___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Friday, January 31, 2014

US Dollar di Tahun 2014




Selamat jumpa lagi pembaca EOWI. Sudah lama blog ini tidak aktif. Dengan 9 ekor anjing besar (doberman, golden retriever dan Doberman-Golden Retriever mix) waktu saya praktis tersita untuk mereka, setelah pengasuh (pemelihara) mereka keluar.  Beberapa kali ada yang mengisi lowongan ini, tetapi hanya bisa bertahan 3-4 bulan. Waktu sepanjang itu hanya cukup untuk melatih mereka memelihara anjing. Karena lama tidak ada yang mendisiplinkan mereka, maka sekarang anjing-anjing ini agak nakal dan susah dikontrol. Apa lagi pada musim hujan ini, saya mengalami kesulitan mengolah-ragakan mereka karena seringnya hujan. Sebagai konsekwensi, mereka buang air tidak pada tempatnya, hyperaktif, melampiaskan energi dan frustrasi mereka pada barang-barang yang ada. Pagar-pagar, pintu-pintu rusak karena mereka.

Beberapa waktu (beberapa tahun lalu), saya pernah mengatakan bahwa krisis global berikutnya setelah krisis subprime mortgage dari US dan disusul oleh krisis perumahan dari Eropa, harga US$ akan mencapai Rp13,000. Kisarannya antara Rp 13,000 – Rp 17,000 per US$. Nampaknya US$ akan sangat mudah menembus level itu. Krisis belum mulai (mungkin Indonesia sudah mencuri start) rupiah sudah terpuruk ke level Rp 12,250 per dollar US.

Kwartal II tahun 2013 lalu saya melakukan shorting terhadap rupiah dengan jalan meminjam rupiah ke bank, agunan deposito dollar. Di kalangan perbankan cara ini dikenal dengan nama kredit back-to-back. Dengan kenaikan nilai US$ terhadap Rp sekitar 25%, masih ada keuntungan yang cukup lumayan. Adapun yang memicu saya melakukan shorting ini, bahwa saya melihat bottom dari US$ thd Rp sudah lewat, yaitu di tahun 2011 pada lewel Rp 8400an. Itu dan beberapa hal lain seperti penurunan harga emas dan bahan tambang serta perlambatan di Cina, membuat saya agak aggressif untuk shorting rupiah. Saya termasuk yang terbuka tentang investasi yang saya lakukan. Jadi beberapa teman saya tahu move saya ini. Entah apa sebabnya, beberapa diantara mereka mencari/pindah kerja yang bergaji dollar. Perusahaan saya di tahun ini kehilangan 2 senior operation geologist, 2 wellsite geologist, 2 drilling superintendent. Jumlah itu cukup besar bagi sebuah perusahaan yang kecil.

Menjelang akhir tahun, ketika mengamati chart US$-Rp, saya melihat ada beberapa hal yang membuat saya agak ragu mengenai perjalanan koreksi rupiah dan targetnya terutama kalau dikaitkan denga Idiot wave. Saya tidak terlalu percaya dengan Idiot wave, sehingga saya sering mencari alasan fundamentalnya. Untuk kasus US$/Rp ini ada satu pertanyaan penting yang mendasar dan penting sekali yang bisa ditarik dari chart US$-Rp di bawah ini. Bisakah US$ mencapai kisaran Rp 16,000 – Rp 19,000 dalam 24 bulan mendatang? Fundamental apa yang mendasarinya? Level ini adalah level wave-3 (lihat Chart-1). Ini masih wave-3 lho. Masih ada wave-5.


Teknikal

Secara teknikal Idiot wave, US$ mencapai titik bottomnya di Rp 8,419. Kemudian rally wave-1 sampai ke Rp 11,442. Wave-2 berakhir di Rp 11,066 atau 12.5% retracement. Kemudian rally berlanjut sampai artikel ini diturunkan (Rp 12,250).

Pengintepretasian Idiot Wave seperti ini tidak ideal dan menimbulkan keraguan. Keraguan pertama: Fibonacci retracement 12.5% adalah sangat jarang. Biasanya 38% atau lebih besar lagi (50% atau 62%).

Kalau hitungan Idiot Wave ini benar, maka wave-3 bisa membawa US$ ke Rp 16,000 – Rp 19,000. Besarnya wave-3 bisa mencapai 1.65 x wave-1 atau 2.63 x wave-1.

Kemudian, setelah wave-4 yang katakanlah 50% retracement, akan ada wave-5, yang punya potensi membawa US$ ke level Rp 17,000 sampai Rp 18,500 atau Rp 20,000.

Menurut asumsi saat ini, US$-Rp sudah pada wave-3. Asumsi ini bisa salah, dan bisa saja saat ini US$-Rp masih pada wave-1. Kalau demikian halnya, maka koreksi wave-2 bisa membawa US$-Rp ke level Rp 10,000 – Rp10,500. Waktu akan memastikannya.


















Chart - 1



Long term chart US$ vs. Rp juga sudah menunjukkan bahwa sudah saatnya US$ akan naik terhadap rupiah (lihat Chart-2). 


  
















Chart - 2


Fundamental

Pada dasarnya saya tidak suka analisa teknikal, karena analisa seperti ini sejatinya bukan analisa melainkan utak-utik/gothak-gathuk grafik yang sama sekali tidak saintifik. Oleh sebab itu, analisa fundamental jauh lebih penting.

 Pada liburan Natal dan Tahun Baru ini, yang kebetulan hujan terus, saya punya waktu luang dan sempat melakukan riset fundamental sedikit. Fokusnya pada makro ekonomi Indonesia.


Pemerintah akan Roni

Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan larangan ekspor bijih tambang dan batu bara. Bijih tambang tidak boleh diekspor lagi, dan harus diolah di dalam negri menjadi bahan setengah jadi untuk bisa diekspor. Pelarangan ekspor bijih merupakan amanat Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batubara. Menindak lanjuti undang - undang ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No 7 'Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29/M-Dag/Per/5/ 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan. Dan untuk tahun 2014 ini pemerintah akan tegas tidak menunda pemberlakuan larangan ekspor bijih tambang.

Pemerintah, seperti biasanya, terlambat. Dulu beberapa kali pemerintah menaikkan harga eceran BBM 3 bulan sebelum harga minyak mentah dunia turun/anjlok. Keputusan itu seharusnya dilakukan jauh hari sebelumnya. Demikian juga keputusan pemerintah kali ini. Harga hard commodities, logam dasar akan turun lagi. Tidak hanya itu, ada peluang yang cukup besar bahwa di petengahan atau penghujung tahun 2014, dunia akan mengalami ressesi lagi (Ini cerita lain yang akan dibahas lain kali).

Besar peluangnya pemerintah akan roni, robah-robah niat. Ini hanya roni, bukan roni sukardi (robah-robah niat sukar ditebak). Karena kami di EOWI sudah (dan mudah) menebaknya. Pemerintah akan membatalkan sebagian atau seluruhnya dari aturannya. Mungkin tidak secara resmi, tetapi bisa juga melalui pembiaran, membiarkan perusahaan-perusahaan pertambangan mengekspor bijih tambang. Serta tidak akan ada tuntutan.


Apa ini Pembantaian Rupiah dan Para Penabung?

Kenapa EOWI berani menebak demikian? Alasannya karena kalau keinginan pemerintah ini diterapkan, maka tindakan ini identik dengan bunuh diri. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Ekspor bijih tambang ini, menurut data statistik adalah sekitar US$ 20 milyar tahun 2013. Jadi, kalau larangan ekspor ini dipaksakan maka pemasukkan US$ 20 milyar akan menguap. Sederhana saja. Kata pemerintah, realisasinya mungkin tidak US$ 20 milyar tetapi hanya US$ 6 milyar. Pertanyaannya adalah, apakah US$ 20 atau US$ 6 milyar itu banyak atau tidak?

Berikut ini (Chart-3) adalah chart yang berisi komponen Transaksi Berjalan dari Indonesia. Ada 2 komponen yang cukup besar, yaitu transaksi dari perdagangan Barang dan Pendapatan yang masing-masing bisa mencapai di atas US$ 5 milyar.

Sebelum tahun 2012, keduanya cukup berimbang dalam arti defisit Pendapatan bisa ditutup dengan surplus Perdagangan Barang. Sejak tahun 2012, dari kedua komponen ini, nampak jelas bahwa surplus neraca perdagangan Barang mengalami penyusutan dan menjadi defisit tetapi komponen defisit Pendapatan relatif tetap (tidak banyak berubah).



















Chart - 3


Untuk lebih jelasnya, EOWI mencoba untuk menerangkan komponen apa saja yang ada di dalam Perdagangan Barang dan Pendapatan.

Komponen utama dari Perdagangan Barang, intinya adalah ekspor dan impor barang termasuk barang tambang – migas dan non-migas, komoditi pangan, dsb. Kita tahu bahwa Indonesia adalah net importer migas, net importer pangan dan bahan baku pangan. Indonesia mamang bukan importir tahu, tempe, ayam dan telor ayam. Tetapi bahan bakunya, yaitu kedele dan pakan ternak adalah impor. Indonesia juga importer bawang putih, beras dan buah-buahan. Disamping itu, Indonesia juga mengekspor bijih tambang, seperti bijih nikel, tembaga, dan batu bara.

Harga barang yang diimpor, pangan misalnya, relative tetap atau turun sedikit. Sedangkan harga bahan tambang, sejak tahun 2011 mengalami penurunan, seiring dengan melambatnya ekonomi Cina (dan global) akan berlanjut terus dengan kecepatan, mungkin akan lebih kencang. Sebagai contohnya adalah harga nikel dan tembaga (lihat Chart-4 dan Chart-5 di bawah).




















Chart - 4



  
















Chart - 5


Tentu saja menurunannya harga komoditi-komoditi keras ini akan mempengaruhi harga bijihnya. Melambatnya perekonomian Cina dan global, akan menyurutkan permintaan bahan komoditi keras serta bahan non-pangan. Ekspor Indonesia yang terpukul tidak hanya bijih tambang dan batu bara saja, tetapi juga minyak sawit (bahan dasar sabun dan chemical lainnya). Orang bisa menunda pembelian mobil, pembelian rumah, perbaikan rumah dan barang-barang sekunder lainnya, tetapi orang tidak bisa menunda makan sampai 1-3 tahun ke depan atau tidak pergi ke tempat kerja (yang memerlukan bahan bakar). Jadi ekspor bahan pokok tetap bertahan. Inilah yang membuat surplus perdagangan berubah menjadi defisit.

Komponen terbesar kedua dari Transaksi Berjalan berikutnya adalah Pedapatan. Ini mempunyai komponen Pembayaran Deviden dan Bunga yang jumlahnya tidak dominan, dan yang dominan adalah Pendapatan Investasi Asing Langsung (perusahaan asing). Kalau ada perusahaan Indonesia, misalnya Ayam Suharti atau Wong Solo, yang punya cabang di Congo misalnya, maka pendapatan perusahaan itu di Congo akan dibawa ke Indonesia, dan bisa memperbaiki neraca Transaksi Bejalan. Tetapi jika banyak perusahaan asing di Indonesia yang membawa keluar keuntungannya, maka akan mempunyai nilai negatif terhadap Transaksi Berjalan. Dan saat ini per tahunnya besarnya sekitar US$ 26 milyar.

Chart-3 kurang informatif, dalam arti sulit melihat bahwa defisit Transaksi Berjalan semakin melebar. Chart-5 di bawah ini bisa memperlihatkan lebih jelas bahwa defisit Transaksi Berjalan Indonesia mulai pada kwartal III 2011. Ini hampir berbarengan dengan depresiasi rupiah (Chart-1).



















Chart - 6


Pangan Dalam Sorotan

Tahun 2013 diakhiri dengan kejutan cuaca. Salju melanda Vietnam, musim dingin parah melanda Amerika Serikat. Dan tahun 2014 diawali dengan kejutan juga. Di Indonesia banjir melanda dimana-mana. Australia dilanda gelombang panas sedangkan disudut lain USA dilanda gelombang dingin. Banjir tidak hanya melanda Indonesia, tetapi juga Brazil penghasil kedele.

Dengan adanya banjir di Indonesia, apa dampaknya yang paling nyata. Harga mie instant naik. Karena sumbangan-sumbangan korban banjir biasanya mie instant. Tentu saja ini hanya kelakar saja. Banjir menyebabkan banyak daerah pertanian rusak. Tanaman pangan rusak. Jadi untuk tahun 2014, bisa dikatakan 1 panen gagal atau tertunda. Disini belum ada asumsi bahwa panen berikutnya juga gagal gara-gara musim kemarau yang ekstrim. Kalau cuaca ekstrim di awal tahun, disusul dengan cuaca ekstrim di pertengahan tahun, maka genaplah sudah alasan untuk mengimpor pangan.

Saya tidak meramalkan harga bahan pangan dunia akan naik. Walaupun demikian, tetap saja, Indonesia harus mengimpor pangan. Satu alasan lagi bagi rupiah untuk terdepresiasi karena melebarnya defisit transaksi pembayaran.


Transaksi Modal & Finansial

Sampai saat ini yang kita bahas hanyalah transaksi berjalan, yang intinya perdagangan barang dan jasa, serta penerimaan/pengeluaran di luar investasi dan permodalan. Masuknya dana asing ke bursa saham, misalnya, tidak dimasukkan dalam kelompok transaksi berjalan. Aliran dana yang berkaitan dengan investasi, dikelompokkan sendiri di dalam Transaksi Modal dan Finansial. Misalnya ada dana masuk dari luar negri untuk dibelikan/diinvestasikan ke Obligasi Republik Indonesia (ORI) atau saham, karena dana ini harus dirupiahkan maka akan memicu kenaikan permintaan atas uang rupiah. Dengan demikian akan memberikan dampak penguatan nilai rupiah. Dan sebaliknya, jika dana investasi  asing yang masuk berkurang atau malah keluar dari Indonesia, maka akan memberi tekanan terhadap nilai rupiah.

Misal lain, seandainya perusahaan-perusahaan asing INCO, Newmont, Freeport, atau Antam memperoleh pinjaman luar negri untuk membangun smelter seperti yang ditetapka pleh pemerintah, mereka akan memasukkan dana investasi ke Indonesia. Ini akan memberi dampak positif bagi rupiah. Tentu saja pertanyaannya adalah, apakah pemerintah bisa memaksa mereka? Pemerintah bisa memaksa melalui negosiasi ulang kontrak pertambangan perusahaan-perusahaan ini, tetapi tentu ada kompensasinya. Membangun smelter atau melakukan ekspansi operasi dimasa harga produk yang akan dijual sedang mengalami penurunan, bukanlah ide yang baik. Harga komoditi tambang sedang turun dan belum stabil. Lihat saja, laba Inco misalnya turun hampir 80% untuk tahun 2013 (link). Perusahaan-perusahaan ini juga harus melakukan pengurangan produksi karena turunnya permintaan. Apakah tindakan ekspansi masih waras? Pada akhirnya pemerintah juga yang akan menerima kerugian.


Kalau dilihat besaran neraca transaksi modal/investasi mencapai $ 10 milyar selama beberapa tahun belakangan ini. Dan puncaknya ada pada kwartal IV 2012. Apakah tren ini akan berlanjut pada kwartal-kwartal ke depan?



















Chart - 7


Kita tidak perlu ribut berdebat, coba anda tanyakan kepada diri sendiri:

  1. Apakah defisit Transaksi Berjalan ini akan berbalik menjadi surplus untuk tahun 2014? Kalau berbalik, alasannya kenapa?
  2. Apakah depresiasi/appresiasi nilai rupiah ini berkaitan dengan defisit/surplus Transaksi Berjalan? Kalau demikian, bagaimana nasib rupiah di tahun 2014?
  3. Apakah akan ada peningkatan dana masuk untuk investasi di Indonesia untuk tahun 2014 dan 3 tahun ke depan?


Catatan: artikel ini mulai ditulis pada awal Januari 2014 dan terselesaikan di akhir Januari 2014, sehingga banyak perkembangan yang sudah terjadi dalam selang waktu tersebut.


Jakarta
Januari 2014



Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.