___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Monday, November 26, 2018

Mini Ice Age – Global Cooling


(Bagian – 1: Hoax Terbesar Abad 21 dan Kebenaran)
Dua atau tiga  dekade lalu anda sering dengar istilah yang menjadi sangat populer yaitu global warming. Katanya global warming ini akibat emisi gas-gas green house (gas rumah kaca). Tudingan gas rumah kaca itu tertuju pada CO2 sebagai akibat ulah manusia. Gas CO2 ini adalah emisi hasil pembakaran fossil fuel, bahan bakar fossil.

Ada yang pro yang suaranya lantang dan ada yang kontra, yang suaranya kurang terdengar. Dasar argumen kubu yang kontra adalah, bahwa kentutnya sapi yang merupakan gas methane juga gas rumah kaca yang dari dulu sejak tahun dal sudah dilepaskan lewat anus-anus sapi. Tidak hanya itu, methane itu lebih potent sebagai gas rumah kaca. Walaupun dengan argumen yang kuat ini, walaupun suara kubu kontra ditekan lewat keras-kerasan suara teriakan. Banyak politikus yang tentu saja tidak punya ilmu yang cukup untuk membuat analisa hal seperti ini, menyuarakan gagasan global warming. Kubu global warming memperlakukan persaingan ini seperti kontes popularitas. Bukan sebagai debat ilmiah untuk mencari kebenaran.

Salah satu pemandu sorak dari kubu global warming adalah mantan wakil presiden US, Al Gore. Tahun 2006 dia menulis dan membintangi film yang berjudul An Inconvenient Truth. Dan film ini memperoleh hadiah Oscar untuk Best Documentary Feature dan Best Original Song. Artinya film ini dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan/untuk memperoleh respon yang baik dari masyarakat. Dana banyak dikucurkan ke kubu ini. Dukunganpun semakin banyak. Undang-undang pembatasan emisi karbon, pajak karbon semakin banyak diadopsi di banyak negara. Negara-negara yang meratifikasi pejanjian pembatasan emisi karbon semakin banyak.

Global warming adalah hoax terbesar pada abad 21. Penyebarnya adalah para politikus. Kalau dulu EOWI sering mengatakan bahwa: “ada penipu, ada penipu ulung, ada politikus dan ada Cut Zahara Fona”, nampaknya para politikus seperti Al Gore sekarang bisa menyaingi penipu kelas Cut Zahara Fona. Apakah peningkatan kualitas politikus ini benar? Tunggu sampai ada Cut Zahara Fona, Joko Suprapto atau Raja Idrus – Ratu Markonah yang baru.

Tetapi kebenaran tidak diperoleh dari kontes popularitas. Ilmuwan sejati yang tentu condong dan berpihak pada data serta argumen yang logis, tetap bersikukuh memnyodorkan data-data yang otentik dan membatah data-data yang dimanipulasi oleh para politikus, hoax atau propaganda ala An Inconvenient Truth. Dampaknya sudah mulai terlihat. Perlahan-lahan istilah global warming berganti menjadi climate change. Perhatikan perubahan istilah ini. Dan……, bukan tidak mungkin nanti istilah climate change berubah menjadi global cooling atau mini ice age.

Mini ice age bukan lah hal yang baru. Sebelumnya pernah terjadi kira-kita antara tahun 1400 – 1800. Tepatnya, kapan dimulai, kapan berakhir dalam perdebatan para pakar. Tentu saja demikian karena mini ice age merupakan proses yang cukup lama menurut ukuran umur manusia. Dari semua itu yang tercatat dalam sejarah di tahun 1645 – 1715, pada musim dingin di Eropa, banyak sungai-sungai yang membeku, seperti sungai Thames di London.

Berbeda dengan kubu global warming, modelnya sulit diterima, seperti dasar terjadinya global warming adalah CO2 akibat kegiatan manusia. Benarkah meningkatnya kadar CO2 di atmosphere akan menyebabkan kenaikkan suhu bumi?

Kenyataan saat ini adalah sebaliknya. Beberapa gejala sudah nampak akan munculnya mini ice age dimasa mendatang. Bahkan mungkin tahap awalnya sedang berlangsung. Ini akan lebih memperkuat posisi kubu global cooling.  Sedangkan kubu global cooling punya dasar eksperimen laboratorium untuk memperkuat modelnya. Bisa saja ada kompetisi andata global warming yang disebabkan CO2, tetapi faktor-faktor yang mempengaruhi global cooling nampaknya akan lebih mendominasi.

Walaupun kita mungkin tidak mengalami bottom atau bagian ekstrim dari mini ice age ini setidaknya kita akan mengalami proses global coolingnya sendiri. Tidak hanya itu, sebagai orang tua, kita bisa mempersiapkan anak-anak dan cucu-cucu menghadapi periode global cooling.

EOWI ingin menyentuh beberapa aspek dari dampak global cooling terhadap manusia serta peluang-peluang apa yang terbuka dimasa depan.


Data dan Fakta

Salju Di Gurun
Beberapa tahun terakhir ini kita mendengar turunnya salju di Saudi Arabia. Kalau turunnya di wilayah Tabuk yang berada di utara dekat dengan Jordania, Syria dan Israel, kita tidak perlu heran. Ini terjadi tahun 2016 pada bulan Desember. Tetapi jika salju ini turunnya di Mekkah dan Madinah serta wilayah-wilayah di daerah itu lain ceritanya. Tahun 2014, 2016 dan 2018 hujan es melanda Mekkah dan atau Madinah. Ini baru cerita yang seharusnya membuat kita mempertimbangkan lagi, apakah kejadian ini akan berlanjut dan merupakan awal dari suatu proses yang panjang.



Mekkah turun salju tahun 2016 (https://youtu.be/3FSGKg4MdRQ)



Mekkah Turun salju tahun 2014 (https://youtu.be/8Htlc9GfM48)



Jalan antara Mekkah dan Madinah 2016 (https://youtu.be/EkHv349AK2o)



Hujan es di Saudi Arabia 2018 (https://youtu.be/66Px2grmB3c)

Perhatikan reaksi orang-orang di video ini, kelihatan norak, karena mengalami hal yang baru.

Penebalan Lapisan Salju di Greenland
Salju glacier di kutub utara, termasuk Greenland mempunyai dinamika siklus tahunan. Pada musim panas, salju glacier mencair dan mengalir ke laut dari bulan Juni sampai Agustus. Pada bulan-bulan ini glacier di Greenland menyusut karena glacier yang cair mengalir ke laut bukan tetap di daratan. Tetapi kemudian dari bulan September ke bulan Mei dengan turunnya salju, es dan hujan yang membeku, akumulasi terjadi lagi dan lapisan es glacier menebal kembali. (Lihat chart berikut)


Chart-1
Untuk mengamati apakah salju glacier di Greenland dari tahun ke tahun menyusut (menunjukkan global warming) atau menebal (menunjukkan global cooling), dapat dilakukan pengukuran pada setiap bulan September. Jika ada kenaikkan maka itu menunjukkan global cooling dan jika ada penyusutan, maka itu global warming.

Tiga  orang ahli cuaca Denmark, Dr Ruth Mottram, Dr Peter Langen and Dr Martin Stendel dari Danish Meteorological Institute (DMI) di Copenhagen, menunjukkan bahwa tahun 2011 – 2012 pun ada surplus endapan salju sekitar 50 G-ton. Artinya pada tahun itu antara salju yang mencair dengan curah salju, masih lebih banyak salju diendapkan di tanah Greenland. Dan untuk tahun 2016 – 2017 surplusnya semakin banyak yaitu 550 G-ton. Jadi salju di Greenland sebenarnya menebal dan meluas sejak 2011 dan mungkin mengalami percepatan. Walaupun demikian penambahan massa glacier tahun 2016 – 2017 ini masih dalam kisaran statistik selama 30 tahun, antara 1981 – 2010 (area berwarna abu-abu). Jadi untuk mengatakan global cooling masih terlalu dini. Kita bisa mengatakan bahwa trendnya mengarah pada global cooling, bukan global warming. Dan saat ini masih dalam phase awal.

Chart-2


Teori Gas Rumah Kaca vs Teori Aktivitas Matahari

Kubu global warming mempunyai argumen bahwa CO2 hasil pembakaran fossil fuel adalah gas rumah kaca, yang akan menahan panas matahari yang jatuh ke bumi dan menghambat pelepasannya keluar atmosfir bumi. Jadi dengan bertambahnya gas rumah kaca maka panas dari sinar matahari akan terkungkung di dalam atmosfir bumi. Teorinya demikian sederhana dan mudah dicerna oleh orang awam dan politikus. Oleh sebab itu teori ini mendapat banyak dukungan dari orang awam dan politikus. Politikus yang otaknya pas-pasan menjadi corong kubu ini. Dana dikucurkan untuk kampanye mitigasi global warming dan untuk usaha-usaha/program menahan laju global warming. Bahan bakar ramah lingkungan dan segala macam program tetek-bengek, dari mulai konfrensi sampai pembuatan peraturan, undang-undang serta program yang mendorong penggunaan green energy dijalankan untuk mengurangi emisi CO2

Teori sunspot cycle adalah yang dijadikan pegangan bagi kubu global cooling.

Aktifitas matahari tidak selalu konstan. Pada masa aktif dan sibuknya matahari mengeluarkan letupan-letupan atau badai di permukaan yang ditandai dengan peningkatan aktivitas magnetik. Bagian-bagian matahari yang aktif ini disebut sunspots karena bentuknya seperti bintik-bintik di matahari. Letupan-letupan ini menghasilkan solar wind (angin matahari) yang memancar keluar dan menerpa salah satunya bumi.

Solar wind pada dasarnya terdiri dari proton (ion hidrogen) dan ion helium (sinar alpha). Dalam banyak hal partikel-partikel/atom bermuatan ini punya peran yang penting dalam melindungi bumi dari radiasi sinar kosmik (cosmic rays) yang banyak mengandung sinar gamma yang mempunyai energi tinggi. Sinar kosmic ini yang berasal dari ledakan nova dan supernovae.

Permukaan bumi sendiri terlindung dari solar wind karena adanya medan magnit bumi.

Gambar di bawah ini bisa memberi illustrasi tentang solar wind, cosmic rays dan medan magnet bumi.

Illiustrasi-1

Beberapa ilmuwan Denmark lainnya seperti Henrik Svensmark dari Technical University of Denmark, baru-baru ini bisa menunjukkan bahwa partikel-partikel terionisasi bisa memicu terbentuknya inti titik-titik air yang hasil akhirnya adalah pembentukan awan. Dengan kata lain partikel terionisasi membantu pembentukan awan.

Penemuan ini ada kaitannya dengan sinar kosmik, dimana sinar kosmik yang berenergi tinggi ini masuk ke atmosfir akan menghantam atom-atom di udara dan membuat atom-atom ini bermuatan, alias menjadi ion. Selanjutnya ion-ion ini akan membantu pembentukan awan.

Oleh sebab itu, pada saat aktivitas matahari berkurang, sinar kosmik banyak yang masuk ke bumi, pembentukan awan akan lebih mudah. Dan selanjutnya bisa ditebak. Sinar matahari terhalang untuk menerpa permukaan bumi karena awan. Awan-awan yang berwarna putih itu memantulkan cahaya matahari keluar bumi. Inilah yang menyebabkan suhu bumi mendingin.

Sunspot cycle punya rentang siklus antara 9.5 – 12 tahun (Chart-3). Satu setengah abad yang lalu panjang siklus ini sekitar 11.5 – 12 tahun. Tetapi dengan perjalanan waktu secara perlahan-lahan siklus ini memendek, dan yang terpendek adalah sekitar 9.5 tahun yaitu pada tahun 1986 – 1996. Setelah itu siklus ini ada tanda-tanda kembali memanjang.

Chart-3

Tadi disebutkan bahwa sunspots, solar wind, berkaitan dengan berkurangnya potensi terbentuknya awan, dengan demikian assosiasinya adalah bertambah panasnya bumi. Panjang-pendek siklus berhubungan langsung dengan pancaran solar wind. Oleh sebab itu diharapkan panjang-pendeknya siklus sunspot punya korelasi yang dekat dengan perubahan suhu rata-rata bumi.

Chart-4 sejalan dengan hipotesa di atas. Pada Chart-4 ini juga diplot kadar CO2 yang jelas sekali tidak bisa dikorelasikan ke suhu bumi. Chart-4 ini jelas sekali mendukung hipotesa sunspot cycle dan menumbangkan hipotesa gas rumah kaca dalam kaitannya dengan pemanasan bumi.

Chart-4

Banyak ilmuwan dari kubu global cooling masih tawadhu (modest) dengan mengatakan bahwa ilmu mereka masih belum cukup dan banyak yang belum diketahui mengenai iklim dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Walaupun demikian, itu tidak menghalangi mereka untuk membuat ekstrapolasi, seperti yang ditunjukkan pada Chart-3. Menyimpulkan bahwa dalam masa 5 – 10 dekade mendatang pola sunspot cycle akan membentuk minimum seperti Maunder Minimum yang selanjutnya menyebabkan mini ice age, adalah terlalu dini. Kecuali para ilmuwan punya predictive sun activity model, maka ekstrapolasi semacam ini bisa disebut spekulasi. Walaupun itu termasuk educated guess yang tidak bisa dibantah atau dikukuhkan. Andaikata mini ice age terjadi, titik nadirnya akan berkisar pada tahun 2050 – 2100. Masih lama. Tetapi apa yang akan terjadi pada masa transisi, itu yang amat penting. Karena pada masa itu banyak perubahan-perubahan yang akan terjadi. Perubahan dari normal yang lama ke normal yang baru. Itu menjadi daya tarik tersendiri. Curah hujan meningkat. Tanah longsor, bahkan ada yang berpikir gempa bumi dan letusan gunung berapi akan sering terjadi. Apakah anda dan anak anda siap?


Kita sudahi dulu dongeng ini. Insya Allah akan dilanjutkan dengan bagian selanjutnya. Jaga kesehatan anda baik-baik dan juga tabungan anda.

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.