___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Sunday, August 31, 2014

(No.49) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA



Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21. 

Dongeng ini didedikasikan bagi mereka: 
            •  yang kritis, skeptis, berpikir bebas dan mencintai kebenaran
            • dan yang suka menikmati sarkasme dan humor sardonik

(Terbit, insya Allah setiap hari Minggu atau Senen)


Ketidak-bijakan berdikari juga membawa dampak pada swasta. Pabrik-pabrik yang memerlukan bahan baku, bahan pembantu dan suku cadang mesin dari luar negri mengalami hambatan pasokan. Mesin produksi tersendat. Dan ekonomi mengalami kontraksi berkepanjangan. Ini merupakan kontraksi ekonomi yang panjang dalam sejarah Indonesia yang bisa dicatat.

Sirkus tanpa lagu, akan terasa pincang. Pemilihan lagu yang tepat akan membantu mempopulerkan gagasan-gagasan Sukarno. Dan Sukarno memilih lagu-lagu mars yang bersemangat. Tema lagu tahun 1960 – 1966 di Indonesia didominasi dengan tema perjuangan, revolusi dan pemujaan pada pahlawan; pendek kata semuanya progressif revolusioner. “Acungkan tinju kita – Nasakom bersatu”, “Lagu untuk paduka yang mulia Sukarno”, “Bulat semangat tekad kita – Ini dadaku”, adalah sebagian dari tema lagu jaman Orde Lama. Padahal di dunia pada saat itu yang populer adalah lagu-lagu ceria, rock & roll dan lagu-lagu lembut the Beatles pada periode 1963 - 1966. Di puncak kekuasaan Sukarno lagu-lagu populer the Beatles yang dijuluki Sukarno sebagai musik ngak-ngik-ngok,  jarang diperdengarkan. Dan group band Koes Bersaudara yang lagu-lagunya masuk kategori ngak-ngik-ngok, ditangkap dan dipenjara pada bulan Juli 1965, karena selera musiknya tidak sesuai dengan selera Sukarno. Mereka baru dilepaskan akhir Agustus 1965.

Sirkus dengan lagu mars pertama adalah Trikora (1961 – 1962). Yaitu konfrontasi dengan Belanda mengenai Papua bagian barat. Pasukan dikirimkan dan satu kapal terpedo KRI Macan Tutul tenggelam. Pada akhirnya kemenangan Indonesia diperoleh dari diplomasi dan perundingan, bukan dari pertempuran operasi Trikora. Dengan demikian korban yang ikut tenggelam bersama KRI Macan Tutul menjadi sia-sia. Papua bagian barat menjadi provinsi Indonesia dengan nama Irian (Ikut Republik Indonesia Anti Netherland).

Tidak cukup dengan Trikora, sirkus baru perlu dibuat. Apalagi kalau roti sudah semakin sulit diperoleh. “Kora” lain perlu dibuat, namanya Dwikora (1962 – 1966), ganyang Malaysia. Ini dilandasi politik bebas aktif yang dianut Indonesia, artinya politik yang bebas dan aktif mencampuri urusan negara tetangga. Semenajung Malaya, Serawak, Sabah dan Singapura berniat membentuk satu negara federasi Malaysia dan masuk ke dalam organisasi negara-negara persemakmuran. Menurut ceritanya, hal inilah yang tidak berkenan dihati Sukarno. Sukarno tidak suka Malaysia menjadi boneka imprialis Inggris. Apakah itu adalah alasan yang sebenarnya atau masalah ekonomi, entahlah. Kalau dipikir lebih jauh, apakah salah Malaysia jika mereka memutuskan untuk menjadi boneka Inggris, seperti halnya Ukrania menggabungkan diri dengan Russia untuk membentuk Uni Soviet (1922) atau Hawaii menjadi bagian Amerika Serikat tahun 1959 atau Irian menjadi bagian dari Indonesia.

Kalau anda mendengarkan pidato-pidato Sukarno yang sekarang ini mudah diakses di Youtube misalnya pada link ini: http://www.youtube.com/watch?v=9-RuawIVKWY, kalau belum dihapus, anda akan tahu kharisma dan kemampuan Sukarno untuk mempengaruhi massa,  sekalipun idenya absurd. Saya anjurkan pembaca untuk mencari pidato Sukarno yang lain ketika mencanangkan program ganyang Malaysia. Potongan pidatonya di atas adalah seperti berikut ini:

.........Eh engkau Malaysia, apa konsepsi yang engkau berikan kepada umat manusia, apa konsepsi yang engkau berikan kepada rakyat di Kalimantan Utara, atau rakyat di Malaya atau rakyat di Singapur?  Apa konsepsi yang engkau keluarkan?

Indonesia tegap mengeluarkan konsep Pancasila, Manipol Usdek, Berdikari, Trisakti, Nasakom. Dan ini semuanya di Kairo, huduuh..... dikagumi oleh rakyat disana.....

.... Demikian juga tatkala saya berkata beberapa tahun lalu: “Go to hell with your aid.” Pada waktu itu orang Afrika: “It rang through Africa.”

Saya tanya sekarang kepada Malaysia: “Apa? apa suaramu yang membuat rakyat-rakyat di lain  negara merasa rang, merasa menggelegar?”

Tidak ada. Malaysia adalah suatu negara, kalau boleh dinamakan negara, tanpa konsepsi, suatu negara tanpa ideologi..........

Berbondong-bondong rakyat mendaftar menjadi sukarelawan perang untuk dikirim ke Kalimantan Utara (Serawak dan Sabah), yang kemudian dengan mudah tertangkap oleh pihak Malaysia.

Sukarno demikian bangganya dengan ide-idenya yang dianggapnya besar. Tetapi tidak sampai 10 tahun setelah kejatuhannya, orang sudah melupakan semua ide-idenya kecuali Pancasila. Itupun karena rejim Suharto menggunakannya sebagai subjek indokrinasi. Siapa yang masih ingat Trisakti, Manipol Usdek? Dan Malaysia yang dikatakannya sebagai negara tanpa konsep, ternyata bisa menjadi lebih makmur dari Indonesia, sehingga banyak orang Indonesia yang mencari makan disana. Dipihak lain, Indonesia dengan ide-ide brillian dari Sukarno, seperti Trisakti, Berdikari, Manipol Usdek dan Nasakom, mengalami kehancuran ekonomi.

Pada saat ekonomi mandeg, apalagi mengalami kontraksi, aktifitas dunia usaha melesu, kapital Belanda didepak keluar, maka yang bisa dipajaki semakin sedikit. Pemasukan pajak berkurang. Tetapi sirkus-sirkus seperti Asian Games di Jakarta, Ganefo, Conefo, Dwikora perlu biaya, seperti halnya pegawai negri. Lebih-lebih untuk kabinet yang menterinya berjumlah 100 orang (banyak). Dan bagi negara Indonesia, cari hutangpun sulit, karena para pemilik uang, kaum kapitalis dimusuhi. Kata Sukarno: “Go to hell with your aids”. Bagaimana jalan keluarnya?

Perlu uang? Takut rakyat memberontak karena dibebani dengan pajak yang tinggi? Penyelesaiannya mudah saja. Selama terbuat dari kertas atau bahan yang murah dan monopoli pencetakannya dan peredarannya di tangan pemerintah, maka pemerintah tinggal mencetaknya saja. Mesin cetak uang berputar dengan kecepatan penuh. Nilai uang dengan cepat merosot. Uang Rp 2.000 menjelang tahun 1964 bisa dipakai untuk belanja makan keluarga selama 2 hari, nilainya merosot. Dan 4 tahun kemudian, tahun 1967, hanya bisa dipakai untuk membeli sebungkus kwaci. Tabungan hancur. Alangkah mahalnya harga Trisakti, Manipol Usdek, Berdikari, Nasakom dan Dwikora.

Hidup semakin sulit. Nasi harus dicampur jagung. Tiwul dan gaplek menjadi biasa bagi sebagian masyarakat. Beras sintetis TEKAD (pellet yang terbuat dari Tela, Katjang, Djagung) pernah diperkenalkan untuk mengatasi kekurangan ini. Tetapi menghilang begitu saja, mungkin karena tidak ada bahan-bahan untuk membuatnya. Kenapa susah-susah membuat pellet, kalau tela, gaplek bisa dimakan langsung.

Kesulitan hidup membuat mood masyarakat menjadi terkotak-kotak. Dan akhirnya, ketika ada yang tidak bisa menahan diri dan memulai sesuatu yang drastis, yang menjadi pemicu segalanya maka timbullah kekacauan. Kejadian yang drastis itu terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 pagi, yaitu pembunuhan 6 orang jenderal  dan seorang kapten angkatan darat, yang kemudian dikenal sebagai pahlawan revolusi (walaupun saat itu tidak ada revolusi). Mayatnya dibuang di sebuah sumur di Lubang Buaya, Pondok Gede. Yang dituding sebagai pelakunya adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).

Selanjutnya pemburuan besar-besaran anggota-anggota PKI dan antek-anteknya berlansung. Ada yang memang layak mati karena dosanya. Banyak juga diantaranya adalah petani-petani biasa, buruh dan rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa tentang PKI; yang keanggotaannya hanya ikut-ikutan. Bahkan hanya terdaftar saja. Mereka ditangkap, ada yang dibunuh dan banyak yang ditahan. Ada yang memperkirakan 500.000 orang yang dituduh PKI dan antek-anteknya dibunuh. Itu hanya perkiraan yang banyak disitir, tidak ada sensus dan pendataan tentang jumlah yang sebenarnya.

Ekonomi semakin parah dengan dihabisinya sebagian petani dan buruh tani yang dituduh PKI. Makanan semakin langka. Pemerintah terpaksa mendatangkan makan yang disebut bulgur, makanan hewan dari daerah Iran, Turki dan Asia Tengah. Kalau memasaknya pandai, enak juga rasanya. Yang pasti, bikin kenyang. Pada masa ini, keluarga saya terpaksa membagi 1 telur untuk 3 orang. Padahal 6 tahun sebelumnya, yaitu tahun 1961, anjing saya mengkonsumsi 0,25 kg daging per harinya.

Diperkirakan kurs dollar Pasar Baru mencapai Rp 2.000 di awal tahun 1964, kemudian melorot ke hampir Rp 5.000 di akhir 1964. Dan akhirnya menjadi sekitar Rp 35.000 di akhir 1965. Ini dikenal sebagai inflasi 620% di jaman Sukarno. Kemudian di akhir tahun 1965 ini, rupiah disunat 3 nolnya, supaya tidak terlalu banyak nolnya. Pecahan Rp 1000 menjadi Rp 1 uang baru. Di akhir masa kepresidenannya, tahun 1967, kurs dollar mencapai  Rp150 (rupiah baru) per dollar. Sebungkus kecil kwaci adalah Rp 2 atau US$ 0,013. Prestasi yang mengagumkan bagi Sukarno. Dalam masa 8 tahun (1959 – 1967) 99,97% dari nilai riil rupiah terbabat habis dan hanya tersisa 0.03% saja. Kolonialisme dan imperialisme yang dimusuhinya, rata-rata tidak sekejam ini dalam hal menyengsarakan rakyat. Buktinya Malaysia yang dicap sebagai  boneka imperial Inggris bisa melaju lebih makmur dari pada Indonesia.

Kejatuhan Sukarno, sangat mengenaskan. Dia tersingkirkan, dihinakan, paling tidak sampai 15 tahun setelah kematiannya. Juga keluarganya mengalami kesulitan. Walaupun demikian, pengikut setianya masih ada. Kata Abraham Lincoln:

You can fool some of the people all of the time, and all of the people some of the time, but you can not fool all of the people all of the time.

Kamu bisa menipu banyak orang sepanjang masa, dan semua orang untuk masa tertentu, tetapi kamu tidak bisa menipu semua orang selama-lamanya.

Sukarno yang bisa diibaratkan sebagai seorang salesman ulung yang mampu menjual kulkas kepada orang Eskimo atau menjual tahi ayam seharga coklat, pada akhirnya sebagian orang akan bertanya: Apakah kulkas dan tahi ayam yang telah dibelinya layak dan ada gunanya? Ada masanya orang menjadi tidak percaya kepada ide-ide brillian Sukarno karena tidak terbukti seperti yang diadvertensikan. Sebagian masih percaya, bahkan sampai sekarang. Itu pokok ucapan Lincoln. Dan pada saat mulai banyak orang menjadi tidak percaya, muncullah politikus baru untuk mempergunakan kesempatan. Dan lahirlah rejim baru, periode baru dan jaman baru. Tetapi inti proses dan isinya sama, hanya pelaku-pelakunya yang berbeda. Sejarah berulang kembali dengan pelaku-pelaku yang berbeda.



Disclaimer:
Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya yaitu deflasi US dollar dan beberapa mata uang lainnya.

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Tuesday, August 26, 2014

(No.48) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA

Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21. 

Dongeng ini didedikasikan bagi mereka: 
            •  yang kritis, skeptis, berpikir bebas dan mencintai kebenaran
            • dan yang suka menikmati sarkasme dan humor sardonik

(Terbit, insya Allah setiap hari Minggu atau Senen)


Masa Orde Lama - Jaman Revolusi Berkepanjangan

Pada bagian ini kita akan menyinggung topik yang kontroversial karena melibatkan sosok Bung Karno. Bung Karno banyak pemujanya. Dan sekiranya anda adalah salah satu pemujanya yang fanatik dan tidak punya toleransi sama sekali. Sebaiknya anda tidak usah membaca bagian ini. Mungkin anda akan tersinggung.

Pada jaman imperium Romawi dikenal istilah bread and circus, (panem et circenses), roti dan sirkus. Politikus pada dasarnya manusia yang menyukai kekuasaan dan harta serta menjadikan kariernya sebagai pengejar kekuasaan dan harta. Politikus untuk bisa meraih dan mempertahankan posisinya akan memberi massa pendukungnya makanan dan sirkus pertunjukkan di panggung politik. Dan sirkus adalah keahlian Sukarno. Kalau pada saat ini anda bisa mendengarkan pidato-pidato Sukarno melalui Youtube. Saya sarankan anda untuk mendengarkannya dan menilai kepiawaian Sukarno dalam memukau para pendengarnya. Ibarat seorang penjual, Sukarno mempunyai kepiawaian menjual kulkas kepada orang eskimo, atau menjual tahi ayam seharga coklat. Ini adalah pujian dari saya. Bukan suatu hinaan.

Tonggak sejarah Orde Lama dimulai dari Dekrit 5 Juli 1959. Pada masa ini secara defacto Sukarno menjadi penguasa tunggal. Campur-tangan pemerintah terhadap ekonomi semakin merajalela. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa campur tangan pemerintah hanya akan memperparah ekonomi. Selama periode ini pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. Inflasi tinggi dan akhirnya rejim Sukarno ditumbangkan.

Pernahkan anda bertanya kenapa di dalam buku-buku sejarah periode 1959 – 1966 disebut jaman Orde Lama? Seandainya Sukarno diberi kesempatan memberi nama periode sejarah antara tahun 1959 – 1966 ini, mungkin dia akan menamakannya jaman Kembali ke Semangat 45, atau jaman Revolusi Berdikari, atau nama lainnya yang megah. Tetapi di dalam buku sejarah resmi, nama Orde Lama melekat untuk pemerintahan periode 1959 – 1966 ini.

Kata Orde Lama terdengar berkonotasi sangat negatif. Sebabnya karena nama ini diberikan oleh rejim sesudahnya, rejim Suharto, yang patut diduga berusaha mengoleskan citra buruk kepada pendahulunya. Dan untuk periodenya sendiri, Suharto menyebut Orde Baru, suatu pemilihan kata yang berkonotasi positif dan kontras dengan Orde Lama yang digantikannya. Cara pencitraan seperti ini sama halnya dengan menyebut jaman penjajahan Belanda untuk jaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada hakekatnya massa berpikir sederhana. Ketika mendengar nama yang berkonotasi negatif yang dikontraskan dengan yang positif, maka penyandang nama itu identik dengan jahat dan buruk. Jadi ketika orang mendengar kata Orde Lama atau penjajah Belanda, maka persepsinya mengenai rejim Orde Lama dan pemerintahan penjajah Belanda adalah jahat dan buruk. Padahal kalau dilihat dari data-data, belum tentu mereka ini seburuk namanya.

Awal jaman Orde Lama dimulai dengan kekisruhan politik dan ekonomi di penghujung dekade 1959an. Buku sejarah yang resmi akan mengatakan bahwa ada kegagalan Konstituante membentuk undang-undang dasar. Hal inilah yang memberi dalih kepada presiden Sukarno untuk memperkuat posisinya menjadi penguasa tunggal. Dikeluarkanlah Dekrit 5 Juli 1959 yang isinya pembubaran parlemen hasil pemilihan umum yang demokratis yang bernama Kostituante itu, dan akan diikuti dengan pembentukan lembaga legislatif sementara (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara - MPRS dan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara – DPRS atau DPR Gotong Royong) tanpa proses yang demokratis.

Dekrit 5 Juli ini essensinya adalah pengambil alihan kekuasaan parlemen oleh Sukarno dan menggantikannya dengan parlemen yang diharapkan bisa dikontrolnya. Seandainya ada niat, Sukarno bisa membiarkan parlemen yang masih ada dan melakukan pemilihan umum untuk membentuk palemen baru. Tetapi niatnya memang bukan itu. Niat sesungguhnya hanya dia yang tahu. Akan tetapi yang bisa kita lihat adalah tindakan selanjutnya Arah dan sasaran tertuju kepada pemerintahan otoriter dengan penguasa tertingginya adalah presiden. Sistem negara berubah, tetapi namanya masih menggunakan kata demokrasi, yaitu demokrasi terpimpin. Kendatipun tidak ada yang dipilih langsung oleh rakyat, apakah itu presidennya ataupun perwakilan rakyatnya (MPRS dan DPRGR), sistem ini disebut demokrasi .........terpimpin. Semuanya harus terpimpin oleh Panglima Tertinggi ABRI, mandataris MPRS, presiden, pemimpin besar revolusi.

Dekrit 5 Juli 1959 ini diikuti dengan tindakan-tindakan drastis dibidang ekonomi oleh Sukarno. Kata demokrasi terpimpin menjadi populer. Ekonomipun harus berlandaskan demokrasi terpimpin. Ketika sistem BE dihapus pada bulan Agustus 1959, beberapa poin penting dijabarkan di dalam Penjelasan Peraturan Pemenerintah Pengganti Undang-Undang no. 4 1959, tentang warna ketidak-bijaksanaan ekonomi.

Secara prinsipil sistim tersebut, dimana nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing ditetapkan oleh imbangan penawaran dan permintaan B.E., walaupun misalnya perkembangannya tidak diganggu oleh berbagai macam spekulasi dan gerak-geriknya perdagangan abnormal, sesungguhnya tidak sesuai dengan alam pikiran ekonomi terpimpin, dimana Pemerintah mengambil peranan yang lebih aktip dan lebih menentukan...............

......... Untuk beberapa jenis barang ekspor memang terdapat disparitet antara harga dalam negeri dan penerimaan dalam rupiah sebagai hasil ekspor, walaupun sebagian dari perbedaan ini disebabkan pula oleh faktor spekulasi, dan bukan oleh tingkat harga upah dan bahan keperluan untuk memprodusir barang ekspor itu.

Kata kunci yang perlu diingat adalah “Pemerintah mengambil peranan yang lebih aktif dan lebih menentukan” yang mana akan menjadi ciri dari periode Orde Lama ini. Dan kita tahu dari bab sebelumnya bahwa semakin banyak campur tangan pemerintah maka akan semakin sulit ekonomi bergerak untuk maju. Jadi bisa dipastikan bahwa sepanjang pemerintahan Sukarno ekonomi akan terhambat.

Selanjutnya setelah Dekrit 5 Juli, dengan cepat Sukarno bergerak ke bidang ekonomi. Pada tanggal 24 - 25 Agustus 1959 beberapa peraturan pemerintah pengganti undang-undang dikeluarkan. Isinya tentang:

  1. Pembubaran Bukti Ekspor (Undang-Undang no. 4 Prp, tahun 1959).
  2. Sanering uang pecahan Rp 500 dan Rp 1000, masing-masing  menjadi Rp 50 dan Rp 100 (Undang-Undang (UU) No. 2 Prp. tahun 1959)
  3. Pembekuan simpanan giro dan deposito sebesar 90% dari jumlah di atas Rp 25.000 dan digantikan dengan surat hutang (Undang-Undang (UU) No. 3 Prp. tahun 1959)
  4. Rupiah didevaluasi dari Rp 11,40 menjadi Rp 45 per dollar Amerika (Peraturan Pemerintah Nomor 43,  tahun 1959).

Orang waras yang naif pasti tidak habis pikir apa yang melandasi keputusan pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 3 Prp. tahun 1959. Tindakan pemerintah membekukan 90% semua rekening giro dan deposito di atas Rp 25.000 adalah absurd menurut pandangan setiap orang pada jaman sekarang. Nilai Rp 25.000 pada jaman itu kira-kira 492 gram emas, kalau mengikuti nilai tukar resmi Rp 45 per dollar dan $35 per oz emas. Nilai 492 gram emas tidaklah tinggi sebagai ambang batas tabungan yang terkena penyitaan ini. Saya tidak bisa membayangkan kalau hal ini dikenakan juga kepada perusahaan. Operasinya bisa mandeg, karena kurangan dana. Apa yang terjadi saat itu, sangat menarik untuk diteliti.

Hal kedua yang tidak sukar dicerna, kenapa rakyat tidak ada yang protes dan melakukan demostrasi ketika rekening giro dan depositonya dibekukan. Hal ini tidak pernah dijumpai dalam catatan sejarah. Apakah ini karena kelihaian Sukarno mempengaruhi massa? Atau tidak banyak orang punya rekening giro dan deposito sehingga suaranya tidak terdengar. Mempunyai rekening bank baru membudaya setelah tahun 1970an. Jadi ada kemungkinan hanya kalangan terbatas saja yang mempunyai rekening giro dan deposito. Dan mereka ini menjadi golongan yang teraniaya.

Terlepas dari kerelaan masyarakat pada waktu itu, ini adalah contoh bahwa pemerintah, pemimpin yang anda kagumi mampu berbuat yang sewenang-wenang, terutama kepada minoritas. Mohammad Hatta memulainya dengan menganjurkan kepada rakyat Indonesia untuk megunakan rupiah (tanggal 30 Oktober 1946) di RRI – Radio Republik Indonesia. Dan 13 tahun kemudian, Sukarno, partnernya, memenggal mereka yang punya tabungan rupiah. Uang yang dibekukan itu di tahun 1959 itu, 8 tahun kemudian menjadi tidak berarti karena dimakan oleh inflasi yang menggila (hiper-inflasi 1966 – 1967). Alangkah besarnya pahlawan-pahlawan ini. Ini suatu pelajaran yang harus kita ingat. Pemerintah kalau bisa mengambil hasil keringat anda dengan kerelaan anda. Kalau tidak bisa, maka jalan lain akan dicari. Sejarah akan terus berulang.

Kembali ke masalah sirkus. Sukarno sangat imajinatif dalam melahirkan ide-ide politik, ekonomi dan budaya. Dengan karismanya, ia mampu mempengaruhi massa, individual termasuk juga wanita. Sampai saat ini banyak orang mengagumi Sukarno karena ide-ide politiknya. Programnya dikenal dengan nama Trisakti yaitu: Berdaulat di bidang Politik, Berdikari di bidang Ekonomi, Berkepribadian di bidang Budaya. Beberapa lain yang sangat terkenal adalah Pancasila, Marhaenisme, Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis), Manipol- USDEK (Manipol = Manifesto Politik; USDEK = UUD 45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Setiap peringatan kemerdekaan Sukarno (hampir) selalu mengeluarkan satu akronim baru. Jarek (Jalan Revolusi Kita), Tavip (Tahun Vivere Pericoloso = Tahun menyerempet-nyerempet bahaya), Jas Merah (Jangan Lupakan Sejarah), Resopim (Revolusi, Sosialisme dan Pimpinan), Gesuri (Genta Suara Revolusi Indonesia), Ganefo, Conefo, dan lain sebagainya. Semuanya bertema sama, yaitu condong pada sosialisme dan kontrol yang terpusat.

Diantara semua ide-idenya, yang bisa berlanjut adalah Pancasila, sebabnya karena dicantumkan di undang-undang dasar. Mengenai Pancasila, masih banyak orang tahu, karena ide ini dijadikan landasan ideologi negara Indonesia. Bahkan di jaman Orde Baru Suharto, Pancasila dijadikan satu-satunya ideologi di Indonesia. Dan semua pegawai negri serta pegawai perusahaan-perusahaan yang ada kaitannya dengan pemerintah diwajibkan mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila).

Pancasila yang terdiri dari lima baris kalimat tak lengkap, tidak mempunyai makna apa-apa kalau tidak ditafsirkan. Kalimat yang lengkap saja masih bisa ditafsirkan berbeda-beda, apalagi yang tidak lengkap. Ambillah contoh sila pertama, ketuhanan yang maha esa.  Apakah kata maha esa berarti “besar” dan “tunggal” (maha = besar, esa = tunggal) atau “sangat tunggal”. Pengertian “sangat tunggal” tentunya tidak mungkin, karena kata tunggal atau satu, 1, tidak mempunyai sifat gradasi. Dengan kata lain 1,0028 bukanlah satu. Demikian juga 0,99986. Padahal pengertian inilah yang dimengerti banyak orang. Jangan heran kalau berbagai konsep ketuhanan yang saling berbeda (bertolak belakang) bisa mengaku sejalan dengan Pancasila.

Sukarno dan Marhaenisme adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Menurut cerita Sukarno tahun 1926 - 1927 pernah bertemu dengan petani di Cigareleng yang bernama pak Marhaen yang mewakili sosok petani rata-rata Indonesia. Mereka ini walaupun memiliki tanah sendiri, yang dikerjakan sendiri dengan memakai alat-alat produksi milik sendiri, namun tetap saja miskin. Menurut interpretasi sejarawan dan ahli politik bahwa Soekarno berpendapat kaum marhaen ini secara sistemik dan struktural telah dimelaratkan oleh sistem kapitalisme, imperialisme, kolonialisme dan feodalisme. Kemungkinan intepretasi sejarawan dan ahli politik seperti ini salah besar. Teladan yang diberikan oleh Sukarno adalah punya istri 4 dalam suatu masa dan salah satu diantaranya adalah wanita asing yang sangat cantik. Sukarno beberapa kali kawin-cerai, dan seringnya punya istri 4 orang. Salah satu istrinya yang bernama Indonesia Ratna Sari Dewi, wanita belia cantik berasal dari Jepang yang dikenalnya pertama kali di sebuah klub malam mewah Akasaka’s Copacabana. Ketika dinikahi tahun 1962, Dewi berumur kurang lebih umur 22 tahun. Kecantikan Ratna Sari Dewi sedemikian hebatnya terbukti pada umur 53 tahun, dia membuat buku yang laku keras, berjudul Madam Syuga (1993), yang isinya adalah foto-foto artistik semi bugil. Pada umur 53 tahun dia masih bisa menjadi model semi-bugil, kalau bukan karena kecantikannya, maka tidak akan pernah bisa terwujud.

Tidak hanya itu, Sukarno sebagai bapak marhaenisme juga mampu menaklukkan hati seorang gadis kelas II SMA yang masih berumur 17an tahun. Namanya Yurike Sanger yang kemudian menjadi istrinya tahun 1964 ketika Sukarno berumur  63 tahun.

Kalau seandainya pak Marhaen mempunyai cita-cita untuk beristri 4 dan salah satunya adalah wanita asing yang cantik dan gadis remaja, maka dia akan terpicu untuk berusaha yang lebih keras lagi di dalam hidupnya. Seorang wanita asing cantik dari negara maju dan gadis remaja tidak akan mau dengan petani setengah baya yang hidupnya pas-pasan. Mungkin, itulah yang dimaksud oleh teladan yang diberikan oleh Sukarno. Jadilah orang kaya. Atau itu hanya sarkasme saya. Saya yakin bahwa interpretasi para sejarawan dan ahli politik yang salah sedangkan sarkasme saya yang benar. Kalau cuma mau jadi petani yang hidupnya pas-pasan, mana bisa punya istri orang asing yang cantik dan eksotik seperti Ratna Sari Dewi. Peluangnya kecil.

Dalam usaha menyediakan roti, sekaligus bermain sirkus, Sukarno menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda. Dan kemudian pembentukan Land-reform 1960 yang membatasi kepemilikan tanah pertanian 5 sampai 20 hektar saja[1]. Yang 20 hektar adalah untuk tanah kering di daerah yang jarang penduduk dan yang 5 hektar adalah untuk tanah sawah di daerah padat penduduk seperti Jawa. Ini adalah cermin dari visi Sukarno yang katanya kerakyatan, sosialis dan kontrol terpusat. Disini Sukarno agak berkontradiksi dengan dirinya sendiri. Dengan sawah yang dibatasi hanya 5 hektar, mana bisa seorang petani Marhaen menjadi kaya, sehingga bisa menarik perhatian seorang wanita Jepang yang cantik seperti Ratna Sari Dewi? Dengan hasil panen dari 5 hektar ladang, akan sulit bagi pak Marhaen untuk mencicil traktor dan peralatan pertanian moderen kecuali kalau yang ditanamnya adalah tanaman eksotik dan mahal seperti ganja atau candu. Dengan kata lain, pak Marhaen tetap tidak bisa kaya kalau dia tidak mau menjadi kriminal, karena ruh sosialisme mencegah orang untuk makmur dan kaya.

Nasionalisasi adalah suatu langkah yang salah dan Berdikari membawa kesengsaraan. Massa mempunyai cara berpikir yang sederhana. Kapitalis dan imperialis dicitrakan jahat maka jahatlah inperialis dan pemerintah dicitrakan baik, maka baiklah ia. Kalau sektor-sektor penting dinasionalisasi, maka kemakmuran dan kesejahteraan rakyat akan meningkat. Teorinya seperti itu. Sayangnya realita tidak sesederhana itu. Menjalankan sebuah perusahaan mudah, tetapi  untuk membuatnya hidup, memerlukan keterampilan. Banyak dari perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi akhirnya menciut terus dengan berjalannya waktu pamornya meredup. Ada yang cepat meredupnya dan ada yang lambat serta ada pula yang hidup terus. Perkebunan pala dan cengkeh, nampaknya pamornya sudah hilang. Sedang perkebunan teh, sawit dan karet, masih berkibar, walaupun lahannya sudah berubah fungsi menjadi perumahan seperti Pondok Indah, Cibubur dan Bumi Serpong Damai, di sekitar Jakarta.

Seperti kereta api, perusahaan dari sektor yang berkembang pesat dimasa jaman Normal, jaringannya mencapai Jawa Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Perusahaan kereta api yang dinasionalisaasi semakin lama semakin menciut jumlah lokomotifnya dari 1.314 (di tahun 1939)  menjadi 530  (tahun 2000) dan jaringan relnya dari 6.811 km (tahun 1939) menjadi 4030 km (tahun 2000)[2]. Asetnya tercecer. Permasalahan ini terus berlanjut terus. Tahun 2008,  KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melaporkan banyak asset-asset perusahaan kereta api yang dikuasai secara pribadi oleh petinggi-petinggi perusahaan[3]. Entah bagaimana nasib asset-asset yang jaringannya dimatikan, termasuk stasiun-stasiun kecilnya, relnya, tanahnya.

Setelah sekian lama, menurut cerita, tahun 2007 perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi atau hasil bentukan kerja-sama Indonesia-Belanda yang kemudian dijadikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mau ditutup jika masih merugi tahun 2009[4].  Dan berikut ini kutipan berita itu:

Kantor Kementerian Negara BUMN memperketat pengawasan atas implementasi lima strategi kebijakan untuk memperbaiki kinerja delapan badan usaha milik negara (BUMN) sektor manufaktur yang masih rugi. Ditargetkan pada 2009 BUMN yang bermasalah tersebut mampu menghasilkan laba.

Berdasarkan data Kantor Kementerian Negara BUMN, delapan BUMN manufaktur yang masih rugi pada tahun buku 2006 adalah PT Kertas Leces, PT Krakatau Steel, PT PAL Indonesia, PT Iglas, PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari, PT Industri Sandang Nusantara, PT Boma Bisma Indra dan PT Inka.

Menteri Negara BUMN Sugiharto menjelaskan strategi kebijakan yang akan ditempuh untuk meningkatkan kinerja BUMN sektor manufaktur adalah mempercepat penyelesaian program restrukturisasi korporat dan keuangan, meningkatkan produktivitas dan efisiensi di bidang produksi, melakukan sinergi antar-BUMN terkait, serta menerapkan sistem manajemen risiko dan memperketat pelaksanaan good corporate governance (GCG).

Cerita tinggal cerita. Liability sering dianggap barang antik yang perlu dikenang nilai-nilai historisnya dan birokrat juga bukan pembisnis yang bisa mengambil keputusan bisnis. Sampai tahun 2010, belum ada BUMN sakit yang ditutup. Pabrik kertas Leces dan Padalarang yang namanya selalu tercantum di buku pelajaran sekolah dasar di jaman Orde Lama, beritanya tahun 2010 adalah salah satu yang terbelit hutang dan menjalani proses penyehatan[5]. Padahal, menurut cerita Portal Nasional Republik Indonesia di atas, sudah akan ditutup tahun 2009. Inti cerita ini ialah, bahwa nasionalisasi perusahaan swasta adalah langkah yang salah karena akan membebani pembayar pajak. Tujuan awalnya tidak akan tercapai. Itu pelajaran dari sejarah.


[1] Undang-Undang U No. 56 PRP tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian
[2] Proyek Effisiensi Perkeretaapian, Siti Khoirun Nikmah, Valentina Sri Wijayanti, Working Paper No. 1, 2008, INFD
[3] Ribuan Aset BUMN Bermasalah ,  Website KPK, 25 April 2008, http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=523
[4] BUMN yang masih rugi pada 2009 akan ditutup, Portal Nasional Republik Indonesia, 02-05-2007,  http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=4225&Itemid=715
[5] Website PT RNI, http://www.rni.co.id/berita.php?module=detailberita&id=1089
 



Disclaimer:

Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya yaitu deflasi US dollar dan beberapa mata uang lainnya.
Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Thursday, August 21, 2014

(No.47) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA



Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21.






(Terbit, insya Allah setiap hari Minggu atau Senen)




Masa Gunting Sjafruddin

Saya pernah melihat suatu berita yang berisi foto seorang wanita di Amerika Serikat yang sedang berdemostrasi memprotes kondisi ekonomi. Ia membawa poster berbunyi:

“I don’t need sex anymore. Government f#¢ks me up.”

Maafkan perkataan kasar dan tidak sopan di atas. Arti kata f#¢ks sebenarnya adalah ..... (maaf kata ini sangat tidak sopan), tetapi secara informal berarti agak lain. Kalimat di atas adalah sebuah lelucon satiris. Tetapi nilai leluconnya hilang kalau diterjemahkan secara sopan. Namun demikian saya akan coba untuk memberi terjemahannya yang agak sopan:

“Saya tidak bergairah lagi terhadap seks, karena pemerintah sering memperkosa saya.”

Terjemahan ini rasanya kok masih kurang lucu. Terlepas dari lucu atau tidaknya, kalimat di atas adalah kalimat yang tepat untuk diucapkan oleh orang yang punya uang pada tahun 1950 dan dan mengetahui apa yang akan terjadi 40 tahun kemudian.

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia bulan November 1949, De Javasche Bank yang merupakan bank swasta yang sahamnya diperdagangkan di bursa Amsterdam, masih berfungsi sebagai bank sentral di wilayah republik. Walaupun demikian, nampaknya De Javasch Bank seperti singa ompong. Kekuasaan moneter dan keuangan dipegang oleh menteri keuangan. Dan ini bisa dilihat dari beberapa keputusan pemerintah.

Setelah pengakuan kedaulatan republik bulan Desember 1949, pemerintah republik menyadari akan banyaknya uang yang beredar di negara yang masih baru ini. Oleh sebab itu perlu diadakan pengurangan uang yang beredar. Pada bulan Maret 1950 pemerintah melakukan suatu ketidak-bijaksanaan yang dikenal dengan nama Gunting Sjafruddin. Yang dimaksud dengan Gunting Sjafruddin ialah keputusan pemerintah untuk menggunting pecahan mata uang rupiah yang dikeluarkan NICA (pemerintah pendudukan Belanda) dan De Javasche Bank di atas Rp 5 menjadi dua. Uang ORI tidak dikenakan ketidak-bijaksanaan pengguntingan ini.

Potongan sebelah kiri berlaku dengan nilai hanya setengahnya dan bagian sebelah kanan tidak berlaku melainkan harus ditukarkan dengan obligasi berjatuh tempo 40 tahun dengan bunga 3% per tahun.

Keputusan pemerintah inilah yang bisa membuat orang memaki: “I don’t need sex anymore. Government f#¢ks me up.” Selama 40 tahun nilai riil rupiah terperosok ke dalam jurang, mungkin jurang agak kurang tepat. Palung laut lebih tepatnya. Kalau tahun 1950 harga emas resmi masih Rp 4,30 uang rupiah (uang masa itu) per gram. Pada bulan Maret tahun 1990 harga emas (uang sejati) menjadi Rp 23.700 uang Orba atau Rp 237.000.000 uang Orla/ORI. Nilai yang tersisa hanyalah 0.0000018 % saja. Perhatikan, ada 5 nol dibelakang desimal sebelum angka 18 yang ada artinya. Nilai ini nyaris nol. Bond pemerintah, ketika jatuh tempo tahun 1990 nilainya kurang dari toilet paper. Karena toilet paper masih bisa digunakan untuk menyeka tinja. Sedang kertas sertifikat obligasi keluaran tahun 1950, kalau masih ada, sudah terlalu tua untuk dipakai sebagai penyeka tinja. Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan obligasi pemerintah yang dikeluarkan semasa Gunting Sjafruddin itu. Surat obligasi negara itu identik dengan surat sita dari negara, karena uang yang dikembalikan dikemudian hari tidak punya nilai apa-apa.

Apa yang terjadi setelah gunting Sjafruddin sampai hancurnya nilai obligasi yang juga merupakan bagian dari keputusan gunting Sjafrudin adalah suatu kebetulan sejarah mengalir secara alami atau sebuah rencana jahat yang disiapkan bersama gunting Sjafrudin. Pemerintah republik membeli De Javasche Bank melalui bursa saham Belanda dengan harganya 8,95 juta Gulden atau Rp 3,22 milyar (ORI)[1].  De Javasche Bank kemudian dinasionalisasikan dan dijadikan bank sentral Indonesia milik pemerintah. Dengan demikian bank sentral di Indonesia bukan lagi bank swasta, melainkan bank pemerintah. Semuanya berlangsung secara resmi, dengan menggunakan undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 24 tahun 1951 tertanggal 6 Desember 1951.

Apakah langkah ini baik atau buruk, tergantung siapa yang mengatakannya. Bagi orang komunis dan sosialis, langkah ini merupakan langkah yang bagus. Tetapi bagi orang yang suka menabung, yang punya tabungan obligasi gunting Sjafruddin, orang yang suka akan kemerdekaan berusaha, maka monopoli pencetakan dan peredaran uang oleh pemerintah menjadi mimpi buruk. Bank Indonesia adalah mesin cetak uang yang effektif. Dalam kurun 30 tahun saja sudah mencetak Rp 64,74 quadrilliun (ORI) atau Rp 64.740.000 milyar (ORI) atau 20.105.590 kali harga yang dibayarkan ke Belanda. Bagi pembaca yang awam, arti quadrilliun adalah 1015 atau 1.000.000 milyar atau 1.000 triliun. Disitulah hancurnya nilai obligasi yang merupakan bagian dari ketidak-bijaksanaan gunting Sjafruddin. “I don’t need sex anymore. Government f#¢ks me up.”

Saya tidak pernah membaca suatu buku yang membahas keputusan pemerintah ini dengan fokus mengenai skala dan ukuran kejahatannya. Skalanya adalah nasional dari Sabang sampai Merauke, ......eeh maaf salah, sampai Ambon saja, karena pada waktu itu Merauke belum masuk wilayah Indonesia. Dan saya juga tidak mau terlalu detail mengenai batas negara pada waktu itu. Kota Bula (Seram Timur) bisa saja dijadikan kota batas wilayah timur, tetapi siapa yang tahu Bula. Saya juga awalnya tidak tahu.Baru tahu ketika menulis dongeng ini.

Pemerintah berhasil menjaring sekitar 1,6 milyar rupiah dari  4,3 milyar uang kartal yang beredar.[2] Atau sekitar 37,20% nya. Nilai Rp 1,6 milyar saat itu setara dengan 373 ton emas. Skalanya besar sekali. Saya tidak yakin bahwa penjajah Belanda pernah melakukan penyitaan uang dari Sabang sampai Ambon sebesar 373 ton emas. Buku sejarah tidak pernah mencatat hal ini sebagai kekejaman pemerintah republik kepada rakyatnya, seperti halnya Tanam Paksa yang sebenarnya berskala jauh lebih kecil kekejaman pemerintah republik atau Negara Kesatuan RI.

Pada waktu pengumuman ketidak-bijaksanaan yang dikenal dengan nama Gunting Sjafruddin, keadaan jadi heboh. Pengumuman sanering (pengguntingan uang) ini dilakukan melalui radio dan pada saat itu tidak banyak yang memiliki radio. Sehingga mereka yang tahu kemudian berbondong-bondong memborong barang. Yang kasihan adalah para pedagang, karena barang dagangannya habis, tetapi ketika mereka hendak melakukan kulakan uang yang diperolehnya sudah turun harganya. Modalnya susut banyak. Tetapi, bukan hanya pedagang yang rugi, tetapi semua orang yang memiliki uang keluaran Belanda. Nilai uang susut paling tidak 50% dalam sekejap saja.

Pada tahun-tahun sekitar 1950an, pemerintah menerapkan sistem kurs ganda terhadap mata uang US dollar. Ketidak-bijaksanaan ini juga dimulai seminggu setelah Gunting Sjafruddin. Pada ketidak-bijaksanaan kurs ganda ini ada kurs resmi yaitu Rp3,80 per US dollar ada harga kurs effektif untuk eksportir yaitu Rp 7,60 dan ada harga kurs effektif untuk importir yaitu Rp11,40 per dollar. 

Pada dasarnya bagi importir yang memerlukan mata uang asing dan harus membeli dollar akan dikenakan kurs effektif Rp11,40 per US dollar. Bagi ekspotir yang memperoleh mata uang asing dikenakan kurs effektif Rp7,60 ketika menukarkannya dengan rupiah. Dari perbedaan kurs effektif ini, pemerintah memperoleh keuntungan untuk menutup defisit anggaran negara. Tentu saja tidak semudah itu. Eksportir bak dikenai pajak eksport sebesar 66.70%. Siapa sih yang suka dikenai pajak. Kalau ada celah, kenapa tidak menghindar? Eksportir (juga berlaku bagi semua yang berpenghasilan dollar) akan cenderung menghindari dari pada menjual dollarnya secara resmi. Oleh sebab itu perlu peraturan pemaksan, harus ada instrumen pemaksa bagi  pelaku bisnis untuk tunduk dengan kemauan pemerintah. Aliran devisa dikontrol ketat melalui BLLD (Biro Lalu Lintas Devisa). Penukaran resmi uang asing dapat dilakukan di bank-bank devisa yang memperoleh ijin dari Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negri (LAAPLN). Disinilah pasar resmi mata uang asing.

Apapun namanya, pajak, cukai, kurs ganda, kalau sudah 66.70%, walaupun untuk pemerintah, banyak orang tidak rela. Angka 66,70% itu lebih kejam dari beban taman paksa yang hanya 20%. Memang bentuknya berupa pengotrolan devisa bukan seperti pajak, yang secara terang-terangan ditarik ke wajib pajak. Pengontrolan dan pengkebirian mekanisme pasar yang berlebihan seperti ini menyebabkan distorsi pasar yang besar. Orang akan selalu mencari jalan keluar. Muncullah kurs saingan sehingga kurs dollar ada dua, yaitu kurs resmi dan kurs Pasar Baru. Kurs resmi adalah kurs yang didasari oleh paksaan (coercion) dan kurs Pasar Baru (atau pasar gelap lainnya) adalah kurs yang adil yang muncul dari pasar bebas. Pasar gelap tempat pertukaran mata uang asing berlangsung terus sampai tahun 1967, dimana pengontrolan devisa melonggar.

Saya sebut kurs yang tidak resmi ini sebagai kurs Pasar Baru karena kalau pada masa itu anda jalan-jalan ke Pasar Baru Jakarta, sering ada orang mendekat dan berkata pelan-pelan: “dollar pak...., dollar ibu”. Mereka mengajak bertransaksi dollar. Kadang pasar uang di Pasar Baru di masa itu  disebut pasar gelap. Kata pasar gelap ini digunakan pemerintah pada hakekatnya untuk memberikan konotasi buruk. Padahal sebenarnya adalah pasar bebas dan dilakukan diterang hari.

Ketidak-bijaksanaan kurs ganda ternyata membuat kekacauan dan umurnya hanya kurang dari 2 tahun. Pada bulan Januari 1952, diberlakukan satu (1) kurs resmi yaitu Rp 3,80 per US dollar. Ternyata itupun hanya berlaku sekitar 1 bulan. Karena pada bulan Februari 1952, rupiah didevaluasi menjadi Rp 11.40 per dollar. Nilai rupiah menguap 67% hanya dengan sebuah peraturan. Beruntunglah orang-orang yang menyimpan emas atau perak. Nilainya tidak tergerus oleh peraturan pemerintah.

Selama tahun 1950 – 1953 pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk lumayan karena adanya perang Korea yang membutuhkan minyak dan karet Indonesia. Ini berlanjut terus sekalipun perang Korea telah usai. Pemulihan pasca Perang Dunia II membantu menjaga permintaan barang dari Indonesia sehingga pertumbuhan ekonomi juga masih lumayan. Dana investasi dari luar negri masuk, terutama dari perusahaan-perusahaan Belanda yang semasa pendudukan Jepang dan revolusi nyaris tidak ada kegiatan. Upaya menhidupkan kembali perusahaan-perusahaan Belanda ini menjadi tersendat ketika api semangat nasionalisasi membesar. Dampaknya baru terasa setelah tahun 60an, setelah usaha pengambil-alihan dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda tahun 1960an.

Dalam dekade 1950, awalnya masyarakat merasakan kemakmuran. Barang produksi dalam negri relatif murah. Ini dikarenakan oleh ketidak-bijakan pemerintah mematok kurs rupiah terhadap dollar Amerika dibawah nilai riilnya. Artinya bahwa konsumen disubsidi lewat subsidi rupiah oleh eksportir dan produsen barang eksport atas paksaan pemerintah. Pada tingkat ini nilai rupiah terlalu mahal. Secara teori, dollar ditukarkan dengan rupiah di tempat-tempat resmi dimana peraturan pemerintah masih bisa dipaksakan dan selama kondisi ini bisa dipertahankan. Keengganan untuk menukarkan dollar dan mata uang asing dan cenderungan untuk membangkang timbul di kalangan eksportir dan sektor-sektor ekonomi yang melakukan kontak dengan pasar internasional. Salah satu bentuknya adalah penyelundupan karet. Beberapa sumber mengatakan bahwa penyelundupan ini cukup marak. Tetapi secara pasti sulit diketahui karena para penyelundup tidak akan pernah mendatakan dirinya. Hanya dampaknya yang bisa dirasakan. Jurang antara kurs resmi dan kurs Pasar Baru semakin melebar.

Bagi penjual karet, tindakan penyelundupan yang dilakukannya bukanlah hal yang buruk. Dia hanya menjual secara langsung ke pembeli tanpa melalui jalur pemerintah. Pada dasarnya keberadaan pemerintah tidak dibutuhkan. Penyelundupan seperti ini selalu terjadi jika pemerintah tidak memberikan jasa (service) apa-apa, tetapi hendak memungut uang. Pemerintah dianggap sebagai penganggu yang harus dihindari.

Reaksi pemerintah pusat kemudian adalah memperketat pengawasan dan mengatasi laju pembangkangan ini pemerintah pada bulan Juni 1957 mengeluarkan peraturan baru yaitu sistem Bukti Eksport atau BE (Keputusan Dewan Moneter tanggal 18 Juni 1 957 No. 30).

Dengan peraturan ini eksportir tidak lagi memperoleh rupiah ketika menukarkan uang asing (devisa) hasil eksportnya, melainkan Bukti Eksport (BE). Nilai nominal yang dicantumkan pada BE mengikuti kurs Rp 11,40 per dollar. Akan tetapi, eksportir bisa menjual BEnya di bursa BE dengan harga mengambang dan pembelinya adalah importir atau perorangan yang mempunyai ijin resmi. Karena nilai rupiah sangat overvalue (mahal) dan BE adalah wujud lain dari mata uang asing, maka ketika dilepas ke pasar yang mempunyai mekanisme pasar bebas, harganya melojak tajam untuk mengejar nilai wajarnya. Belum ada setahun sistem BE diberlakukan, harga BE melonjak ke level 300% dari nilai nominalnya. Kemudian pemerintah melakukan campur-tangan lagi dan membekukan harga BE pada level 332% dari nilai nominalnya pada bulan April 1958. Penghapusan BE baru dilakukan tahun 1959 setelah Dekrit 5 Juli 1959.

Kekecewaan terhadap kondisi ekonomi semakin menebal di kalangan rakyat. Orang mulai membandingkan jaman penjajahan Belanda (jaman Hindia Belanda) dengan jaman kemerdekaan. Istilah jaman Normal bagi jaman Hindia Belanda menjadi populer di saat itu. Dan jaman kemerdekaan bukan jaman yang normal.

Dari kaca mata para politikus, kondisi Indonesia setelah penerapan Gunting Sjafruddin yang diwarnai oleh adanya penyelundupan dan ketidak-puasan terhadap pungutan-pungutan dan pemaksaan-pemaksaan yang melebihi jaman sebelumnya (jaman Hindia Belanda) bisa dianggap sebagai suatu peluang politik. Komoditi tetap menjadi penggerak ekonomi pada pasca pengakuan kedaulatan. Jakarta sebagai ibu-kota negara pada saat itu kurang bisa menjalankan fungsi sebagai pusat perdagangan dengan segala fasilitas jasa keuangannya dan perdagangan. Artinya perdagangan di daerah bisa berjalan tanpa Jakarta. Politikus yang berasal dari daerah penghasil devisa menunjukkan dukungannya terhadap gerakan makar ekonomi daerah. Barangkali mereka pikir: “Kenapa harus menyerahkan hasil eksport daerahnya ke pemerintah pusat? Kenapa tidak dimakan sendiri? Kalau demikian, saya akan kebagian” Mungkin itulah latar belakang pendirian PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) dan Permesta (1958 - 1961). Latar belakang pemikiran orang, tidak ada yang tahu kecuali dirinya sendiri. Dan anehnya sekumpulan orang bisa melakukan hal yang searah secara kolektif.

PRRI walaupun didukung dengan keuangan yang kuat untuk membeli senjata yang lebih modern dari TNI, ternyata tidak mempunyai tentara yang handal, sehingga mudah dikalahkan oleh pemerintah pusat. Dalam sekali serangan, PRRI dan Permesta sudah bercerai berai, sebagian pemimpinnya lari keluar negri, tertangkap atau terbunuh. PRRI secara resmi baru menyerah tahun 1961.

Jaman uang Gunting Sjafruddin berakhir dengan Dekrit 5 Juli 1959. Anggap saja begitu. Tonggak sejarah dibuat oleh penulisnya. Dan untuk buku ini, penulis menyukai Dekrit 5 Juli sebagai sebuah tonggak sejarah, karena episode berikutnya semua hal yang menyangkut kesejahteraan dan kemakmuran semakin suram. GDP malah merosot, turun, pertumbuhannya negatif, mengkerut, berkontraksi.

Pada periode rupiah Gunting Sjafruddin, banyak yang telah dilakukan pemerintah terhadap rupiah dan tabungan rakyat Indonesia. Pertama penyitaan tabungan rakyat Indonesia setara 373 ton emas. Memang tidak disebutkan sebagai penyitaan melainkan ditukar dengan surat obligasi 40 tahun. Tetapi ketika hutang itu jatuh tempo dan hendak dicairkan, nilai riil uangnya sudah nyaris nol. Jadi sama saja dengan penyitaan.

Kedua, rupiah juga mengalami penyusutan nilai riil akibat tindakan pencetakan uang bernafsu. Dalam masa 14 tahun sejak Bung Hatta mengumumkan penggunaan mata uang republik yang bernama rupiah, nilainya telah terpangkas 84,5% dan hanya tersisa 15,5%. Itu menurut ukuran resmi. Kalau menurut tolok ukur Pasar Baru (pasar gelap) yang tersisa hanya 1,89%, artinya sudah 98,11% terpangkas. Sebulan setelah Dekrit 5 Juli 1959, Sukarno memperkecil jurang antara nilai rupiah resmi ini dengan nilai kurs Pasar Baru yang pada waktu itu mencapai hampir Rp 94 per dollar. Apa yang dikatakan pahlawan Bung Hatta 14 tahun sebelumnya di RRI mengenai rupiah, hanya tipu semata.

Dan dalam 10 tahun sejak Bank Indonesia (BI) didirikan, BI telah sukses memangkas nilai riil rupiah 66,67% dan tersisa 33,33%. Itu penilaian berdasarkan angka-angka resmi. Kalau berdasarnya pasar bebas, maka yang terpangkas adalah 95,94% dan sisanya hanya 4,06% saja. Prestasi yang bagus untuk BI yang baru berumur kurang dari satu dekade.

Rupiah menjadi mata-uang yang dihinakan di negaranya sendiri. Di pasar-pasar gelap orang mau menukarkan rupiah dengan dollar di harga yang lebih rendah dari pada harga resmi. Rupiah dinilai rakyat 2-3 kali lebih murah. Rupiah adalah mata uang murahan. Di beberapa daerah orang lebih suka melakukan barter. Jangan katakan bahwa rakyat sudah kehilangan rasa nasionalismenya. Kalau sudah menyangkut hasil keringat, siapa perduli dengan nasionalisme.


[1] Periode Pengakuan Kedaulatan RI s.d. Nasionalisasi DJB, Unit Khusus Museum Bank Indonesia: Sejarah Pra Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Museum/Sejarah+Bank+Indonesia/Sejarah+Pra-BI/prasejarahbi_7.htm
[2] Periode Pengakuan Kedaulatan RI s.d. Nasionalisasi DJB, Unit Khusus Museum Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/0D07105F-9EB6-4990-9C00-95C737F53EE2/800/PeriodePengakuanKedaulatanRIsdNasionalisasiDJB.pdf



Disclaimer:

Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya yaitu deflasi US dollar dan beberapa mata uang lainnya.

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Sunday, August 17, 2014

Tanggal 28 July 100 Tahun Lalu



Tanggal 28 July merupakan tanggal bersejarah. Tanggal tersebut adalah:

  1. Tanggal resmi pembukaan jalan 15 – 18 juta orang kepada kematiannya dan 37 juta luka-luka dalam satu episode sejarah.
  2. Runtuhnya emperium-emperium otokrasi (Ottoman, Jerman, Russia, Austro-Hongaria, dll) dan digantikan oleh bentuk negara republik
  3. Penggunaan senjata kimia dalam perang
  4. Penggunaan tank dalam perang
  5. Penggunaan pesawat terbang dalam perang
  6. Pencetus paska perang hyperiflasi yang terbesar dalam sejarah di beberapa negara.

Tanggal 28 July adalah tanggal resmi dimulainya Perang Dunia I, perang yang memakan banyak sekali korban tanpa tujuan yang jelas. Penyebabnya juga sepele yaitu dibunuhnya putra mahkota kekaisaran Austro-Hongaria, Archduke Franz Ferdinand oleh seorang dari etnik Serbia bernama Gavrilo Princip. Kejadiannya di Sarajevo.

EOWI tidak menyukai kekerasan, kematian dan kesedihan. EOWI juga tidak menyukai pajak. Kalau buku penduan pajak di US misalnya, dengan tebal 10 kali Bible tetapi tidak mengandung satupun kabar gembira, maka  EOWI selalu berusaha menyeimbangkan antara baik dan buruk, gembira dan sedih. Ini tidak mengandung plesetan, seperti rajin (baik) dan selingkuh (buruk), sehingga tindakan yang seimbang adalah rajin-selingkuh. Itu plesetan.  EOWI akan mencarikan kabar gembira dalam arti yang serius.

Tanggal 28 July juga merupakan tanggal lahir seseorang yang membantu sesamanya keluar ke dunia yang penuh tantangan ini. Namanya Anita Deborah Anwar. Dia adalah seorang dokter spesialis kandungan (ObsGin) yang sekarang bekerja di RS Hasan Sadikin, Bandung. 

Kita mulai saja kisah komedi sedihnya dulu. Dan kisah komedi ini akan dimulai dengan pernyataan: 

Manusia sering tidak berpikir atau tidak tahu akibat dari perbuatannya”.  

Kami sebut komedi yang tragis karena kejadian ini dimulai oleh seorang manusia berbuat tanpa tahu akibat perbuatannya, kemudian ditanggapi oleh tindakan yang tidak kalah konyolnya. Kemudian ketika semua tragedi itu selesai, kita tidak bisa mencari nalarnya. Sekitar 15 – 18 juta orang mati dan 37 juta luka-luka tanpa tujuan yang jelas. 

Sulit untuk mengerti apa yang ada di kepala pemuda desa dari etnik Serbia yang berumur 19 tahun bernama Gavrilo Princip ini bersama rekan-rekannya Cvjetko Popović, Muhamed MehmedbaÅ¡ić, Nedeljko ÄŒabrinović, Trifko Grabež, Vaso ÄŒubrilović, ketika mereka merencanakan dan melakukan pembunuhan putra mahkota kekaisaran Austro-Hongaria Franz Ferdinand. Pada tanggal 28 Juni 1914, Princip berada di antara kerumunan orang yang menyambut kedatangan pangeran Franz Ferdinand yang lewat di Sarajevo. Ketika iring-iringan rombongan kerajaan mendekat, Princip menyeruak dari kerumunan orang, menuju ke arah sang pangeran dan menembakkan pistolnya yang tepat mengenai lehernya. Tembakan berikutnya mengenai putri Sophia, istri Franz Ferdinand. 

Kejadian ini ditanggapi oleh rakyat Austria tanpa reaksi. Mereka santai-santai saja seperti dicatat oleh seorang sejarawan ZbynÄ›k Zeman. Catatannya: 

“kejadian ini tidak memberikan impresi apa-apa. Pada hari Minggu dan Senen (tanggal 28 dan 29 Juni 1914) orang-orang di Vienna masih mendengarkan musik dan menikmati anggur seakan tidak ada yang terjadi apa-apa, semua berjalan seperti biasa

Dengan kata lain masih banyak orang yang berpikir normal. Ada dua orang mati...., big deal. Walaupun dia kaisar, presiden, raja atau teroris, tidak perlu diributkan. Kalau diributkan maka ceritanya akan panjang.

Lain di ibukota lain pula di daerah. Sarajevo yang pada saat itu merupakan bagian dari kekaisaran Austro-Hongaria punya cerita lain. Di Sarajevo, penguasa memanas-manasi situasi untuk menyulut tindak kekerasan terhadap etnik Serbia. Selanjutnya ada orang dari etnik Bosnia dan Croat membunuh 2 orang Serbia. Kegilaan sudah mulai nampak disini. Bayangkan dari 6 orang komplotan yang merancang pembunuhan terhadap putra mahkota Franz Ferdinad, tidak semuanya orang orang Serbia tetapi ada orang Bosnianya yaitu Muhamed MehmedbaÅ¡ić, tetapi arah balas dendamnya hanya ditujukan ke etnik Sebia. Tindak kekerasan (terorganisasi) terhadap etnik Serbia berkobar di banyak kota besar di wilayah kekaisaran Austro-Hongaria. Kekonyolan dan ketidak-rasionilan semakin menjadi-jadi, ketika pemburuan orang-orang Serbia ini dimotori oleh milisia Schutzkorps yang terdiri dari muslim Bosnia. 

Kalau ditelusuri lagi ke belakang, apa yang menjadi motivasi Princip sang pembunuh Franz Ferdinand adalah untuk mencari keadilan bagi orang-orang di desa-desa. Apakah itu desa-desa wilayah yang sekarang dikenal sebagai Bosnia-Hersegovina yang pada masa itu merupakan bagian dari kekaisaran Austro-Hongaria, atau desa-desa di seluruh kekaisaran Austro-Hongaria. Entahlah, tetapi ketika ditangkap Princip sempat berkata:
 
Saya adalah anak petani dan saya tahu apa yang terjadi di kampung-kampung. Itu sebabnya saya melakukan ini sebagai balas dendam. Saya puas dan tidak menyesal.”

Tragisnya selama Perang Dunia I tersebut, tentara kekaisaran Austro-Hongaria melakukan pembantaian etnik Serbia sampai diperkirakan 850,000 menemui ajalnya. Jumlah 850,000 adalah 25% dari penduduk Serbia pada masa itu. Kalau dipikir, apa kebaikan apa yang diperoleh dari perbuatan Princip untuk bangsa/golongannya yaitu etnik Serbia. Seperempat menemui ajalnya?

Komedi sedah terjadi sejak dimulainya pembantaian etnik ini. Ketika tertangkap, Princip berusaha bunuh diri yang gagal dengan menelan kapsul sianida yang sudah kedaluwarsa. Suatu rencana yang tidak kompeten. Seharusnya ia melakukan pengecekan dulu perlengkapan yang dibawanya. Ternyata Gavrilo Princip adalah orang yang tidak mampu membunuh dirinya sendiri, tetapi berhasil membunuh dua orang pembesar negara. Entah ini suatu kekonyolan sejarah atau apalah namanya.

Kalau ditelusuri dan diringkas, perkara ini sebenarnya adalah perkara dalam negri kekaisaran Austro-Hongaria. Yaitu terbunuhnya putra mahkota beserta istrinya di pinggiran negri oleh seorang yang tidak kompeten untuk membunuh dirinya sendiri. Kejadian ini dianggap demikian sepelenya, orang-orang di pusat negri (di ibukota) tidak terlalu memperdulikannya. Hanya di wilayah pinggiran kekaisaran saja yang kemudian ribut dengan kerusuhan etniknya. Hanya karena perkara ini, dunia terlibat dalam suatu perang besar. (Hampir) Semua negara ikut terjun dalam peperangan. Apakah ini tidak gila? 


 Peta wilayah kekuasaan kekaisaran Austro-Hongaria


Entah bagaimana mekanismenya, jutaan orang kehilangan akal sehatnya. Jutaan terjun ke dalam arena kamikaze, saling membunuh dan dibunuh, menembak dan ditembak, menebarkan gas beracun, bom, genoside, pembersihan etnik. 

Ada yang mengatakan bahwa Perang Dunia I ini adalah perang idiologi antara otokrasi/kediktatoran melawan demokrasi. Masalah dalam negri kekaisaran Austro-Hongaria hanyalah kejadian yang salah di waktu yang salah pula. Hanyalah kejadian yang kebetulan yang kemudian dikait-kaitkan. Ini nampaknya premis yang bisa diterima akal. Kekaisaran Jerman, kekaisaran Austro-Hongaria, kesultanan Turki Ottoman disatu pihak melawan Inggris, Prancis dan Amerika Serikat, Tetapi kalau dilihat lebih rinci, Russia dan Jepang yang otokrasi/kediktatoran ada dipihak yang sama dengan Inggris, Prancis dan Amerika Serikat. Apakah Czar Russia dan Tenno Jepang mengirimkan tentaranya untuk mati bersama-sama tentara Inggris, Prancis dan Amerika Serikat untuk demokrasi? Jadi...., kenapa Czar Russia dan Jepang ikut nimbrung dalam perang ini. Apa kaisar mereka ingin mengubah negaranya menjadi negara demokrasi dan mereka turun tahta? Apa kepentingan mereka sehingga layak mengirimkan 1.6% – 2% dari populasi  rakyatnya ke alam baka? Yang pasti, tidak lama setelah perang besar ini, Czar Russia digulingkan oleh kaum komunis.

Kemudian Amerika Serikat, yang secara geografis jauh letaknya dari medan perang. Apa pula kepentingannya mengirimkan tentaranya? Apakah untuk mencari mati? Apa yang diperoleh oleh para Yankees ini? Cewek?, Tanah? Emas?, Apa? Mungkin sekedar kepuasan karena berhasil membunuh dan menaklukan seseorang.

Keuntungan apa yang diinginkan Jerman ketika nimbrung di kancah perang ini. Yang pasti...., yang diperolehnya adalah hyperinflasi paska perang dan 2.8 juta (4.3%) rakyatnya mati.

Bagaimana dengan kesultanan Ottoman? Apa yang diinginkannya ketika nimbrung? Tetapi yang diperoleh adalah disintegrasi dari negaranya.

Ada yang mengatakan bahwa Perang Dunia I adalah persaingan perebutan koloni, perebutan wilayah. Ada juga yang mengatakan bahwa persaingan dalam kekuatan militer di laut. Ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah keinginan untuk melebarkan wilayah perekonomian. Kebanyakan dugaan itu hanyalah dugaan. Ada juga yang mengatakan bahwa perang ini dilatar-belakangi oleh keinginan untuk mencoba mesin-mesin perang jenis baru. Yang pasti, Perang Dunia I adalah suatu peristiwa yang melibatkan histeria manusia untuk saling membunuh. Selama 4 tahun dari mulai Princip melepaskan tembakannya ke arah Franz Ferdinand sampai tahun 1918, histeria membunuh berkobar. Belasan ribu demi belasan ribu orang mati, ditembak, digranat, mati kelaparan, kena penyakit....., penyebabnya secara langsung tidaklah penting, pokoknya mati karena histeria ini.

Kebaikan apa yang bisa lahir dari histeria ini. Liga Bangsa-Bangsa kah dan Perjanjian Versailles diakhir perang? Itu tidak bisa disebut hal yang batul-betul baik dan bermutu karena hanya bisa menunda selama 20 tahun perang berikutnya (Perang Dunia II) yang lebih brutal lagi. Waktu yang terlalu singkat bagi orang mengatakan kapok dan jera. Waktu yang terlalu singkat bagi trauma perang yang kejam dan brutal.

Yang ada hanyalah keburukan, kesengsaraan, kekonyolan massa. Perang Dunia I adalah perang yang paling brutal berskala besar ke dua setelah Perang Dunia II. Secara historis, Perang Dunia I adalah awal dari perang modern berskala besar. Penggunaan pesawat terbang, tank dan mesin-mesin perang untuk memudahkan penyebaran medan pertempuran dimulai di Perang Dunia I ini. 

Dalam keadaan normal, manusia tidak punya tendensi untuk membunuh. Mungkin.... Setidaknya, tendensi ini disimpan jauh di dalam otaknya. Walaupun ada sejumlah orang (sedikit saja) yang memang punya tendensi untuk membunuh. Contohnya adalah betebarannya sekolah-sekolah yang mengajarkan teknik-teknik membunuh. Memang sulit dipercaya kalau ada sekolah-sekolah yang mendidik dan mengajarkan cara untuk membunuh manusia. Tetapi kenyataannya ada di hampir setiap negara. Namanya akademi militer. Itu sekolah yang resmi. Yang tidak resmi disebut kamp pelatihan teroris. Keduanya sama saja dalam hal tujuan, hanya materi kurikulumnya berbeda. Di sekolah ini, diajarkan untuk membunuh dengan segala cara dan dengan menggunakan segala macam alat. 

Kalau dipikir-pikir, ide mendirikan lembaga pendidikan membunuh manusia  adalah menjijikkan (sickening). Setiap akal yang waras akan berpikir: “Bukankah lebih baik mendirikan dan membangun lembaga yang bisa membuat kemakmuran, kebaikan untuk umat manusia?” 

Pada hari ini, tanggal 17 Agustus Indonesia merayakan hari kemerdekaannya. Di hari ini bangsa Indonesia memuja pahlawannya. Yang dimaksud dengan pahlawan adalah orang yang mati dalam histeria membunuh sesama manusia atau yang disiapkan untuk terjun dalam kancah seperti itu. Kami di EOWI, tidak melihat hal semacam itu sebagai hal yang patut diagung-agungkan. Perang (kemerdekaan) bisa dihindari. Malaysia, Suriname, Singapore, dan sederet lagi merdeka tanpa memerlukan adanya pembunuhan sesama manusia. EOWI lebih memandang tinggi manusia-manusia yang bermanfaat bagi umat manusia, bukan orang yang menumpahkan darah dan nyawa. 

Beberapa hari lalu EOWI melakukan browsing internet dan menemukan dua nama yang tanggal lahirnya sama dengan permulaan Perang Dunia I dan tanggal kemerdekaan Indonesia. 

Pertama adalah Anita Deborah Anwar, seorang dokter kandungan yang bekerja di RS Hasan Sadikin yang punya tanggal lahir 28 July, bertepatan dengan tanggal resmi dari awal Perang Dunia I. Ternyata nama ini disebutkan di beberapa blog, yang katanya pernah ditolong oleh dokter Debbie ini. Dokter seperti dr. Debbie ini membantu kelahiran banyak orang. Ada yang calon penjahat, calon penipu, calon koruptor dan calon perampok. Ada yang nantinya jadi orang biasa-biasa saja, yang hidupnya datar, tidak mengganggu orang lain. Ada juga yang merupakan calon orang baik. Jadi beliau ini membantu melahirkan banyak jenis orang. Apakah perbuatan dr. Debbie ini merupakan perbuatan baik? Entahlah.., setidaknya ia membuat kedua orang bayi merasa berbahagia saat itu. Mungkin nanti ketika anaknya sudah besar, ceritanya lain. Tetapi hal itu tidak menjadi halangan bagi EOWI untuk menetapkan apakah orang seperti dr. Debbie ini orang baik. Karena EOWI sudah menetapkan amal dan perbuatan seperti ini adalah perbuatan baik yang menambah kemakmuran di masyarakat. Bukan seperti perang yang memberikan kesengsaraan.

Orang-orang seperti ini lebih layak dikenang dari pada mereka yang menumpahkan darah, kecuali untuk bela diri. Bagaimana kalau pembaca EOWI  menyampaikan selamat ulang tahun yang terlambat kepada beliau di facebook ini: https://www.facebook.com/anita.deborahanwar

Dokter Debbie, kami pembaca EOWI mengucapkan selamat ulang tahun (yang terlambat). Semoga anda selalu bisa membantu umat manusia yang lahir ke dunia dan kehidupan ini. Hari kelahiran anda sama dengan awal dari Perang Dunia I yang membawa kematian 15 – 18 juta orang, sedangkan profesi anda berlawanan dengan Perang Dunia I. Anda membawa manusia-manusia baru, hidup ke dunia dan memberi kegembiraan bagi orang tuanya.

Berikutnya adalah seorang lahir pada tanggal 17 Agustus. Ia adalah CEO dari sebuah perusahaan yang sangat inovatif dalam bidang biologi-sel serta bergerak dalam bidang menghasilkan/mendistribusikan obat kanker.  Kanker adalah penyakit yang membawa kesengsaraan, penderitaan dan kematian. Kesakitan yang diderita oleh seorang yang terkena beberapa jenis kanker seperti kanker hati, kanker otak, dan lainnya, adalah luar biasa. Untuk mengurangi penderitaan ini, pasien diberi narkotik kuat seperti morphine yang dosisnya semakin lama semakin tinggi. Disamping itu kanker juga akan menguras tabungan keluarga penderita. Obat-obatan kanker membuka jalan untuk kesembuhan. Saya tidak tahu apakah nantinya Dr. Rikrik juga akan menerjuni bidang biologi sel untuk mencari rahasia forever young? Kita tidak perlu memperdebatkan apakah menunda kematian itu baik atau tidak, menurut EOWI adalah suatu kebaikan. Oleh sebab itu EOWI mengajak pembaca juga mengirimkan ucapan selamat ulang tahun kepada Dr. Rikrik ini di facebooknya: https://www.facebook.com/rikrik.ilyas

Dr. Rikrik, kami pembaca EOWI mengucapkan selamat ulang tahun. Semoga anda selalu bisa membantu umat manusia dalam melawan penyakit yang sulit sembuh. Hari kelahiran anda sama dengan awal Perang Kemerdekaan Indonesia dimana sekitar 100 – 200 ribu jiwa melayang percuma. Kami mengucapkan selamat ulang tahun ini karena profesi anda adalah menyelamatkan nyawa manusia dan berlawanan dengan para pahlawan kemerdekaan yang membawa kesengsaraan bagi sesamanya. 

Sekian dulu......, sampai lain kali dengan dongeng yang lain.


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.