___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Saturday, February 15, 2014

Membangkitkan Ekonomi Dunia Yang Lesu: “QE Yang Gagal”



Semenjak terjadinya krisis Subprime 2007, sentral bank di semua negara yang terkena dampaknya, Eropa, Cina dan US memompakan liquiditas ke ekonomi dengan harapan bisa memulihkan ekonomi, mencegah pengempisan bubble. Pemompaan liquiditas dikenal dengan Quantitative Easing (QE). Sejak saat itu selama 7 tahun perlahan-lahan ekonomi diberitakan membaik dan usaha the Fed dicitrakan berhasil. Salah satu tolok ukurnya adalah angka pengangguran di US menurun dari 10% menjadi hampir 6.5% setelah 6 - 7 tahun menjalankan QE (lihat Chart-1).

 
Chart-1

Cerita akan dimulai dari krisis DotCom atau pecahnya tech-bubble tahun 2000. Tech bubble di bursa Nasdaq tahun 2000 yang diakhiri dengan pecahnya bubble saham-saham teknologi sebenarnya merupakan serentetan krisis-krisis pecahnya bubble di dunia. Jadi sebenarnya, pecahnya bubble saham teknologi berada dalam masa serentetan krisis dari tahun 1997 (Krisis Asia), krisis Russia (1998), krisis Long Term Capital Management (LTCM, 1998 yang dilikuidasi tahun 2000), meledaknya saham Teknologi (2000) dan masih berlanjut dengan krisis Enron Creative Accounting (2001) yang pada saat yang sama dengan kejadian 9-11, pengeboman Twin Towers di New York.

Sampai meletusnya tech bubble, the Fed tidak banyak turun tangan. Bunga pinjaman the Fed tidak pernah diturunkan sampai di bawah 4.5% (lihat Chart-2). Baru setelah krisis melanda US, dengan meletusnya tech-bubble, the Fed, Alan Greenspan, meresponsnya dengan menggelontorkan liquiditas. Kejadian yang beruntun di US, meletusnya tech-bubble, krisis pengeboman 9-11 (2001) dan krisis creative accounting Enron (2001), dijadikan dalih untuk memompakan liquiditas ke ekonomi secara aggresif. Suku bunga the fed diturunkan dari sekitar 6.5% sampai di bawah 2% hanya dalam waktu 1 tahun, kemudian diturunkan lagi ke 1% dan dipertahankan di sana sampai tahun 2004.


 Chart - 2


 Ternyata QE tahun 2000 – 2004 versi Alan Greenspan tidak mencegah terjadinya krisis baru yang lebih besar. Tahun 2007 krisis sub-prime meletus, yang kemudian direspons dengan cara yang sama oleh the Fed, yaitu dengan menggelontorlan liquiditas. Suku bunga the Fed diturunkan hampir mendekati nol. Supply uang M1 meningkat tajam sejak tahun 2009 (Chart-3), hutang pemerintah untuk biaya stimulus naik tajam dari sekitar $ 9 trilliun sampai hampir US$ 17 trilliun selama 5 tahun (2009 – 2014, Chart-4) setelah krisis sub-prime.

The Fed/pemerintah US mempunyai momok baru, yaitu deflasi. Ben Bernanke yang dipilih menjadi ketua the Fed tahun 2006 (1 tahun menjelang krisis sub-prime) dijagokan sebagai penakluk momok deflasi, karena bidang spesialisasi adalah deflasi tahun 1930an.

Chart - 3




 Chart - 4



 Angka Pengangguran vs Angka Ketenagakerjaan

Itulah tadi latar belakang dan sejarah rentetan krisis-krisis moneter/ekonomi yang melanda dunia dalam kurun waktu lebih dari 1.5 dekade ini. Setelah 7 tahun dari krisis sub-prime dan 7 tahun QE bagaimana keadaan dunia. Bagaimana hasilnya. Apakah the Fed dan bank-bank sentral berhasil menaklukan momok deflasi dan mengembalikan lapangan pekerjaan rakyat US?

Media banyak yang memberikan applause the Fed dan bank-bank sentral dan menganggap mereka sebagai penyelamat. Apakah rakyat, masyarakat US juga memberikan appaluse? Hal ini yang akan kita bahas kali ini. Sorotan kita, dibatasi di US saja dan US sebagai panggung ekonomi dunia, bisa dianggap sebagai proxy negara-negara yang terkena krisis dan melakukan pola QE yang sama.

Di bidang peluang kerja, kalau kita lihat Chart-1, kurva angka pengangguran di US, maka kita akan berpikir bahwa QE telah membawa kembali lapangan-lapangan kerja ke dalam ekonomi. Angka pengangguran turun dari sekitar 10% di puncak krisis sub-prime, menjadi sekitar 6.5% dalam waktu 4 tahun. Mungkin berita yang disodorkan the Fed memang selektif dan dikemas dengan baik. Sebab the Fed juga punya data lain yang menggambarkan situasi ketenaga-kerjaan atau kesempatan kerja yang kemasannya berbeda. Chart-5 berikut ini menunjukkan jumlah (% dari penduduk) orang termasuk dalam tenaga kerja, yang disebut Civilian Labor Force Paticipation yang artinya adalah orang yang bekerja ditambah dengan orang yang menganggur sementara.

Chart - 5


Chart-5 ini bercerita kenyataan bahwa sejak krisis DotCom tahun 2000, persentase orang yang bisa memperoleh pekerjaan masih terus mengalami penurunan. Artinya ke(tidak)bijaksanaan the Fed (sejak jamannya Alan – Bubble –Greenspan) dan meningkatnya hutang pemerintah US juga tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja. Apapun sebabnya peluang kerja semakin kecil di US.


 Angka Pengangguran vs Pendapatan Rumah Tangga

Dengan tolok ukur kemakmuran lain juga mengatakan hal yang sama. Penghasilan rumah tangga (household income) sejak tahun 2000 (sejak jamannya Alan – Bubble –Greenspan) trendnya adalah menurun (Chart-6). Puncak kemakmuran US terjadi pada tahun 2000, pada saat DotCom bubble pecah. Semua usaha the Fed selama tahun 2000 – 2014 sia-sia dalam arti tidak memberikan dampak kemakmuran kepada rakyat US. Penghasilan rumah tangga US saat ini sama dengan di tahun 1994 (20 tahun lalu). Trend ini kami prediksi di US akan berlanjut sampai tahun 2020 nanti.


Chart - 6

Kalau melihat tren pendapatan rumah-tangga yang menurun yang sejalan dengan angka pengangguran, maka ada 2 kemungkinan. Pertama angka pengangguran adalah bohong atau (kedua) gaji turun. Chart-7 menunjukkan bahwa upah di US naik. Silahkan simpulkan sendiri.

Chart - 7

Bisnis Tidak Kembali

Saat ini disamping membaiknya (menurunnya) tingkat pengangguran, ada beberapa signal bahwa harga properti realestate mulai membaik, tetapi, EOWI percaya bahwa hal ini hanyalah dead-cat bounce. Konsumsi di US tidak akan kembali menguat sampai 5 tahun ke depan. Lihat saja Jepang, dengan QE sepanjang tahun 1990 – 2014, yang menyebabkan hutang pemerintah Jepang mencapai 220% dari GDPnya, tidak bisa membangkitkan bubble properti Jepang dan konsumsi Jepang seperti tahun-tahun 1980an. Kenapa (ketidak)-bijaksanaan yang sama bisa berdampak berbeda di US atau di Cina atau dimana saja?

Salah satu indikator maraknya ekonomi ialah velocity of money, yang mencerminkan berapa kali sebuah dollar yang disuntikkan ke dalam ekonomi berpindah tangan. Chart-8 menunjukkan penurunan money velocity, artinya uang yang disuntikkan ke dalam ekonomi, tidak berputar, melainkan ngendon di bank komersial sebagai cadangan modal bank. Bank tidak menyalurkan kredit dan konsumen/bisnis tidak meminta pinjaman.

Chart - 8

Bubble Bahan Komoditi Masih Mengempis

Di sudut lain, permintaan bahan-bahan dasar juga mengalami penurunan. QE yang digelontorkan oleh the Fed tidak bisa menahan pengempisan bubble di sektor komoditi keras. Ini tercermin dengan melorotnya harga bahan tambang dan bahan dasar dari tambang. Harga nikel, tembaga, besi, timah, batu bara, perak mengalami penurunan sejak tahun 2011. (Chart-9 sampai Chart-11). Bahkan cadangan/stok nikel di LME London terus meningkat sejak 2 tahun terakhir ini (Chart-12). Apakah ini karena produksinya melebihi permintaan alias kelebihan produksi.

Chart - 9



Chart - 10


 Chart - 11


Chart - 12

Catatan Akhir

Rupiah mengalami penguatan, dari Rp 12,250/US$ ke Rp 11,800/US$ pada saat artikel ini diturunkan. Perekonomian dunia akan membaik katanya. Dan uang masuk kembali ke Indonesia.

Janet Yellen menduduki kursi the Fed, bank sentral US yang katanya akan meneruskan QE.

Cina akan melakukan reformasi struktur ekonominya dari ekonomi berbasis ekspor ke ekonomi berbasis konsumsi dalam negri.

Akankah semua ini berhasil? Akankah penguatan rupiah berlanjut? Akankah ekonomi dunia membaik?

Sampai nanti, catatan berikutnya.........



Jakarta 15 Februari 2014


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.