___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Monday, March 24, 2014

Nilai Rupiah dan Defisit Dalam Sejarah



Berikut ini adalah chart nilai kurs rupiah terhadap US dollar sejak diproklamasikannya rupiah oleh Muhammad Hatta pahlawan terkenal Indonesia yang tanpa cacat menurut buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah. Saya tidak sepakat mengenai Hatta sebagai negarawan yang baik. Anda bisa lihat sendiri pada chart tersebut bahwa nilai rupiah selalu melorot, apalagi selama Hatta menjadi wakil presiden. Payah banget kinerja rupiah. Kalau inflasi adalah pemiskinan rakyat terutama penabung oleh pemerintah melalui pencetakan uang yang semena-mena, maka pada jaman Hatta dan beberapa tahun sesudahnya adalah masa yang terparah. Cukup adil jika dikatakan bahwa Hatta penghisap darah rakyat dan penabung yang paling sadis diantara para petinggi negara RI. Karena dialah yang memperkenalkan dan menganjurkan rakyat untuk pindah dari gulden ke rupiah. Atau kalau kita tetap bersikukuh bahwa Hatta adalah seorang negarawan, maka pengertian negarawan adalah penipu sontoloyo yang membuat orang sengsara dengan tipu daya (melalui pencetakan uang).

Hampir 1.5 bulan ini rupiah menguat. Siapapun yang punya posisi short di rupiah agak nervous. Apalagi kalau posisi itu diambil dengan leverage yang tinggi. Sebagai disclaimer, saya punya posisi short rupiah dengan leverage 2 kali. Artinya saya pinjam dari bank sebesar Rp 5 milyar, kemudian uang ini saya simpan dalam US dollar. Pertanyaannya adalah kemana arah rupiah yang akan datang. Apakah akan menguat terus atau penguatan selama 1.5 bulan itu hanyalah koreksi terhadap secular bear market di rupiah?

EOWI akan membagi perjalanan nilai rupiah ini menjadi beberapa periode sesuai dengan warna ekonomi Indonesia. Pertama Jaman Ekonomi Tertutup – Berdikari, yang mempunyai rentangan dari masa kemerdekaan sampai tahun 1970. Periode ini EOWI sebut dengan nama Periode Pembangkrutan Secara Kejam. Dan kemudian jaman keterbukaan investasi asing atau periode Penyengsaraan pelan-pelan. Kita bisa melihat adanya penurunan (perubahan trend) tingkat inflasi dari level “masya Allah gede banget” sampai level “sialan gue dikerjain pemerintah”. Kami katakan level “masya Allah gede banget” karena pada masa itu seorang jutawan, seperti ayah saya dulu, bisa bangkrut hanya dalam kurun waktu kurang dari 4-5 tahun. Nilai tabungannya menguap dan tersisa hanya 0.1% saja.

Perubahan trend inflasi dari level masya Allah gede banget ke level trend sialan gue dikerjain pemerintah, ada kaitannya dengan pembukaan kran penjualan kekayaan bumi pertiwi (istilah yang akan dipakai para politikus sosialis/populis). Jamannya Sukarno, eksploitasi sumber-sumber alam mineral tidak seterbuka jaman Suharto dan sesudahnya. Untuk membiayai pemerintahan, dananya diambil dari mencetak duit dengan kecepatan yang masya Allah gede banget. Setelah Sukarno digulingkan, pemerintah punya sumber dana baru, yaitu para penambang (kebanyakan asing, tetapi kemudian swasta lokal juga muncul). Kalau ada yang bertanya, ‘kan jamannya Sukarno ada BUMN pertambangan pemerintah, seperti PN Aneka Tambang, PN Timah dan Pertamina, apakah dana dari mereka kurang? Pertanyaan semacam ini tidak perlu dijawab. Cukup orang tersebut disuruh melihat kinerja PT Timah, Aneka Tambang dan Pertamina serta Merpati Nusantara atau PT Dirgantara Indonesia........, serta BUMN-BUMN lainnya.


Chart - 1


Setelah kran eksplorasi dan eksploitasi hutan, minyak, bahan mineral dibuka, maka, masuklah investor-ivestor asing seperti Inco (nikel), Conoco (minyak), Arco (minyak), Kodeco (hutan), dll, sedangkan yang sudah ada seperti Caltex Pacific (lapangan Duri),  Freeport (Freeport Irian) mulai melakukan eksploitasi, mengeduk kekayaan bumi Indonesia (istilah yang mungkin disukai politikus sosialis seperti Kwik Kian Gie dan Amin Rais). Sebagian (besar) budget negara dibiayai oleh hasil penjualan kekayaan bumi Indonesia dan yang berkaitan dengan itu (seperti pajak-pajaknya). Kondisi seperti ini sampai sekarang, tidak banyak perubahan.

Intinya, bahwa selama 45 tahun terakhir ini, pembiayaan negara RI banyak bergantung kepada komoditi tambang. Dan kekurangannya akan diambil dari rakyat dengan segala tipu daya. Andaikata thesis ini benar maka akan ada korelasi antara nilai rupiah, defisit pembayaran dan harga komoditi tambang. Pada periode commodity secular bull market, rupiah akan stabil dan neraca pembayaran RI akan mengalami surplus. Dan sebaliknya, pada masa commodity secular bear market, nilai rupiah akan merosot dan neraca pembayaran RI akan mengalami defisit. Fenomena ini yang harus kita lihat sebagai bukti terhadap thesis di atas.


Commodity Secular Bull Market 1970 – 1980
Chart di bawah ini menunjukkan adanya siklus 30 tahunan untuk bahan komoditi. Commodity Secular Bull Market sebelumnya terjadi pada tahun 1972 – 1981. Pada saat itu CRB Index (Commodity Research Bureau Index) mencapai puncaknya di 1400 (dinormalkan terhadap inflasi). Lamanya periode bull market ini sekitar 9 - 10 tahun. Kemudian disusul dengan 20 tahun bear market.


Chart - 2


Pada masa commodity secular bull market tahun 1970 - 1980 ini nilai tukar rupiah terhadap dollar bertahan di level Rp 425 per US dollar selama hampir 10 tahun (lihat Chart-1). Minyak pada masa itu adalah komoditi unggulan ekspor Indonesia. Indonesia sebagai net eksporter minyak memperoleh banyak petro-dollar. Pertamina sebagai perusahaan negara menjadi besar dan kelimpahan banyak uang. Mal-invesment banyak dilakukan oleh Pertamina, termasuk investasi untuk membangun restoran di New York yang diberi nama Ramayana yang akhirnya bangkrut. Banyaknya petro-dollar yang diperoleh ini membuat Pertamina masuk ke bisnis-bisnis yang non-minyak, seperti rumah sakit, hotel dan lain sebagainya. Ibnu Sutowo, direktur Pertamina dimasa itu, digambarkan sebagai orang yang terkaya di Indonesia (suatu gambaran yang salah). Dan orang-orang yang bekerja di sektor minyak identik dengan orang bergaji tinggi. Gambaran ini sekedar untuk illustrasi bagaimana melimpahnya petro-dollar ke Indonesia. Dan dengan petro-dollar inilah, rupiah bisa bertahan.

Sebagian orang dipemerintahan menyadari bahwa petro-dollar tidaklah bisa langgeng. Minyak akhirnya bisa habis dan produksi minyak akan berkurang. Oleh sebab itu usaha-usaha untuk memperoleh pendapatan dari sektor lain (manufakturing) diusahakan. Dan muncullah istilah ekspor non-migas yang masih terbawa sampai sekarang walaupun tidak relevan (kalau ada ekspor nonmigas, memangnya Indonesia punya ekspor migas sekarang? Yang ada cuma ekspor gas).

Sebenarnya masih ada sektor lain yang menyumbangkan devisa dan menjadi benteng pertahanan rupiah, yaitu kayu. Pada masa itu perusahaan-perusahaan HPH – Hak Pengelolaan Hutan bermunculan. Kodeco, salah satu perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia, pada awalnya adalah perusahaan kayu.


Commodity Secular Bear Market 1980 – 2000
Commodity Secular Bull Market dibunuh oleh Paul Volker dari the Fed (bank sentral USA). The Fed menaikkan suku bunga dasar. Katanya untuk menekan harga-harga barang (baca: inflasi). Harga bahan komoditi juga ikut tertekan (katanya). Dan dunia memasuki periode baru yaitu periode Commodity Secular Bear Market yang berlangsung sampai tahun 2000.

Perjalanan rupiah selama 20 tahun (antara tahun 1980 sampai 2000) sangat menyedihkan. Sebenarnya bukan rupiahnya yang menyedihkan, tetapi penabung dan pekerja yang bergaji rupiah. Tabungan dan gaji mereka terkikis nilainya, yang tidak bisa dikatakan perlahan-lahan melainkan sudah di level kurang ajar, bangsat, gue dikerjain pemerintah. Level ini lebih buruk dari level sialan gue dikerjain pemerintah, yang merupakan rata-rata dengan level inflasi dimasa bull market. Kurs US dollar meningkat secara bertahap dari Rp 420 menjadi sekitar Rp 9000 melalui proses selama 20 tahun. Rupiah kehilangan lebih dari 95% dari nilainya. Sebutan inflasi tingkat kurang ajar, bangsat, gue dikerjain pemerintah cukup relevan bukan? Orang yang menabung untuk hari tua dan masa pensiunnya akan memaki-maki kalau dia tahu nilai tabungannya digrogoti pemerintah. Yang pasti, dimasa tuanya, dia akan sengsara.

Pada dasarnya besarnya birokrasi pemerintahan negri yang disebut Indonesia diluar kemampuan rakyatnya. Untuk membayar Ratu Atut, Rano Karno, Aulia Pohan, Budiono, gubernur daerah ini dan itu berserta wakilnya, juga menteri-menteri dan wakil-wakilnya yang berjumlah besar, serta pegawai negrinya, belum lagi anggota DPR yang berjumlah sekitar 500 orang (angka kasar), plus staffnya tidaklah mudah bagi rakyat jika bekerja di sektor manufakturing, mengolah bahan baku ke barang jadi. Pada periode 1980 – 2000, banyak investasi maufakturing yang masuk ke Indonesia. Mulai dari industri sepatu, industri garmen pakaian jadi, tekstil, industri perakitan elektronik, dan sederet lagi yang saya sendiri lupa. Pada masa itu, jika orang pergi ke luar negri dan mau membeli oleh-oleh berupa sesuatu yang bermerk, seperti sepatu (Addidas, Puma atau Reebok) atau baju dan celana designer (Dior, Daniel Hechter, Hugo Boss, Polo Ralph, Armani, Lacoste, Mark & Spencer, dsb) harus dilihat dulu labelnya. Karena bisa jadi adalah made in Indonesia. Masa’ jauh-jauh dibawa dari luar negri ternyata buatan lokal. Akan mengecewakan. Tingkat keterampilan bangsa Indonesia belum bisa membiayai besarnya birokrasi. Bandingkan saja anggota Volksraad yang hanya 37 orang dan 4 orang menteri, sangat sedikit dibandingkan jumlah anggota DPR yang 500 orang dan lebih dari 50 orang menteri (dan wakilnya). Padahal tingkat keterampilan mayoritas anak bangsa ini tidak banyak berubah.

Anak bangsa yang kurang trampil ini juga tidak bisa memproduksi sesuatu yang berharga dengan nilai tukar yang tinggi dan untuk membeli barang-barang yang diperlukan. Makanan saja seperti beras, kedele, dll, juga harus impor. Secara aggregat negara yang dicintai rakyatnya ini tidak bisa memenuhi kebutuhannya dan  neraca pembayarannya selalu negatif selama 20 tahun (1980 – 2000). Istilahnya defisit neraca pembayaran (Chart-3). Kejadian ini berlangsung lama sekali, sampai akhirnya mencapai titik klimaks, tahun 1998, yang dikenal dengan nama krismon 1997.



Chart - 3


Begitulah kisahnya sampai krismon 1997. Keterpurukan ibu pertiwi terhenti karena munculnya periode baru, yaitu Commodity Secular Bull Market 2000 – 2011.


Commodity Secular Bull Market 2000 – 2011
Commodity Secular Bull Market 2000 – 2011 dipicu oleh easy money policy yang diterapkan oleh the Fed, bank sentral US sebagai respons dari krisis keuangan di US, dari pecahnya bubble saham technology Nasdaq (2000), serangan 9/11 (2001), skandal creative accounting Enron (2002) secara terus menerus melahirkan bubble yang kemudian pecah dan digantikan dengan bubble lain sampai akhirnya skandal subprime debt (2007) pecahnya bubble sektor properti US. Setelah bubble yang terakhir ini pecah dan dampaknya kemana-mana, mengglobal, boleh dikata semua bank sentral di dunia mengucurkan stimulasi, easy money policy.

Kucuran kredit stimulasi sebagai respons dari sub-prime crisis, di samping  melahirkan bubble kredit di Cina, juga menghidupkan kembali sisa-sisa tenaga dari commodity bull market. Indeks CRB rebound, tetapi tidak pernah mencapai level yang dicapainya di tahun 2008. Walaupun demikian, bagi Indonesia, rebound nya harga bahan komoditi tambang sudah cukup untuk mempertahankan neraca pembayarannya, cadangan devisa, serta nilai tukar rupiah (lihat pada artikel sebelumnya). Cadangan devisa mengalami penurunan di tahun 2011, nilai tukar rupiah mulai melemah tahun 2011 dan neraca pembayaran Indonesia menjadi defisit di akhir tahun 2011. Tahun 2011 menjadi tahun bersejarah dan merupakan titik balik dari keperkasaan rupiah. Eeeh.....salah. Tahun 2011 adalah tahun dimana harga bahan komoditi tambang tidak bisa memberikan nilai ekspor Indonesia menunjang kehidupannya sehari-hari. Itu pernyataan yang lebih tepat.


Akhir Commodity Secular Bull Market
Secular bull market di sektor komoditi mati pada tahun 2011, dan digantikan oleh secular bear market. Itu sudah final. Mungkin kita harus menunggu lama sekali kedatangan secular bull market di sektor komoditi. Mungkin 10 tahun lagi, mungkin 20 tahun lagi. Mungkin hanya 7 tahun lagi. Entahlah. Sebelum tahun 1950an, siklus komoditi panjangnya 30 tahun (dari peak ke peak). Dan nampaknya dua secular bull market (1970 – 1981 dan 2000 – 2011) masih seperti itu. Dari peak ke peak lamanya 30 tahun (1980 dan 2011).

Di bawah ini chart harga tembaga. Harga tembaga telah menebus resistan nya pada pola segitiga, dan melanjutkan ke trend bearishnya.


Chart - 4



Hanya nickel saja yang agak menyimpang (Chart-5). Tetapi kami di EOWI tidak percaya hal ini akan berlanjut terus. Ini adalah dilatar-belakang oleh pasar yang agak cemas karena krisis di Ukraina dan Crimea. Dalam benak para spekulan, pasokan nickel akan tersendat, karena Russia adalah penghasil nickel terbesar di dunia yang memasok 13% dari produksi dunia. Tetapi, menurut pandangan kami, tidak akan ada peluru ditembakkan, tidak ada darah yang tercecer dan tidak ada nyawa yang hilang di Crimea. Skenario paling buruk adalah: tidak akan ada roket diluncurkan di Crimea. Jadi, harga nickel akan kembali pada trend nya seperti harga bahan tambang lainnya. Lihat saja stock nickel di London Metal Exchange terus meningkat (Chart-6). Bahkan bulan terakhir (Maret 2014) stocknya melonjak drastis. Artinya, tidak ada kekurangan pasokan.

Kalau mau melanjutkan dengan bahan komoditi tambang lainnya, silahkan. Pembaca akan menemui trend yang sama dengan tembaga (lihat 2 artikel EOWI sebelumnya). Dan trend rupiah kembali kepada pola bearish seperti tahun 1980 – 2000. Defisit pembayaran membengkak. Kalau di tahun 1980 – 2000, defisit pembayaran hanya berkisar sampai kira-kira US$ 2000, pada awal secular bear market rupiah 2011 – 2030(?), gejala awal menunjukkan defisit US$ 10,000. Lima kali lebih besar.



Chart - 5




Chart - 6



Selamat Tinggal Bull Rupiah, Sampai Jumpa 15 - 20 tahun lagi.
Selamat tinggal nilai rupiah yang stabil, dan selamat datang rupiah bear. Moga-moga kamu tidak tinggal selama big daddy 1980-200 bear. Moga-moga kamu pergi lebih cepat.

Kalau ada yang bertanya, bagaimana perjalanan rupiah untuk selanjutnya. Yang paling gampang adalah dengan melihat sejarah dan trend yang lama diekstrapolasi ke masa depan. Dengan kata lain bahwa rupiah akan mengalami masa bearish yang panjang, seperti tahun 1980 – 2000. Tentu saja masa depan tidak sama dengan masa lalu. Dengan kata lain, trend 1980 – 2000 tidak akan valid/berlaku jika ada faktor fundamental yang berubah. Misalnya, anak bangsa Indonesia ini menjadi seperti Korea, maksud kami, Korea Selatan, bukan Korea Utara. Dua Korea itu sangat berbeda. Korea Selatan mengalami perubahan struktur ekonominya dalam kurun waktu 20-30 tahun. Pada dekade 80an, nama Samsung, LG atau Hyundai belum terdengar atau hanya terdengar samar-samar. Sekarang seakan merajai show room mobil dan toko elektronik. Korea Selatan mengalami perubahan struktur ekonomi yang sangat mendasar. Dengan pengelolaan uang yang baik perubahan ini akan mampu menekan defisit. Apakah Indonesia bisa seperti itu? Seandainya tidak bisa melakukan perbaikan kualitas barang-barang yang diproduksinya, bisakah rakyat Indonesia menekan konsumsinya sehingga keuangannya lebih baik. Anda bisa menjawabnya sendiri.

Mungkinkah bangsa Indonesia sedemikian effektifnya dan punya cukup sumber daya manusia yang terampil sehingga menarik modal asing (membawa dollar ke dalam negri)? Kalau dibilang effektif dan terampil, entahlah. Sebagai perbandingan, di banyak toko swalayan US, posisi kasir sudah ditiadakan. Seperti posisi teller di bank-bank dan digantikan oleh ATM. Nasabah berinteraksi sendiri dengan mesin. Begitu pula posisi kasir di US, sudah dijalankan oleh mesin. Hanya perlu 1 orang untuk mengawasi 8-10 jalur pembayaran di toko-toko swalayan seperti Walmart. Itu kata teman saya lho. Saya sendiri belum pernah melihat. Belum lagi di bidang pertanian. Mekanisasi dan otomatisasi memungkinkan seorang bisa menangani lebih dari 100 ha ladang pertanian, dari mulai membajak, menebar bibit, memberi pupuk sampai memanen. Bagaimana dengan Indonesia, apakah bisa lebih kompetitif. Apakah harga beras atau kedelai Indonesia bisa bersaing?

Kalau yang bisa dijual cuma bisa laku murah, orang tidak tertarik membawa dollar untuk berinvestasi di Indonesia, mungkin yang terjadi adalah anak bangsa ini dipaksa menurunkan pola konsumsinya, dengan jalan melemahnya nilai rupiah. Jalur ini membuat harga-harga barang impor menjadi mahal (baca: bersaing dengan produk dalam negri yang mahal juga karena pembuatannya tidak effektif). Dengan kata lain, beras, daging (sapi), tempe, tahu, ayam, bawang putih, susu akan naik harganya. (Ayam, tahu dan tempe memang produksi dalam negri, tetapi bahan bakunya impor) Artinya anak bangsa Indonesia akan lebih sehat, tingkat obesitas meurun, sakit jantung coroner atau penyakit-penyakit akibat kelebihan gizi akan turun. Moga-moga saja tidak digantikan dengan penyakit-penyakit gizi buruk. Mungkin harga mobil dan barang elektronik serta produk manufakturing tidak banyak naik karena toh nantinya ongkos produksi barang-barang ini di luar negri ditekan karena proses robotisasi.

Yang EOWI lihat adalah trend di masa datang adalah trend yang lebih buruk dari trend 1980 – 2000. Saat ini Indonesia mengalami defisit minyak bumi, dengan kata lain importir minyak bumi. Dan nampaknya harga minyak masih bercokol dengan bandel di level $ 90 - $ 100 per BBL. Sampai saat ini minyak masih enggan mengikuti rekan-rekan komoditi bahan tambang lainnya (mungkin nanti). Ini memperburuk situasi dan posisi rupiah. Memang Indonesia masih eksportir gas alam. Tetapi porsi uang yang masuk ke pemerintah berbeda. Untuk minyak adalah 85% dari produksi, sedang untuk gas hanya 65%. Lagi pula gas harus diproses dulu menjadi LNG agar supaya bisa diekspor. Jadi bear rupiah tahun 1980 – 2000 akan berbeda besarnya dengan bear baru yang datang ini. Coba saja lihat, belum apa-apa hantamannya sudah mencapai hampir US $ 10 milyar defisit (lihat Chart-3). Bandingkan dengan bear 1980-2000 yang hanya kecil saja.

Seorang rekan mengatakan bahwa Indonesia sebagai juru selamat seperti Jokowi dan ini akan kita pilih dalam pemilu ini. Tetapi ada rekan yang lain yang mengirimkan kisah berikut (akan saya ceritakan dalam bentuk aslinya dalam bahas Inggris):

The human body is wondering as to who is the leader.
The heart says: It’s me because I am the one that circulate the blood, to make the life goes on.
The brain says: No, it isn’t you, but me. Because I have control over everybody.
The liver says:  No, it isn’t you either. It is me, because I clean all the toxin and poison.
The anus (asshole) says: No, it is me.
All laugh.
The Anus refuses to open for a week. The liver bursts, the brain melts, the heart explodes

Hikmah dari cerita ini adalah: Assholes selalu naik menjadi pemimpin dengan membuat sengsara yang lain.

Ramalan adalah ramalan, perkiraan dan bisa salah. Apalagi yang detail dan menyangkut waktu.nabi Muhammad saja tidak tahu kapan kiamat. Tetapi mereka tahu tanda-tandanya......, yang tidak terlalu detail. Seberapa besar secular bear rupiah kali ini dan berapa lama akan bercokol, kami di EOWI tidak tahu tepatnya. Tetapi cukup aman untuk mengatakan: “lihatlah sejarah masa lalu.” Mungkin maksudnya periode 1980 – 2000.

Sekian dulu, semoga peringatan ini bisa bermanfaat bagi anda untuk bisa merencanakan pensiun anda dengan baik dan membuat strategi keuangan, melindungi hasil keringat anda dari kutilan para assholes.


Bintuni, 24 Maret 2014


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Sunday, March 16, 2014

Membangkitkan Ekonomi Dunia Yang Lesu: Cina yang OD, Keracunan, Melesu dan Perlu Detox (Bagian II)



Cina Dalam Proses Detox

Mohon Pengertian Dan Ucapan Terima Kasih
Ada beberapa pembaca yang mengirim email ke kami. Isinya bermacam-macam. Ada yang sekedar komentar/beropini dan tidak mau di tulis di blog. Ada yang menanyakan ini dan itu. Atau sekedar salam perkenalan.

Ada beberapa yang saya jawab secara pribadi, ada yang mau dijawab dan terlupakan karena kesibukan pekerjaan dan rumah tangga dengan 9 ekor anjing (perawatnya sering keluar-masuk, berganti), yang setiap hari perlu waktu 3 jam. Dengan kemacetan Jakarta, perjalanan dari rumah ke kantor, walaupun hanya 8 km, memakan waktu bisa 1 – 1.5 jam. Begitulah hidup di Jakarta.

Kami di EOWI sangat berterima-kasih kepada pembaca, atas kecintaan anda kepada kami. Cinta itu mahal. Anda bisa lihat sendiri bagaimana orang saat ini dengan mudahnya membunuh, saling membenci, dan bermusuhan dengan alasan yang tidak jelas. Kami di EOWI tidak membenci orang lain kecuali jika hak-haknya diganggu. Menurut kepercayaan kami bahwa Tuhan sangat penyayang. Di dalam Quran, kata benci (Arab: كره )  tidak pernah digunakan pada hal-hal yang berkaitan dengan Allah. Tetapi Allah tidak pernah menyuruh manusia untuk menyayangi manusia tanpa batas. Mungkin bencipun boleh. Saya belum menyelidiki sampai kesitu. Yang pasti Allah memerintahkan untuk tidak menyukai (tidak menyukai tidak sama dengan membenci) dan menghindari kemungkaran. Itulah yang kami anut.

Terkadang EOWI kehabisan bahan cerita, oleh sebab itu EOWI pernah absen lama sekali. Tetapi baru-baru ini kami melihat peluang supaya tetap bisa hadir lebih sering. Kami bisa jadikan email-email pembaca sekalian sebagai topik. Keuntungannya adalah, anda memperoleh balasan email dan kami memperoleh topik, serta merupakan berbagi pengalaman dengan pembaca. 

Seorang pembaca bertanya, apakah krisis Ukraina dan dicaploknya semenanjung Crimea oleh Russia dari tangan Ukraina akan berdampak global? Jawabnya mungkin iya mungkin juga tidak. Semenanjung Crimea menjadi bagian dari Ukaina baru 22 tahun saja. Ketika pecahnya Uni Soviet, semenanjung Crimea dimasukkan ke wilayah Ukraina. Tahun 1921 Crimea dengan nama Republik Sosialis Soviet Otonomi Crimea merupakan bagian dari Russia. Tahun 1954 Crimea menjadi bagian Ukraina yang waktu itu bagian dari Uni Soviet. Ketika Uni Soviet pecah Crimea menjadi bagian dari Ukraina, walaupun penduduknya majoritas berbahasa Russia dan dari etnik Russia. Masuknya Crimea mejadi wilayah Ukraina, membuat Russia gerah. Apalagi Ukraina di tahun 2008 menjadi calon anggota NATO dan kerja-sama militer dengan NATO mulai dibangun dan ditingkatkan. Ini membuat Russia semakin gerah. Tidak terlalu mengherankan jika Russia dengan cepat melakukan aneksasi Crimea ketika ada kesempatan terbuka. Apakah NATO akan campur tangan dengan senjata? Mungkin tidak. NATO dan US akan menjadi macan kertas. Mereka tahu Russia punya kemampuan menahan diri yang rendah untuk melepas senjata nuklirnya. Mudah menggunakan nuklirnya. Paling-paling Russia akan memberi NATO kesempatan mundur sambil menyelamatkan mukanya.

Ditinjau dari segi krisis ekonomi, jika Ukraina hancur, ekonominya kolaps, tida akan banyak dampaknya terhadap ekonomi global. Ekonomi Ukraina terlalu kecil untuk mempengaruhi ekonomi global dan besarnya investasi global ukurannya kecil saja.

Itu pandangan yang sederhana. Kalau pembaca pernah mendengar teori chaos, maka akan tahu pernyataan bahwa kepak sayap kupu-kupu di Florida bisa menyebabkan badai di lautan Pasifik. Saya hanya tahu pernyataan yang populer itu, tetapi tidak tahu tentang teori chaos yang sebenarnya. Memang bisa saja suatu tindakan yang sederhana, seperti menekan tombol, menyebabkan kematian jutaan orang dan kehancuran sebuah kota. Tetapi tombol itu harus tombol yang mengaktifkan peluru kendali ballastik jarak jauh berkepala nuklir. Apakah Crimea bisa diibaratkan sebagai tombol nuklir? Mungkin tidak.


Bubble Yang Serius
Mungkin judul bagian/bab di atas kurang tepat. Kita tidak tahu kapan kiamat akan datang, kapan bubble pecah, kapan krisis terjadi. Walaupun demikian, adanya bubble bisa dikenali. Jika harga rumah lebih tinggi dari 15 kali penghasilan tahunan, artinya harga rumah sudah mahal. Dan kalau sudah mencapai level 30 artinya sudah bubble. Orang boleh bertahun-tahun mengatakan bahwa pertumbuhan Cina adalah pertumbuhan bubble, seperti Steven Roach dari Morgan Stanley, tetapi krisis yang diharapkan Steven Roach tidak kunjung tiba sampai akhirnya dia capek, bosan, dan berhenti mengatakan yang demikian. Steven Roach dan lain-lain analis tidak salah dalam kesimpulannya bahwa ekonomi Cina tidak sebaik GDPnya yang menor. Investor harus berpikir keras, kenapa indeks saham Shanghai tidak pernah pulih semenjak krisis subprime, kalau ekonomi Cina memang kuat dan pulih. Nilai indeks Shanghai tertinggi di dekat level 6000 tahun 2007 tidak pernah terlampaui. Secara konsisten turun terus.



Chart - 5


Pada artikel sebelumnya diperlihatkan beberapa contoh tanda-tanda bubble di Cina. Jumlah apartemen yang kosong (tidak ditempati, tidak memperoleh uang sewa dan harus terus membayar kredit – pokok dan bunganya). Hal yang sama juga untuk properti-properti komersial, seperti South China Mall atau New Century Global Center dan sejenisnya. Hal ini juga berlaku untuk pabrik-pabrik serta mesin ekspor Cina yang mengalami penurunan pesanan/order. Pemasukan dan keuntungannya menjadi tergerus.

Barang-barang modal ini dibeli dengan kredit. Dan kemampuan sistem ekonomi menanggung beban untuk menservis hutang ini ada batasnya. Sebagai analog dan acuan adalah US pada masa depresi besar 1930an. Hutang total yang ada di US pada saat pecahnya bubble tahun 20an adalah 199% dari GDP yang meningkat ke 300% pada masa depresi 30 dikarenakan pengeluaran pemerintah yang ingin menghidupkan kembali bubble (stimulus ekonomi). Pada saat itu US merupakan sebuah developing country (negara berkembang) seperti Cina saat ini. Pada saat itu US juga mengandalkan ekspor untuk ekonominya, seperti Cina.

Kalau ukuran kredit dijadikan patokan sebagai ukuran kematangan bubble, maka bubble di Cina sudah matang. Pada akhir tahun 2012, besarnya kredit baik itu pemerintah, swasta dan perorangan adalah 202% dari GDP.


Chart - 6


Persoalannya bukan hanya level hutang yang sudah tinggi, tetapi juga kualitas hutang dan badan yang memberi kredit. Seperti kasus subprime di US, kualitas kredit yang membuat hutang menjadi busuk. Beberapa tahun terakhir ini tumbuhnya kredit berasal dari institusi non-bank seperti multi-finance. Institusi seperti ini dalam mengucurkan kredit tidak seketat bank dan kreditnya berpotensi menjadi kredit busuk Dan dalam beberapa tahun terakhir ini, jumlah kredit seperti ini yang dikucurkan meningkat drastis. Bukan tidak mungkin kasus subprime versi Cina akan timbul. Dengan kata lain credit bubble sudah matang dan siap pecah.


Chart - 7


Bubble: Bahaya Yang Siap Pecah
Bubble bisa pecah atau bisa juga mengempis secara perlahan-lahan. Dan kapan bubble itu pecah atau mengempis, tida bisa diramalkan. Walaupun demikian, pada saat kita tahu ada bubble, ada baiknya dimonitor terus dan diamati hal-hal yang bisa membuat bubble itu pecah. Kalau pembaca ingat, pada artikel sebelumnya EOWI menegaskan untuk mengamati tahun 2011? Berikut ini adalah beberapa poin yang bisa pembaca lihat pada artikel sebelumnya:

  1. Volume perdagangan Cina mencapai puncaknya (all time high) tahun 2007 dan mencoba bangkit kembali tetapi hanya mencapai lower high tahun 2011 (Chart-1 pada artikel sebelumnya).
  2. Surat hutang US yang dipegang Cina tidak mengalami kenaikan yang berarti sejak tahun 2010 – 2011 (Chart-2).

Kalau volume perdagangan Cina berkurang adalah dampak dari permintaan barang Cina yang juga berkurang, Secara logis, penerimaan dollar Cina juga berkurang oleh sebab itu surat obligasi US yang pegang Cina tidak bertambah. Konsekwensi lainnya adalah, permintaan bahan baku oleh Cina berkurang yang akibatnya harganya turun. Chart di bawah ini menunjukkan harga batubara, tembaga, nikel mencapai puncaknya pada tahun 2011, sejalan dengan perlambatan ekonomi Cina.



Chart - 8


Chart - 9

 Chart - 10




Dampak Ekonomi Cina Terhadap Global
Goncangan ekonomi di Cina akan berdampak Global karena banyak negara terkait secara ekonomi dengan Cina. Andaikata ukuran ekonomi Cina hanya sebesar Ukraina, dampaknya tidak akan terasa secara global. Lain halnya, Cina adalah ekonomi terbesar ke-2 setelah US.

Bagi kita di Indonesia, lebih baik berpikir mengenai dampak pada Indonesia. Indonesia sebagai negara yang berbasis ekspor bahan komoditi, pasti akan terkena dampak perlambatan ekonomi Cina dan pecahnya bubble di Cina. Yang akan terkena adalah perusahaan dan sektor-sektor yang terkait dengan ekspor bahan baku ke Cina, seperti bahan tambang. Sektor berikutnya adalah rupiah. Dengan berkurangnya ekspor ini, cadangan devisa yang membuat rupiah kuat akan menyusut dan rupiah akan menjadi lemah.

Trend cadangan devisa RI berbalik arah menjadi menurun sejak tahun 2011 (Chart - 9). Tidak hanya cadangan devisa, arah kurs US$-rupiah mengalami titik balik di tahun 2011 (Chart - 10) di level Rp 8.500 per USD. Apakah tahun 2011 ini sebagai tonggak sejara hanyalah kebetulan saja? Tentu saja tidak, karena kalau demikian halnya maka terlalu banyak yang kebetulan.









Pecah Bukan Mengempis. Apakah Ini Pemicunya?
Mungkin ada yang berpikir bahwa bubble di Cina tidak pecah melainkan mengempis secara perlahan-lahan seperti yang terjadi pada harga komoditi yang ditunjukkan pada Chart – 8 sampai 10 atau seperti menurunnya cadangan devisa Indonesia. Kami pikir hal tersebut peluangnya lebih kecil – jauh lebih kecil dari pada peluang terjadinya full-blown crisis, seperti kasus subprime atau depresi tahun 30 di US. Masalahnya harus ada pemicunya yang terkadang datangnya tidak diduga-duga, baik itu waktunya dan sebabnya.

Beberapa minggu ini terjadi pelemahan Yuan secara drastis. Kejadian ini adalah suatu hal yang di luar kebiasaan, karena biasanya pemerintah Cina tidak pernah membiarkan pergerakan Yuan terlalu volatile (liar). Kurs US$ terhadap Yuan naik secara drastis, dan masih berlangsung.

Yuan-US$ tidak pernah bergerak liar karena dijaga oleh pemerintah Cina (kecuali pada tahun 2012 dan saat ini - Chart - 11). Hal ini membuat para spekulator merasa nyaman untuk melakukan short US$-Yuan. Permainan margin dengan leverage yang tinggi menjadi game-in-town. Karena tidak volatile, maka dengan leverage yang tinggi tidak menjadi masalah. Margin call dan forced liquidation tidak perlu dirisaukan. Walaupun ada keanehan bahwa penguatan Yuan berlawanan dengan arah cadangan devisa Cina yang tidak beranjak kemana-mana sejak tahun 2010-2011, spekulasi tetap berlangsung.





Persoalan akan timbul, jika volatility semakin meningkat dan banyak pemain yang terkena margin call dan terpaksa menutup posisinya. Hal semacam ini bisa memicu panik, keluar dari pasar secara beramai-ramai secara serentak. Apalagi sekarang ini banyak fund manager yang menggunakan algorithmic trading dimana trading dilakukan secara otomatis dengan komputer. Seseorang tinggal memasukkan sederet instruksi dan komputer akan menjalankan instruksi-instruksi tersebut sejalan dengan kondisi pasar. Pasar bisa bergerak cepat dan semakin liar dan akhirnya menjurus ke crash.

Apakah volatility Yuan adalah pemicu pecahnya bubble? Entahlah.

Yuan volatility bukan satu-satunya pemicu pecahnya bubble Cina. Hampir gagal bayar sebuah instrumen investasi, seperti yang terjadi pada bulan Januari 2014 lalu misalnya. Suatu produk investasi yang disebut Credit Equals Gold #1, yang dikeluarkan oleh China Credit Trust Co. dan dipasarkan oleh Industrial & Commercial Bank of China Ltd., mengalami kesulitan pembayaran redemsi dan bunga investasi setelah dananya yang disalurkan ke sebuah perusahaan pertambangan batubara menguap karena perusahaan itu bangkrut dan pengelolanya ditangkap polisi.

Credit Equals Gold ini mempunyai bunga cukup menarik, 10% per tahun. Oleh sebab itu banyak peminatnya. Siapa sih tidak berminat pada investasi seperti emas dengan bunga jauh di atas bunga deposito bank yang besarnya 2.85% (3 bulan) sampai 4.75% (5 tahun).

Penyelesaian kasus ini tidak transparan. Katanya ada investor yang membeli fund ini. Sebagian dari dana investor dibayar oleh Industrial & Commercial Bank of China Ltd. Dan investor hanya memperoleh sebagian dari uangnya. Tidak seperti namanya - Credit Equals Gold, ternyata kredit bisa menguap dan tidak sama dengan emas. Investor diminta untuk merelakan bunga investasi 2 tahun terakhirnya yang tidak bisa dibayarkan sebesar 3 juta Yuan.

Kasus-kasus seperti yang diceritakan di atas, mungkin tidak punya momentum yang cukup untuk memecahkan bubble di Cina. EOWI akan terus memonitor, siapa tahu ada kejadian yang punya momentum yang cukup memecahkan bubble sehingga EOWI bisa mengatakan: “saatnya telah tiba”. Atau.....bubble Cina tidak pernah pecah, cuma bocor saja. Proses detox nya perlahan dan lama sekali.

Sekian dulu, sampai nanti. Jaga kesehatan dan tabungan serta investasi anda baik-baik.


Jakarta 16 Maret 2014.
 



Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Sunday, March 9, 2014

Membangkitkan Ekonomi Dunia Yang Lesu: Cina yang OD, Keracunan, Melesu dan Perlu Detox (Bagian I)



Sabtu pagi minggu lalu saya, seperti biasanya olah raga pagi di Senayan. Entah kenapa, teman saya Zul (sebut saja begitu namanya) pelatih nasional Kempo, mampir dan kongkow-kongkow bersama rekan-rekan alumni ITB. Dia sedikit mengolok-olokkan saya yang kebetulan agak lesu dan tidak bergairah karena sudah beberapa minggu pengeboran minyak yang saya kerjakan banyak masalah. Dia bilang saya perlu K2. Kemudian dia membandingkan badannya dengan otot-otot yang masih keras pada berumur 58 tahun. Ketika saya tanyakan apa itu K2, maka serentak dia dan teman-temannya yang berasal dari ITB Sipil, tertawa. Tadinya saya kira K2 adalah istilah teknik sipil, ternyata setelah saya google search, adalah ganja sintetis yang mulai dipopulerkan tahun 2008. Sebenarnya ganja sintetis, K2, kurang tepat untuk menaikkan gairah. Speed dan crack, atau cocain dan amphetamine lebih cocok untuk menaikkan gairah dan stamina, bukan ganja. Tetapi tak apalah. Karena bukan itu yang mau EOWI sampaikan. Bukan jenis upper seperti speed & crack yang meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, tetapi jenis all-arounders yang sifatnya membuat persepsi pemakainya terhadap realita menjadi terditorsi. Ganja, LSD, jamur halusinogen,  dan K2 termasuk ke dalam kategori ini. Yang menarik adalah adanya pertanyaan, apakah ini sekedar kebetulan, antara K2 dan Quantitative Easing (QE) punya banyak persamaan, bukan sekedar tahun kelahirannya saja, tetapi effek dan akibatnya terhadap pemakainya – yaitu distorsi terhadap realita.

Semenjak terjadinya krisis Subprime 2007 yang menjalar kemana-mana, sentral bank di semua negara yang terkena dampaknya, Eropa, Cina dan US memompakan liquiditas ke ekonomi dengan harapan bisa memulihkan ekonomi, mencegah pengempisan bubble lebih lanjut, mencegah terjadinya deflasi – momok yang paling ditakuti oleh bank-bank sentral. Pemompaan liquiditas dikenal dengan Quantitative Easing (QE). Sejak saat itu selama 7 tahun perlahan-lahan ekonomi diberitakan membaik (rasanya demikian).

Memang pemompaan liquiditas bisa memberikan rasa nyaman di beberapa negara/sektor. Tetapi dalam hal lowongan kerja di US dan di negara-negara Eropa, QE tidak menciptakan rasa nyaman. Bagi negara-negara yang berekonomi berbasis komoditi keras, bahan tambang, seperti Australia, Canada dan Indonesia, serta beberapa emerging market,  memang QE, seperti K2, bisa memberikan rasa nyaman dan hidup berjalan lebih menyenangkan. Paling tidak rasanya seperti itu. Dosis QE - K2 yang dipakai oleh Cina mempunyai dampak yang nampaknya agak berbeda pada pemakai lainnya, US dan Eropa. K2 Cina juga mempengaruhi negara-negara dan ekonomi yang spesifik, yaitu ekonomi yang berbasis komoditi. K2-QE, membuat aliran dana ke Cina cukup deras, masuk investasi terutama sektor properti dan infrastruktur. Sektor ini selanjutnya menyedot bahan baku yang membuat bubble di negara-negara berbasis ekonomi bahan tambang, seperti Australia, Canada, Indonesia dan lainnya.

Melihat demikian tangguhnya Cina dibandingkan negara-negara dengan ekonomi besar lainnya, orang mengatakan bahwa Cina akan menyaingi ekonomi US dan menjadi negara yang ekonominya terbesar di dunia dan akan mendominasi dunia. Opini ini mungkin benar......, tetapi EOWI, dengan sangat menyesal, harus tidak sepakat. Pendapat EOWI adalah bahwa Cina sedang dalam fasa puncak ekonominya yang akan menurun dalam jangka waktu yang panjang. Situasi Cina sekarang ini hampir sama dengan situasi Jepang di tahun 1980an. Pertumbuhan ekonominya sangat tinggi dan terlalu dipuja-puja. Cina mungkin masih ada waktu sampai tahun 2030 sebelum pertumbuhan ekonominya menjadi marginal seperti Jepang. Tetapi inipun harus diselingi dengan masa-masa krisis ekonomi sebagai pembukaannya. Dengan kata lain, Cina bukan tempat investasi dengan horizon waktu yang cukup lama (dalam hitungan dekade). Kita akan lihat nanti.

Hukum alam berlaku universal, sama untuk semua, apakah itu Cina, US, Indonesia atau Australia. Bahwa Cina tumbuh demikian cepatnya selama 3 dekade terakhir ini, bukan suatu mukjizat. Jepang dan Korea pernah mengalaminya beberapa waktu yang masih segar dalam ingatan banyak orang. Kalau anda hidup di Jakarta dan masih melihat kendaraan yang benama bemo, itulah produk Jepang diawal dari kebangkitannya, antara tahun 1960 – 1990. Bemo yang merknya Daihatsu, masih jelek, tidak bisa dibandingkan dengan mobil-mobil Jepang kelas atas saat ini, seperti Lexus, Toyota Camry atau Honda Accord. Pertumbuhan ekonomi Cina yang dimotori oleh eksport. Ini bisa dilihat dari besarnya ekspor Cina terhadap GDPnya yang meningkat sejak Deng Xioping membuka Cina (Chart - 1).




Tahun 2000 kontribusi perdagangan internasional Cina terhadap pertumbuhan ekonominya semakin meningkat. Hal ini dipicu oleh peningkatan konsumsi US. Menjelang krisis subprime di US, peran perdagangan internasional Cina mencapai puncaknya. Dengan kata lain ekspor produk-produk konsumen ke US (ekonomi terbesar di dunia), bisa bertahan sampai pesta konsumsi di US mereda di tahun 2007. Berhentinya pesta konsumsi di US seiring dengan meredanya kredit konsumsi di US.

Kalau orang mengatakan bahwa US banyak berhutang kepada Cina, pernyataan tersebut ada benarnya, tetapi jika intonasinya ditekankan seakan US menjadi pengemis, adalah salah. US dan Cina mempunyai kepentingan bersama. US ingin bersenang-senang dengan kartu kreditnya (ungkapan saja), dan Cina ingin punya pekerjaan, dan pemerintahnya ingin agar rakyatnya sibuk.

Karena perdagangan dunia dilakukan dalam mata uang UD dollar, surplus perdagangan Cina membuat US dollar di Cina membanjir. Memang US merupakan partner dagang yang utama, tetapi asal dollar yang dipegang Cina adalah dari mana-mana. Membanjirnya US dollar dikalangan eksportir Cina pada akhirnya harus ditukarkan dengan Yuan, karena US dollar tidak digunakan sehari-hari untuk belanja, bayar gaji, beli barang-barang di Cina. Oleh sentral bank Cina akan dibersihkan/diserap dan ditukarkan dengan surat obligasi US. Jumlah surat obligasi US (US treasury) yang dipegang Cina meningkat terus sampai tahun 2010 - 2011. Setelah itu bergerak sideways disekitar 1 – 1.3 trilliun US$ (lihat Chart - 2). Pergerakan sideways dari kepemilikan US treasury oleh bank central Cina bisa dikatakan bahwa akumulasi US treasury berhenti. Lalulintas US dollar keluar-masuk menjadi seimbang, sehingga sentral bank Cina tidak perlu lagi melakukan membersihan pasar. Keseimbangan itu bisa dari neraca perdagangan yang seimbang, atau investasi atau campuran dari semua itu. Apapun yang menyebabkan menumpukan US treasury stagnan, yang pasti tahun 2014 seakan menjadi tonggak terjadinya perubahan arah ekonomi global. Ini akan kita lihat nanti.




Ketika pesta berhenti, yang tertinggal adalah sisa-sisanya. Yaitu mesin produksi dengan kapasitas berlebih. Koreksi dan penyeimbangan ulang serta creative destruction, adalah proses alamiah yang pasti terjadi pada hal-hal yang berlebih dan melampaui batas. Pemerintah Cina berusaha untuk menghentikan hal ini dengan memompakan liquiditas lebih banyak lagi. Yang terjadi adalah bubble yang semakin membengkak di sektor realestate dan perumahan. Disamping itu, pemerintah Cina membuat ke-tidak-bijaksanaan agar ekonomi Cina berubah dari ekonomi berbasis ekspor ke ekonomi berbasis konsumsi dalam negri. Ini didasari pada pemikiran agar kelebihan kapasitas produksi bisa dimanfaatkan oleh konsumsi dalam negrinya. Mungkin konsumsi Cina bisa ditingkatkan (persentagenya terhadap GDP) dengan pemaksaan. Pada kenyataannya, porsi konsumsi Cina terhadap GDP yang menurun selama masa boom ekonomi 2000 – 2007 (selama 7 tahun) dari 45% sampai 35%, kemudian setelah krisis subprime 2007 hanya mendatar di level sekitar 35% (lihat Chart - 3). Selama 6 - 7 tahun, dari 2007 – 2014, yang seharusnya ada koreksi, pertumbuhan Cina masih mengandalkan ekspor, bukan konsumsi dalam negri. Porsi konsumsi pada GDP masih sama. Dengan kata lain, usaha-usaha pemerintah Cina untuk memarakkan ekonomi melalui konsumsi belum berhasil. Mengubah kebiasaan perlu waktu. Dan masyarakat pelaku ekonomi secara alami akan melakukannya tanpa campur tangan pemerintah.




Kalau konsumsi rumah tangga Cina tidak meningkat (porsinya terhadap GDP) pada saat penggelontoran liquiditas, mana buktinya bahwa ada penggelontoran liquiditas, dan kemana larinya? Pengucuran kran liquiditas nampak pada peningkatan kredit swasta di Cina. Pertumbuhan kredit mencapai 35% di tahun 2009 – 2010, saat fase terakhir dari krisis subprime (lihat Chart - 4). Memang setelah itu (tahun 2010) pertumbuhan kredit agak mereda, tetapi masih cukup tinggi, di atas 15%. Jauh di atas pertumbuhan GDPnya yang berkisar disekitar 7.5%. Pernyataan “menciptakan pertumbuhan GDP 7.5% (US$ 617 milyar) dengan pengucuran kredit 15% (US$ 646 milyar) ” artinya setiap $1 kredit hanya bisa menciptakan pertumbuhan sebesar $0.96. Itu adalah kondisi yang sangat tidak effisien. Pada kondisi yang effisien, $1 kredit bisa menciptakan pertumbuhan $4. Pertumbuhan semacam ini biasanya pertumbuhan bubble. Untuk menggambarkan cepatnya pertumbuhan bubble kredit di Cina, hanya dalam kurun waktu kurang 4 tahun antara tahun 2010 - 2014, kredit di Cina naik dari 6 trilliun yuan ke 13 trilliun yuan. Atau 3 kali lipat jika dihitung sejak dimulainya pengucuran kredit secara besar-besaran tahun 2009. Padahal pertumbuhan GDP Cina tidak secepat itu. Artinya stimulasi yang banyak sekali dan tidak effektif. 



  
Chart - 4


Seperti di Indonesia, masyarakat Cina sangat mencintai rumah sebagai bentuk investasi. Harga rumah tidak akan pernah turun, menurut mereka. Bahkan saat ini, seorang pemuda akan mengalami kesulitan mencari jodoh kalau tidak punya rumah atau apartemen. Secara demografis, ada 10% dari pria Cina yang tidak akan pernah bisa menemukan pasangannya, karena jumlah pria melebihi populasi wanita. Harga rumah di Cina yang sudah tinggi sebelum krisis subprime di US, mengalami percepatan pelambungan sejak dikucurkannya stimulasi paska subprime. Bubble rumah di Cina meraksasa mencapai rekor. Harga rumah bisa mencapai 30 kali pendapatan (per tahun). Seperti di Beijing angka itu mencapai 30, Shanghai dan Guangzhou mencapai 28. Dibandingkan dengan London yang katanya mahal, hanya mencapai 15, Hongkong 17, Sydney dan Vancouver (Canada) hanya 11. Artinya, di Beijing, untuk membeli rumah, orang harus bekerja selama 30 tahun, membayarkan gajinya, tidak makan dan pergi ke kantor dengan jalan kaki. Ini belum termasuk membayar bunga cicilannya. Pertanyaannya adalah: “sanggupkah mereka membayar?”. Silahkan jawab sendiri.

Saya berkunjung ke Ordo di Inner Mongolia tahun 2007, menjelang krisis subprime di US. Pada saat itu Ordo merupakan kota yang megah dengan gedung-gedung apartemen yang tinggi dan kosong, sudah nampak membubble. Setelah pengucuran stimulasi ekonomi, bisa diduga akan lebih parah. Kota yang dibangun untuk populasi 1 juta orang, tetapi penduduknya hanya 70 ribu orang. Artinya 93% apartemen-apartemen itu kosong!!

Ditahun 2011, sebanyak 19 juta rumah/apartemen di bangun. Padahal hanya ada 5.8 juta pasangan yang membentuk rumah tangga baru. Andaikata pasangan semua pasangan yang 5.8 juta itu pindah dari rumah orang tuanya ke rumah sendiri, maka ada kelebihan 13.2 juta rumah (70%) yang tidak ditempati. Sebelum krisis subprime di US, sektor properti Cina sudah membubble. Antara tahun 2005 – 2008, sekitar 5 juta rumah/tempat tinggal dibangun per tahunnya. Padahal jumlah pasangan yang membentuk rumah tangga hanya 2.6 juta, separohnya. Dari catatan penggunaan listrik tahun 2012, ada 64 juta apartemen yang penggunaan listriknya NOL, artinya tidak ditempati dan tidak ditengok sama sekali. Ini adalah angka yang paling konservatif untuk mengukur kelebihan apartemen. Kalau masih ditengoki dan ditempati 1-2 hari per bulan, maka masih ada penggunaan listriknya! Rumah/apartemen yang bejumlah 64 juta unit ini tidak menghasilkan uang sewa. Yang ada hanya ongkos perawatan, depresiasi, bayar bunga dan bayar cicilan pokok.

Banyaknya apartemen kosong tidak lepas dari prilaku masyarakat Cina. Memang, lebih dari 50% dari rumah/tempat tinggal/properti yang dibeli masyarakat/pelaku bisnis di Cina adalah untuk investasi (baca: spekulasi dengan leverage kredit). Untuk orang waras, sulit dimengerti. Karena kenaikan harga rumah harus lebih tinggi dari bunga pinjaman bank dan depresiasi. Apalagi dengan jumlah 64 juta unit ini dan 2.5 juta pembentukan keluarga per tahunnya, maka perlu waktu 26 tahun untuk menghabiskan stok yang ada ini. Mereka tidak perlu membangun unit baru, cukup menghabiskan unit yang ada, dengan catatan bahwa semua pasangan keluarga tidak mau lagi mendiami/mewarisi rumah orang tua mereka.

Ordo bukan satu-satunya kota hantu, masih ada lagi Tianduncheng yang merupakan gado-gado antara Paris dan Ndiwek. Dari satu sudut Tianduncheng nampak seperti Paris yang kosong (lihat foto di bawah). Dari sudut yang lain seperti Paris ditengah-tengah Ndiwek (kampungnya para anggota Srimulat). 
 

  Paris yang kosong? Bukan......, ini Tianduncheng



Tianduncheng,  seperti Paris di tengah ladang labu. Ndiwek masih lebih rame.


Kalau Tianduncheng adalah Paris di tengah-tengah ladang labu, EOWI pernah memuat foto-foto Disneyland Cina di tengah-tengah ladang jagung. Atau New South China Mall, mall raksasa di Dongguan (terbesar ke-2 di Asia pada waktu itu) yang lengkap dengan taman hiburan berserta kanal-kanalnya seperti Venesia, tetapi........kosong. Ada lagi yang belum parnah EOWI tampilkan, yaitu Chengdu’s New Century Global Center. Dibangun oleh milyader Deng Hong, Chengdu’s New Century Global Center, merupakan gedung yang mempunyai luas lantai terbesar di dunia saat ini. Global Center ini merupakan shopping mall. Disamping shopping mall, tersedia juga perkantoran, ruang konferensi, universitas, pusat komersial, beberapa hotel, “perkampungan”, tempat skating dan perahu bajak laut. Mau ke pantai? New Century Global Center punya pantai buatan lengkap dengan LED-TV yang sangat besaaaar (besat sekali), untuk memberikan illusi pemandangan laut seakan anda berada di pantai yang sebenarnya. Saya belum pernah ke sana. Tetapi begitulah ceritanya.

Kisah New Century Global Center sangat tragis dan cermin dari landasan pertumbuhan ekonomi kuat dan korup. Sebagian dari New Century Global Center dibuka di awal 2013 (shopping mall nya). Tidak lama berselang, disana diadakan konferensi Global Fortune 500 pada bulan Maret 2013. Konferensi ini kemudian dipindahkan je hotel Shangri-La, setelah pendirinya, yaitu Deng Hong ditangkap yang berwajib dan menyusul kemudian sekitar 50 pejabat lokal dengan tuduhan korupsi. Sedianya New Century Global Center ini dibuka pada bulan Agustus 2013, tetapi kemudian diundur, karena penyelidikan korupsi ini.

Pembangunan-pembangunan yang pesat di China diwarnai dan dimotori oleh korupsi, pejabat pemerintahan (daerah) yang berkolusi dengan swasta. Kombinasi ini merupakan kombinasi yang melahirkan produk-produk dan struktur ekonomi yang rapuh. Latar belakang pembangunan suatu barang produksi bukan didasari oleh pertimbangan ekonomi, melainkan pertimbangan bagaimana seorang pejabat bisa mengutil dan mengkorupsi sebagian dari dana dan kapital yang ada. Oleh sebab itu apapun yang diadakan/dibangun akan menjadi barang yang mubazir dan akan merugi. Ini sama saja dengan menebar bibit bencana ekonomi.

EOWI menganjurkan pembaca untuk browsing topik-topik yang dibahas di atas: Ordo, South China Mall, New Century Global Center, Disneyland China, Tianduncheng untuk lebih menyakinkan lagi.

Bersambung.
 

 
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.