Sabtu pagi minggu lalu saya, seperti biasanya olah raga pagi di Senayan.
Entah kenapa, teman saya Zul (sebut saja begitu namanya) pelatih nasional
Kempo, mampir dan kongkow-kongkow bersama rekan-rekan alumni ITB. Dia sedikit mengolok-olokkan
saya yang kebetulan agak lesu dan tidak bergairah karena sudah beberapa minggu
pengeboran minyak yang saya kerjakan banyak masalah. Dia bilang saya perlu K2.
Kemudian dia membandingkan badannya dengan otot-otot yang masih keras pada
berumur 58 tahun. Ketika saya tanyakan apa itu K2, maka serentak dia dan
teman-temannya yang berasal dari ITB Sipil, tertawa. Tadinya saya kira K2
adalah istilah teknik sipil, ternyata setelah saya google search, adalah ganja
sintetis yang mulai dipopulerkan tahun 2008. Sebenarnya ganja sintetis, K2,
kurang tepat untuk menaikkan gairah. Speed
dan crack, atau cocain dan
amphetamine lebih cocok untuk menaikkan gairah dan stamina, bukan ganja. Tetapi
tak apalah. Karena bukan itu yang mau EOWI sampaikan. Bukan jenis upper seperti speed & crack yang meningkatkan detak jantung dan tekanan darah,
tetapi jenis all-arounders yang
sifatnya membuat persepsi pemakainya terhadap realita menjadi terditorsi. Ganja,
LSD, jamur halusinogen, dan K2 termasuk
ke dalam kategori ini. Yang menarik adalah adanya pertanyaan, apakah ini
sekedar kebetulan, antara K2 dan Quantitative
Easing (QE) punya banyak persamaan, bukan sekedar tahun kelahirannya saja,
tetapi effek dan akibatnya terhadap pemakainya – yaitu distorsi terhadap
realita.
Semenjak terjadinya krisis Subprime
2007 yang menjalar kemana-mana, sentral bank di semua negara yang terkena
dampaknya, Eropa, Cina dan US memompakan liquiditas ke ekonomi dengan harapan bisa
memulihkan ekonomi, mencegah pengempisan bubble lebih lanjut, mencegah
terjadinya deflasi – momok yang paling ditakuti oleh bank-bank sentral. Pemompaan
liquiditas dikenal dengan Quantitative
Easing (QE). Sejak saat itu selama 7 tahun perlahan-lahan ekonomi
diberitakan membaik (rasanya demikian).
Memang pemompaan liquiditas bisa memberikan rasa nyaman di beberapa negara/sektor.
Tetapi dalam hal lowongan kerja di US dan di negara-negara Eropa, QE tidak
menciptakan rasa nyaman. Bagi negara-negara yang berekonomi berbasis komoditi
keras, bahan tambang, seperti Australia, Canada dan Indonesia, serta beberapa emerging market, memang QE, seperti K2, bisa memberikan rasa
nyaman dan hidup berjalan lebih menyenangkan. Paling tidak rasanya seperti itu.
Dosis QE - K2 yang dipakai oleh Cina mempunyai dampak yang nampaknya agak berbeda
pada pemakai lainnya, US dan Eropa. K2 Cina juga mempengaruhi negara-negara dan
ekonomi yang spesifik, yaitu ekonomi yang berbasis komoditi. K2-QE, membuat
aliran dana ke Cina cukup deras, masuk investasi terutama sektor properti dan
infrastruktur. Sektor ini selanjutnya menyedot bahan baku yang membuat bubble
di negara-negara berbasis ekonomi bahan tambang, seperti Australia, Canada,
Indonesia dan lainnya.
Melihat demikian tangguhnya Cina dibandingkan negara-negara dengan ekonomi
besar lainnya, orang mengatakan bahwa Cina akan menyaingi ekonomi US dan
menjadi negara yang ekonominya terbesar di dunia dan akan mendominasi dunia. Opini
ini mungkin benar......, tetapi EOWI, dengan sangat menyesal, harus tidak
sepakat. Pendapat EOWI adalah bahwa Cina sedang dalam fasa puncak ekonominya
yang akan menurun dalam jangka waktu yang panjang. Situasi Cina sekarang ini
hampir sama dengan situasi Jepang di tahun 1980an. Pertumbuhan ekonominya sangat
tinggi dan terlalu dipuja-puja. Cina mungkin masih ada waktu sampai tahun 2030
sebelum pertumbuhan ekonominya menjadi marginal seperti Jepang. Tetapi inipun
harus diselingi dengan masa-masa krisis ekonomi sebagai pembukaannya. Dengan
kata lain, Cina bukan tempat investasi dengan horizon waktu yang cukup lama
(dalam hitungan dekade). Kita akan lihat nanti.
Hukum alam berlaku universal, sama untuk semua, apakah itu Cina, US,
Indonesia atau Australia. Bahwa Cina tumbuh demikian cepatnya selama 3 dekade
terakhir ini, bukan suatu mukjizat. Jepang dan Korea pernah mengalaminya
beberapa waktu yang masih segar dalam ingatan banyak orang. Kalau anda hidup di
Jakarta dan masih melihat kendaraan yang benama bemo, itulah produk Jepang
diawal dari kebangkitannya, antara tahun 1960 – 1990. Bemo yang merknya
Daihatsu, masih jelek, tidak bisa dibandingkan dengan mobil-mobil Jepang kelas
atas saat ini, seperti Lexus, Toyota Camry atau Honda Accord. Pertumbuhan
ekonomi Cina yang dimotori oleh eksport. Ini bisa dilihat dari besarnya ekspor
Cina terhadap GDPnya yang meningkat sejak Deng Xioping membuka Cina (Chart - 1).
Chart - 1
Tahun 2000 kontribusi perdagangan internasional Cina terhadap pertumbuhan
ekonominya semakin meningkat. Hal ini dipicu oleh peningkatan konsumsi US.
Menjelang krisis subprime di US, peran perdagangan internasional Cina mencapai
puncaknya. Dengan kata lain ekspor produk-produk konsumen ke US (ekonomi
terbesar di dunia), bisa bertahan sampai pesta konsumsi di US mereda di tahun
2007. Berhentinya pesta konsumsi di US seiring dengan meredanya kredit konsumsi
di US.
Kalau orang mengatakan bahwa US banyak berhutang kepada Cina, pernyataan
tersebut ada benarnya, tetapi jika intonasinya ditekankan seakan US menjadi
pengemis, adalah salah. US dan Cina mempunyai kepentingan bersama. US ingin
bersenang-senang dengan kartu kreditnya
(ungkapan saja), dan Cina ingin punya pekerjaan, dan pemerintahnya ingin agar
rakyatnya sibuk.
Karena perdagangan dunia dilakukan dalam mata uang UD dollar, surplus
perdagangan Cina membuat US dollar di Cina membanjir. Memang US merupakan
partner dagang yang utama, tetapi asal dollar yang dipegang Cina adalah dari
mana-mana. Membanjirnya US dollar dikalangan eksportir Cina pada akhirnya harus
ditukarkan dengan Yuan, karena US dollar tidak digunakan sehari-hari untuk
belanja, bayar gaji, beli barang-barang di Cina. Oleh sentral bank Cina akan
dibersihkan/diserap dan ditukarkan dengan surat obligasi US. Jumlah surat
obligasi US (US treasury) yang dipegang Cina meningkat terus sampai tahun 2010
- 2011. Setelah itu bergerak sideways
disekitar 1 – 1.3 trilliun US$ (lihat Chart - 2). Pergerakan sideways
dari kepemilikan US treasury oleh bank central Cina bisa dikatakan bahwa
akumulasi US treasury berhenti. Lalulintas US dollar keluar-masuk menjadi
seimbang, sehingga sentral bank Cina tidak perlu lagi melakukan membersihan
pasar. Keseimbangan itu bisa dari neraca perdagangan yang seimbang, atau
investasi atau campuran dari semua itu. Apapun yang menyebabkan menumpukan US
treasury stagnan, yang pasti tahun 2014 seakan menjadi tonggak terjadinya
perubahan arah ekonomi global. Ini akan kita lihat nanti.
Chart - 2
Ketika pesta berhenti, yang tertinggal adalah sisa-sisanya. Yaitu mesin
produksi dengan kapasitas berlebih. Koreksi dan penyeimbangan ulang serta creative destruction, adalah proses alamiah yang pasti terjadi pada
hal-hal yang berlebih dan melampaui batas. Pemerintah Cina berusaha untuk
menghentikan hal ini dengan memompakan liquiditas lebih banyak lagi. Yang
terjadi adalah bubble yang semakin membengkak di sektor realestate dan
perumahan. Disamping itu, pemerintah Cina membuat ke-tidak-bijaksanaan agar
ekonomi Cina berubah dari ekonomi berbasis ekspor ke ekonomi berbasis konsumsi
dalam negri. Ini didasari pada pemikiran agar kelebihan kapasitas produksi bisa
dimanfaatkan oleh konsumsi dalam negrinya. Mungkin konsumsi Cina bisa
ditingkatkan (persentagenya terhadap GDP) dengan pemaksaan. Pada kenyataannya,
porsi konsumsi Cina terhadap GDP yang menurun selama masa boom ekonomi 2000 –
2007 (selama 7 tahun) dari 45% sampai 35%, kemudian setelah krisis subprime 2007 hanya mendatar di level
sekitar 35% (lihat Chart
- 3). Selama 6 - 7 tahun, dari 2007 – 2014, yang
seharusnya ada koreksi, pertumbuhan Cina masih mengandalkan ekspor, bukan
konsumsi dalam negri. Porsi konsumsi pada GDP masih sama. Dengan kata lain,
usaha-usaha pemerintah Cina untuk memarakkan ekonomi melalui konsumsi belum
berhasil. Mengubah kebiasaan perlu waktu. Dan masyarakat pelaku ekonomi secara
alami akan melakukannya tanpa campur tangan pemerintah.
Chart - 3
Kalau konsumsi rumah tangga Cina tidak meningkat (porsinya terhadap GDP)
pada saat penggelontoran liquiditas, mana buktinya bahwa ada penggelontoran
liquiditas, dan kemana larinya? Pengucuran kran liquiditas nampak pada
peningkatan kredit swasta di Cina. Pertumbuhan kredit mencapai 35% di tahun
2009 – 2010, saat fase terakhir dari krisis subprime
(lihat Chart - 4). Memang setelah itu (tahun 2010) pertumbuhan kredit
agak mereda, tetapi masih cukup tinggi, di atas 15%. Jauh di atas pertumbuhan
GDPnya yang berkisar disekitar 7.5%. Pernyataan “menciptakan pertumbuhan GDP
7.5% (US$ 617 milyar) dengan pengucuran kredit 15% (US$ 646 milyar) ” artinya
setiap $1 kredit hanya bisa menciptakan pertumbuhan sebesar $0.96. Itu adalah
kondisi yang sangat tidak effisien. Pada kondisi yang effisien, $1 kredit bisa
menciptakan pertumbuhan $4. Pertumbuhan semacam ini biasanya pertumbuhan bubble. Untuk menggambarkan cepatnya
pertumbuhan bubble kredit di Cina, hanya dalam kurun waktu kurang 4 tahun
antara tahun 2010 - 2014, kredit di Cina naik dari 6 trilliun yuan ke 13
trilliun yuan. Atau 3 kali lipat jika dihitung sejak dimulainya pengucuran
kredit secara besar-besaran tahun 2009. Padahal pertumbuhan GDP Cina tidak
secepat itu. Artinya stimulasi yang banyak sekali dan tidak effektif.
Chart - 4
Seperti di Indonesia, masyarakat Cina sangat mencintai rumah sebagai bentuk
investasi. Harga rumah tidak akan pernah turun, menurut mereka. Bahkan saat
ini, seorang pemuda akan mengalami kesulitan mencari jodoh kalau tidak punya
rumah atau apartemen. Secara demografis, ada 10% dari pria Cina yang tidak akan
pernah bisa menemukan pasangannya, karena jumlah pria melebihi populasi wanita.
Harga rumah di Cina yang sudah tinggi sebelum krisis subprime di US, mengalami percepatan pelambungan sejak
dikucurkannya stimulasi paska subprime. Bubble
rumah di Cina meraksasa mencapai rekor. Harga rumah bisa mencapai 30 kali
pendapatan (per tahun). Seperti di Beijing angka itu mencapai 30, Shanghai dan
Guangzhou mencapai 28. Dibandingkan dengan London yang katanya mahal, hanya
mencapai 15, Hongkong 17, Sydney dan Vancouver (Canada) hanya 11. Artinya, di
Beijing, untuk membeli rumah, orang harus bekerja selama 30 tahun, membayarkan
gajinya, tidak makan dan pergi ke kantor dengan jalan kaki. Ini belum termasuk
membayar bunga cicilannya. Pertanyaannya adalah: “sanggupkah mereka membayar?”.
Silahkan jawab sendiri.
Saya berkunjung ke Ordo di Inner Mongolia tahun 2007, menjelang krisis subprime di US. Pada saat itu Ordo
merupakan kota yang megah dengan gedung-gedung apartemen yang tinggi dan
kosong, sudah nampak membubble. Setelah
pengucuran stimulasi ekonomi, bisa diduga akan lebih parah. Kota yang dibangun
untuk populasi 1 juta orang, tetapi penduduknya hanya 70 ribu orang. Artinya
93% apartemen-apartemen itu kosong!!
Ditahun 2011, sebanyak 19 juta rumah/apartemen di bangun. Padahal hanya ada
5.8 juta pasangan yang membentuk rumah tangga baru. Andaikata pasangan semua
pasangan yang 5.8 juta itu pindah dari rumah orang tuanya ke rumah sendiri,
maka ada kelebihan 13.2 juta rumah (70%) yang tidak ditempati. Sebelum krisis
subprime di US, sektor properti Cina sudah membubble. Antara tahun 2005 – 2008,
sekitar 5 juta rumah/tempat tinggal dibangun per tahunnya. Padahal jumlah
pasangan yang membentuk rumah tangga hanya 2.6 juta, separohnya. Dari catatan
penggunaan listrik tahun 2012, ada 64 juta apartemen yang penggunaan listriknya
NOL, artinya tidak ditempati dan tidak ditengok sama sekali. Ini adalah angka
yang paling konservatif untuk mengukur kelebihan apartemen. Kalau masih
ditengoki dan ditempati 1-2 hari per bulan, maka masih ada penggunaan
listriknya! Rumah/apartemen yang bejumlah 64 juta unit ini tidak menghasilkan
uang sewa. Yang ada hanya ongkos perawatan, depresiasi, bayar bunga dan bayar
cicilan pokok.
Banyaknya apartemen kosong tidak lepas dari prilaku masyarakat Cina. Memang,
lebih dari 50% dari rumah/tempat tinggal/properti yang dibeli masyarakat/pelaku
bisnis di Cina adalah untuk investasi (baca: spekulasi dengan leverage kredit).
Untuk orang waras, sulit dimengerti. Karena kenaikan harga rumah harus lebih
tinggi dari bunga pinjaman bank dan depresiasi. Apalagi dengan jumlah 64 juta
unit ini dan 2.5 juta pembentukan keluarga per tahunnya, maka perlu waktu 26
tahun untuk menghabiskan stok yang ada ini. Mereka tidak perlu membangun unit
baru, cukup menghabiskan unit yang ada, dengan catatan bahwa semua pasangan
keluarga tidak mau lagi mendiami/mewarisi rumah orang tua mereka.
Ordo bukan satu-satunya kota hantu, masih ada lagi Tianduncheng yang
merupakan gado-gado antara Paris dan Ndiwek. Dari satu sudut Tianduncheng
nampak seperti Paris yang kosong (lihat foto di bawah). Dari sudut yang lain
seperti Paris ditengah-tengah Ndiwek (kampungnya para anggota Srimulat).
Paris yang kosong? Bukan......, ini Tianduncheng
Tianduncheng, seperti Paris di
tengah ladang labu. Ndiwek masih lebih rame.
Kalau Tianduncheng adalah Paris di tengah-tengah ladang labu, EOWI pernah
memuat foto-foto Disneyland Cina di tengah-tengah ladang jagung. Atau New South
China Mall, mall raksasa di Dongguan (terbesar ke-2 di Asia pada waktu itu)
yang lengkap dengan taman hiburan berserta kanal-kanalnya seperti Venesia,
tetapi........kosong. Ada lagi yang belum parnah EOWI tampilkan, yaitu Chengdu’s
New Century Global Center. Dibangun oleh milyader Deng Hong, Chengdu’s New
Century Global Center, merupakan gedung yang mempunyai luas lantai terbesar di
dunia saat ini. Global Center ini merupakan shopping mall. Disamping shopping
mall, tersedia juga perkantoran, ruang konferensi, universitas, pusat
komersial, beberapa hotel, “perkampungan”, tempat skating dan perahu bajak
laut. Mau ke pantai? New Century Global Center punya pantai buatan lengkap
dengan LED-TV yang sangat besaaaar (besat sekali), untuk memberikan illusi
pemandangan laut seakan anda berada di pantai yang sebenarnya. Saya belum
pernah ke sana. Tetapi begitulah ceritanya.
Kisah New Century Global Center sangat tragis dan cermin dari landasan
pertumbuhan ekonomi kuat dan korup. Sebagian dari New Century Global Center dibuka
di awal 2013 (shopping mall nya). Tidak lama berselang, disana diadakan konferensi
Global Fortune 500 pada bulan Maret 2013. Konferensi ini kemudian dipindahkan
je hotel Shangri-La, setelah pendirinya, yaitu Deng Hong ditangkap yang
berwajib dan menyusul kemudian sekitar 50 pejabat lokal dengan tuduhan korupsi.
Sedianya New Century Global Center ini dibuka pada bulan Agustus 2013, tetapi
kemudian diundur, karena penyelidikan korupsi ini.
Pembangunan-pembangunan yang pesat di China diwarnai dan dimotori oleh
korupsi, pejabat pemerintahan (daerah) yang berkolusi dengan swasta. Kombinasi
ini merupakan kombinasi yang melahirkan produk-produk dan struktur ekonomi yang
rapuh. Latar belakang pembangunan suatu barang produksi bukan didasari oleh
pertimbangan ekonomi, melainkan pertimbangan bagaimana seorang pejabat bisa
mengutil dan mengkorupsi sebagian dari dana dan kapital yang ada. Oleh sebab
itu apapun yang diadakan/dibangun akan menjadi barang yang mubazir dan akan
merugi. Ini sama saja dengan menebar bibit bencana ekonomi.
EOWI menganjurkan pembaca untuk browsing topik-topik yang dibahas di atas: Ordo, South China Mall, New Century Global Center, Disneyland China, Tianduncheng untuk lebih menyakinkan lagi.
Bersambung.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.
3 comments:
beberapa indikator yang anda gunakan sederhana tapi masuk akal.
Terima kasih telah konsisten menuliskan pemikiran anda.
Semoga proyek anda segera sukses.
Bung IS, apakah bisa menjelaskan pengaruh krisis Ukraina thd ekonomi global, termasuk Indonesia?
Trims.
mantap
Post a Comment