___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Tuesday, October 27, 2009

US$ BREAKS UP TREND MENURUNNYA

Kelihatannya US$ telah keluar dari bullish wedgenya yang menurun dan kelihatannya akan memulai trend mendaki. ETF dollar UUP pada perdagangan tadi malam waktu Indonesia, mencatat kenaikkan 0.70% dengan VOLUME YANG BESAR. Kemungkinan besar trading tadi malam adalah titik balik trend menurun US$. Jika UUP bisa melewati 23, atau indeks dollar mencapai 76.5, saya semakin yakin trend baru ini. Target saya adalah Rp 13,000 - Rp 15,000 atau 100 - 120 pada indeks dollar.


Klik chart untuk memperbesar)


Jika USD indeks bisa menembus 76.5 - 77, bukan tidak mungkin penguatan USD ini akan cepat, karena banyak yang melakukan short covering.

Emas juga turun cukup dalam tadi malam. Walaupun emas masih punya peluang naik lagi sampai 1150 untuk jangka waktu pendek ini, tetapi peluangnya kecil. Produser emas (commercial), siap membanjiri pasar dengan barang mereka. Committment of trade (COT) menunjukkan Commercial Trader semakin membanjir untuk menjual.



(Klik chart untuk memperbesar)


(Klik chart untuk memperbesar)


Good luck.........



Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Sunday, October 25, 2009

MITOS PERANG SEBAGAI OBAT DEPRESI EKONOMI

KONFRONTASI GANYANG MALAYSIA
Di Orchard Rd Singapura, di sebelah Dhoby Gout stasiun subway, ada gedung yang bernama “MacDonald House”. MacDonald House ini punya kaitan sejarah dengan Indonesia. Pada tanggal 10 Maret 1965, terjadi pemboman yang memakan korban dua orang mati dan melukai 33 orang. Peledakan itu dilakukan oleh dua orang marinir Indonesia Usman dan Harun. Kedua marinir ini tertangkap dan akhirnya dijatuhi hukuman gantung di Singapura. Kedua anggota marinir ini adalah dua dari ribuan pasukan Indonesia yang tewas pada saat perang dengan Malaysia (Singapore dulunya adalah bagian dari Federasi Malaysia). Dipihak tentara Indonesia korbannya dalam hitungan ribuan ditambah dengan sukarelawan – tentara tidak resmi Indonesia.

Resminya konfrontasi ganyang Malaysia (1962 – 1966) yang dicanangkan oleh Presiden, Pangti ABRI, Panglima Besar Revolusi, presiden Sukarno adalah dilatar belakangi oleh pembentukan negara federasi Malaysia yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil di Semenanjung Malaysia, Singapura, Sabah dan Serawak yang tidak disetujui oleh Sukarno. Itu yang dicatat oleh sejarah. Orang yang waras akan bertanya, apa urusan Indonesia dengan pembentukan negara Federasi yang mencakup Sabah dan Serawak di samping Semenanjung Malaysia dan Singapura? Bukankah Indonesia mengemukakan perdamaian dunia menurut Undang-Undang Dasar 45?

Dalam sejarah Romawi dikenal istilah bread & circus (roti dan sirkus). Untuk menyenangkan rakyatnya para politikus harus memberikan roti (pangan) kepada rakyatnya disamping juga pertunjukkan, tontonan alias sirkus. Mereka jumpalitan di panggung politik bak bermain sirkus. Persoalannya jika roti untuk rakyat berkurang, istilah untuk ekonomi yang memburuk dan mencari pangan menjadi sulit, politikus akan memperseru sirkusnya, sebagai usaha pengalihan perhatian atas ketidak becusannya mengatur negara.

Kalau rakyat minta roti, beri mereka sirkus” kata kaisar Nero. Maksudnya kalau kalau rakyat mempertanyakan kondisi ekonomi yang memburuk, maka perhatian harus diubah ke tontonan lain. Mulanya mereka bisa bermain dengan statistik. Tetapi yang namanya statistik hanya merubah penampilan angka-angka, dan tidak merubah kenyataan kesengsaraan hidup. Kemudian bisa beralih ke yang lain, seperti perang. Sayangnya ketika para politikus bermain sirkus, mereka juga perlu makan lebih banyak. Porsi roti untuk rakyat semakin berkurang. Kesengsaraan akan bertambah.

Sukarno pada tahun ‘50an, bahkan sejak kemerdekaan, sudah mengalami kesulitan dalam bidang ekonomi. Hanya saja pada masa perang kemerdekaan, sirkus perang kemerdekaan cukup seru dan memukau sehingga rakyat bersedia menderita dan melupakan rotinya. Ketika perjanjian Meja Bundar mengenai penghentian peperangan dengan Belanda sudah ditanda-tangani, artinya sirkus sudah selesai. Orang segenerasi nenek saya mulai bertanya: “Kapan merdekanya selesai?”. Maksudnya, kapan mereka bisa kembali kepada kondisi sebelum pendudukan Jepang. Masa sebelum pendudukan Jepang dikenal oleh mereka sebagai “jaman normal”. Itulah jaman yang mereka kenal sebagai jaman idaman.

Ketidak becusan Sukarno di bidang ekonomi diperlihatkan dengan tingginya inflasi yang menyebabkan diberlakukan dua tindakan keuangan, yaitu:

1. Gunting Sjafruddin: Rp 10 ORI (Oeang RI) menjadi Rp 5 GS (Gunting Sjafrudin) pada bulan Maret 1950.
2. Sanering: Rp 10 GS menjadi Rp 1 Orla pada tanggal 25 Agustus 1959.

Tentu saja kedua tindakan ini tidak bisa memperbaiki ekonomi. Sirkus harus dimainkan. Kebetulan Sukarno seorang orator yang baik, seperti Hitler, Kennedy, Obama atau Nasser, sirkus yang dimainkan berupa pidato-pidato yang bersemangat bisa memukau penonton. Tidak hanya itu, perang dikobarkan Trikora melawan Belanda untuk merebut Irian Barat, dan Dwikora untuk mencampuri urusan negara tetangga Malaysia. Demikian memukaunya banyak yang terseret ikut ke medan perang. Herannya tidak ada yang tahu bahwa Sukarno telah melanggar UUD 45: ........dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka.......

Yang pasti mengirimkan tentara ke Malaysia untuk memerangi rakyat Malaysia bukan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi. Sirkus harus berjalan terus. Kalau ada sirkus tandingan harus disingkirkan. Anggota-anggota band penyanyi Koes Bersaudara, misalnya, ditangkapi dan dimasukkan dalam penjara Glodok pada bulan Juli 1965 oleh Komando Operasi Tertinggi (KOTI). Alasannya karena lagu yang Koes Bersaudara bersifat cengeng dan tidak sejalan dengan lagu-lagu mars perjuangan yang dipakai untuk memberi semangat maju ke medan perang. Sirkus tandingan harus disingkirkan.

Persoalan dengan kehidupan ialah kalau mau roti, harus ada yang menanam gandum. Kalau semuanya ikut bermain dalam sirkus dan penjadi penontonnya, maka siapa yang akan menanam gandum untuk menghasilkan roti? Sirkus dimasa depresi dan ekonomi yang menyurut nampaknya bagus. Orang dari pada “bengong” tidak ada kerja, lebih baik menonton sirkus dan ikut serta bermain sirkus, melakukan tindakan yang tidak produktif seperti perang. Uang dicetak terus tanpa diimbangi dengan keluaran produksi. Akibatnya inflasi yang meledak di tahun 1964 – 1967.


DEPRESI DAN PERANG DUNIA II
Mitos mudah dibentuk karena, wartawan tidak terlalu pandai. Kalau mereka pandai, maka mereka sudah menjadi engineer atau dokter atau ilmuwan. Oleh sebab itu mereka akan menelan apa saja yang dikatakan politikus yang kemudian dikuatkan oleh para sejarawan. Kejadian-kejadian sejarah diceritakan dengan plintiran-plintiran sehingga memberikan nuansa yang bertolak belakang. Perang dimitoskan sebagai obat penyembuh untuk resesi ekonomi atau bahkan depresi. Yang sering dijadikan contoh adalah US dimasa Great Depression tahun 1930an. Tentu saja ini merupakan mitos semata yang diciptakan oleh para politikus dan dipopulerkan oleh sejarawan dan wartawan. Akal sehat akan mengatakan bahwa, bagaimana mungkin perang bisa menciptakan kemakmuran? Kalian saling membunuh dan saling menghancurkan?

Kubu yang beropini bahwa perang adalah obat depresi ekonomi mengajukan argumen bahwa perang membuka lapangan kerja. Argumen ini sama saja dengan mengatakan bahwa: “Ayo rubuhkan rumah kita, supaya kita bisa ada pekerjaan untuk membangun kembali. Ayo kita saling baku tembak supaya kita punya pekerjaan mengobati”. Memang perang memberikan pekerjaan yaitu saling membunuh dan melukai, membuat alat-alat pembunuh, kemudian menolong yang luka, menguburkan yang mati. Tetapi adakah kemakmuran yang tercipta? Jadi kalau dilihat secara keseluruhan tidak ada kemakmuran (penambahan barang dan jasa) yang tercipta.

Data menunjukkan bahwa perang akan meningkatkan GNP (Gross National Produk, semacam GDP yang digunakan dulu). Tetapi peningkatan ini semu sifatnya. Perang Dunia II resminya dimulai tahun 1939 ketika Jerman menyerbu Polandia. US sendiri tidak terjun ke dalam perang sampai tahun 1941. Terlihat jelas (titik 2 pada Chart-1) bahwa pada masa itu terjadi lonjakan GNP (Gross National Produk) sampai ke 28%!!! Pertumbuhan GNP 28% ini sangat besar. Tetapi nanti dulu, sebab inflasi juga menggila (Chart-2, titik 2), mencapai 20%. Pertumbuhan yang 28% ini kalau dinormalisasi terhadap kenaikan harga konsumen (CPI), hanyalah 6.7%.


Chart 1

Pertumbuhan di US di awal perang menang ada, karena US mengimport mesin-mesin perang dan bahan-bahan logistik untuk Eropa. Tetapi ketika perang menjelang usai, Pertumbuhan GNP turun lagi, tetapi inflasi CPI melonjak 35% (titik 3 Chart-1 dan Chart-2). GNP riil turun minus 18.6%. Jadi secara keluruhan ekonomi US mengalami penurunan selama perang dunia II. Belum lagi kalau GNP ini dipilah-pilah, mana yang bersifat memberikan kemakmuran riil, dan mana yang semata-mata untuk perang, tindakan saling menghancurkan dan membunuh. Bagian yang memberikan kemakmuran riil akan semakin kecil.


Chart 2


BIAYA PERANG
Orang yang berpikir bahwa perang akan menyelesaikan persoalan ekonomi dan akan membawa kemakmuran adalah orang yang mempunyai pikiran yang sudah terplintir habis-habisan. Bagaimana mungkin tindakan penghancuran bisa menciptakan kemakmuran?

Mitos dan sejarah yang mengatakan bahwa perang adalah obat depresi ekonomi, kalau dipikirkan secara waras, tidak akan pernah bisa diterima akal. Semakin detail data-data ekonomi mengenai perang digali semakin tidak cocok dengan mitos yang didengungkan. Politikus perlu sirkus dan tontonan. Perang adalah sirkus yang disukai politikus. Politikus menyukai kekuasaan. Dan perang adalah salah satu cara untuk mengekspresikan kekuasaan disamping memperbesarnya. Jerman menyerang Polandia, US menyerang Afganistan dan Irak, Indonesia menyerang Timor-Timur, atau Kalimantan Utara (Sebutan untuk Serawak dan Sabah dimasa konfrontasi). Tentu saja biasanya mereka memilih lawan yang dianggap lebih lemah, kecuali jika sudah terlalu gila, seperti ketika Hitler memutuskan menyerang Stanlingrad atau Jepang memutuskan membom Pearl Harbor.

Perang disukai oleh para politikus karena dampaknya jarang sampai kepada mereka. Karena mereka tidak berada di medan tempur. Mereka jauh dari peluru, lumpur, panas, dingin yang mengigit, atau tertangkap musuh. Resiko yang terbesar ada pada serdadu dan rakyat. Romantisme pertempuran dan peperangan diciptakan melalui lagu, syair, slogan. Kamikaze, Bushido di Jepang pada perang pasifik, bambu runcing perang kemerdekaan Indonesia, elan di Prancis pada perang dunia II. Seperti pasukan kamikaze di Pasifik, pilot-pilot yang masih hijau dan tidak berpengalaman, dipersenjatai dengan bom dan pesawat yang sekedar bisa tebang, mereka maju ke medan perang dengan misi bunuh diri. Kebanyakan misi kamikaze ini gagal, pesawat yang sudah kedaluwarsa ini dengan mudah ditembak jatuh oleh senjata anti pesawat udara Sekutu.

Politikus di Tokyo tidak merasakan bagaimana derita di medan pertempuran. Ide-ide taktik pertempuran kadang diluar akal waras. Pertempuran di Saipan di kepulauan Marianna Pasifik, diakhiri dengan serbuan ‘banzai’. Pasukan Jepang bagai gelombang manusia menyerbu pasukan sekutu dengan bayonet. Tentu saja ini menjadi sasaran empuk peluru carabine tentara US. Hampir seluruh pasukan tempur garnisun Jepang yang berjumlah sekitar 30 ribu orang tersungkur. Dan 22 ribu warga sipil non-tempur Jepang juga mati. Dan pasukan sekutu hanya kurang dari 3000 orang mati.

Lain lagi dengan bambu runcing. Semangat mengalahkan akal sehat penjuang kemerdekaan Indonesia maju dengan bambu runcing untuk dijadikan sasaran empuk senapan Belanda dan Sekutu.

Prancis terkenal dengan romantismenya. Sajak tentang maju ke medan perang dengan menunggang kuda, pedang yang mengkilat, gegap gempita teriakan menyerbu merangsek musuh terdengar indah dan memberi semangat. Elan yang artinya semangat, keteguhan hati, menggantikan taktik perang dan strategi! Di awal Perang Dunia I, tentara Preancis dengan semangat maju menyerbu dengan menunggang kuda dan pedang yang mengkilat terhunus. Inilah yang disebut semangat tanpa akal waras. Serbuan bersemangat ini disambut dengan senapan mesin Jerman. Tidak memerlukan waktu yang lama untuk membuat bumi menjadi merah bersimbah darah tentara Prancis.

Kalau pertempuran Saipan dianggap mengerikan dilihat dari jumlah korban yang mati, maka pertempuran di Stalingrad akan jauh lebih mengerikan. Tentara Jerman yang terbunuh atau luka-luka 750,000. Dan yang tertangkap 91,000 orang. Yang luka-luka bisa diduga punya peluang yang kecil untuk hidup, mengingat Soviet juga mengalami kehancuran dan tidak bisa merawat tawanannya yang luka. Dipihak Soviet 478,741 terbunuh atau hilang, 650,878 luka-luka atau sakit ditambah sekitar 40,000 lebih mati. Apakah orang Soviet yang masih hidup punya obat, tenaga dan niat untuk merawat tawanan Jerman yang sakit?

Diantara biaya perang yang termahal adalah nyawa manusia. Mungkin ada yang beranggapan bahwa manusia semacam ini layak mati. Mereka mau saja mengikuti ide-ide para politikus. Orang seperti ini selayaknya mati. Anggaplah nyawa manusia murah, perang juga menghancurkan asset. Nagasaki rata dengan tanah. Stanlingrad juga rata dengan tanah. Belin hancur. Apakah ini murah. Apakah ini seimbang dengan ‘pertumbuhan’ ekonomi yang dihasilkan dari perang. Pertumbuhan atau penghancuran ekonomi?

Mitos perang sebagai solusi depresi ekonomi adalah mitos yang diciptakan oleh politikus yang tidak waras dan maha sadis. Seorang pembunuh bisa disebut sadis jika dia membunuh 1, 2, 4, 10 orang. Tetapi kalau korbannya mencapai jutaan orang, nama apa yang layak baginya. Tetapi pikiran yang terplintir membuatnya sebagai pahlawan, seperti Abraham Lincoln, F.D. Roosevelt, Harry Truman, Sukarno. Dalam sejarah mereka dipuja sebagai pahlawan. Apakah angka-angka korban perang mendukung kesimpulan para sejarawan? Anda bisa menilainya sendiri.



Berlin diakhir perang dunia II


Nagasaki setelah bom atom dijatuhkan.


Stalingrad ketika penyerbuan oleh tentara Jerman.


Catatan: Perang bisa saja menjadi obat depresi jiwa. Kalau jiwa sudah tertekan......., ayo keluar dan pergi untuk bunuh orang............





Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Monday, October 19, 2009

UANG KERTAS, UANG SEJATI, UANG ELEKTRONIK & KREDIT (HUTANG)

UANG KERTAS DAN UANG SEJATI
Uang….., apa itu uang? Uang, katanya, alat pembayaran yang syah. Itu definisi yang tertulis pada uang kertas resmi yang dikeluarkan sebuah negara yang berdaulat. Uang (kertas) dalam kenyataan menjadi alat pemajakan terselubung terhadap tabungan melalui inflasi alias pembanyakan (pencetakan) uang. Logisnya, kalau uang kertas diperbanyak jumlahnya maka nilainya turun. Akibat selanjutnya adalah nilai riil tabungan turun. Misalnya sejak rupiah dideklarasikan sebagai uang resmi republik Indonesia dengan dektrit no 19 tahun 1946 pada tanggal 25 Oktober 1946 sampai Oktober 2009, nilai riilnya tinggal 0.0000003% nya saja. Ketika diresmikan 1 gr emas harganya Rp 2. Dan 63 tahun kemudian harga emas Rp 330,000 per gram. Angka Rp 330,000 itu telah mengalami penyunatan nol disana sini sebanyak 3 kali. Kalau angka-angka itu dibiarkan, maka Rp 330,000 tidak lain adalah jelmaan dari Rp 6,600,000,000 uang tahun 1946.

Proses ini tidak perlu memakan waktu 1 abad, tetapi hanya 63 tahun saja. Artinya para pejuang kemerdekaan kalau ketika berjuang berumur 20 tahun, maka 63 tahun kemudian berumur 83 tahun, masih bisa melihat proses terjadinya menggerusan nilai riil rupiah. Entah apa yang terpikir dalam benak mereka kalau melihat hal seperti ini. Bagi orang waras uang semacam ini sama sekali tidak bisa ditabung karena tidak menyimpan nilai. Harga kambing selama 63 tahun ini sekitar 3 – 4 gram emas. Artinya emas tidak mengalami peningkatan nilai. Oleh sebab itu uang kertas tidak disebut uang sejati. Uang sejati adalah uang yang tidak bisa dicetak, diperbanyak, diturunkan nilai riilnya oleh para politikus dan penguasa. Emas sering disebut uang sejati, karena nilainya relatif tetap. Harga kambing, kerbau atau makanan dalam emas, kisarannya tetap sejak jaman nabi Muhammad, Jesus sampai sekarang. Seekor kambing harganya 3-4 gram emas. Anda bisa lihat dibuku hadist.


SULAPAN BARU

Politikus dan Pemerintah Menyukai Inflasi yang menyengsarakan Rakyat
Inflasi sangat disukai politikus. Kalau harga barang naik maka pajak juga naik. Nilai riil pajak juga naik. Misalnya pajak penjualan, pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak bumi dan bangunan.

Contoh lain seandainya seseorang membeli rumah beserta tanahnya seharga 100 juta rupiah. Kalau dipecah nilainya, 50 juta rupiah untuk tanahnya dan 50 juta rupiah untuk bangunannya. Setelah 12 tahun, kalau mau membeli unit rumah yang sama, baru, harganya sudah naik menjadi Rp 480 juta karena inflasi sebesar 17% per tahun. Inflasi 17% per tahun untuk Indonesia adalah biasa di era reformasi. Angka 17% itu adalah ekspansi M2, bukan angka resmi inflasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang biasanya jauh lebih kecil. Seperti kata Mark Twain yang populer: “Ada penipuan kecil, ada penipuan besar dan ada statistik”. Kembali pada harga rumah yang sudah naik 480% itu, atau lebih tepatnya nilai uang sudah turun 79%. Karena tidak dirawat, rumahnya hancur dan kalau dijual harga bangunanya praktis nol. Jadi harganya (setelah 12 tahun) adalah 240 juta rupiah. Masih ada kenaikan harga nominal. Kalau tanah ini dijual maka akan kena pajak karena ada keuntungan pemindahan aset. Kenaikan nominal dari 100 juta rupiah menjadi 240 juta rupiah dianggap sebagai keuntungan yang bisa dipajaki. Padahal secara riil ada kerugian sebesar 50% atau 240 di saat menjual karena adanya depresiasi. Daya beli Rp 240 juta di saat menjual kembali rumah yang sudah hampir roboh dan tanahnya hanya 50% dari daya beli Rp 100 juta 12 tahun sebelumnya. Kalau uang yang Rp 240 juta itu dibelikan kambing atau sapi atau beras, hanya akan memperoleh separo dari apa yang bisa dibeli dengan Rp 100 juta pada 12 tahun sebelumnya.

Sudah rugi dipajaki pula. Alangkah licinya pemerintah. Transaksi yang secara riil rugi masih dikenai pajak. Oleh sebab itu politikus punya kepentingan untuk membuat inflasi dan harga naik. Tanpa ada inflasi, pemerintah tidak bisa memajaki transaksi yang secara riil rugi.

Inflasi dengan Kredit di Ranah Uang Fiat
Mencetak uang dan menggunakan uang cetakan itu untuk pembiayaan pemerintah adalah cara yang kasar. Kiat seperti ini lama-lama ketahuan seperti di Zimbabwe pada dekade 2000 atau Indonesia tahun 1964 - 1967, sehingga rakyat berusaha menangkalnya dengan tidak lagi menabung dengan uang kertas. Oleh sebab itu penguasa dan bank punya kiat baru yaitu dengan hutang, kredit, virtual money, uang maya, uang elektronik. Cerdiknya, dengan virtual money, kredit, hutang, tidak pandang, apakah negara itu menganut uang dengan dukungan emas atau dengan tidak sama sekali. Berikut ini kita akan melihat bagaimana penciptaan uang virtual dikedua sistem. Paragraf pertama adalah penciptaan uang virtual dalam sistem uang fiat. Kemudian, dengan tulisan yang sama, kata kertas akan diganti dengan kata emas.

Sulap ini disebut fractional reserve banking (FRB). Misalnya di ekonomi secara fisik ada 100 juta dollar uang kertas. Tentu saja uang ini disimpandi bank. Oleh bank uang kertas ini dipinjamkan 90%nya (atau 90 juta dollar) ke pada pelaku ekonomi. Dan uang kertas ini di bank dititipkan juga. Secara fisik uang kertas ini tidak berpindah dari sistem perbankan. Bisa saja dari satu bank ke bank lainnya. Jadi kredit yang diciptakan sebesar 90 juta dollar sebenarnya hanya catatan elektronik saja.

Kemudian, uang yang 90 juta dollar itu, kemudian dipinjamkan lagi 90%nya (81 juta dollar). Seterusnya berlaku hal yang sama. Berikutnya 72.9 juta dollar diciptakan. Dan seterusnya, sehingga secara teoritis dari 100 juta dollar bisa menciptakan kredit setara dengan 800 juta dollar sehingga hutang dan uang kertas menjadi setara dengan 900 juta dollar.

Uang virtual yang berasal dari uang kertas ini oleh ‘pemiliknya’ dipakai untuk membeli barang, membeli saham, rumah, berspekulasi. Oleh sebab itu harga barang akan naik, karena jumlah uang, termasuk yang virtual, naik. Terjadi inflasi. Terhadap harga, effek pertumbuhan uang virtual alias hutang atau kredit ini (hampir) sama dengan uang kertas yang asli.

Inflasi dengan Kredit di Ranah Uang Berbasis Emas
Nah mengenai uang kertas sudah jelas. Sekarang dengan menggunakan 3 paragraf yang sama di atas, kita ganti kata kertas dengan emas dan dollar dengan gram.

Sulap ini disebut fractional reserve banking (FRB). Misalnya di ekonomi secara fisik ada 100 juta gram uang emas. Tentu saja uang ini disimpan di bank. Oleh bank uang emas ini dipinjamkan 90%nya (atau 90 juta gram) kepada pelaku ekonomi. Dan uang emas ini dititipkan di bank juga. Secara fisik uang emas ini tidak berpindah dari sistem perbankan. Bisa saja dari satu bank ke bank lainnya. Jadi kredit yang diciptakan sebesar 90 juta gram sebenarnya hanya catatan elektronik saja.

Kemudian, uang yang 90 juta gram itu, kemudian dipinjamkan lagi 90%nya (81 juta gram). Seterusnya berlaku hal yang sama. Berikutnya 72.9 juta gram diciptakan. Dan seterusnya, sehingga secara teoritis dari 100 juta gram bisa menciptakan kredit setara dengan 800 juta gram emas sehingga hutang dan uang emas menjadi setara dengan 900 juta gram.

Uang virtual yang berasal dari uang emas ini oleh ‘pemiliknya’ dipakai untuk membeli barang, membeli saham, rumah, berspekulasi. Oleh sebab itu harga barang akan naik, karena jumlah uang, termasuk yang virtual, naik. Terjadi inflasi. Terhadap harga, effek pertumbuhan uang virtual alias hutang atau kredit ini (hampir) sama dengan uang emas yang asli.

Sama bukan? Itu namanya sulap baru....., mungkin juga bukan, karena cara ini sudah dilakukan puluhan, bahkan ratusan tahun lalu. Sistem uang kertas dan uang berbasis emas hasilnya sama saja jika FRB berlaku.


HUTANG BUKAN UANG DAN HARUS DIBAYAR ATAU DIKEMPLANG
Ada perbedaan antara uang fisik (apakah itu uang kertas atau emas) dengan kredit atau hutang. Hutang harus dilunasi dan kredit harus ada penyelesaiannya. Lagi pula menciptakan kredit juga bukan tidak terbatas seperti menciptakan uang kertas. Sistem bisa menciptakan kredit selama kreditur mau karena menganggap resiko debitur untuk ngemplang (gagal bayar) kecil. Calon debitur juga menganggap bahwa dia masih mau dan mampu membayar hutangnya. Artinya dalam suatu sistem ekonomi, pertumbuhan penghasilan (gaji) masih lebih besar dari pertumbuhan kredit. Kalau pertumbuhan gaji tidak naik secepat hutangnya, pada suatu titik, debitur akan mengalami kesulitan membayar hutangnya. Sayangnya menentukan titik ini tidaklah mudah, karena akibat ekspansi kredit, harga asset juga naik sehingga memberikan perasaan “bertambah kaya” dan beranggapan bahwa angunan bisa menutup hutangnya. Padahal sebenarnya harga agunan yang ada adalah harga bubble. Harga karena ekspansi kredit. Ekspansi kredit terus berlanjut dibawah restu pemerintah yang dengan senang hati memunguti pajak untuk menggemukkan kantong para politikus dan birokrat.

Persoalan baru timbul ketika bubble kredit pecah. Jangankan membuat hutang baru, lagi untuk membayar hutangnya sudah debitur tidak mampu. Di saat seperti ini lebih banyak kredit harus diselesaikan, dari pada kredit yang diciptakan. Terjadilah pengkerutan, penciutan, kontraksi kredit. Itu yang disebut deflasi. Pada periode deflasi, bank komersial enggan memberikan kredit karena takut resiko gagal bayar. Calon debitur juga tidak mau terbebani lagi. Karena uang virtual alias kredit berkurang, maka uang yang mengejar asset, jasa dan barang juga berkurang. Akibat permintaan yang menurun maka harga juga turun.

Deflasi tidak mungkin terjadi pada kondisi dimana kredit masih sedikit, seperti di Zimbabwe atau Indonesia tahun 1964 – 1967 dan sebelumnya. Untuk terjadinya deflasi diperlukan kondisi dimana kredit sudah besar. Dengan kata lain deflasi adalah fenomena yang sama dengan pecahnya bubble kredit.

Seperti biasanya pemerintah dan politikus akan berusaha untuk mencegah terjadinya deflasi. Padahal deflasi itu bagus untuk yang mempunyai tabungan, karena harga-harga turun. Tetapi tidak bagus bagi pemerintah karena pendapatannya akan turun. Dengan segala upaya pemerintah bersama dengan bank sentral akan berusaha untuk menangkal dan mencegah berlanjutnya deflasi. Seperti yang diresepkan oleh dokter-dokter Keynesian, pemerintah bisa menaikkan pengeluaran dimasa seperti ini. Tentu saja dananya dari hutang (untuk menutup defisit anggaran belanja). Usaha ini ada yang berhasil dan ada juga yang sulit untuk sukses. Tergantung pada besarnya bdget negara dibandingkan dengan kredit yang ada.

Pada krisis kredit yang dimulai tahun 2007 ini, di US total uang dan kredit adalah sekitar $ 55 triliun sedangkan budget belanja negara “hanya” $6.4 triliun. Artinya untuk 1% kontraksi kredit, diperlukan kenaikan belanja pemerintah sebesar 10% . Untuk 4% kontraksi kredit, diperlukan 40% defisit belanja negara! Silahkan pompa saja. Entah apa yang bisa dilakukan pemerintah (dalam hal ini pemerintah US) untuk mencegah deflasi.


HUTANG $100,000 TIDAK SAMA DENGAN $2 TRILIUN
The Fed selama krisis kredit ini telah menambah monetary base nya sebesar kurang lebih 100% atau $1 triliun dengan memberikan kredit kepada bank-bank komersial dan menerima asset-asset beracun sebagai agunannya. Sulit untuk mengatakan, sampai seberapa jauh the Fed masih mau menerima asset-asset busuk itu sebagai agunan, karena the Fed adalah kumpulan bank swasta. Swasta punya kepentingan cari untung. The Fed lebih suka menerima surat hutang pemerintah. Jadi bisa saja the Fed masih mau menerima surat hutang pemerintah. Bagaimana dengan surat-surat hutang pemerintah yang dipegang negara lain? Apakah mereka akan membuangnya?

Kalau pemerintah berhutang untuk menambal defisit anggarannya, ada orang yang berpendapat bahwa akan banyak yang tidak mau membeli surat hutang pemerintah, apa lagi kalau pemerintah sudah kebanyakan hutang. Persoalannya terletak pada sifat mausia. Kalau anda punya hutang $100,000 maka anda yang tidak bisa tidur ketika jatuh tempo dan belum punya dana untuk melunasinya. Tetapi kalau hutang itu sebesar $ 2 triliun, krediturnya, banknya yang tidak bisa tidur dan cemas kalau anda belum punya dana. Bahkan kalau perlu, kreditur adan bank akan memberi perpanjangan waktu atau kredit tambahan.

Demikian juga Cina dan Jepang yang punya banyak surat hutang pemerintah US. Mereka tidak mau kalau US gagal bayar dan ngemplang. Jangankan gagal bayar, Cina dan Jepang juga tidak ingin melihat nilai hutangnya turun. Jadi mereka punya kepentingan untuk menjaga nilai dollar stabil dan kuat.
Disamping itu Cina masih memerlukan konsumen US untuk membeli produk-produk mereka. Supaya kompetitif, negara-negara yang berbasis ekonomi eksport akan melakukan devaluasi kompetitif dengan menurunkan nilai mata uangnya terhadap dollar atau mata uang konsumennya.

APA YANG TERJADI KALAU KREDIT BERKONTRAKSI?
Bayangkan kredit semakin langka. Barang langka dan diperlukan akan mahal. Apalagi kalau jumlahnya semakin berkurang. Semakin cepat kontraksinya, semakin cepat pula nilainya bertambah. Apalagi kalau ditambah dengan persepsi dan emosi. Lukisan Sapto Hudoyo naik berkali-kali lipat ketika beliau meninggal, karena dengan meninggalnya sang pelukis, maka tidak ada lagi penciptaan lukisan Sapto Hudoyo. Sama juga dengan US dollar. Dimasa deflasi akan mengalami appresiasi nilai, terhadap mata uang yang berekspansi atau mata uang yang kontraksinya lebih lambat.

Tentu saja pemerintah tidak bisa terus-menerus berhutang untuk menutupi defisit anggarannya. Hutang pemerintah harus dibayar. Dan dana ini berasal dari pajak. Pada akhirnya pemerintah harus dihadapkan pada pilihan berhutang terus dan bermuara pada menggagal bayarkan hutangnya. Atau menstop semua usaha-usaha mencegah deflasi dan kembali kepada anggaran yang berimbang, tanpa defisit.

Sekian dulu......, itulah tesis saya untuk mendukung opini saya, kenapa US dollar harus menguat. Lain kali kita akan bahas tentang resiko (hiper)-inflasi setelah masa deflasi. Sampai nanti.............


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Sunday, October 11, 2009

TENGGELAMNYA DOLLAR?

Selama beberapa minggu ini, di situs Financial Sense mengetengahkan perdebatan deflasi vs inflasi. Perdebatan ini diikuti oleh 3 orang dari kubu deflasi dan 3 orang dari kubu inflasi. Kalau anda ingin tahu lebih lanjut silahkan kunjungi Financial News Hour. Minggu lalu perdebatan ini sudah ditutup dengan uraian kesimpulan oleh Jim Puplava.

Minggu lalu pasar juga diributkan oleh berita bahwa ada usaha-usaha untuk meninggalkan penggunaan dollar dalam perdagangan minyak. Dengan demikian dollar akan segera memasuki masa senja. Beritanya ada di harian Inggris The Independent:

The demise of the dollar
By Robert Fisk
Tuesday, 6 October 2009

In the most profound financial change in recent Middle East history, Gulf Arabs are planning – along with China, Russia, Japan and France – to end dollar dealings for oil, moving instead to a basket of currencies including the Japanese yen and Chinese yuan, the euro, gold and a new, unified currency planned for nations in the Gulf Co-operation Council, including Saudi Arabia, Abu Dhabi, Kuwait and Qatar.

Secret meetings have already been held by finance ministers and central bank governors in Russia, China, Japan and Brazil to work on the scheme, which will mean that oil will no longer be priced in dollars.

The plans, confirmed to The Independent by both Gulf Arab and Chinese banking sources in Hong Kong, may help to explain the sudden rise in gold prices, but it also augurs an extraordinary transition from dollar markets within nine years.


Iran bulan sebelumnya mengatakan bahwa akan mengganti cadangan luar negrinya dari dollar ke euro.

Apakah dollar akan jebol, dibuangi orang? Kemudian hiper-inflasi di US dollar? Di Ekonomi Orang Waras dan Investasi (EOWI), data dan akal sehat akan lebih berperan. Misalnya untuk pertanyaan apakah US dollar sebagai mata uang dunia akan segera ditinggalkan?

Jawabnya “tidak”. Pound sterling dahulunya adalah mata uang dunia seperti US dollar. Karena dulu Inggris adalah dengan ekonomi terbesar di dunia. Melaui revolusi Industri, produk-produk Inggris membanjiri dunia, pada waktu itu. Proses peralihan dari pound sterling berlangsung secara perlahan. Di akhir perang dunia I, tahun 1918, Inggris yang terbebani hutang akibat perang, ekonominya mengalami kemunduran. Industri pindah ke US, Dominasi Inggris di ekonomi dunia secara perlahan digantikan oleh US. Demikian juga dengan mata uang dunia, secara perlahan beralih ke US dollar. Dalam perjanjian Bretton Wood tahun 1944, pound sterling masih disebutkan sebagai mata uang yang bisa dipakai untuk cadangan devisa. Adalah wajar kalau mata uang dunia adalah mata uang yang ekonominya mendominasi dunia dimasa itu. Oleh sebab itu, kalau sekarang ada keputusan untuk mengganti dollar dalam perdagangan dunia, selama US masih mendominasi ekonomi dunia, maka keputusan itu sudah mengabaikan nilai-nilai kepraktisan. Coba renungkan, jika perusahaan minyak (negara, BUMN) Venezuela, Iran, Cina, Saudi, Kuwait, ketika harus mengganti suku cadang peralatannya dari Weatherford, Halliburton, atau Baker Hughes, apakah pemasok suku cadang ini akan menerima riyal Saudi, rial Iran, remimmbi, bolivar Venezuela, real Brazil? Apakah Caltex, Conoco Phillips, Cheveron, BP, Microsoft atau IBM mau menggunakan bolivar atau rial Iran? Kalau mau membuat ‘basket currency’, yang mana saja. Apakah remimmbi? Bukankah lebih baik bagi Cina kalau remimmbi lemah sehingga tenaga kerja Cina murah dan produk-produk Cina terjaga murah dan banyak yang beli? Negara-negara yang ekonominya berbasis ekspor seperti Cina, Jepang, penguatan mata uangnya akan menjadi problem. Kecuali kalau ekonomi mereka sudah tidak tergantung pada ekspor seperti Nowegia, Denmark, Swiss.


INFLASI DI US?
Latar belakang dari ribut-ribut tentang gossip tenggelamnya dollar dari perdagangan minyak sebenarnya karena dugaan bahwa US memutar mesin cetak uangnya dengan kecepatan penuh. Sehingga akan membuat nilai dollar akan melemah terus. Tetapi hal ini juga tidak sepenuhnya benar. Berikut ini pertanyaan yang perlu dipikirkan:

1. Bagaimana dengan negara lain. Apakah mereka tidak melakukan competitive devaluation?
2. Apakah benar US mengalami inflasi, jumlah uang di perekonomian naik?

Untuk pertanyaan pertama, selama banyak negara yang mengandalkan eksport, maka competitive devaluation tidak bisa dielakkan. Ini sudah disinggung sebelumnya. Oleh sebab itu kita akan fokus pada pertanyaan berikutnya, tetapi juga akan menyinggung pertanyaan pertama.

Betul bahwa selama krisis ini the Fed telah menambah supply uang dasarnya (lihat Chart-1). Itu terjadi pada tahun 2008 ketika terjadi penyelamatan institusi-institusi keuangan yang sakit di US. M1 naik drastis tahun 2008 (Chart-2), juga M2 (Chart-3) walaupun tidak sedrastis M1. Tetapi supply M2 tidak naik selama 2009 (Chart-3).


Chart 1 (klik Chart untuk memperbesar)


Chart 2 (klik Chart untuk memperbesar)


Chart 3 (klik Chart untuk memperbesar)

Di sudut total kredit dan M3, sejak November 2008 sudah menunjukkan perlambatan dan akhirnya menjadi kontraksi pada bulan Juni 2008 (Chart-4 dan Chart-5). Dimana inflasinya?


Chart 4 (klik Chart untuk memperbesar)


Chart 5 (klik Chart untuk memperbesar)

INFLASI DI INDONESIA? - UNTUK APA ITU PECAHAN RP 2000?
Bagaimana dengan Indonesia? Inflasikah atau deflasi?


Chart-5 menunjukkan supply uang M2 di Indonesia. Dari tahun 2005 tingkat inflasi M2 di Indonesia menunjukkan antara 15%-20%. Dan sampai sekarang belum nampak adanya perlambatan sehingga melewati 15% (turun di bawah 15%). Inflasi atau deflasi? Anda bisa menjawabnya sendiri.

Bagaimana dengan kredit? Juga masih dalam trend menanjak untuk jangka panjang & menengah. Jangka pendek memang melambat. Tetapi masih di atas 18%. Bahkan menjelang tahun baru 2009, kredit sempat melonjak di atas 25%. Itu bisa-bisa hiper-inflasi. Jangan heran kalau harga-harga masih akan terus menanjak pada tahun-tahun mendatang. Rupiah masih akan terus berekspansi. Kalau dilihat perbandingan antara M2 dan kredit saat ini masih Rp 2000 triliun untuk M2 dan Rp 1300 triliun untuk kredit. Jadi kredit masih 0.7 kali M2. Dibandingkan dengan US kredit adalah 5.5 kali M2. Untuk Indonesia masih ada ruang untuk ekspansi kredit.


Chart 6 (klik Chart untuk memperbesar)


Chart 7 (klik Chart untuk memperbesar)

Untuk Indonesia, ada yang mengganggu pikiran saya, yaitu penerbitan uang kertas pecahan Rp 2000 dan diberlakukan pajak barang mewah. Ini yang akan memicu inflasi harga dan moneter. Barang-barang yang harganya Rp 1000 akan naik ke Rp 2000 karena segi praktisnya saja. Kalau denominasi terendah pecahan uang kertas adalah Rp 2000, maka untuk mudahnya orang akan menetapkan harga barang minimum adalah Rp 2000, supaya tidak ada uang kembali. Itu saja.

INFLASI DI CINA?
Bagaimana dengan Cina, deflasikah? Atau inflasi?

Yang pasti M2 masih naik sebesar 16% year-to-date (Tabel-1) atau 25%-26% per tahunnya. Bandingkan US yang kontraksi 2%. Indonesiapun kalah cepat dalam hal ini.



Tabel-1 (klik tabel untuk memperbesar)

Balance sheet dari bank dan institusi keuangan juga naik 15.5% (Tabel-2). Artinya bank masih menyalurkan kredit. Pertumbuhan kredit masih 25%-26% per tahunnya.


Tabel-2 (klik tabel untuk memperbesar)

INFLASI = STRATEGY STIMULUS EKONOMI NEGARA PENGEKSPORT
Negara-negara, terutama yang ekonominya tergantung dari perdagangan luar negri, khususnya negara berbasis eksport, punya strategi untuk menyembuhkan diri dari krisis ekonomi, yang tidak dapat ditolak lagi, yaitu competitive devaluation. Inflasi harus lebih cepat dari kenaikan gaji dan biaya produksi. Mata uang harus dijatuhkan supaya produk yang dieksportnya kompetitif. Itulah yang dilakukan oleh Indonesia dan lebih-lebih Cina. Jangan heran kalau Cina enggan membiarkan yuan menguat kalau bisa. Bagi pemerintah Cina, melakukan hal ini (kebijakan uang longgar) jauh lebih mudah dari pada US. Pemerintah Cina bisa memberi perintah kepada bank-bank plat merahnya untuk menyalurkan kredit. Di US, mana bank plat merah? Di Indonesia masih ada bank plat merah yang besar. Dan ini terbukti dengan ekspansi M2 dan kredit di Cina yang mencapai 25%-26% per year untuk tahun 2009 ini.

Sulit dibayangkan bagaimana akhir dari drama ini. Pemerintah Cina, Indonesia, Jepang dan negara-negara berbasis ekonomi eksport berusaha melakukan competitive devaluation dengan harapan produknya laku dan mesin-mesin produksi tetap berjalan. Tetapi konsumennya enggan membeli. Tidak Amerika, tidak juga Eropa. Konsumer Jepang juga tidak. Konsumer Cina? Mungkin nanti beberapa dekade lagi. Bagaimana akhir dari drama ini? Yang pasti jika ada yang punya ide untuk menganjurkan agar yuan dibiarkan free-float, kemungkinan besar yuan akan terjun bebas, kalau dilihat kecepatan mesin cetaknya.


FOO TIAO XIANG
Minggu lalu saya mengobrol dengan seorang keponakan yang bekerja di Bank Permata di bagian forex. Saya katakan bahwa dalam 8 - 18 bulan kedepan US dollar akan menguat. Dia mentertawakan saya, karena saat ini Cina akan melepas peg yuan terhadap dollar secara penuh. Di samping itu perdagangan dunia akan mulai menggunakan yuan, dan meninggalkan US dollar. US dollar akan jatuh karena mesih cetaknya bekerja dengan kecepatan penuh.

Ternyata antara data dan berita, persepsi, sama sekali tidak sinkron. Data menunjukkan bahwa mesin cetak US dollar sudah berhenti, sedangkan mesin cetak yuan atau rupiah (juga lainnya) masih berputar dengan cepat. Tetapi persepsinya adalah sebaliknya. Bahkan seorang pembaca EOWI juga ada yang bertanya, dengan bertambahnya monetary base di US apa tidak bisa uang itu keluar dan menyebabkan inflasi. Sulit dipercaya bahwa uang itu harus ngendon di bank dan tidak bisa keluar, untuk spekulasi misalnya. Persoalannya ialah, bahwa frational reserves banking adalah Ponzi scheme, bisnis piramida. Suatu saat akan ambruk. Di US kondisinya sudah membengkak terlalu besar. Misalnya saja, untuk kasus anthorium, maukah anda membeli anthorium untuk menggairahkan spekulasi yang sudah masuk kubur. (Catatan: beberapa tahun lalu terjadi mania di sektor pohon anthorium yang melambungkan valuasi pohon ini sampai Rp 500,000 per lembar. Harganya divaluasi dengan jumlah daunnya!!). Di akhir mania psikologi massa berubah.

Akhirnya saya ajak keponakan saya untuk bertaruh. Tahun depan jika US dollar tidak mencapai kisaran Rp 13000 – Rp 15000 saya akan mentraktir Foo Tiao Xiang. Sebaliknya jika target ini tercapai, dia yang akan mentraktir saya.

Foo Tiao Xiang atau dalam bahasa Inggrisnya “Buddha Jump Over the Wall” atau Indonesianya “Buddha Melompati Pagar” adalah sup yang isinya kebanyakan sea-food. Ada scallop, sirip ikan hiu, kerang, abalon, telur puyuh, dan jamur. Kami tidak makan babi dan ayam, jadi keduanya tidak akan kami masukkan dalam list. Sup ini demikian sedapnya, konon ketika ada seorang pengelana sedang memanaskan sup ini di dekat biara Buddha, sang Buddha mencium aroma yang sedap dan tidak tahan lagi. Dia (Buddha) langsung melompati pagar dan untuk meminta mencicipinya. Dia juga lupa bahwa dia seorang vegetarian.

Harganya? Bervariasi antara $ 20 - $ 75 per porsi. Cukup mahal Rp 200,000 sampai Rp 750,000. Ada yang mau coba?

Jakarta 10 Oktober 2009.

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Sunday, October 4, 2009

MENKEU SRI MULYANI VS IMAM SEMAR

PIBU 2010 DI DUNIA RAMAL MERAMAL EKONOMI


Minggu lalu, CEO diperusahaan saya bekerja berkunjung dari Malaysia ke kantor kami di Jakarta. Seperti biasanya dia menyempatkan diri melongok kamar kerja staff-staffnya. Ketika sampai di kamar kerja saya, seperti biasa dia menyapa saya dengan julukan ‘the gold-man’. Karena dia tahu bahwa saya punya investasi di emas yang besar. Tetapi untuk kali ini, saya mengkoreksinya dengan: “please call me Mr. US Dollar instead. I am switching my gold and silver to US dollar”.

“Are you serious? Dollar is going down.” Katanya.
“Yes, I am serious. Because US dollar is going up in the next 6 – 12 months.” Jawab saya.
“It cannot be. A lot of money printing”. Komentarnya lagi.
“Well....., the Fed can print as much money, but they could not siphon it out their vault.”

Cukup dulu sampai disini percakapan saya dengan CEO saya. Ada sifat yang saya miliki, yaitu ndableg dan tidak mudah percaya. Beberapa tahun lalu, seorang teman mengirimkan sebuah news letter dari Harry Dent yang mengatakan bahwa Dow akan ke 40,000 dalam 3-4 tahun mendatang. Walaupun Harry Dent mempunyai otoritas dan nama besar, kami di EOWI tidak takut berpegang pada opini kami, bahwa indeks Dow akan jatuh ke paling tidak 5,000.

Minggu ini mentri keuangan Indonesia meramalkan bahwa akan ada banjir liquiditas pada tahun 2010. Kami tidak tahu apakah mbak Ani (Sri Mulyani) atau staffnya membaca ulasan Ekonomi Orang Waras dan Investasi (EOWI) minggu lalu mengenai penerbitan surat hutang dalam dollar oleh negara maju ( Dollar Dicari?) dan kemudian mengekstrapolasikannya, entahlah. Kalau memang benar bahwa sumbernya dari EOWI, sayangnya ketika mengekstrapolasikannya beliau-beliau ini tidak konsultasi dengan kami sehingga hasil ekstrapolasi bisa selaras dengan EOWI. Sekarang opini departemen keuangan berbeda dengan kesimpulan EOWI. Bahkan beberapa diantaranya bertolak belakang.

Bisa saja ide ini datangnya murni dari staff mbak Ani, tanpa melirik EOWI. Apapun jalurnya dan bagaimanapun sampainya pada kesimpulan ini, tidaklah penting. Yang lebih penting adalah kesimpulannya itu sendiri. Materi kesimpulan itulah yang akan kita bahas. Mari kita simak beritanya di detikfinance. EOWI akan memberi komentar di berita ini.

http://www.detikfinance.com/read/2009/09/30/132529/1211833/4/menkeu-2010-dunia-banjir-surat-utang

Rabu, 30/09/2009 13:25 WIB
Menkeu: 2010 Dunia Banjir Surat Utang
Ramdhania El Hida - detikFinance

Jakarta - Menteri Keuangan sekaligus Menko Perekonomian Sri Mulyani mengatakan pasca krisis ekonomi global yang terjadi di 2008 dan 2009, dunia mulai melakukan pemulihan melalui anggaran stimulus fiskal di 2010.

Untuk membiayainya maka negara-negara di dunia akan menerbitkan surat utang sehingga dunia akan kebanjiran surat utang, ini menjadi kewaspadaan tersendiri bagi APBN 2010.

"Penerbitan surat utang oleh banyak negara maju untuk membiayai stimulus fiskal dan perbaikan sektor perbankan akan menyebabkan terjadinya crowding out, kompetisi sumber pembiayaan defisit," ujar Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2009).

Komentar EOWI: pernyataan ini akan menjadi premis ini yang akan medasari kesimpulan berikut ini.

Sri Mulyani mengatakan hal lain yang perlu diwaspadai di 2010 adalah ekspansi moneter di seluruh dunia yang akan menyebabkan ancaman meningkatnya likuiditas global secara pesat dan akan menimbulkan inflasi di 2010 diwaspadai melonjak.

Komentar EOWI: Mbak Ani lupa bahwa di samping pemerintah, masih ada rakyat sebagai pelaku ekonomi. Kecenderungannya sekarang ialah bahwa konsumen (rakyat) lebih suka menabung untuk persiapan jika diPHK dan enggan melakukan konsumsi. Jadi peningkatan aktivitas ekonomi tahun 2010 hanya di sektor pengeluaran pemerintah. Sedang rakyat akan menurun, apa lagi di US dan Eropa yang terlibas resesi berat. Tingkat pengangguran di US masih meningkat sampai mendekati 10% (angka resmi, sedang angka tidak resmi bisa 18%). Dan pengeluaran pemerintah sifatnya tidak mempunyai multiplier effect. Dampaknya terhadap ekonomi tumpul. Ini akan kita bahas di pasal tersendiri. Lagi pula, selama the Fed tidak menjadi lender for the last resort untuk negara-negara yang mengeluarkan bond ini, maka the Fed tidak akan mencetak uang. Dollar tidak akan mengalami pertumbuhan.

"Kedua faktor di atas akan menyebabkan kecenderungan meningkatnya suku bunga internasional yang akan menyebabkan tekanan pada biaya penerbitan surat berharga," jelasnya.

Komentar EOWI: Suku bunga yang mana? US treasury Bond? Atau bond Indonesia atau bond Jerman? EOWI berpendapat bahwa US treasury tidak akan melonjak, tetapi suku bunga surat hutang Indonesia, Jerman, Canada dalam dollar bisa meningkat. Kita akan bahas lagi di bawah.

Hal ini jelas akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan APBN 2010, dan bisa-bisa biaya utang pemerintah semakin mahal di 2010 karena ketatnya kompetisi penerbitan surat utang oleh negara-negara di dunia untuk menyokong perekonomiannya.

Komentar EOWI: Suatu konsekwensi logis.


ANATOMI KRISIS
Saya tidak akan capek menerangkan model yang EOWI percayai. Benih-benih krisis yang terjadi saat ini adalah ekspansi kredit yang ditebarkan bertahun-tahun lalu. Karena ketersediaan kredit yang mudah, konsumer melakukan konsumsi sampai lupa diri. Kredit mengalami ekspansi disamping untuk konsumsi, juga mengejar aset-aset seperti rumah dan saham, termasuk emas, perak dan bahan komoditi. Bubble asset yang menpunyai dampak multipier adalah rumah di US dan Eropa. Harga rumah naik lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan perorangan (gaji). Lama-lama harga rumah berada di luar jangkauan konsumen. Karena harganya naik, maka konsumen menggunakan rumah sebagai ATMnya. Konsumen mengagunkan rumahnya dengan harga pasar yang sudah tinggi dan terus meningkat untuk memperoleh kredit yang digunakan untuk konsumsi. Bahkan sebagian mengambil kredit rumah ke II atau ke III untuk spekulasi, karena harganya naik terus. Konsumsi di US dan Eropa marak, pabrik-pabrik didirikan di Cina. Bahan tambang digali di Indonesia, Australia, Canada, Afrika dan Timur Tengah. Pendek kata ekonomi dunia marak. Maraknya ekonomi dunia saat itu tidak akan langgeng karena ditunjang oleh kredit bukan oleh tabungan dan kerja keras. Ibaratnya kalau ada seseorang datang berhutang ke warung anda. Sekali dua kali anda akan memberinya. Tetapi kalau sudah kebanyakan, tentunya anda akan lebih berhati-hati. Anda akan menghitung kembali apakah kenaikan hutangnya lebih cepat dari kenaikan gajinya, sebagai indikator kemampuan membayar hutangnya. Kalau dia pengangguran, maka kemungkinan besar anda akan menstop pemberian hutang kepadanya.

Dalam kondisi booming semacam ini yang banyak meningkat adalah komponen kredit dalam supply uang M3, bukan M1. Dalam kaitannya dengan Fractional Reserve Banking (FRB), yang kita pernah bahas di : KRISMON 2008-2010 DAN FRACTIONAL RESERVE BANKING (II) - FRACTIONAL RESERVE BANKING DAN KRISIS EKONOMI, untuk tiap dollar cadangan uang (monetary base), bisa menjelma menjadi 10 dollar melalui penciptaan kredit. Ini yang disebut effek multipier. Kredit yang berekspansi terutama di sektor konsumsi dan spekulasi yang ditunjang oleh sektor konsumsi. Misalnya sebuah perusahaan manufakturing atau pertambangan, meminta kredit untuk ekspansi. Kredit untuk ekspansi ini tidak lain adalah spekulasi yang didasari oleh demand (permintaan) yang fiktif yang diwujudkan dengan peningkatan kapasitas produksi. Saya katakan sebagai permintaan fiktif karena begitu sumber kredit mengering maka permintaan itu hilang dan yang tersisa adalah kelebihan kapasitas produksi.


THE FED BOLEH MENCETAK UANG, TETAPI......
Pada dasarnya the Fed sudah mencetak uang banyak sejak krisis ekonomi. Monetary basenya kurang lebih naik 100% (Chart-1). Tetapi sampai saat ini kita tidak melihat angka pengangguran di US berhenti menanjak. Dari bulan ke bulan terus menanjak sampai terakhir mencapai 9.8% (angka resmi yang bias).

Chart-2 menunjukkan M3 yang datanya saya peroleh dari Nowandthefuture.com (Thanks to Bart the site editor who allowed EOWI to access the data). Walaupun the Fed telah memompakan monetary base nya hampir $ 1 triliun (menjadi $1.8 triliun), tetapi sejak April 09, M3 berkontraksi $ 500 milyar (kurva biru). Untuk kwartral per kwartal (QoQ, kurva merah) kecepatan kontraksinya hampir mencapai 4%. Mesin cetak the Fed kalah cepat dalam mengimbangi laju deflasi sehingga terjadi net kontraksi kredit. Dengan kata lain, the Fed tidak bisa menghindarkan US dari deflasi.



Chart 1

Catatan the Fed sudah menghentikan pelaporan M3, tetapi beberapa situs berusaha menghitungnya, seperti situs Nowandthefuture.com.

Besarnya monetary base (uang dasar) yang saat ini adalah $ 1.8 triliun, dibandingkan dengan M3 hanyalah sekitar 1/8 kalinya saja (M3 saat ini besarnya $14 triliun kurang). Untuk membendung terjadinya deflasi, pemerintah harus melakukan pengeluaran yang besar sekali. Itu baru terhadap M3. Bagaimana terhadap kredit (kredit perumahan, kredit konsumsi, pinjaman mahasiswa, dsb) yang sekarang mencapai $ 55 triliun. Secara y-o-y uang dan kredit di US mengalami kontraksi 1.5% (Chart-3) dan bertambah cepat. Jadi defisit pemerintah US sebesar $ 1.7 triliun, yang digunakan untuk memompakan liquiditi, menstimulir ekonomi dan mencegah deflasi nampaknya kalah cepat dengan kontraksi kredit swasta.

Kalau anda melihat data ini, bagaimana opini anda kalau mbak Ani dan staffnya mengatakan banjir liquidity, inflasi? Kalau maksudnya liquiditi US dollar, inflasi US dollar, EOWI meragukannya. Untuk banjir liquiditi rupiah masih mungkin. Kalau US dollar EOWI masih meragukannya. Yang bisa saya katakan sampai saat ini ialah, kalau memang rupiah masih ekspansi, maka US dollar akan rally terhadap rupiah.



Chart 2

Bagaimana dengan investor bond. Nampaknya investor bond bersiap-siap menyongsong resesi. Investor bond lari ke US treasury (baca: memborong). Akibatnya suku bunga long term treasury turun (harga bond naik). Ini sudah dimulai sejak Juni 09 lalu (Chart-4).



Chart 3


Chart 4


BELANJA PEMERINTAH TIDAK EFFEKTIF MENSTIMULIR EKONOMI
Untuk US, belanja pemerintah yang hanya $6.4 triliun bukan apa-apa dibandingkan dengan jumlah kredit yang $55 triliun, hampir 10 kali lipat. Artinya untuk setiap 1% kontraksi kredit harus diimbangi dengan 10% kenaikkan budget supaya bisa mencegah deflasi. Ini akan membuat mata pembayar pajak terbelalak jika kwitansinya ditagih kepada mereka.

Disamping ukuran kontraksi kredit yang dihadapi pemerintah, stimulus pemerintah tidak memberikan dampak multiplier. Misalnya penyelamatan AIG, Freddie & Fannie Mae, General Motors, Northern Rock, atau Bank Century, uang itu tidak masuk ke ekonomi atau hanya sementara saja. Dana yang digunakan untuk kapitalisasi bank-bank sakit larinya ke tempat yang aman yaitu treasury bond (sayang bukan emas), bukan disalurkan untuk kredit. Hal ini dikarenakan oleh bank tidak mau memberikan kredit dan konsumen menghentikan pengambilan kredit. Sedangkan untuk program seperti “cash for clunker”, itu juga konyol. “Cash for clunker” pada dasarnya menyuruh orang membuang mobilnya yang masih berfungsi. Cara konsumsi yang gila.

Parahnya lagi, untuk menutup defisit belanja (karena giatnya program stimulus), pemerintah disamping mengeluarkan surat hutang, juga menaikkan pajak. Targetnya biasanya kelas menengah-atas. Di US, akan ada kenaikkan pajak untuk kelas yang dimaksud. Di Indonesia, ada pajak barang mewah baru yang akan diberlakukan. Politikus yang anda pilih untuk mewakili anda sekarang akan memberlakukan kenaikkan pajak penjualan barang mewah, dari 75% menjadi 200%. Alasannya bahwa yang terkena hanya orang yang berpenghasilan tinggi. Entah apa yang diminum wakil yang anda pilih itu ketika rancang perubahan ini. Mereka tidak pernah berpikir bahwa pelayan toko yang menjual barang mewah ini bukan dari kelas menengah atas. Juga tukan sapunya, juga satpam tokonya. Kalau barang ini rusak, montir dan pekerja reparasi juga bukan orang kaya. Apakah mereka tidak akan terkena dampaknya. Bagaimana kalau keuntungan tokonya, distributornya, angkutannya, dan sederet bisnis yang ada kaitannya dengan barang mewah ini mengalami penurunan keuntungan atau bangkrut? Herannya dari waktu ke waktu masih ada orang yang mau memilih wakilnya yang cenderung menyengsarakannya.

Pemberlakuan kenaikan pajak penjualan barang akan menyebabkan harga TV plasma naik dari, misalnya Rp 4 juta ke Rp 7 juta. Jadi jangan harap konsumen akan lebih aktif, bahkan sebaliknya. Konsumen akan lebih mengetatkan ikat pinggang dan ekonomi semakin lamban.

Jadi, pemerintah mengambil uang yang mempunyai dampak berganda terhadap ekonomi dan disalurkan ke ekonomi tempat yang tidak effisien.


INFLASI YANG MANA RUPIAH ATAU DOLLAR?
Dalam pernyataan mbak Any dan juga dalam ulasan EOWI “Dollar Dicari?” dikatakan bahwa banyak negara-negara maju (dan juga negara berkembang) berbondong-bondong mengeluarkan surat hutang dalam US dollar. Latar belakangnya mungkin untuk memperkuat cadangan devisanya sehingga bisa mempertahankan mata uangnya. Bisa juga tidak ada investor dalam negrinya yang mau membeli bond dengan mata uang lokal. Selama the Fed tidak menjadi lender for the last resort untuk bond-bond ini, maka investor swasta yang akan menjadi tumpuan utama sebagai pembeli bond-bond ini. Investor bond punya pilihan, apakah akan ke US treasury atau bond-bond yang baru dikeluarkan ini. Ini bisa (tidak selalu) membuat suku bunga akan naik, tergantung perbandingan potensi tekanan deflasi dengan budget pemerintah.

Sebagai perbandingan, saat ini jumlah kredit di Indonesia setara $ 138 milyar. Sedangkan belanja pemerintah adalah $90 milyar. Antara jumlah kredit di Indonesia hampir sama dengan belanja pemerintah. Artinya tindakan inflationary pemerintah punya kekuatan yang seimbang dengan potensi kontraksi kredit. Jadi untuk rupiah, inflasi masih bisa terjadi, dan sangat mungkin. Oleh sebab itu, hati-hati dengan rupiah.



Jakarta 3 Oktober 2009



Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Friday, October 2, 2009

BEAR DATANG LAGI?

S&P 500 telah menembus keluar dari trend naiknya. Apakah ini akan terus berlangsung dan EW 3 yang brutal sudah dimulai? Kita akan lihat saja. Kemungkinan bull akan berusaha kembali ke trend semula nya. Tetapi akan gagal.




Bear....., siap-siap full power.




Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Thursday, October 1, 2009

MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN SECARA LEGAL MELALUI TUNJANGAN KOMUNIKASI

Di Ekonomi Orang Waras dan Investasi (EOWI) kita punya dalil/hipotesa yang sudah dipakai sejak lama dan semakin lama semakin ditunjang oleh data-data.

1. “Democracy is a government by the people, of the people, to fool the people”. (Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk mengecoh rakyat).

2. “Ada penipu kecil, penipu ulung, politikus dan Cut Zahara Fonna

Kalau anggota DPR dan pejabat pemerintah melakukan korupsi (definisi korupsi ialah memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dan merugikan negara) adalah orang goblog. Karena untuk memperkaya diri sendiri, anak, keluarga dengan merugikan negara tidak perlu melanggar hukum. Maksudnya, kalau pejabat negara memperkaya diri sendiri, anak, keluarga dengan merugikan negara tetapi tidak melanggar hukum maka tidak bisa disebut korupsi dan hal itu bisa dilakukan karena memang pintunya terbuka lebar.

Misalnya Megawati. Dia naik tahta dari wakil presiden menjadi presiden karena Gus Dur digulingkan oleh MPR. Megawati menjabat menjadi presiden tidak 5 tahun penuh, tetapi hanya 3 tahun lebih. Megawati cerdik, dia membuat Keppres No 81 tahun 2004, yang diteken sendiri pada Senin (28/9/2004) intinya ialah presiden memutuskan untuk memberi dirinya sendiri Rp 20 milyar ketika dia turun tahta. Catatan: Rp 20 milyar tahun 2004 itu setara dengan kira-kira 200 kg emas. Kalau dibandingkan dengan emas yang ada di atas tugu Monas (32 kg) maka jumlahnya 6.25 kali. Tugu Monas akan terlihat megah sekali kalau api emas di atasnya tambah menjadi 7.25 kali yang sekarang.

Apakah tindakan Megawati legal? Tentu saja 100% legal. Apakah tindakan Megawati ini merugikan negara? Tentu saja, karena uang yang seharga 200 kg emas ini ditarik dari pembayar pajak. Ini uang negara, maksudnya uang pembayar pajak yang seharusnya kembali ke pembayar pajak. Persoalannya ialah ketika Megawati (atau calon presiden lainnya) tidak pernah membuat kontrak dengan pembayar gaji dan tunjangannya (yaitu pembayar pajak) tentang berapa gaji dan tunjangannya sebelum presiden mulai bekerja dan memegang jabatannya. Ketika dia hampir selesai masa jabatannya, sebagai presiden dia menyodorkan kwitansi (baca: Keppres 81 Tahun 2004) sebesar 200 kg emas sebagai tunjangan purna bakti. (Catatan: Keppres terakhir yang ditandatangi Megawati adalah Keppres No 108 Tahun 2004 tertanggal 18 Oktober 2004. Sedang kwitansi tunjangan purna bakti ditanda-tangani tgl 28 September 2004). Lumayan kerja 3 tahun (23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004) dan bisa memperoleh bonus setara 200 kg emas. Jumlah ini tidak dibagi dengan Gus Dur, karena menurut Keppres 81 Tahun 2004 itu seorang presiden yang dicopot (dengan tidak hormat) tidak akan memperoleh bonus setara 200 kg emas itu. Dan juga Keppres 81 Tahun 2004 itu tidak berlaku retroaktif.

Cara-cara ini diluar norma-norma transaksi dan membuka jalan ke arah “mischieving”, atau akal-akalan. Norma yang umum adalah: kalau kita bekerja atau melakukan transaksi jasa/barang, pertama-tama yang harus dilakukan adalah masing-masing pihak setuju kewajiban dan hak. Apakah hal itu melalui tender atau melalui negosiasi, yang penting kedua belah pihak setuju.

Sekarang anda bayangkan, saya bekerja di suatu perusahaan. Kemudian pada akhir bulan saya menyodorkan tagihan dengan jumlah seenak saya. Itulah yang dilakukan oleh Megawati pada bulan September 2004 dimana bulan November 2004 dia tidak lagi jadi presiden.

Ini sebagai contoh bagaimana cara memperkaya diri sendiri secara legal di dalam sistem demokrasi. Pintu terbuka lebar. Dan cara seperti ini dimanfaatkan/ditiru oleh DPR dan DPRD dengan bantuan pemerintah. Dalam hal ini anggota parlemen harus bekerja sama dengan pemerintah. Kong-kali-kong istilahnya. Nampaknya saat ini anggota parlemen masih harus kong-kali-kong. Kecuali nanti kalau sistem menjadi lebih demokratis lagi dan DPR(D) berhak menentukan tujangan dan gajinya sendiri.

Sebagai contoh adalah kasus Tunjangan Komunikasi untuk anggota DPRD. Ceritanya kembali pada tahun 2006, anggota DPRD memperoleh Tunjangan Komunikasi yang dirapel dari awal 2006 sesuai dengan PP Nomor 37 Tahun 2006. Tetapi karena kekurangan dana dalam anggaran pemerintah dan ramainya kritik dari masyarakat maka dikeluarkanlah PP Nomor 21 Tahun 2007 yang isinya agar rapelan itu dikembalikan.

Kalau kita lihat banyak ketidak warasan dalam semua kejadian ini. Pertama, mengenai rapel. Kalau tunjangan komunikasi ini dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran komunikasi anggota DPRD, maka dari awal 2006 sampai dikeluarkannya rapelan ini, semua biaya komunikasi dikeluarkan sudah dibayar. Artinya, tanpa ada tunjangan ini, dana operasi yang diberikan ke anggota DPRD sudah cukup. Jadi kalau diberi tunjangan tambahan larinya akan ke kantong pribadi alias tindakan pemerintah memperkaya sejawat di parlemen. Apakah ini legal? Tentu saja, bukankah ada Peraturan Pemerintahnya? Pemerintah dan parlemen bisa melakukan persekongkolan legal yang merugikan rakyat, secara legal memperkaya diri mereka sendiri dengan merugikan pembayar pajak (rakyat). Yang pasti porsi pajak yang kembali ke pembayar pajak sebagai fasilitas umum menjadi berkurang. Dalam kasus Megawati, berkurangnya setara 200 kg emas. Dalam kasus tunjangan komunikasi adalah beberapa ratus milyar.

Dalam hal legal dan tidak legal, EOWI menemukan sebuah artikel di KEPRITODAY.COM (http://kepritoday.com/content/view/13000/34/). Artikel ini meliput seminar Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKS) yang membahas masalah hukum dari Tunjangan Komunikasi dan rapelannya. Tulisan lengkapnya akan kami salin saja bersama dengan komentar EOWI. Aslinya berhuruf miring sedang komentar EOWI berhuruf tegak. Kata-kata dengan huruf tebal adalah penekanan yang diberikan oleh penulis.

Sampai Kiamat DPR Tolak Kembalikan Tunjangan Komunikasi
Kamis, 28 Agustus 2008 10:02:34
BATAM - Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) menggelar seminar nasional bertema memahami dasar hukum mengadili kebijakan publik dan relevansinya terhadap pelaksanaan dan pertanggung jawaban PP Nomor 37 Tahun 2006 juncto PP Nomor 21 Tahun 2007 di Hotel Novotel, Rabu (27/8) kemarin.

Dalam seminar itu, mengemuka keinginan dari anggota DPRD untuk tak mengembalikan rapelan tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan sebagaimana yang diwajibkan PP Nomor 21 Tahun 2007. Seminar itu menghadirkan pengacara senior OC Kaligis dan pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda. Pesertanya seratusan anggota DPRD kota dan kabupaten se-Indonesia.

Baik OC Kaligis maupun Chairul Huda sama-sama berpendapat, anggota DPRD tak perlu mengembalikan rapelan dana tunjangan komunikasi dan operasional pimpinan itu. Alasannya, asas hukum menganut asas retroaktif yang menyatakan suatu peraturan perundang-undangan tak berlaku surut.

OC Kaligis juga berpendapat pejabat publik seharusnya dilindungi dari gugatan baik perdata maupun pidana saat melaksanakan kebijakan publik. Dalam kasus anggota DPRD menerima dana tunjangan komunikasi yang diatur dalam PP Nomor 37 Tahun 2006, itu juga dalam rangka melaksanakan kebijakan publik. ”Jangan dikembalikan, Pak,” kata OC Kaligis.

Komentar EOWI: Pertanyaan untuk OC Kaligis, kebijakan publik yang mana yang dilakukan anggota DPRD dalam konteks PP Nomor 37 Tahun 2006 dan/atau PP Nomor 21 Tahun 2007? Yang ada adalah kebijakan kantong sendiri. Mengantongi rapel tunjangan komunikasi bukan kebijakan publik, melainkan kebijakan rekening bank sendiri.

Senada dengan Kaligis, Chairul Huda juga mengatakan anggota DPRD tak perlu mengembalikan dana itu. Perintah pengembalian dana tunjangan komunikasi, lanjutnya, merupakan tindakan kesewenang-wenangan pemerintah pusat yang harus dilawan. ”Bahkan, jika ada yang belum menerima harus ditagih,” katanya.

Seperti mendapatkan dukungan dari pakar hukum dan pengacara, banyak anggota DPRD yang menceritakan bagaimana aparat hukum menyikapi kasus tunjangan komunikasi di daerahnya masing-masing.

Komentar EOWI: Kalau mau dapat uang lebih banyak, anda harus berbaikan dengan pemerintah, bekerja sama. Atau, anda usahakan agar kekuasaan pemerintah dikurangi sehingga DPR(D) bisa membuat peraturan penggajian diri sendiri yang lebih bebas.

Ada yang khawatir, ada juga yang tak mau mengembalikan dana tunjangan komunikasi itu. Kemarin, juga muncul aksi anggota DPRD memberikan kuasa kepada kantor pengacara OC Kaligis & Associates untuk melakukan uji materi atas PP tersebut. Bahkan, anggota DPRD Batam Kholik Widiarto mengaku tak akan mengembalikan tunjangan itu, karena merasa kewajiban itu merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah pusat yang sebelumnya mengesahkan pemberian tunjangan komunikasi tersebut. ”Sampai kiamatpun, saya tak akan mengembalikan,” katanya sengit.

Komentar EOWI: Goblog kalau mau main keras. Tipu-menipu lebih baik hasilnya. Bukankah demokrasi itu bagus. Bagus karena memberi jalan untuk secara legal memperkaya diri sendiri dan teman-teman dari uang pembayar pajak. Antara politikus (penipu) jangan saling mendahului.

Ketua Adeksi Soerya Respationo mengatakan, seminar tersebut merupakan upaya dari Adeksi menyikapi persoalan PP 37 Tahun 2006 juncto PP 21 Tahun 2007 agar anggota DPRD tak terjerat hukum seperti saat sejumlah anggota DPRD di sejumlah daerah ditahan karena dianggap melanggar PP Nomor 110 Tahun 2000.

Bagaimana dengan suara-suara dari anggota Adeksi yang tak ingin mengembalikan tunjangan komunikasi? ”Kita kan tak berpatokan pada keinginan tapi pada aspek hukumnya. Makanya, kami undang pengacara senior, pakar hukum dan lainnya sebagai masukan ke Adeksi,” kata Ketua DPRD Batam, itu.

Komentar EOWI: Politikus hanya berbicara mengenai aspek legal. Sedangkan aspek kewarasan dikubur saja.

Adeksi, kata Soerya, akan membahas masalah pengembalian tunjangan komunikasi itu dalam rapat pengurus Adeksi, mendatang. ”Setelah semua masukan kami kumpulkan, kami rapat dan menyikapi ini. Sikap resmi Adeksi akan kami tentukan nanti,” tukasnya.

Berdasarkan PP Nomor 37 tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD, anggota DPRD Batam menerima rapelan tunjangan komunikasi sebesar Rp 64,26 juta per orang. Kemudian, selain itu Ketua DPRD Batam mendapatkan rapelan dana operasional Rp128,52 juta dan Wakil Ketua DPRD Rp 68,544 juta.

Kemudian, karena banyak dikecam dan didemo, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 21 Tahun 2007 yang salah satu pasalnya mewajibkan anggota DPRD yang sudah menerima rapelan dana komunikasi tersebut mengembalikannya paling lama sebulan sebelum masa jabatan mereka berakhir.

Di DPRD Batam sendiri, baru anggota DPRD dari PKS yang mengembalikan dan mencicilnya. Yang lain, belum mengembalikan karena ada yang menolak ada juga yang menunggu hingga akhir masa jabatan. (med)

Yang menarik ialah untuk menunjang PP 21 Tahun 2007 tentang pengembalian rapel Tunjangan Komunikasi itu dikeluarkan Surat Edaran (SE) No 700/08/SJ yang isinya ‘mengancam’ anggota DPRD yang tidak mengembalikan dana tunjangan akan dibawa ke jalur hukum. Namun, sebaliknya, akan diberikan reward bagi yang mengembalikannya. Bagus juga untuk pembayar pajak. Tetapi sayangnya di lapangan keputusan Mendagri ini tumpul. Sesama politikus jangan saling mendahului. Akhirnya Mendagri mengeluarkan SE No 555/3032/SJ, yang isinya membatalkan SE No 700/08/SJ, artinya..... kalau ada wakil rakyat, yang masih mau mengantongi uang rapel Tunjangan Komunikasi sudah dibuat legal. Sebentar lagi harus dibuat PP yang membatalkan PP 21 Tahun 2007 supaya lengkap legalitas memperkaya konco-konco dengan uang dari pembayar pajak.

Asyik bukan?


RENUNGAN
Pelantikan anggota DPR tahun 2009 ini akan memakan biaya Rp 46 milyar atau setara dengan 144 kg emas. Atau kira-kira 4.5 kali jumlah emas yang ada di atas tugu Monas. Dalam emas, memang masih kalah dibandingkan tujangan rumah purna bakti Megawati yang kerja sebagai presiden hanya 3 tahun lebih. Tetapi jumlah itu tetap banyak, 144 kg emas!! Apalagi jumlah anggota DPR itu hanya 560 orang. Jadi seorang menelan biaya 260 gram emas. Atau kalau diukur dengan kambing, maka biaya per orangnya setara dengan 80 ekor kambing. Banyak juga. Ini baru biaya pelantikan. Nanti ada lagi tunjangan, gaji, uang saku kalau pergi study banding keluar negri.

Saya membaca di koran nada yang sumbang mengenai DPR yang mengawali tugasnya dengan pengeluaran 144 kg emas atau 80 ekor kambing per orang. Berita di TV menunjukkan adanya protes mahasiswa. Entah apa yang diprotes. Yang pasti ditujukan kepada anggota DPR. Mahasiswa ini goblog. Untuk apa demonstrasi. Lebih baik mereka berkampanye untuk memboikot pemilu. Tunjukkan apa itu sistem yang bernama demokrasi. Hitler, Mussolini, Truman, L.B Johnson, Abraham Lincoln adalah produk demokrasi modern. Hitler menghantarkan 7 juta (9%) etnis Jerman ke alam baka. Yang hidup menjadi sengsara. Mussolini 400 ribu (1%), Truman 400 ribu. Johnson dengan perang Vietnamnya mengirim 58 ribu ke alam baka dan 153 ribu luka-luka pemilihnya. Dan untuk pahlawan US yang paling disanjung, Abraham Lincoln mengirim 620 ribu (2% dari penduduk US) ke alam baka. Tragis. Mereka ini dipilih untuk dijadikan ‘pemimpin’ bersama 'wakil rakyat' . Kemudian sang ‘pemimpin’ ini mengirim mereka ke alam baka, dan untuk pengiriman ini para ‘pemimpin’ dan 'wakil rakyat' ini menodong pembiayaannya kepada yang tinggal. Demikian banyak penderitaan untuk yang namanya demokrasi. Yang mati, yang sengsara dan yang diperas.

Pemimpin Indonesia lebih baik, karena mereka tidak mengirimkan rakyatnya ke alam baka...., kecuali untuk kasus Aceh, Timor-Timur, Dwikora, Trikora, .......dan perang kemerdekaan. Kenapa perang kemerdekaan dimasukkan? Mmmmm......, Malaysia, Singapore, Brunei dan Suriname tidak perlu perang kemerdekaan untuk merdeka. Untuk apa menempuh jalan yang perlu pengorbanan? Banyak yang mati dan cacat untuk hal-hal yang seharusnya tidak perlu ada pengorbanan. Tetapi karena keahlian politikus memberi semangat, menggiring sapi-sapi yang mau disembelih dan diperas, mereka (sapi-sapi ini) bisa dijadikan tumbal dan diperas.

Manusia tidak bisa belajar dari sejarah. Sejarah dan ilmu politik sudah ada di peradaban manusia lebih lama dari pada hukum thermodinamika, siklus Carnot atau siklus Diesel. Tetapi ilmu politik tidak bisa membawa manusia kepada kemakmuran. Thermodinamika siklus Carnot, membuat anda bisa naik mobil dan melakukan perjalanan jauh dengan mudah. Bagaimana dengan ilmu politik? Demokrasi tetap saja sebagai produk yang gagal dan berguna bagi politikus saja, selebihnya hanya sapi yang layak disembelih dan diperas.

Einstein pernah mengatakan: Insanity is doing the same thing over and over again and expecting different. Ratusan tahun sistem demokrasi digunakan, dan setiap kali mengharapkan hasil yang berbeda. Apakah manusia ini sudah gila (insane)? Atau hanyalah hubungan eksploitasi antara politikus dengan sapi-sapinya. Sapi-sapi yang terlalu bebal untuk belajar dari pengalaman (sejarah) walaupun ratusan tahun lamanya.

Jakarta 1 Oktober 2009.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.