Dongeng ini didedikasikan bagi mereka:
- yang kritis, skeptis, berpikir bebas dan mencintai kebenaran
- dan yang suka menikmati sarkasme dan humor sardonik
(Terbit, insya Allah setiap hari Minggu atau Senen)
Masa Orde Lama - Jaman Revolusi Berkepanjangan
Pada bagian ini kita akan menyinggung topik yang kontroversial karena
melibatkan sosok Bung Karno. Bung Karno banyak pemujanya. Dan sekiranya anda
adalah salah satu pemujanya yang fanatik dan tidak punya toleransi sama sekali.
Sebaiknya anda tidak usah membaca bagian ini. Mungkin anda akan tersinggung.
Pada jaman imperium Romawi
dikenal istilah bread and circus,
(panem et circenses), roti dan sirkus. Politikus pada dasarnya manusia yang
menyukai kekuasaan dan harta serta menjadikan kariernya sebagai pengejar
kekuasaan dan harta. Politikus untuk bisa meraih dan mempertahankan posisinya
akan memberi massa pendukungnya makanan dan sirkus pertunjukkan di panggung
politik. Dan sirkus adalah keahlian Sukarno. Kalau pada saat ini anda bisa
mendengarkan pidato-pidato Sukarno melalui Youtube. Saya sarankan anda
untuk mendengarkannya dan menilai kepiawaian Sukarno dalam memukau para
pendengarnya. Ibarat seorang penjual, Sukarno mempunyai kepiawaian menjual
kulkas kepada orang eskimo, atau menjual tahi ayam seharga coklat. Ini adalah
pujian dari saya. Bukan suatu hinaan.
Tonggak sejarah Orde Lama dimulai dari Dekrit 5 Juli 1959. Pada masa ini
secara defacto Sukarno menjadi penguasa tunggal. Campur-tangan pemerintah
terhadap ekonomi semakin merajalela. Seperti yang telah dibahas pada bab
sebelumnya, bahwa campur tangan pemerintah hanya akan memperparah ekonomi.
Selama periode ini pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. Inflasi tinggi dan
akhirnya rejim Sukarno ditumbangkan.
Pernahkan anda bertanya kenapa di dalam buku-buku sejarah periode 1959 –
1966 disebut jaman Orde Lama? Seandainya Sukarno diberi kesempatan memberi nama
periode sejarah antara tahun 1959 – 1966 ini, mungkin dia akan menamakannya
jaman Kembali ke Semangat 45, atau
jaman Revolusi Berdikari, atau nama
lainnya yang megah. Tetapi di dalam buku sejarah resmi, nama Orde Lama melekat
untuk pemerintahan periode 1959 – 1966 ini.
Kata Orde Lama terdengar berkonotasi sangat negatif. Sebabnya karena nama
ini diberikan oleh rejim sesudahnya, rejim Suharto, yang patut diduga berusaha
mengoleskan citra buruk kepada pendahulunya. Dan untuk periodenya sendiri,
Suharto menyebut Orde Baru, suatu pemilihan kata yang berkonotasi positif dan
kontras dengan Orde Lama yang digantikannya. Cara pencitraan seperti ini sama
halnya dengan menyebut jaman penjajahan
Belanda untuk jaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada hakekatnya massa berpikir
sederhana. Ketika mendengar nama yang berkonotasi negatif yang dikontraskan dengan
yang positif, maka penyandang nama itu identik dengan jahat dan buruk. Jadi
ketika orang mendengar kata Orde Lama atau penjajah Belanda, maka persepsinya
mengenai rejim Orde Lama dan pemerintahan penjajah
Belanda adalah jahat dan buruk. Padahal kalau dilihat dari data-data, belum
tentu mereka ini seburuk namanya.
Awal jaman Orde Lama dimulai dengan kekisruhan politik dan ekonomi di
penghujung dekade 1959an. Buku sejarah yang resmi akan mengatakan bahwa ada
kegagalan Konstituante membentuk undang-undang dasar. Hal inilah yang memberi
dalih kepada presiden Sukarno untuk memperkuat posisinya menjadi penguasa
tunggal. Dikeluarkanlah Dekrit 5 Juli 1959 yang isinya pembubaran parlemen
hasil pemilihan umum yang demokratis yang bernama Kostituante itu, dan akan
diikuti dengan pembentukan lembaga legislatif sementara (Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara - MPRS dan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara –
DPRS atau DPR Gotong Royong) tanpa proses yang demokratis.
Dekrit 5 Juli ini essensinya adalah pengambil alihan kekuasaan parlemen
oleh Sukarno dan menggantikannya dengan parlemen yang diharapkan bisa
dikontrolnya. Seandainya ada niat, Sukarno bisa membiarkan parlemen yang masih
ada dan melakukan pemilihan umum untuk membentuk palemen baru. Tetapi niatnya
memang bukan itu. Niat sesungguhnya hanya dia yang tahu. Akan tetapi yang bisa
kita lihat adalah tindakan selanjutnya Arah dan sasaran tertuju kepada
pemerintahan otoriter dengan penguasa tertingginya adalah presiden. Sistem
negara berubah, tetapi namanya masih menggunakan kata demokrasi, yaitu
demokrasi terpimpin. Kendatipun tidak ada yang dipilih langsung oleh rakyat,
apakah itu presidennya ataupun perwakilan rakyatnya (MPRS dan DPRGR), sistem
ini disebut demokrasi .........terpimpin. Semuanya harus terpimpin oleh
Panglima Tertinggi ABRI, mandataris MPRS, presiden, pemimpin besar revolusi.
Dekrit 5 Juli 1959 ini diikuti dengan tindakan-tindakan drastis dibidang
ekonomi oleh Sukarno. Kata demokrasi terpimpin menjadi populer. Ekonomipun
harus berlandaskan demokrasi terpimpin. Ketika sistem BE dihapus pada bulan
Agustus 1959, beberapa poin penting dijabarkan di dalam Penjelasan Peraturan
Pemenerintah Pengganti Undang-Undang no. 4 1959, tentang warna
ketidak-bijaksanaan ekonomi.
Secara
prinsipil sistim tersebut, dimana nilai mata uang rupiah terhadap mata uang
asing ditetapkan oleh imbangan penawaran dan permintaan B.E., walaupun misalnya
perkembangannya tidak diganggu oleh berbagai macam spekulasi dan gerak-geriknya
perdagangan abnormal, sesungguhnya tidak
sesuai dengan alam pikiran ekonomi terpimpin, dimana Pemerintah mengambil peranan yang lebih
aktip dan lebih menentukan...............
.........
Untuk beberapa jenis barang ekspor memang terdapat disparitet antara harga
dalam negeri dan penerimaan dalam rupiah sebagai hasil ekspor, walaupun
sebagian dari perbedaan ini disebabkan pula oleh faktor spekulasi, dan bukan
oleh tingkat harga upah dan bahan keperluan untuk memprodusir barang ekspor
itu.
Kata kunci yang perlu diingat adalah “Pemerintah mengambil peranan yang
lebih aktif dan lebih menentukan” yang mana akan menjadi ciri dari periode Orde
Lama ini. Dan kita tahu dari bab sebelumnya bahwa semakin banyak campur tangan
pemerintah maka akan semakin sulit ekonomi bergerak untuk maju. Jadi bisa
dipastikan bahwa sepanjang pemerintahan Sukarno ekonomi akan terhambat.
Selanjutnya setelah Dekrit 5 Juli, dengan cepat Sukarno bergerak ke bidang
ekonomi. Pada tanggal 24 - 25 Agustus 1959 beberapa peraturan pemerintah
pengganti undang-undang dikeluarkan. Isinya tentang:
- Pembubaran Bukti Ekspor (Undang-Undang no. 4 Prp, tahun 1959).
- Sanering uang pecahan Rp 500 dan Rp 1000, masing-masing menjadi Rp 50 dan Rp 100 (Undang-Undang (UU) No. 2 Prp. tahun 1959)
- Pembekuan simpanan giro dan deposito sebesar 90% dari jumlah di atas Rp 25.000 dan digantikan dengan surat hutang (Undang-Undang (UU) No. 3 Prp. tahun 1959)
- Rupiah didevaluasi dari Rp 11,40 menjadi Rp 45 per dollar Amerika (Peraturan Pemerintah Nomor 43, tahun 1959).
Orang waras yang naif pasti tidak
habis pikir apa yang melandasi keputusan pemerintah mengeluarkan Undang-Undang
No. 3 Prp. tahun 1959. Tindakan pemerintah
membekukan 90% semua rekening giro dan deposito di atas Rp 25.000 adalah absurd
menurut pandangan setiap orang pada jaman sekarang. Nilai Rp 25.000 pada jaman
itu kira-kira 492 gram emas, kalau mengikuti nilai tukar resmi Rp 45 per dollar
dan $35 per oz emas. Nilai 492 gram emas tidaklah tinggi sebagai ambang batas
tabungan yang terkena penyitaan ini. Saya tidak bisa membayangkan kalau hal ini
dikenakan juga kepada perusahaan. Operasinya bisa mandeg, karena kurangan dana.
Apa yang terjadi saat itu, sangat menarik untuk diteliti.
Hal kedua
yang tidak sukar dicerna, kenapa rakyat tidak ada yang protes dan melakukan
demostrasi ketika rekening giro dan depositonya dibekukan. Hal ini tidak pernah
dijumpai dalam catatan sejarah. Apakah ini karena kelihaian Sukarno
mempengaruhi massa? Atau tidak banyak orang punya rekening giro dan deposito
sehingga suaranya tidak terdengar. Mempunyai rekening bank baru membudaya setelah
tahun 1970an. Jadi ada kemungkinan hanya kalangan terbatas saja yang mempunyai
rekening giro dan deposito. Dan mereka ini menjadi golongan yang teraniaya.
Terlepas
dari kerelaan masyarakat pada waktu itu, ini adalah contoh bahwa pemerintah,
pemimpin yang anda kagumi mampu berbuat yang sewenang-wenang, terutama kepada
minoritas. Mohammad Hatta memulainya dengan menganjurkan kepada rakyat
Indonesia untuk megunakan rupiah (tanggal 30 Oktober 1946) di RRI – Radio
Republik Indonesia. Dan 13 tahun kemudian, Sukarno, partnernya, memenggal
mereka yang punya tabungan rupiah. Uang yang dibekukan itu di tahun 1959 itu, 8
tahun kemudian menjadi tidak berarti karena dimakan oleh inflasi yang menggila
(hiper-inflasi 1966 – 1967). Alangkah besarnya pahlawan-pahlawan ini. Ini suatu
pelajaran yang harus kita ingat. Pemerintah kalau bisa mengambil hasil keringat
anda dengan kerelaan anda. Kalau tidak bisa, maka jalan lain akan dicari.
Sejarah akan terus berulang.
Kembali ke masalah sirkus.
Sukarno sangat imajinatif dalam melahirkan ide-ide politik, ekonomi dan budaya.
Dengan karismanya, ia mampu mempengaruhi massa, individual termasuk juga
wanita. Sampai saat ini banyak orang mengagumi Sukarno karena ide-ide
politiknya. Programnya dikenal dengan nama Trisakti yaitu: Berdaulat di bidang
Politik, Berdikari di bidang Ekonomi, Berkepribadian di bidang Budaya. Beberapa
lain yang sangat terkenal adalah Pancasila, Marhaenisme, Nasakom (Nasionalis,
Agama dan Komunis), Manipol- USDEK (Manipol = Manifesto Politik; USDEK = UUD 45,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia). Setiap peringatan kemerdekaan Sukarno (hampir) selalu mengeluarkan
satu akronim baru. Jarek (Jalan Revolusi Kita), Tavip (Tahun Vivere Pericoloso
= Tahun menyerempet-nyerempet bahaya), Jas Merah (Jangan Lupakan Sejarah),
Resopim (Revolusi, Sosialisme dan Pimpinan), Gesuri (Genta Suara Revolusi
Indonesia), Ganefo, Conefo, dan lain sebagainya. Semuanya bertema sama, yaitu
condong pada sosialisme dan kontrol yang terpusat.
Diantara semua ide-idenya, yang
bisa berlanjut adalah Pancasila, sebabnya karena dicantumkan di undang-undang
dasar. Mengenai Pancasila, masih banyak orang tahu, karena ide ini dijadikan
landasan ideologi negara Indonesia. Bahkan di jaman Orde Baru Suharto,
Pancasila dijadikan satu-satunya ideologi di Indonesia. Dan semua pegawai negri
serta pegawai perusahaan-perusahaan yang ada kaitannya dengan pemerintah
diwajibkan mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila).
Pancasila yang terdiri dari lima
baris kalimat tak lengkap, tidak mempunyai makna apa-apa kalau tidak
ditafsirkan. Kalimat yang lengkap saja masih bisa ditafsirkan berbeda-beda,
apalagi yang tidak lengkap. Ambillah contoh sila pertama, ketuhanan yang maha
esa. Apakah kata maha esa berarti
“besar” dan “tunggal” (maha = besar, esa = tunggal) atau “sangat tunggal”.
Pengertian “sangat tunggal” tentunya tidak mungkin, karena kata tunggal atau
satu, 1, tidak mempunyai sifat gradasi. Dengan kata lain 1,0028 bukanlah satu.
Demikian juga 0,99986. Padahal pengertian inilah yang dimengerti banyak orang.
Jangan heran kalau berbagai konsep ketuhanan yang saling berbeda (bertolak
belakang) bisa mengaku sejalan dengan Pancasila.
Sukarno dan Marhaenisme adalah
dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Menurut cerita Sukarno tahun 1926 - 1927
pernah bertemu dengan petani di Cigareleng yang bernama pak Marhaen yang
mewakili sosok petani rata-rata Indonesia. Mereka ini walaupun memiliki tanah
sendiri, yang dikerjakan sendiri dengan memakai alat-alat produksi milik
sendiri, namun tetap saja miskin. Menurut interpretasi sejarawan dan ahli
politik bahwa Soekarno berpendapat kaum marhaen ini secara sistemik dan
struktural telah dimelaratkan oleh sistem kapitalisme, imperialisme,
kolonialisme dan feodalisme. Kemungkinan intepretasi sejarawan dan ahli politik
seperti ini salah besar. Teladan yang diberikan oleh Sukarno adalah punya istri
4 dalam suatu masa dan salah satu diantaranya adalah wanita asing yang sangat
cantik. Sukarno beberapa kali kawin-cerai, dan seringnya punya istri 4 orang.
Salah satu istrinya yang bernama Indonesia Ratna Sari Dewi, wanita belia cantik
berasal dari Jepang yang dikenalnya pertama kali di sebuah klub malam mewah
Akasaka’s Copacabana. Ketika dinikahi tahun 1962, Dewi berumur kurang lebih
umur 22 tahun. Kecantikan Ratna Sari Dewi sedemikian hebatnya terbukti pada
umur 53 tahun, dia membuat buku yang laku keras, berjudul Madam Syuga (1993), yang
isinya adalah foto-foto artistik semi bugil. Pada umur 53 tahun dia masih bisa
menjadi model semi-bugil, kalau bukan karena kecantikannya, maka tidak akan
pernah bisa terwujud.
Tidak hanya itu, Sukarno sebagai bapak marhaenisme juga mampu menaklukkan
hati seorang gadis kelas II SMA yang masih berumur 17an tahun. Namanya Yurike
Sanger yang kemudian menjadi istrinya tahun 1964 ketika Sukarno berumur 63 tahun.
Kalau seandainya pak Marhaen
mempunyai cita-cita untuk beristri 4 dan salah satunya adalah wanita asing yang
cantik dan gadis remaja, maka dia akan terpicu untuk berusaha yang lebih keras
lagi di dalam hidupnya. Seorang wanita asing cantik dari negara maju dan gadis
remaja tidak akan mau dengan petani setengah baya yang hidupnya pas-pasan.
Mungkin, itulah yang dimaksud oleh teladan yang diberikan oleh Sukarno. Jadilah
orang kaya. Atau itu hanya sarkasme saya. Saya yakin bahwa interpretasi para sejarawan dan ahli politik yang salah sedangkan sarkasme saya yang benar. Kalau cuma mau jadi petani yang hidupnya pas-pasan, mana bisa punya istri orang asing yang cantik dan eksotik seperti Ratna Sari Dewi. Peluangnya kecil.
Dalam usaha menyediakan roti, sekaligus bermain sirkus, Sukarno
menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda. Dan kemudian pembentukan
Land-reform 1960 yang membatasi kepemilikan tanah pertanian 5 sampai 20 hektar
saja[1].
Yang 20 hektar adalah untuk tanah kering di daerah yang jarang penduduk dan
yang 5 hektar adalah untuk tanah sawah di daerah padat penduduk seperti Jawa.
Ini adalah cermin dari visi Sukarno yang katanya kerakyatan, sosialis dan
kontrol terpusat. Disini Sukarno agak berkontradiksi dengan dirinya sendiri.
Dengan sawah yang dibatasi hanya 5 hektar, mana bisa seorang petani Marhaen
menjadi kaya, sehingga bisa menarik perhatian seorang wanita Jepang yang cantik
seperti Ratna Sari Dewi? Dengan hasil panen dari 5 hektar ladang, akan sulit
bagi pak Marhaen untuk mencicil traktor dan peralatan pertanian moderen kecuali
kalau yang ditanamnya adalah tanaman eksotik dan mahal seperti ganja atau
candu. Dengan kata lain, pak Marhaen tetap tidak bisa kaya kalau dia tidak mau
menjadi kriminal, karena ruh sosialisme mencegah orang untuk makmur dan kaya.
Nasionalisasi adalah suatu langkah yang salah dan Berdikari membawa
kesengsaraan. Massa mempunyai cara berpikir yang sederhana. Kapitalis dan
imperialis dicitrakan jahat maka jahatlah inperialis dan pemerintah dicitrakan
baik, maka baiklah ia. Kalau sektor-sektor penting dinasionalisasi, maka
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat akan meningkat. Teorinya seperti itu.
Sayangnya realita tidak sesederhana itu. Menjalankan sebuah perusahaan mudah,
tetapi untuk membuatnya hidup,
memerlukan keterampilan. Banyak dari perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi
akhirnya menciut terus dengan berjalannya waktu pamornya meredup. Ada yang
cepat meredupnya dan ada yang lambat serta ada pula yang hidup terus.
Perkebunan pala dan cengkeh, nampaknya pamornya sudah hilang. Sedang perkebunan
teh, sawit dan karet, masih berkibar, walaupun lahannya sudah berubah fungsi
menjadi perumahan seperti Pondok Indah, Cibubur dan Bumi Serpong Damai, di
sekitar Jakarta.
Seperti kereta api, perusahaan
dari sektor yang berkembang pesat dimasa jaman Normal, jaringannya mencapai
Jawa Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Perusahaan kereta api yang
dinasionalisaasi semakin lama semakin menciut jumlah lokomotifnya dari 1.314
(di tahun 1939) menjadi 530 (tahun 2000) dan jaringan relnya dari 6.811
km (tahun 1939) menjadi 4030 km (tahun 2000)[2].
Asetnya tercecer. Permasalahan ini terus berlanjut terus. Tahun 2008, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melaporkan
banyak asset-asset perusahaan kereta api yang dikuasai secara pribadi oleh
petinggi-petinggi perusahaan[3].
Entah bagaimana nasib asset-asset yang jaringannya dimatikan, termasuk
stasiun-stasiun kecilnya, relnya, tanahnya.
Setelah sekian lama, menurut
cerita, tahun 2007 perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi atau hasil
bentukan kerja-sama Indonesia-Belanda yang kemudian dijadikan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) mau ditutup jika masih merugi tahun 2009[4]. Dan berikut ini kutipan berita itu:
Kantor Kementerian Negara BUMN memperketat pengawasan atas
implementasi lima strategi kebijakan untuk memperbaiki kinerja delapan badan
usaha milik negara (BUMN) sektor manufaktur yang masih rugi. Ditargetkan pada
2009 BUMN yang bermasalah tersebut mampu menghasilkan laba.
Berdasarkan data Kantor Kementerian Negara BUMN, delapan
BUMN manufaktur yang masih rugi pada tahun buku 2006 adalah PT Kertas Leces, PT
Krakatau Steel, PT PAL Indonesia, PT Iglas, PT Dok & Perkapalan Kodja
Bahari, PT Industri Sandang Nusantara, PT Boma Bisma Indra dan PT Inka.
Menteri Negara BUMN Sugiharto menjelaskan strategi
kebijakan yang akan ditempuh untuk meningkatkan kinerja BUMN sektor manufaktur
adalah mempercepat penyelesaian program restrukturisasi korporat dan keuangan,
meningkatkan produktivitas dan efisiensi di bidang produksi, melakukan sinergi
antar-BUMN terkait, serta menerapkan sistem manajemen risiko dan memperketat
pelaksanaan good corporate governance (GCG).
Cerita tinggal cerita. Liability sering dianggap barang antik
yang perlu dikenang nilai-nilai historisnya dan birokrat juga bukan pembisnis
yang bisa mengambil keputusan bisnis. Sampai tahun 2010, belum ada BUMN sakit
yang ditutup. Pabrik kertas Leces dan Padalarang yang namanya selalu tercantum
di buku pelajaran sekolah dasar di jaman Orde Lama, beritanya tahun 2010 adalah
salah satu yang terbelit hutang dan menjalani proses penyehatan[5]. Padahal, menurut cerita Portal Nasional Republik Indonesia di atas, sudah akan
ditutup tahun 2009. Inti cerita ini ialah, bahwa nasionalisasi perusahaan swasta
adalah langkah yang salah karena akan membebani pembayar pajak. Tujuan awalnya
tidak akan tercapai. Itu pelajaran dari sejarah.
[1] Undang-Undang U No. 56 PRP tahun 1960
Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian
[2] Proyek Effisiensi Perkeretaapian, Siti
Khoirun Nikmah, Valentina Sri Wijayanti, Working Paper No. 1, 2008, INFD
[3] Ribuan Aset BUMN Bermasalah , Website KPK, 25 April 2008,
http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=523
[4] BUMN yang masih rugi pada 2009 akan
ditutup, Portal Nasional Republik Indonesia, 02-05-2007,
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=4225&Itemid=715
[5] Website PT RNI,
http://www.rni.co.id/berita.php?module=detailberita&id=1089
Disclaimer:
Dongeng
ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada
cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam
periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi
adalah yang sebaliknya yaitu deflasi US dollar dan beberapa mata uang lainnya.
1 comment:
Pak Is, bu Dewi diantara istri istri Sukarno kelihatannya yg paling wealthy, hidup 'posh lama di luar negri - dari mana harta beliau karena dia kan asalnya kerja sebagai'hostess', rumornya dapat harta rampasan perang, ada yang bisa confirm hehehe?
Post a Comment