biasanya harga emas menguat. Kita harapkan tahun ini pola ini masih berlaku.


Grafik-7

Masih ada sekali lagi kesempatan untuk membeli pada saat harga emas melemah.



NASIB US DOLLAR - JEBOL

Dollar hampir jebol. Itulah yang bisa kita katakan. Grafik-8 (dibuat tanggal 3 Juli lalu) adalah indeks dollar dari tahun 1984 sampai 2007. Indeks US dollar beberapa kali tertahan di level 80 dan tidak sampai jatuh ke bawah. Level support ini cukup kuat. Tetapi pagi ini (tanggal 25 Juli 2007), indeks tersebut sudah di level 79.9.

Secara fundamental, US dollar memang harus jatuh. Defisit belanja negara, defisit perdagangan dan defisit neraca berjalan bermakna bahwa US saat ini disubsidi oleh negara lain yang mempunyai surplus seperti Cina, Jepang, Canada, Jerman dan lainnya. Hal ini sudah bejalan bertahun-tahun, berdekade-dekade. Lama-lama orang juga bosan mensubsidi US. Animo terhadap surat hutang US akan turun, tercermin dengan meningkatnya yield treasury bond. Pegging mata uang asing terhadap US$ juga semakin berkurang. Bahkan sejak beberapa minggu lalu, Iran meminta Jepang untuk membayar minyaknya dengan Yen, bukan US dollar. Semua ini bisa memperkuat kejatuhan US$. Di samping itu juga masalah subprime debt. Ini juga menjadi pemicu kejatuhan US$.

Berkaitan dengan kejatuhan dollar, para pelaku pasar/investor akan sangat nervous sekali jika indeks US dollar jatuh ke bawah lagi. Karena bottomnya (dasarnya) tidak terlihat. Dengan kata lain seberapa dalam kejatuhan ini, tidak ada yang berani meramal. Oleh sebab itu jika support 80 ini tertembus secara meyakinkan, kita harus berhati-hati. Ini tidak hanya berdampak pada pasar forex (mata uang), tetapi juga pada ekonomi dan pasar saham.



Grafik-8

Saya katakan bahwa jatuhnya US$ indeks ke bawah 80 akan menjadi pemicu bom waktu ekonomi yang selama ini masih tidak aktif. Misalnya, kalau kita lihat misalnya cadangan devisa Indonesia yang naik dari 27 milyar 7 tahun lalu ke 50 milyar sekarang. Dalam US$ memang naik, tetapi dalam Euro hampir tidak berubah dan dalam emas turun 20%. Kejatuhan US$ akan membuat bank bank sentral menjadi nervous memegang US$ dan bisa berbondong-bondong meliquidasi cadangan US$ mereka. Akibatnya akan memperparah laju penurunan US$. Ini mungkin berlaku untuk negara yang ekonominya berbasis komoditas. Sedang yang berbasis manufakturing, mereka cenderung melakukan competitive devaluation. Topik ini akan dibahas di lain waktu.


YEN CARRY TRADE DAN PASAR MODAL

Suku bunga pinjaman di Jepang sangat murah. Ini memicu perbuatan spekulasi yang disebut Yen Carry Trade. Artinya, spekulator pinjam uang dari Jepang, kemudian diinvestkan di tempat lain (saham, bond, minyak, bahan komoditas, dll). Jumlah Yen yang beredar meningkat, dan nilainya turun. Dan harga saham/bond/minyak/bahan komoditas juga akan naik. Hal ini menggoda spekulator untuk terjun lebih dalam. Jangan heran kalau harga saham dunia saat ini sudah melambung di angkasa dan nilai Yen nyungsep. Nyungsepnya Yen bisa terlihat di kurs Yen terhadap Euro (Grafik-9).



Grafik-9

Yen Carry Trade akan disukai kalau yen nilainya turun atau tetap. Sampai saat ini, dari grafik Yen vs Euro, masih belum nampak adanya penurunan aktifitas Yen Carry Trade. Jika dilihat Yen indeks juga masih memungkinkan berlangsungnya Yen Carry Trade (Grafik-10). Trading range Yen indeks masih lebar. Mungkin tahun depan Yen bisa break up ke atas. Oleh sebab itu saya masih optimis terhadap bursa saham untuk tahun ini dan tahun depan.

Tahun depan dan sesudahnya Yen trading range semakin sempit (Yen carry trader semakin tidak punya ruang), suku bunga naik, Olimpiade Beijing selesai, pemilihan presiden US selesai, pemilu Jepang sudah lewat......., saatnya berhati-hati di sektor saham dan investasi. Harus lari ke emas? Emas –uang sejati-biasanya berjaya dimasa krisis. Semoga anda beruntung............


Grafik-1o

Jakarta 25 Juli, 2007

Saturday, July 7, 2007

VISI 2030: KEMAKMURAN ATAU ILUSI (GDP $ 18000 = KEMAKMURAN?)

Bagian II:

Inflasi, Politik dan Kemakmuran: antara Mitos dan Kenyataan

Imam Semar

Saya akan memulai bagian ke II melihat kutipan di atas dari dua presiden USA, seorang mentri propaganda Jerman Nazi dan saya sendiri.

Saya pikir pembaca cukup pandai dan saya tidak akan menghina intelektualitas anda dengan menterjemahkan ketiga sitiran di atas. Essensi kutipan di atas akan menjadi jelas dengan tulisan di bawah ini bahwa intrik, pengelabuhan atas penguasaan pencetakan uang dan kebenaran adalah musuh utama negara.

Mitos: Inflasi adalah kenaikan harga-harga.

Yang benar: Inflasi adalah laju pertumbuhan uang yang beredar di dalam ekonomi. Bank sentral/otoritas keuangan mencetak uang sehingga jumlahnya di dalam ekonomi meningkat, akibatnya nilai uang turun dan harga-harga naik.

Jadi inflasi adalah perbuatan manusia yang disengaja berkaitan dengan jumlah uang yang beredar, bukan gejala ekonomi akibat permintaan dan penawaran barang/jasa.

Inflasi = Pajak Tabungan dan Pajak Ekonomi Bawah-Tanah
Pengertian inflasi yang beredar di masyarakat adalah yang mitos bukan yang sebenarnya. Penguasa tidak ingin kebenaran mitos ini terungkap karena kebenaran adalah musuh terbesar dari pemerintah (Goebbels). Bagi pemerintah inflasi mempunyai beberapa fungsi.

1. Pajak atas tabungan
2. Memindahkan kekayaan riil dari penabung ke penghutang
3. Menghancurkan hutang

Pemerintah hidup dari pajak. Tetapi pajak bukanlah hal yang populer. Bayangkan kalau anda dikenai pajak 70%-80% dari harta atau penghasilan anda. Anda pasti marah. Oleh sebab itu perlu diciptakan cara yang lebih halus dan tersembunyi di balik kekuasaan dan hak monopoli pencetakan uang. Misalnya pemerintah mencetak uang sehingga uang yang beredar bertambah 20% per tahun, jika barang dan jasa di dalam ekonomi tidak bertambah berarti nilai uang turun sebesar 20%. Artinya nilai riil tabungan anda turun, nilai riil gaji anda turun, nilai riil hutang anda juga turun.

Dengan mitos inflasi (bahwa inflasi = kenaikan harga-harga) berarti penguasa bisa menyalahkan para pelaku ekonomi terutama pedagang. Tuduhan bisa dilontarkan bahwa karena ulah pedagang menimbun barang menyebabkan harga naik seperti yang dilakukan beberapa waktu ini terhadap produsen minyak sawit dan penyalur beras. Kemudian dibarengi dengan operasi pasar membuat image penguasa naik. Menjelekkan pedagang dan mendongkrak citra diri sendiri. Hal ini mudah dicerna dan didukung rakyat .

Supaya lengkap, inflasi kemudian disamarkan dengan indeks harga bahan pokok. Kalau yang namanya indeks, cara menghitungnya bisa dibuat rumit, menjadi intimidatif kalau melihatnya dan tidak lagi transparan. Ini mengikuti hukum: “kalau kita tidak bisa menyakinkan orang, buatlah dia bingung supaya akhirnya pasrah dan tidak bertanya lagi”. Jadi jangan heran kalau dengar inflasi negatif tetapi harga diesel dan minyak goreng naik di atas 20% seperti yang terjadi bulan lalu. Dan tidak ada wartawan yang menyoal hal ini, karena sudah terintimidasi oleh rumit dan canggihnya perhitungan indeks harga bahan pokok atau indeks inflasi.

Sebagai pajak tabungan, inflasi sangat effektif dalam menjangkau “underground economic” (ekonomi bawah tanah). Kalau pekerja seperti saya ini, tangan pajak bisa menjangkau kami melalui perusahaan. Pajak dipotong langsung oleh perusahaan. Lain halnya dengan tukang bakso, tukang sayur, pengemis, pemulung, tukang ojek dan profesi sejenisnya, mereka tidak kena pajak penghasilan atau pajak penjualan. Jangan dikira mereka ini penghasilannya rendah. Seorang pemulung yang mangkal di depan rumah saya, penghasilannya Rp 100.000 – Rp 200.000 per hari, 365 hari per tahun. Jelas penghasilan mereka sudah melewati batas kena pajak. Sayangnya penarik pajak tidak bisa menjangkau mereka secara langsung. Oleh sebab itu diperlukan mekanisme untuk memajaki mereka yaitu lewat inflasi. Inflasi yang menggerus nilai riil tabungan mereka bisa disebut pajak terhadap harta pelaku ekonomi bawah tanah.

Contoh riilnya, misalnya seorang tukang becak yang di tahun 1980 mangkal di dekat Senayan. Dia memberi jasa mengantar penumpang sejauh kurang lebih 4 km ke Blok M. Sebagai imbalannya dia diberi uang sebesar Rp 300. Artinya Rp 300 mewakili jasa mengantar sejauh 4 km dengan becak. Uang ini disimpannya di lemari sampai tahun 2007. Pada saat dia sudah tua, dia mau naik becak dengan jarak yang sama. Kalau Rp 300 itu mewakili jasa mengantar sejauh 4 km dengan becak maka kapan saja dia gunakan tanda/alat pembayaran yang syah itu dia akan memperoleh jasa yang sama. Nyatanya tidak demikian. Di tahun 2007 diperlukan Rp 5000 – Rp 8000 untuk jasa yang sama. Artinya nilai riil tabungan si tukang becak ini sudah termakan oleh inflasi (baca: pajak tabungan dan pajak ekonomi bawah tanah) walaupun secara sadar si tukang becak tidak pernah merasa membayar pajak.

Inflasi sebagai pajak, mempunyai spektrum luas. Artinya sasarannya ialah siapa saja yang mempunyai uang yang di-inflasikan, tidak mengenal batas negara atau kewarganegaraan, tetapi siapa saja. Seperti US dollar, yang beredar dan ngendon di bank sentral banyak negara karena dijadikan cadangan devisa serta yang ada di tabungan perorangan, laju pertumbuhan dollar yang beredar sebesar 8%-12% berarti nilai riil simpanan dollar turun dengan laju 8% - 12% per tahun. Kalau tabungan itu memperoleh bunga maka bunga itu bisa meredam sedikit turunnya nilai riil tabungan. Catatan: Sentral Bank USA – the Fed – sejak Maret 2006 tidak lagi melaporkan kepada publik laju pertambahan supply uang dollar M3. Maksud M3 adalah seluruh jenis uang, tunai, simpanan tabungan, dan lain lain. Dengan adanya perang di Irak dan Afganistan, USA memerlukan banyak pemasukkan pajak.

Mendapatkan pemasukkan negara/pemerintah/penguasa melalui inflasi sangatlah mudah. Syaratnya hanya kekuasaan (dan monopoli) pencetakan/penerbitan uang. Sedangkan ongkos mencetak sangat murah. Mencetak uang Rp 100.000 atau Rp 5.000 atau US$100 atau kalau ada nanti Rp 1000.000, memerlukan usaha, tinta, kertas dan peralatan yang sama. Apalagi sekarang ini, uang tidak selalu berbentuk kertas melainkan juga catatan elektronik. Anda digaji melalui transfer elektronik. Belanja dengan kredit card atau debit card juga secara elektronik. Ketika bank memberikan hutang, tinggal mengkreditkan di rekening anda. Praktis penggunaan (uang) kertas sudah berkurang banyak. Catatan elektronik telah menggantikan kertas. Karena uang sekarang ini sebagian hanyalah catatan elektronik maka memciptakannya semakin mudah, hanya dengan pencetan tombol keyboard komputer. Kalau anda berjiwa kriminal, anda akan bertanya, “tentunya memalsukan uang sekarang menjadi semakin mudah dan sulit dilacak bagi hacker hacker ulung”. Mungkin saja. Bagi seorang hacker ulung, kalau bisa masuk ke sistem komputer otoritas keuangan dan mengkreditkan sejumlah uang di rekeningnya. Mudah bagi yang ulung dan tahu sistemnya. Tidak perlu lagi beli tinta dan kertas uang serta sembunyi-sembunyi mencetak dan mengedarkannya.

Liquiditas, Nama Baru Inflasi
Sejarah selalu berulang walaupun tidak sama persis. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa kita bisa belajar dari sejarah. Apakah itu untuk kebaikan atau untuk kejahatan. Kekuasaan dan monopoli moneter menjadi landasan Kekaisaran Romawi melakukan mengenceran kadar emas yang terkandung di dalam uang dinarius nya dari 90% menjadi hampir 0% selama 250 tahun. Perlahan tetapi pasti. Atau kalau anda mau mencarinya di internet, cerita tentang John Law dan Duke Philippe d'Orléans berserta Banque Royale (Royal Bank) di tahun 1716 sampai 1720. Sampai-sampai orang Prancis alergi terhadap kata bank. Yang kita jumpai sekarang ini adalah Credit Lyonese atau Credit Suisse. Atau kalau anda buka situsnya Bank Indonesia, dan membaca sejarah Bank Indonesia, anda akan tahu bahwa keuangan republik ini didirikan di atas inflasi untuk membiayai perjuangan kemerdekaan dulu. Atau kalau mau baca majalah atau koran luar negri baru-baru ini tentang Zimbabwe, inflasinya 1700%!!!

Di situs Bank Indonesia (BI) bisa dijumpai data jumlah uang M2 yang beredar dari tahun 1990 sampai sekarang. Tahun 1990 jumlah uang M2 yang beredar sekitar Rp 60 triliyun. Kurang dari 17 tahun kemudian (tahun 2007) jumlah itu sudah mencapai hampir Rp 1400 triliyun atau 23 kali lipat (lihat Grafik-1). Dapat dipastikan harga-harga barang sudah naik 23 kali lipat selama 17 tahun ini. Bukannya harga-harga naik, tetapi nilai uang diturunkan. Selama 17 tahun, 86% nilai rupiah sudah dihancurkan. Sekarang nilainya hanya 4% dari nilai riil di tahun 1990. Jadi jika anda 27 tahun lalu pensiun, dapat pesangon pensiun dan hidup dari bunga deposito uang tersebut, maka pada saat ini nilai riil uang anda di bank hanya tersisa 4% saja. Sekarang anda akan mengalami kesulitan hidup. Dan yang lebih merisaukan lagi ialah bahwa sejak tahun 2005 laju kenaikan uang yang beredar mengalami percepatan. Inflasi meningkat. Berarti penurunan nilai riil uang anda semakin dipercepat.

Grafik 1 Uang M2 yang beredar (sumber: Bank Indonesia)

Kalau kita mundur lagi ke belakang pada saat republik ini baru diakui dunia yaitu tahun 1950. Jumlah uang yang beredar hanya Rp 3,9 milyar rupiah ORI (Sumber: BI). Jumlah ini sama dengan Rp 195 ribu nominal uang Orba. (Ingat Rupiah mengalami 3 kali pengguntingan nilai nominalnya). Kalau sekarang Rp 195 ribu adalah penghasilan sehari pemulung di depan rumah saya, tetapi 57 tahun lalu adalah semua uang yang beredar di republik ini. Selama 57 tahun nilai riil rupiah sudah dihancurkan dan hanya tersisa 0.0000000142% saja (oooalah banyak benar nolnya!!). Praktis NOL.

Nama baru inflasi saat ini ialah liquiditas. Kalau liquiditas naik artinya, inflasi meningkat. Dipersepsikan bahwa liquiditas adalah obat untuk segala persoalan ekonomi. Pembangunan ekonomi, untuk menggerakkan ekonomi, mencegah dan mengobati krisis ekonomi diperlukan liquiditas yang cukup. Sejak krisis moneter Asia 1997, krisis LTCM (Long Term Capital Management), krismon Russia, sampai krisis bursa Teknologi US, liquiditas membanjir. Selama dua tahun terakhir ini terjadi percepatan laju kenaikkan rupiah yang beredar yang cukup mencemaskan, antara 14% -20%. Soal cetak mencetak uang,bukan monopoli Indonesia saja, tetapi juga negara lain. Tahun lalu Uni Eropa 8.5%, US 10%, Cina 19%, India (18%), Afrika Selatan 23% dan Russia 45%.

Di bawah ini adalah grafik US$ M3 yang beredar dari tahun 1980 sampai Maret 2006 (sumber: nowandfutures.com). Sumber datanya dari the Fed (bank sentral US). Karena sejak Maret 2006 tidak lagi melaporkan uang M3 yang beredar maka kedepannya berupa perkiraan yang diturunkan dari data lainnya.


Grafik 2 Pertumbuhan Uang M3 US$ dalam milyar US$
(Sumber: nowandfutures.com)

Selama kurang dari 27 tahun, jumlah US dollar yang beredar naik menjadi 6 kali lipat. Jangan heran kalau kemudian harga-harga bahan dasar naik. Maksudnya, nilai uang turun. Minyak naik dari titik terendahnya $10 per barrel di tahun 1999 sekarang berkisar di level $ 60. Jagung, beras, emas, perak dan komoditas lainnya naik. Lihat trend di grafik berikut ini dan jangan hiraukan unit nya. ( 1 U.S. bushel = 35.24 liter dan 1 oz = 31.1 gram).













Kita bisa teruskan ke bahan-bahan lain. Trendnya sama, yaitu naik (secara nominal). Dalam keadaan seperti ini, pemilik tabungan dirugikan dan para penghutang akan diuntungkan. Nilai riil hutang atau tabungan digerus inflasi.

Catatan Akhir dan Renungan
Pemerintah/Penguasa bukan badan yang berorientasi keuntungan dan bukan pula yayasan sosial yang menciptakan kemakmuran. Pemerintah/penguasa menarik pajak, retribusi, membuat inflasi, mengeluarkan surat hutang. Katanya pajak itu akan kembali ke rakyat. Retorik itu salah. Prioritas utamanya ialah untuk mereka sendiri, membayar gaji. Kalau ada sisa baru disisihkan untuk memelihara dan membangun infra struktur untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Pada tahun-tahun terjadinya krisis di negri ini, seperti 1946 – 1950, 1964 – 1968, 1997 – 2000, perawatan infra struktur hampir tidak ada. Tetapi gaji politikus dan birokrat tetap berjalan, juga aktifitas politiknya.

Saat ini pemerintah giat melakukan operasi pasar untuk minyak goreng. Kalau tujuannya untuk menurunkan harga, adalah usaha yang sia-sia. Saya melihatnya hanya sebagai aktifitas politik yaitu mencari popularitas. Seperti saya katakan: “Ada penipu kecil, penipu ulung, politikus dan Cut Zahara Fonna”. Operasi pasar, memaksa pedagang untuk menjual barangnya di harga yang ditetapkan penguasa atau sejenisnya, sepanjang sejarah tidak bisa membuat kemakmuran meningkat, karena tidak ada pertambahan barang dan jasa di pasar. Kalau tindakan itu dimaksudkan untuk mencari popularitas, pemerintah reformasi ini masih kalah dengan Robert Mugabe. Robert Mugabe dari Zimbabwe, beberapa tahun lalu menyita tanah dari para tuan tanah kulit putih kemudian membagikannya kepada “petani” miskin kulit hitam. Jangan dikira Zimbabwe jadi makmur karena banyak tanah sudah berpindah tangan kepada petani. Produksi pangan menurun karena hengkangnya tuan tanah yang punya keahlian mengelola sistem pertanian. Inflasi harga (kenaikan harga barang) di Zimbabwe mencapai 1700% per tahun tidak hanya dipicu oleh pencetakan uang tetapi juga susutnya jumlah barang di pasar.

Tuan tanah, tengkulak, pengijon, penimbun, spekulator sering dijadikan kambing hitam oleh penguasa. Sebenarnya mereka merupakan bagian yang penting dalam ekonomi pasar. Kalau mereka dihilangkan, ekonomi menjadi terganggu. Nabi Jusuf adalah seorang penimbun dan spekulator. Dia menimbun dan berspekulasi bahan pangan hanya berdasarkan mimpi Firaun. Bulog juga penimbun. Perbedaan antara Bulog dan penimbun/spekulator swasta ialah bahwa pelaku Bulog tidak mempunyai rasa memiliki sehingga rawan korupsi.

Profesi sebagai politikus sangat menggiurkan. Bisa bermain-main dengan kekuasaan dan imbalannya cukup besar. Jaman Reformasi ini seakan sempatan berpolitik dan berpartisipasi di sektor kekuasaan semakin terbuka lebar. Jangan heran kalau dari mulai kiai, pengangguran, guru, artis, beralih ke profesi ini. Kecenderungannya nampak semakin banyak “elite” politik, organisasi kedaerahan, dewan adat, laskar kedaerahan yang orientasinya kekuasaan dan hak atas pajak/restibusi atau sejenisnya yang disebut penghasilan daerah. Harus diingat bahwa aktifitas semacam itu tidak menambah barang atau kemakmuran, bahkan menurunkan kalau semakin banyak orang lari dari sektor-sektor produktif (pertanian, manufakturing, dsb) ke aktifitas politik yang non produktif.

Yang diceritakan di atas adalah institusi yang resmi. Ini tidak termasuk pak Ogah, unit-unit “keamanan”, tukang parkir liar, tukang palak, organisasi kedaerahan dan sejenisnya yang tidak resmi dan ikut menariki iuran. Mereka ini memang tidak ikut dalam komponen pemicu inflasi moneter tetapi punya andil dalam inflasi harga. Iuran-iuran liar ini akan dimasukkan oleh para pedagang dalam komponen biaya dan harga jual barang menjadi lebih tinggi. Jangan heran kalau biaya hidup di Jakarta 30% lebih mahal dari di Kuala Lumpur, karena adanya perbedaan komponen ini.

Kalau trendnya seperti ini, apakah kita masih bisa optimis untuk menjadi makmur?
(Seandainya anda belum membaca bagian I tulisan ini, sebaiknya anda membacanya untuk kelengkapan informasi)

Sunday, July 1, 2007

VISI 2030: KEMAKMURAN ATAU ILUSI (GDP $ 18000 = KEMAKMURAN?)

Bagian I:

Kemakmuran dan Kenyataan Sejarah

Imam Semar


Saya jarang membaca koran atau majalah. Paling-paling hanya headlinenya saja. Dan beberapa minggu lalu muncul hal baru yang menjadi headline berjudul Visi 2030. Intinya ialah pendapatan perkapita, GDP Indonesia akan mencapai $ 18.000 (delapan belas ribu US dollar) per tahun dan Indonesia menjadi ekonomi dunia ke 5. Kemudian heboh antara SBY dan Amin Rais dalam kasus dana sumbangan pemilihan presiden. Hal ini membuat saya tergelitik untuk menulis opini ini, sekalian untuk menyambut ulang tahun lahirnya Pancasila, yang dengungnya sudah pudar. Saya juga ingin mengungkapkan kejahatan-legal yang berkaitan dengan kemakmuran dan tidak pernah diungkapkan di media massa.

Dalam masalah kemakmuran GDP $18.000 per kapita, saya skeptis. Sebabnya ialah sepanjang hidup saya, dengan pergantian tiga (3) jaman, yaitu jaman Orde Lama Sukarno, Orde Baru Pembangunan Lepas Landas Suharto, dan jaman Reformasi Otonomi Daerah, kemakmuran tidak beranjak kemana-mana, bahkan turun. Saya juga skeptis terhadap adanya perbaikan karena pergantian kabinet yang baru saja terjadi. Hal ini karena data ekonomi mengatakan demikian dan itu akan kita lihat dalam seri tulisan ini.

Mengenai Visi 2030 butir pertama, bahwa GDP $ 18.000 per kapita mungkin bisa tercapai. Tetapi GDP $ 18.000 per kapita tidak identik dengan kemakmuran. Artinya, tingkat hidup dan tingkat kemakmuran bangsa Indonesia tidak akan beranjak kemana-mana dengan kenaikan dari $1.490 GDP per kapita saat ini ke $18.000 di tahun 2030. Sedang untuk butir kedua – ekonomi nomer 5 dunia, saya tidak yakin bisa tercapai. Saya akan jelaskan berdasarkan sejarah dan akal sehat, kenapa saya skeptis. Saya hidup di tiga (3) jaman yaitu Jaman Orde Lama (Orla), Orde Baru (Orba) dan Jaman Reformasi. Jadi saya betul-betul mengenal ketiga jaman itu. Jaman sebelumnya juga akan disinggung yaitu Jaman Normal (itu istilah nenek kakek kita). Tetapi dasarnya hanya cerita para orang-orang tua saja dan untuk hal ini pembaca boleh dipercaya atau tidak.

Sebelum melanjutkan kepada inti cerita, ada baiknya pembaca dikenalkan dengan jenis-jenis mata uang rupiah yang pernah beredar di republik ini dan kurs antar mata uang ini.

1. Rupiah ORI (Oeang Repoeblik Indonesia – Rp ORI)
2. Rupiah setelah Gunting Sjafruddin - GS, (Rp 5 GS = Rp 10 ORI)
3. Rupiah Orde Lama (Rp 1 Orla = Rp 10 GS)
4.Rupiah Orde Baru (Rp 1 Orba = Rp 1000 Orla)

Untuk mata uang jaman Belanda untuk mudahnya disebut rupiah kolonial, gulden. Kurs uang jaman Normal (jaman Penjajahan) tidak sederhana karena ada selingan jaman Jepang yang pendek dan kemudian ada NICA (pemerintahan Belanda pendudukan). Tetapi hal itu tidak perlu dirisaukan karena ada tolok ukur tandingan akan kita gunakan sebagai ikuran kemakmuran, yaitu uang sejati, yang disebut emas. Saya katakan uang sejati karena, jika anda beragama seperti Islam atau Kristen, maka hanya emas dan perak saja yang disebut dalam kitab suci kedua agama tersebut. Quran hanya menyebut dinar (uang emas) di surat Kahfi dan dirham (perak) di surat Yusuf. Dan fulus tidak akan pernah dijumpai di Quran. Demikian di Perjanjian Lama, akan anda jumpai banyak cerita emas dan perak sebagai uang.


Masa Sekarang – Jaman Reformasi = Jaman Jutawan Kere
Kata jutawan saat ini tidak punya konotasi kaya raya. Misalnya seorang supir taxi di Jakarta yang berpenghasilan Rp 1.100.000 Orba (terbilang: satu juta seratus ribu rupiah uang Orba) per bulan bisa disebut jutawan karena penghasilannya di atas Rp 1 juta per bulan. Kenyataannya bahwa hidupnya masih penuh dengan keluhan karena untuk makan ukuran warung Tegal saja Rp 10.000 sekali makan. Bayangkan kalau dia mempunyai istri dan 2 anak, berarti harus punya 3 x Rp 40.000 per hari untuk makan. Jangan heran jutawan ini tidak mampu makan di warung Tegal sekeluarga setiap hari. Di samping mereka harus mengeluarkan 3 x Rp 1.200.000 per bulan yang lebih besar dari penghasilannya, mereka juga punya keperluan lain seperti bayar sekolah dan sewa rumah. Untuk sewa rumah sangat sederhana sekali sampai-sampai selonjor saja sulit (RSSSSSSSSS), rumah petak ukuran 20 meter persegi saja bisa mencapai Rp 350.000, ongkos transportasi ke tempat kerja Rp 100.000 – 200.000. Jadi bisa dimengerti kalau saya sebut Jutawan Kere karena mempunyai karateristik bahwa makan harus dihemat, tinggal di rumah petak sederhana, anak tidak bisa sekolah di sekolah favorit (apalagi di universitas yang uang pangkalnya bisa mencapai puluhan juta rupiah). Dan kalau perlu istri harus kerja untuk memperoleh tambahan penghasilan keluarga.

Jaman reformasi ditandai oleh tumbangnya Orde Baru dan kobaran semangat demokratisasi, kebebasan berpolitik dan otonomi daerah. Di bidang ekonomi, baru 1 dekade setelah dimulainya era reformasi (tahun 1997 – 1998) baru muncul visi ekonomi ke depan yaitu visi 2030. Sebelumnya, mungkin politikus menciptakan presepsi bahwa ekonomi akan membaik jika jumlah anggota legislatif, team anti korupsi, dewan penasehat presiden dan pelaku politik bertambah. Ekonomi (GDP) tumbuh sekitar 3% - 7% per tahunnya dari US$ 880 per kapita menjadi US$ 1.490 (US$ 1 = Rp 9.150) antara tahun 2000 sampai 2006. Kalau dihitung dengan US$ selama 6 tahun GDP per kapita Indonesia naik 69%!!! Tetapi kenapa makin banyak yang sengsara, beban hidup semakin berat, perlu adanya pembagian beras miskin (raskin) dan operasi pasar? Harga bahan pokok dan non-pokok naik berlipat ganda kendatipun tingkat inflasi hanya sekitar 5% (tetapi pernah 17% sekali dalam kurun waktu 5 tahun itu). Dalam 5 tahun belakangan ini beras sudah naik dua kali lipat. Juga gula, jagung, gula, rumah, minyak goreng, minyak tanah, coklat, kedele, ikan asin dan sederet lagi. Kalau tolok ukurnya diganti dengan emas maka GDP per kapita tahun 2000 adalah 99 gram emas turun menjadi 71 gram emas. Emas naik dari Rp 100.000 per gram di tahun 2000 menjadi Rp 200.000 per gram di tahun 2007. Dalam ukuran emas, GDP per kapita Indonesia turun 29%!. Kalau kita percaya bahwa emas mempunyai korelasi dengan harga barang maka wajar kalau kualitas hidup, kualitas kemakmuran turun 29%.

Lalu bagaimana dengan angka-angka statistik yang mengatakan bahwa inflasi Indonesia hanya sekitar 5%? Tanyakan saja pada yang membuat statistik. Tetapi Mark Twain mengatakan: “There are lies, damn lies and statistics” – Ada tipuan, ada tipuan canggih dan ada statistik. Pembaca akan melihat lebih banyak lagi dalam tulisan ini bukti-bukti statistik yang tidak lain kebohongan canggih. Kata-kata Mark Twain ini menjadi nyata kalau kita melihat pertumbuhan ekonomi di jaman Orba.


Masa Orde Baru – Jaman Pelita, Tinggal Landas dan Nyungsep
Secara sederhana jaman Orba bisa disebut jaman dimana harga-harga tinggal landas dan ekonomi akhirnya nyungsep. Mulainya Orde Baru (Orba) ditandai dengan beberapa hal penting dibidang keuangan dan pembangunan. Di bidang moneter, uang Orla dihapuskan dan Rp 1000 (Orla) menjadi Rp 1 (Orba) pada bulan Desember 1965. Sebabnya (mungkin) untuk mempertahankan arti kata jutawan. Seorang jutawan seharusnya mempunyai status sosial/ekonomi yang tinggi di masyarakat. Tetapi pada saat itu mengalami penggerusan makna. Untuk menggambarkan situasinya, tahun 1964 uang Rp 1000 (Orla) bisa untuk hidup sekeluarga 1 hari. Tetapi tahun 1967 uang itu hanya bisa untuk beli sebungkus kwaci. Sulit bagi orang awam untuk menerima kenyataan yang sudah berubah dalam waktu yang demikian singkat. Seorang jutawan tadinya berarti kaya raya berubah maknanya menjadi pemilik 1000 bungkus kwaci. Hal ini hanya berlangsung dalam kurun waktu 3 tahun dari tahun 1964 sampai 1967, cepat sekali.

Pemotongan nilai nominal dari Rp 1000 (Orla) ke Rp 1 (Orba) bisa juga dikarenakan gambar Sukarno pada design uang Orla itu sudah membosankan. Itu hanya rekaan saya saja. Yang tahu pastinya hanya para pejabat di Bank Indonesia pada saat itu.

Awal dari Orba, mahasiswa melakukan tuntutan yang dikenal dengan Tritura (tiga tuntutan rakyat) yaitu Bubarkan PKI, Bentuk kabinet baru dan Turunkan harga. Untuk membubarkan PKI dan membentuk kabinet sangat mudah. Tetapi untuk menurunkan harga? Tidak pernah terjadi sampai Orba tumbang 3.5 dekade kemudian. Bahkan walaupun beberapa mentri yang duduk di kabinet Orba selama beberapa masa bakti dulunya adalah aktifis mahasiswa yang meneriakkan Tritura, harga-harga tidak pernah turun. Itu fakta. Saya tidak tahu apakah mereka lupa atau tuntutan itu tidak penting bagi.

Pembangunan di jaman Orba direncanakan melalui tahapan 5 tahun yang dikenal dengan Pembangunan Lima Tahun atau Pelita. Pertumbuhan ekonomi melesat, 7% - 10% katanya. Karena tingginya angka pertumbuhan itu, maka menjelang pertengahan dekade 90an, mulai dihembuskan istilah tinggal landas, swasembada pangan, sawah sejuta hektar dan entah apa lagi. Tetapi tidak lama kemudian pada tahun 1997-1998, mungkin karena keberatan beban, pada saat tinggal landas, terpaksa nyungsep, import pangan, kurang pangan dan nasib sawah sejuta hektar entah bagaimana.

GDP pada awal Orde Baru (katakanlah menjelang tahun 1970) adalah $ 70 per kapita. Pada saat Orde Baru digantikan Orde Reformasi GDP Indonesia menjadi $ 880 per kapita (tahun 2000). Jadi selama 30 tahun naik 12,6 kali lipat!!! Hebat?? (dengan tanda tanya). Saya pertanyakan pujian untuk Orde Baru karena selama 30 tahun itu keluarga saya, tetangga saya, handai taulan tidak bertabah kemakmurannya sebanyak 12,6 kali lipat. Dua kali lipat pun tidak. Bagaimana mungkin lebih makmur kalau pada awal Orba tarif bus dalam kota di Jakarta adalah Rp 15 dan pada akhir Orba Rp 1000, naik 7500%!! (Sekarang, 10 tahun kemudian sudah Rp 2500).
Mungkin anda membantah bahwa rupiah tidak bisa dijadikan ukuran. Oleh sebab itu kita gunakan tolok ukur uang yang tidak ada tanda tangan gubernur bank sentral, yaitu emas. Tahun 1970 harga emas adalah $35/oz atau $1.13/gram. Jadi dalam emas, GDP Indonesia adalah 79 gram per kapita. Sedangkan 30 tahun kemudian, tahun 2000 beranjak ke 99 gram per kapita. Hanya 25% selama 30 tahun. Lalu bagaimana dengan pertumbuhan super selama 30 tahun itu? Kok cuma 25% saja? Itulah statistik, bentuk tipuan yang canggih, seperti kata Mark Twain.

Catatan: Tidak hanya rupiah yang tergerus nilainya tetapi juga US dollar!

Masa Orde Lama- Jaman Revolusi Berkepanjangan
Sebut saja uang Orde Lama untuk uang rupiah yang beredar sesudah kejadian pemenggalan satu (1) angka nol. Dimulai pada 25 Agustus 1959, dan ditandai dengan tindakan pemerintah menurunkan nilai uang Rp 500 menjadi Rp 50 dan Rp 1000 menjadi Rp 100. Uang rupiah yang beredar sebelum tanggal 25 Agustus 1956 (sebut saja uang hasil rekayasa Gunting Sjafruddin atau GS) ditukar dengan dengan uang rupiah Orla. Dan Rp 500 GS diganti dengan Rp 50 Orla. Jadi angka nol nya hilang satu. Bukan itu saja, simpanan giro yang ada di bank dibekukan dan deposito di atas Rp 25.000 dijadikan deposito berjangka panjang. Saya menyebutnya sebagai penyitaan untuk negara. Karena 8 tahun kemudian uang yang Rp 25.000 itu hanya cukup untuk membeli 3 bungkus kwaci.

Slogan seperti “Revolusi belum selesai” pada saat itu sering terdengar. Saya tidak tahu apakah slogan itu bermakna bahwa akhir dari revolusi itu identik dengan kemakmuran “gemah ripah loh jinawi”. Dalam hal kemakmuran, seingat saya, kalau di tahun 1960 anjing saya bisa makan 0,25 kg daging per hari dan tahun 1966 saya harus makan dengan lauk 1 telor ayam kampung dibagi 3 orang. Dengan kata lain, sebenarnya pada awal-awal dekade 60an, boleh dikata kemakmuran cukup baik, tetapi kemudian merosot terus, karena banyak tenaga dan usaha diarahkan ke Trikora, Dwikora dan melanjutkan revolusi (apapun artinya). Puncak penghancuran ekonomi menjadi lengkap ketika G30S meletus dimana banyak petani dan pekerja yang tergabung dalam organisasi di bawah naungan PKI dihabisi dan mesin ekonomi macet karena fokus masyarakat tertuju pada ganyang PKI dan akibatnya ekonomi babak belur.


Masa Uang Gunting Sjafruddin
Masa uang rupiah “gunting Sjarifuddin” dimulai pada bulan Maret 1950 sampai dihapuskannya dan digantikannya dengan uang rupiah Orba tahun 1959. Yang dimaksud dengan gunting Sjarifuddin ialah keputusan pemerintah untuk menggunting pecahan mata uang rupiah di atas Rp 5 menjadi dua. Potongan bagian kanan tidak berlaku dan potongan sebalah kiri berlaku dengan nilai hanya setengahnya. Dan rupiah pun didevaluasi dari Rp 11,40 per US$ menjadi Rp 45 per US$. Artinya harga emas naik dari Rp 13 per gram menjadi Rp 51 per gram. Pada waktu itu keadaan jadi heboh. Pengumuman sanering (pengguntingan uang) ini dilakukan melalui radio dan pada saat itu tidak banyak yang memiliki radio. Sehingga mereka yang tahu kemudian berbondong-bondong memborong barang. Yang kasihan adalah para pedagang, karena barang dagangannya habis, tetapi ketika mereka hendak melakukan kulakan uang yang diperolehnya sudah turun harganya. Modalnya susut banyak. Tetapi, bukan hanya pedagang yang rugi, tetapi semua orang yang memiliki uang. Nilai uang susut paling tidak 50% dalam sekejap saja.

Antara tahun 1950 sampai tahun 1959, walaupun Bank Indonesia melakukan pembantaian terhadap para pedagang, penabung, pemilik uang di tahun 1950, tetapi kalau saya lihat, Indonesia masih tergolong makmur, dibanding dengan kondisi sekarang, jaman reformasi. Indikator saya ialah banyaknya mahasiswa yang berani berkeluarga dan punya anak pada saat mereka masih kuliah. Pada jaman reformasi ini, untuk berkeluarga, seorang mahasiswa harus lulus dan bekerja beberapa tahun dulu. Artinya, dulu lebih makmur dari sekarang dan indikasinya adalah banyak mahasiswa bisa bekerja dan memperoleh penghasilan yang bisa menghidupi keluarga.


Masa ORI dan Perang Kemerdekaan – Merdeka Mencetak Uang Semaunya
Masa yang paling kacau adalah mulai dari pendudukan Jepang sampai masa perang kemerdekaan. Terlalu banyak otoritas keuangan (baca: Bank Sentral). Bermacam-macam uang dikeluarkan selama periode ini. Dari uang pendudukan Jepang yang dikeluarkan beberapa bank, uang NICA (pendudukan Belanda), uang daerah Sumatra Utara, Banten, Jambi, dan deret lagi di daerah repupblik. Bahkan di Yogya ada paling tidak dua jenis, yaitu yang dikeluarkan oleh Pakualaman dan oleh Kraton Yogya. Kita bicara saja uang republik yang paling resmi yaitu ORI – Oeang Republik Indonesia, walaupun sebenarnya uang-uang lainnya berlaku (kecuali uang pendudukan Jepang yang ditarik pada tahun 1946). Ketika ORI dikeluarkan dengan dektrit no 19 tahun 1946 pada tanggal 25 Oktober 1946 mempunyai nilai tukar terhadap uang sejati (emas) Rp 2 = 1 gram emas. Jadi Rp 1 ORI pada saat dikeluarkan punya nilai dan daya beli setara dengan Rp 100.000 uang sekarang (tahun 2007).

Pada saat dikeluarkannya, mungkin bank sentral republik waktu itu masih naif, (mungkin juga tidak) mereka membagikan Rp 1 kepada setiap warga negara, anak-anak, pemuda, orang tua, semua dapat bagian. Mertua saya menceritakan betapa senang dia mendapat uang itu bagai mendapat durian runtuh. Dia pakai untuk jajan. Awalnya uang Rp 1 ORI bisa dipakai untuk beli nasi dan lauk pauknya beberapa porsi. Setelah beberapa hari pedagang menaikkan harga-harga. Tindakan para pedagang bisa dimaklumi karena uang tidak enak dan tidak mengenyangkan, lain halnya dengan makanan atau pakaian yang mempunyai manfaat yang nyata.

Saya katakan jaman itu sebagai jaman kebebasan mencetak uang, contohnya ialah, pada tahun 1946 pecahan terbesar adalah Rp 100. Tahun 1947 pecahan terbesar naik menjadi Rp 250, kemudian dicetak lagi Rp 400 pada tahun 1948. Tidak hanya itu, banyak daerah seperti Sumatra Utara, Jambi, Banten, Palembang, Aceh, Lampung dan entah mana lagi juga mengeluarkan uangnya sendiri. Bahkan, kata mertua saya, di Jogya, ada dua uang daerah, yaitu yang dikeluarkan oleh Pakualaman dan yang dikeluarkan Keraton Jogya. Tidak heran kalau harga-harga tidak terkendali. Sebagai patokan, pada saat ORI dikeluarkan, nilai tukarnya terhadap uang sejati (emas) 1gr emas = Rp 2 dan setelah gunting Sjafruddin diberlakukan 1 gr emas = Rp 51 hanya dalam kurun waktu 4 tahun.


Masa Jaman Nornal
Nama resminya yang diberikan oleh para penulis buku sejarah adalah jaman penjajahan Belanda. Sedangkan oleh kakek nenek yang berumur di atas 80 tahun, jaman itu disebut jaman normal, terutama pada periode sebelum tahun 1930an. Bisa dimengerti bahwa para penulis buku sejarah yang direstui oleh pemerintah memberi nama yang berkonotasi negatif, karena untuk mendiskreditkan pemerintahan yang lalu (Belanda). Dan Belanda yang tidak ikut menyusun buku sejarah Indonesia, tidak bisa membela diri. Seperti halnya dengan kata Orde Lama, bernada negatif karena nama itu adalah pemberian pemerintahan berikutnya (Orba) dan pada saat penulisan sejarah itu politikus Orla sudah disingkirkan habis-habisan pada saat pergantian rejim. Berbeda halnya dengan jaman Reformasi, walaupun ada pergantian rejim, nama Orba masih dipakai karena masih banyak anasir-anasir Orba yang bercokol di dalam Orde Reformasi. Jadi sulit nama Orba ditukar menjadi Orde Lepas Landas Nyungsep, atau nama yang konotasi negatif lainnya.

Jaman penjajahan Belanda walaupun nama resminya berkonotasi negatif, kakek nenek kita menyebutnya dengan nama yang megah yaitu Jaman Normal. Seakan-akan Jaman Revolusi, Jaman Sukarno atau Jaman Orba, tidak bisa dikategorikan sebagai jaman yang normal. Memang demikian. Ciri Jaman Normal menurut mereka ialah harga barang tidak beranjak kemana-mana alias tetap. Hanya bapak yang kerja dan bisa menghidupi anak sampai 12 dan istri. Cukup sandang dan pangan. Gaji 1 bulan bisa dipakai foya-foya 40 hari (artinya tanpa harus menghemat, mereka masih bisa menabung). Dibandingkan dengan kondisi sekarang, ibu dan bapak bekerja untuk membiayai rumah dengan anak 2 orang dan masih mengeluhkan gaji yang pas-pasan.

Merasa masih penasaran dengan tingkat kemakmuran masa itu, saya tanyakan kepada mertua, berapa harga rumah dan makan dengan lauk yang wajar. Harga rumah di Kali Urang 1000 Gulden. Makan nasi dengan lauk, sayur dan minum 0,5 sen. Dengan kata lain harga rumah dulu adalah setara dengan 200.000 porsi nasi rames. Kalau sekarang harga nasi rames Rp 10.000 dan dianggap bahwa harga rumah yang bagus di Kali Urang setara dengan 200.000 porsi nasi rames, maka harga sekarang adalah Rp 2 milyar. Kira-kira itulah harga rumah yang bagus di daerah itu. Jadi kalau rata-rata 1 keluarga terdiri dari 2 orang tua dan 10 orang anak dan bisa makan foya-foya selama 40 hari, pasti penghasilannya setara dengan 4,8 juta sampai 14,4 juta lebih, karena faktor foya-foya harus diperhitungkan. Ayah dari mertua saya adalah guru bantu. Gajinya 50 gulden per bulan atau setara dengan 10.000 porsi nasi rames. Jumlah ini mempunyai daya beli setara dengan Rp 100 juta per bulan uang 2007 (nasi rames Rp 10.000 per porsi). Dengan penghasilan seperti itu, istri tidak perlu kerja.

Gaji pembantu waktu itu 75 sen per bulan atau setara dengan 150 porsi nasi rames. Berarti berdaya beli setara dengan Rp 1,5 juta uang saat ini.

Kita bisa telusuri terus gaji-gaji berbagai profesi pada masa itu. Kesimpulannya bahwa daya beli waktu itu tinggi. Jadi tidak heran kalau jaman penjajahan dulu disebut jaman normal (artinya jaman lainnya tidak normal).


Catatan Akhir dan Renungan
Kalau ditanyakan mengenai kemakmuran kepada pelaku ekonomi, selama 80 tahun terakhir, yang disebut Indonesia atau dulunya Hindia Belanda, tidak semakin makmur bahkan sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi yang spektakuler yang dilaporkan data-data statistik mengikuti kaidah Mark Twain: There are lies, damn lies and statistics. Kalau anda merasa heran, kenapa orang percaya pada janji para politikus, kata Adolf Hitler: “Make the lie big, make it simple, keep saying it, and eventually they will believe it” (Buatlah kebohongan besar dan susunlah sesederhana mungkin, dengungkan terus dan akhirnya orang akan percaya). Setiap jaman di republik ini punya tema kebohongan. “Merdeka” dan “revolusi” jaman Sukarno, “Pembangunan”, “Lepas Landas” di jaman Suharto, dan “Demokrasi, Otonomi Daerah, Reformasi” jaman sekarang. Kalau janji demi janji didengungkan terus menerus seperti yang dilakukan Hitler dan mentri propagandanya Joseph Goebbels, orang akan percaya, kecuali orang yang berpikir dan menganalisa.

Kemakmuran tidak bisa diciptakan dengan membuat undang-undang atau aktifitas-aktifitas berpolitik. Apakah padi akan tumbuh lebih subur atau minyak sawit keluar lebih banyak karena para politikus dan birokrat bersidang lebih lama atau undang-undang bertambah banyak? Atau orang lebih banyak ikut partai politik, organisasi kedaerahan? Untuk orang berpikirnya sederhana seperti saya ini, padi hanya akan tumbuh subur, kebun hanya akan berbuah lebih banyak, pabrik hanya bisa menghasilkan sepatu yang lebih banyak dan baik kalau orang bekerja di sawah, kebun atau pabrik lebih effisien dan lebih giat. Jadi kalau selama 6 dekade trendnya bukan terfokus pada aktifitas langsung untuk menaikkan kemakmuran, maka jangan mengharapkan hasil yang berbeda. Hanya orang gila atau idiot yang mengharapkan hasil yang berbeda sementara apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya sama. Itulah sebabnya saya skeptis bahwa GDP US$ 18.000 per tahun identik dengan kemakmuran. Saya tidak yakin kemakmuran akan dicapai dalam 2-5 dekade ke depan.

Sebagai penutup, saya minta anda merenungkan: “Kenapa uang semakin lama semakin besar nilai nominalnya, banyak nol nya?” Seperti uang Bosnia (salah satu wilayah Bosnia) ini.

Pertanyaan ini akan kita bahas di bagian ke II dari seri tulisan ini.