___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Sunday, June 10, 2012

Negara dan Kebebasan: Pajak Dan Agama Islam

Akhir Maret 2012 lalu, saya menyerahkan SPT Pajak dengan perasaan yang penuh kemuakan. Sampai-sampai saya tidak perduli lagi apa arti SPT itu. Membayangkan bahwa tahun ini pemerintah dengan paksa (istilah resmi dari pemerintah seperti yang tertera pada UUD 45 pasal 23A) telah mengambil cukup banyak, katakanlah untuk membuat cerita ini, hampir Rp 1 milyar, yang membuat saya muak. Dengan uang sebanyak itu, kita bisa berbuat banyak amal baik yang bermanfaat bagi masyarakat dari pada membiayai hidup para politikus yang suka jalan-jalan ke luar negri dengan dalih studi banding. Dan yang mereka studi itu adalah cara-cara mengengkang rakyat dengan undang-undang dan menariki uang rakyat.

Keluhan saya ini saya ucapkan kepada teman saya, seorang konsultan dengan tarif $750 - $1000 per hari. Dan sambil sendau gurau  saya katakan bahwa dia juga akan kena Rp 1 milyar tahun ini, karena tahun ini dia lebih banyak memperoleh pekerjaan di Indonesia. Jika dia lebih banyak di luar negri seperti Arab Saudi, Malaysia atau Vietnam maka dia tidak akan membayar sebesar itu.

Dengan tersenyum dia mengatakan bahwa dia hanya membayar “.......Rp 120 juta, tetapi.....”, lanjutnya, kemudian ia berhenti lagi sambil tersenyum, lalu lanjutnya lagi “tetapi...... per bulan”. Saya tertawa....., ternyata dia lebih telak kena gebuk nya oleh kantor pajak. – Watak buruk saya yang tertawa jika ada orang yang lebih menderita.

Penarik pajak, apakah itu raja atau kaki-tangannya, sepanjang sejarah tidak disukai. Anjing doberman yang gagah dan sangar diciptakan oleh seorang penarik pajak bernama Karl Friedrich Louis Dobermann sekitar tahun 1890. Ia perlu bodyguard yang bisa melindunginya dari ancaman orang-orang yang tidak menyukainya.

Kemerdekaan negara Amerika Serikat dimulai sebagai pemberontakan anti pajak. Inggris memberlakukan pajak terhadap teh tahun 1773 di koloni-koloni Inggris. Akhirnya pemberontakan ini berkembang menjadi perang kemerdekaan.

Kelahiran dokumen Magna Carta yang membatasi kekuasaan raja Inggris, juga karena di latar-belakangi oleh pemberontakan anti pajak yang dimenangkan oleh pemberontak. Ceritanya dimulai ketika Raja Inggris John, raja yang memerintah di jaman Robin Hood, menaikkan pajak yang harus dibayar oleh para bangsawan Inggris. Akibatnya para baron dan bangsawan tidak suka dan mereka memberontak dan akhirnya menang. Raja John harus menandatangin perjanjian Magna Carta yang isinya membatasi kekuasaannya di hadapan 26 baron pemberontak.

Pemberontakan kaum Yahudi terhadap Romawi tahun 1 Masehi, dan Revolusi Prancis, juga dilatar belakangi oleh pajak. Pembangkangan Mahatma Gandhi juga berlatar-belakang pembangkangan atas pajak garam. Yang menarik adalah, penjajahan Belanda di Indonesia bisa bertahan sampai 350 tahun, dan pajak upah (pajak penghasilan) baru di berlakukan sekitar tahun 20an. Itupun hanya 3%, bukan 30% seperti yang dilakukan oleh NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) saat ini. Dengan kata lain bahwa pemerintahan NKRI lebih kejam memeras rakyatnya dibandingkan dengan penjajah Belanda. Akankah ada pemberontakan rakyat terhadap NKRI dimasa datang sebelum 350 tahun. Entahlah......

Masalah pajak dalam kaitannya dengan agama adalah sangat menarik. Tidak pernah ada (atau jarang sekali sekiranya ada) ustadz atau pengkhotbah (dari agama apapun) yang membahas masalah pajak dalam ceramah mereka. Saya tidak akan membahas masalah pajak dari pandangan agama lain. Karena mungkin akan menimbulkan kontroversi. Cukuplah dari pandangan Islam saja, karena Islam adalah agama saya.

Dalam buku-buku hadith seperti Sahih Bukhari atau Sahih Muslim, tidak ada bab yang didedikasikan untuk pajak. Mungkin Islam tidak mengenal pajak. Ini tidak berarti kaum muslimin di jaman Rasullulah tidak tahu tentang pajak. Romawi dan Persia, negara adidaya dimasa itu menerapkan pajak. Dan beberapa sahabat nabi Muhammad berasal dari negara-negara tersebut. Shuhaib bin Sinan, Fayruz al-Daylami dan Salman al Farisi berasal dari atau pernah tinggal di Persia dan Suhayb ar-Rumi dari Romawi. Bahkan istri nabi, Maria al-Qibtiyya berasal dari Mesir (waktu itu bagian dari Romawi). Jadi kenapa masalah pajak sepertinya terlupakan?

Sebenarnya masalah pajak tidak lepas dari topik pembicaraan nabi. Tetapi mungkin para ulama, imam ahli fiqih klasik tidak ingin membahasnya. Bisa digebuki oleh para khalifah kalau secara terang-terangan membuat fiqih tentang pajak. (sebenarnya ada buku klsik tentang pajak – al Kharaj, tetapi entah kenapa tidak populer). Dan ini juga diteruskan oleh ulama-ulama di kemudian hari sampai jaman sekarang. Katakanlah, seorang mantan ketua organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Amien Rais, semasa dia duduk sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menanda-tangani amendemen UUD45 tentang pajak. Disebutkan bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara...” (pasal 23A). Jelas-jelas pajak dikelompokan sebagai pungutan yang memaksa dan untuk keperluan negara, bukan untuk keperluan rakyat. Bukankah pungutan paksa adalah juga perampokan? Negara ini lebih kejam dan lebih terang-terangan dibandingkan dengan penjajah Belanda dalam hal pungutan paksa.

Agama Islam mengajarkan persaudaraan antar sesamanya dan kasih sayang sesama umat manusia. Islam bukan agama rahmat bagi seluruh alam – rahmatan alamin, jika menghalalkan pungutan-paksa. Oleh sebab itu, jika Islam sejatinya adalah rahmatan alamin, dapat dipastikan akan ada hadith nabi yang mengutuk pajak dan penarik pajak. Dan yang menarik adalah beberapa hadith mengutuk penarik pajak dengan kutukan yang berat. Dan diindikasikan bahwa dosanya melebihi zina yang harus dirajam.

Yang menarik lagi adalah Gus Dur, pemimpin pesantren, kyai. Presiden yang satu ini juga tidak pernah mempermasalahkan pajak yang dosanya menurut hadith konon lebih berat dari pada zina.  

Di dalam al Quran tidak dijumpai secara spesifik mengenai pajak. Juga seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa tidak ada bab khusus di dalam hadith mengenai pajak. Tetapi hadith ada tercecer di dalam bab-bab yang membahas konteks lain. Hadith pertama adalah hadith sahih dari Muslim (Sahih Muslim Kitab 017, No.4206). Hadith ini agak panjang dan topiknya adalah mengenai zina dan rajam. Oleh imam Muslim dimasukkan pada buku ke 017 tentang Hudud (tata cara penghukuman, penal code).

Sahih Muslim Kitab 017, No. 4206 ini ringkasnya sebagai berikut:

Diriwayatkan oleh 'Abdullah b. Buraida bahwa ayahnya menceritakan bahwa Ma'iz b. Malik al-Aslami datang kepada Rasullulah SAW dan bekata bahwa ia telah melakukan zina dan dengan sungguh-sungguh ia ingin disucikan. Akan tetapi Rasullulah menyuruhnya pergi.

Keesokan harinya dia (Ma’iz) datang lagi dan mengatakan hal yang sama, tetapi lagi-lagi nabi menyuruhnya pergi. Nabi kemudian mulai mencari tahu tentang kejiwaan dan prilaku Ma’iz ini.

Ma’iz sempat menjumpai nabi untuk hal yang sama. Sampai akhirnya pada ke empat kalinya, nabi mengabulkan permintaan Ma’iz. Ia (Ma’iz) disucikan dengan dirajam.

Kisah ini berlanjut dengan kasus yang mirip, yaitu datangnya seorang wanita dari Ghamid. Seperti halnya Ma’iz, wanita ini mengaku telah melakukan zina dan ingin disucikan. Ketika nabi menyuruhnya pergi, wanita itu berkata bahwa kalau nabi menyuruhnya pergi karena ragu-ragu seperti halnya yang dilakukan kepada Ma’iz, maka ia (wanita itu) punya bukti, yaitu ia telah hamil. Nabi menyuruhnya pergi sampai wanita itu melahirkan. Dan beberapa bulan kemudian wanita itu datang lagi minta disucikan. Tetapi, lagi-lagi nabi menolaknya. Ia disuruh menunggu sampai anaknya disapih (selesai masa menyusui).

Beberapa tahun kemudian wanita itu datang kembali, dan nabi melaksanakan permintaan wanita itu.

Pada saat rajam dilakukan, Khalid b. Walid (salah satu sahabat nabi), melemparkan batunya dengan makian, sumpah serapah. Oleh nabi, Khalid segera ditegur.

“Khalid sopan lah (terhadap wanita ini). Demi Allah yang menguasai hidupku, wanita itu telah bertaubat yang sedemikan rupa, seandainya seorang penarik pajak yang bertaubat seperti itu, ia akan diampuni dosanya.”

Nabi setelah itu memerintahkan umat Islam untuk melakukan sholat jenazah dan kemudian menguburkannya.

Walaupun hadith ini konteksnya adalah zina dan rajam, tetapi pernyataan nabi yang menyamakan (bahkan lebih besar)  dosa menarik pajak dengan berzina patut diperhatikan.

Masih ada hadith lain tentang pajak walaupun para ulama mengkategorikan konteksnya ke dalam berdoa di waktu malam.

Hadith – 369 al-Tirmidhi
Diriwayatkan oleh  Ahmad dari Uthman ibn Abul'As:
Saya mendengar Rasullulah SAW berkata: Daud a.s. di malam hari akan membangunkan keluarganya dan berkata: hai keluarga Daud, bangun dan berdoa karena saat seperti ini adalah saat dimana Allah subhanahu wa ta’ala akan segera mengabulkan doa kecuali doa tukang sihir/tenung dan penarik pajak.

Di saat semua doa dikabulkan, tetapi doa penarik pajak ditolak, dosa macam apakah dan seberat apakah yang dilakukan para penarik pajak itu?

Hadith lain adalah dari Sunan Abu Daud, buku 19, Kitab Al-Kharaj, Wal-Fai' Wal-Imarah yang sering diterjemahkan sebagai kitab pajak tanah, pampasan perang dan penguasa. Al-Kharaj yang sering diterjemahkan sebagai pajak tanah terhadap kaum (telah menjadi) muslimin. Tetapi yang mengherankan dan menjadi pertanyaan adalah, kenapa al-kharaj dikelompokkan dengan Fai (pampasan perang) dan Imarah (penguasa)?

Tanah fai diterjemahkan sebagai tanah yang ditinggalkan oleh kaum yang bermusuhan dengan kaum muslimin dan kemudian diambil alih negara atau bisa juga diberikan kepada kaum muslimin (negara) dari kaum yang awalnya bermusuhan sebagai tanda keinginan untuk berdamai. Fai, tanah-tanah ini kemudian sebagian dibagikan kepada rakyat (bisa kaum muslimin atau non-muslimin) dan dikenakan pajak tanah yang disebut al-kharaj. Kalau diperhatikan al-kharaj bisa disebut uang sewa tanah pemerintah atau uang bagi hasil.

Mengenai pembagian tanah fai, di atur dalam Quran surah ke 59 (al-Hasyr – Pengusiran):

Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul- Nya yang berasal dari penduduk suatu negeri, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, Anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, agar harta tersebut jangan beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu.

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah hal itu dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat keras hukuman- Nya.

Bagi yang tertarik tentang penerima fai, bisa melihat lanjutannya pada ayat-ayat selanjutnya.

Dalam beberapa terjemahan, al-kharaj dipadankan dengan “tributes”, atau upeti yang dibayar oleh kaum taklukan. Disamping itu juga ada yang mengelompokkan bahwa kharaj dan jizyah (pajak bagi non-muslim) adalah bagian dari fai. Lagi-lagi yang ada kaitannya dengan penaklukan, penguasaan tanah untuk negara dan kemudian dijadikan lahan bagi-hasil. Ini sejalan dengan perkiraan saya.

Apapun pengertian kharaj, tidak akan diperbedatkan disini. Anggap saja artinya bisa pajak hasil bumi (pajak penghasilan) dan bisa juga pemasukan negara dari bagi hasil. Anggap saja yang kharaj adalah pajak penghasilan bukan sebagai uang sewa atas tanah garapan, itu untuk anggapan bahwa nabi dan khalifah adalah penindas yang memberlakukan pungutan paksa bukan pungutan uang sewa tanah garapan. Walaupun asumsi ini bertentangan dengan kebiasaan nabi dan petunjuk dari Quran (al-Hasyr 7) yang mengatakan: “........Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah hal itu”, bahwa nabi masih dianjurkan untuk membagi-bagi tanah fai, dan pada kenyataannya tanah-tanah itu tidak dikangkanginya sendiri.

Kembali pada topik awal kita, yaitu masalah pajak. Anggap saja kharaj adalah pajak. Dan besar maksimumnya menurut Islam adalah 10%. Lebih dari itu, pemerintahannya bisa dikategorikan sebagai zalim. Ini berdasarkan beberapa hadith antara lain sunan Abu Daud.

Telah diceritakan kepada kami bahwa Muhammad bin Abdullah al Qaththan,  dari ibnu Maghra; dari ibnu Ishaq, ia berkata: orang yang mengambil sepersepuluh dari orang-orang, maka adalah mengambil pajak (kharaj) yang zalim. (Hadith dari Sunan Abu Daud No.  2549)

Telah menceritakan kepada kami, Abdullah bin Muhammad An Nufaili, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Masalamah dari Muhammad bin Ishaq dari Yazid bin AbuHabib dari Abdurahman bin Syamasah dari Uqbah bin Amir, ia berkata: saya mendengar Rasulullulah SAW berkata: “Tidak akan masuk sorga, orang yang mengambil pajak secara zalim. (Sunan Abu Daud Buku 14, No. 2548)

Saya tidak tahu berapa banyak hadith-hadith lain yang nadanya sama. Yang jelas, menarik pajak di atas 10% adalah perbuatan yang dikutuk oleh Allah, menurut hadith. Besarnya dosa menarik pajak itu sedemikian rupa sampai-sampai nabi mengatakan bahwa doanya tidak akan dikabulkan walaupun saat berdoanya pada jam-jam dimana Allah akan mengabulkan semua doa (kecuali penarik pajak dan tukang sihir/santet). Nabi juga mengatakan bahwa penarik pajak tidak akan masuk surga. Serta cara menebus dosanya adalah dengan rajam (dilempari batu sampai mati). Dosa macam apakah ini?

Anehnya, Gus Dur, mantan presiden kita (maksud saya, presiden RI, karena saya tidak mengakuinya sebagai presiden saya) yang notabene adalah seorang kyai dan pengajar di pondok pesantren, juga Amien Rais yang mantan ketua MPR dan mantan ketua Muhammadiyah, merasa okey-okey saja dengan pajak yang melebihi 30%. Bahkan Amien Rais sebagai ketua MPR juga yang menanda tangani amendeman yang mencantumkan kata “pungutan yang bersifat memaksa”. Sulit untuk dimengerti bagi mereka yang jarang membaca blog ini untuk memahami kenapa Gus Dur dan Amien Rais merasa okey-okey saja dengan pajak di atas 10%. Tetapi...., bagi pembaca blog ini yang rutin, akan memahami, karena ada asumsi dasar yang dianut oleh blog ini yaitu: politikus adalah penipu (dan tentu saja hipokrit), sampai terbukti sebaliknya. Kalau kita lihat betapa banyaknya partai politik yang berbasis Islam yang isinya penuh dengan kyai berjanggut dan berjidat hitam, yang sebagian dari mereka ini duduk di pemerintahan (DPR, kementrian, dsb), tetapi suara untuk menentang pajak di atas 10% tidak pernah terdengar dari kalangan mereka. Itulah politikus penipu (dan tentu saja hipokrit), sampai terbukti sebaliknya.

Kalau anda beragama Kristen atau Hindu, tidak terlalu mengherankan kalau kalian akan mengatakan bahwa Amien Rais dan Gus Dur akan masuk neraka karena doktrin agama kalian mengatakan demikian. Tetapi, kalian tidak sendiri, bagi umat Islam yang pernah membaca buku hadith...., dan juga tulisan ini, juga akan mengatakan bahwa kedua orang ini (juga kyai-kyai politikus yang berjidat hitam yang membiarkan pajak di atas 10%) akan masuk neraka, kecuali kalau mereka disucikan dengan dirajam. Kyai semacam ini jangan dijadikan imam sholat.

Saya tidak tahu apakah saya lebih pintar dari kyai-kyai yang ada atau saya telah membaca ajaran yang sesat seperti hadith-hadith sahih Muslim sunan Abu Daud dan Tarmizi. Banyak kyai-kyai, dosen-dosen IAIN, pemimpin pondok pesantren, kyai-kyai khos yang muncul di TV membawakan dakwah Islam, tetapi saya tidak pernah mendengar ceramah yang bertopik bahwa pajak di atas 10% itu lebih berdosa dari zina. Kalau A’a Gym atau Zainuddin MZ (alm) atau Jefri Bukhori, saya masih bisa mengerti, karena mereka bukan kyai yang sejatinya, melainkan entertainer, yang ilmu agamanya cetek dan dangkal. Dan saya juga bisa memaklumi Azyumardi Azra, yang corong pemerintah. Tetapi, bagaimana dengan kyai pondok pesantren Tebu Ireng, Gontor atau entah apa lagi.  Apa mereka tidak pernah mengingatkan Gus Dur atau rekan-rekannya di DPR? Jangan-jangan para kyai ini juga tidak mengerti hadith atau menganggap hadith-hadith sahih Muslim sunan Abu Daud dan Tarmizi adalah hadith-hadith sesat.

Kalau anda tidak percaya dengan uraian di blog ini, silahkan buktikan sendiri hadith-hadithnya. Berikut ini adalah hadith (Sunan Abu Daud) online:


http://id.lidwa.com/app/?k=abudaud&n=2940 – Terjemahan bahasa Indonesia dengan text bahasa Arab.

Mengenai nomor dari hadith, keduanya agak rancu. Untuk hadith yang sama, nomornya berbeda di kedua sumber. Misalnya Kitab Al-Kharaj, Wal-Fai' Wal-Imarah adalah kitab no 19 di http://www.cmje.org/religious-texts/hadith/abudawud/. Dan kitab no. 14 di http://id.lidwa.com/app/?k=abudaud&n=2940.

Saya tidak tahu apakah banyaknya para pegawai pajak yang korupsi dan menerima sogokan, selingkuh dan selengek’an karena merasa sudah terlanjur akan masuk neraka. Pikirnya dari pada masuk neraka Cuma karena menarik pajak, lebih baik diperbanyak sekalian dosanya. Gayus Tambunan misalnya (walaupun namanya Tambunan, ternyata dalam KTPnya beragama Islam), adalah contoh yang mingkin berpendapat semacam ini. Saya yakin kalau sholat Jumat di kantor-kantor pajak khotbahnya sering menginggung bahwa dosa penarik pajak yang berlaku seperti di Indonesia sekarang ini lebih berat dari zina dan untuk mensucikannya harus dirajam, maka......, banyak pegawai-pegawai pajak yang secara berjamaah berzina, berjamaan korupsi dan berjamaah melakukan dosa lainnya. Tanggung amat kalau berdosa seperti berzina tetapi tidak pernah berzina.

Disisi lain, kalau pemajakan yang melebihi 10% adalah zalim, maka melakukan penggelapan kelebihan pajak (yang di atas 10%) tentunya adalah jihad melawan (secara sembunyi-sembunyi) kezaliman dan dapat dikategorikan sebagai amal saleh. Mungkin ada baiknya jika para anggota FPI yang sering menyatroni tempat-tempat maksiat dan lokalisasi pelacuran beralih ke kantor-kantor pajak. Ini yang disebut jihad yang lebih besar dari memberantas minuman keras dan memberantas dosa yang lebih besar dari zina. Kalau perlu memberi penghargaan bagi para pengusaha penggelap pajak. Catatan: tanggal 8 Juni 2012 ada berita mengenai celotehan seorang anggota Komisi III DPR RI, bernama Bambang Soesatyo:

"Sudah waktunya penggelapan pajak diklasifikasi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Sebab negara dan rakyatlah yang paling dirugikan oleh kejahatan seperti itu,"

Kata-kata semacam ini adalah biasa diucapkan oleh seorang politikus yang gajinya mengandalkan pajak. Isinya sudah diplintir dan disisipkan racun. Penggelapan pajak memang merugikan negara, tetapi menguntungkan rakyat. Dengan lebih sedikitnya uang yang masuk ke pemerintah, maka rakyat bisa membelanjakannya untuk kemakmurannya. Hongkong dan Singapore yang pajaknya kecil, rakyatnya tidak lebih melarat dari Korea Utara (yang pajaknya 100%). Tentu saja dengan maraknya penggelapan pajak, porsi kemakmuran untuk para politikus menjadi lebih sedikit.

Bagi seorang pekerja dan pencari rezki, menggelapkan pajak adalah usaha melindungi hasil jerih payah dan keringatnya dari perampokan (pungutan paksa istilah UUD 45 pasal 23A). Bagi pemerintah dan politikus adalah berkurangnya memasukkan.

Penggolongan penggelapan pajak sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) bagi seorang muslim tidak ada artinya, karena patokannya adalah hadith nabi Muhammad yang secara implisit mengatakan bahwa penyuciannya harus dirajam. Tergantung apakah anda seorang muslim atau bukan.

Lain waktu akan kita bahas kenapa pajak yang kecil adalah sejalan dengan peningkatan kemakmuran rakyat. Tetapi sebelum itu kita lihat ada suatu kejadian yang cukup dijadikan headline beberapa waktu ini. Mungkin anda ingat Eduardo Saverin salah satu pendiri Facebook.  Ia lahir di São Paulo, Brasil, 19 Maret 1982, kemudian ikut ayahnya berimigrasi ke Amerika Serikat tahun 1993. Dia kemudian memutuskan untuk pindah ke Singapura tahun 2009 dan menanggalkan kewarganegaraan Amerika Serikatnya tahun 2011. Pelepasan kewarganegaraan US ini bisa menghindarkannya dari membayar pajak capital gain sebesar $67 juta ketika IPO Facebook diluncurkan karena Singapura tidak memajaki capital gain. Tingkahnya ini membuat politikus di US kebakaran jenggot dan mereka mengusulkan undang-undang “Ex-PATRIOT” — “Expatriation Prevention by Abolishing Tax-Related Incentives for Offshore Tenancy”. Dengan kata lain Eduardo Saverin tidak bisa kembali ke US, dia tidak patriotik!! Tentu saja undang-undang kalap ini bertentangan dengan isi Deklarasi Hak-Hak Azasi Manusia, PBB artikel 13:

1. Everyone has the right to freedom of movement and residence within the borders of each State.

2. Everyone has the right to leave any country, including his own, and to return to his country.

Siapa perduli Human Right lagi. Birma dan Korea Utara saja tidak, kenapa USA harus ikut? Mungkin pemikiran ini yang ada dibenak para senator politikus USA.

Pemberian label tidak patriotik, tidak tahu balas jasa kepada Eduardo Saverin, sangat enak didengar dan mudah dicerna. Tetapi kalau digali lebih dalam, mana yang lebih memberi jasa kepada umat manusia. Facebook memberikan layanan gratis kepada publik. Sampai tanggal 24 April 2012 jumlah penggunanya mencapai 900 juta orang dengan pertumbuhan 1.74% per bulannya. Ini gratis murni!!! Bukan gratisnya sekolah atau layanan kesehatan pemerintah yang menarik pajak 1 trilliun dan dikembalikan sebagai layanan publik hanya 20%-50% nya saja. Dibandingkan dengan negara, katakanlah USA, apa yang dilakukan oleh Facebook ini luar biasa. Pemerintah manapun tidak akan pernah bisa memberikan layanan gratis (tanpa menarik pajak maksudnya). Catatan Facebook tidak pernah meminta uang iuran dari pemakainya!!! Mana yang lebih baik dan bermanfaat? Politikus atau penghindar pajak seperti Eduardo Saverin?

Sekian dulu....., sampai cerita berikutnya, insya Allah. Saya sedang rajin mencari rizki yang halal untuk dikumpulkan dalam rangka menyosong krisis ekonomi berikutnya. Nabi Yusuf dan Fir’aun menimbun pangan dalam rangka menyongsong musim paceklik dan saya hanya mengikuti teladan mereka. Sehingga blog ini jarang di-update.

Dan sebagai akhir dari dongeng ini saya kutipkan enam ayat dari Perjanjian Lama, Exodus/Keluaran 30:

(12) Apabila engkau menghitung jumlah orang Israel pada waktu mereka didaftarkan, maka haruslah mereka masing-masing mempersembahkan kepada TUHAN uang pendamaian karena nyawanya, pada waktu orang mendaftarkan mereka, supaya jangan ada tulah di antara mereka pada waktu pendaftarannya itu.

(13) Inilah yang harus dipersembahkan tiap-tiap orang yang akan termasuk orang-orang yang terdaftar itu: setengah syikal, ditimbang menurut syikal kudus--syikal ini dua puluh gera beratnya--;setengah syikal itulah persembahan khusus kepada TUHAN.

(14) Setiap orang yang akan termasuk orang-orang yang terdaftar itu, yang berumur dua puluh tahun ke atas, haruslah mempersembahkan persembahan khusus itu kepada TUHAN.

(15) Orang kaya janganlah mempersembahkan lebih dan orang miskin janganlah mempersembahkan kurang dari setengah syikal itu pada waktu dipersembahkan persembahan khusus itu kepada TUHAN untuk mengadakan pendamaian bagi nyawa kamu sekalian.

Saya bukan seorang beragama kristen atau yahudi, tetapi ayat 15 dari Exodus 30 ini menarik karena......, tidak sepatutnya orang yang lebih kaya dihukum dengan dibebani oleh beban yang lebih berat dari pada orang yang lebih miskin (kaya janganlah mempersembahkan lebih dan orang miskin janganlah mempersembahkan kurang dari setengah syikal.) Ini namanya adil. Kaya dan miskin adalah sama di mata Tuhannya orang yahudi dan tidak diperlakukan berbeda. Mungkin Amien Rais dan Kwik Kian Gie tidak akan suka dengan sifat tuhan yang seperti ini. Silahkan protes saja kalau kalian di neraka......., (kalau tidak masuk neraka....., saya yang akan protes, kenapa orang yang telah bersekongkol dalam pemerintahan yang mangambil 30% dari penghasilan saya kok tidak dimasukkan neraka).



Jakarta 10 Juni 2012

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.