___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Sunday, May 1, 2011

(No.23) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA

Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21




(Terbit, insya Allah setiap Minggu dan Kamis)



Pada kisah minggu lalu kita terhenti pada pertanyaan sebagai berikut:

Dari tiga (3) tipe negara di atas, coba terka tipe negara mana yang bisa lebih makmur dan apa sebabnya? Apakah karena demokrasinya, atau karena regulasinya atau karena sumber daya alamnya?

Kisah ini akan kita lanjutkan dengan jawabannya. Kita mulai lagi kisahnya.


--ooOoo--


Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita akan ambil contoh yang ekstrim saja. CIA the World Factbook[1] menunjukkan bahwa Brunei negara yang pimpinannya tidak dipilih secara demokrasi punya GDP/PPP $ $52.000 per kapita (2008), sedangkan Zimbabwe yang kepala negaranya dipilih melalui pemilihan umum punya GDP/PPP hanya $200 per kapita (2008). Jadi demokrasi tidak punya kaitan dengan kemakmuran. Artinya, penekanan pada keterwakilan sebagai prasyarat kemakmuran adalah tidak relevan.

Kemudian, Hong Kong, tanah kecil dan tidak punya sumber kekayaan alam, GDPnya $ 22.087 di akhir penjajahan Inggris (1997), dan lebih tinggi kalau dibandingkan dengan penjajahnya $ 18.527 per kapita[2]. Hong Kong dimasa penjajahan Inggris adalah kasus ekstrim untuk eksploitasi rakyat negara jajah oleh negara penjajah. Untuk perbandingan GDP Inggris dan Hong Kong ini sudah pernah dibahas di bab sebelumnya. Penekanan pada konsep eksploitasi majikan atas pekerja sebagai prasyarat kemakmuran juga tidak relevan.

Lalu Indonesia bangsa yang gagah berani, lebih demokratis, dengan sumber daya alam yang banyak, punya GDP/PPP $ 4.000 per kapita (2009), dibandingkan dengan bangsa serumpunnya Malaysia yang kurang punya militansi, kurang demokratis dan yang merdeka karena pemberian Inggris; punya GDP/PPP $ 14.700 per kapita per tahun (2009), yang 3,5 kali lebih tinggi dari GDP/PPP Indonesia[3].

Dari contoh bisakah ditarik kesimpulan? Apa yang membuat mereka ini mempunyai kemakmuran (GDP, Gross Domestic Product) yang berbeda? Sumber daya alam. Secara logika, itu pasti. Atau karena yang satu merdeka dan yang lain dijajah? Tetapi apakah hanya itu? Buktinya Hong Kong yang tidak punya sumber alam, dulu bisa lebih makmur dari penjajahnya, Inggris yang notabene punya sumber mineral minyak, gas dan batubara. Dan sekarangpun Hong Kong masih bisa mempertahankan superioritas kemakmurannya dibandingkan Inggris walaupun sudah tidak lagi dijajah Inggris.

Sebanyak negara yang ada di dunia ini bisa diajukan sebagai contoh. Kalau itu dilakukan untuk memperoleh kesimpulan dengan cara ini akan melelahkan dan belum tentu hasilnya. Cara yang sistematis, adalah dengan melakukan pengelompokan dan memberikan indeks.

Situs internet Heritage (http://www.heritage.org/index/) setiap tahun membuat peringkat dan statistik 184 negara-negara di dunia berdasarkan kebebasan ekonomi; kebebasan berusaha dan tingkat kemakmurannya.

Hongkong, dalam beberapa tahun ini menduduki peringkat pertama dalam hal kebebasan berusaha dan kebebasan ekonomi. Pembuatan peringkatan ini berdasarkan faktor-faktor kebebasan berbisnis, berdagang, faktor pajak dan fiskal, pengeluaran pemerintah, moneter, investasi, finansial, hak-hak kepemilikan, bebas dari korupsi, kebebasan buruh. Disamping tabel panjang daftar negara-negara di dunia ini beserta peringkatnya, situs Heritage juga memberi ringkasannya. Ke 184 negara-negara di dunia yang disurvey itu dikelompokkan menjadi 6 kelompok besar:

Negara bebas (free) dengan skor 100 - 80,

Hampir semua bebas (mostly free) dengan skor 79,9 – 70,

Masih ada kebebasan (moderately free) dengan skor 69,9 - 60,

Hampir tidak ada bebasan (mostly unfree), dengan skor 59,9 – 50,

Terkekang dan tertekan (repressed) 49,9 - 0

Tidak ada peringkatnya (unranked).

Dikaitkan dengan GDP atau kemakmuran, kelompok yang paling makmur adalah kelompok negara bebas, dikuti oleh yang “hampir bebas”, “masih ada kebebasan” dan seterusnya (lihat Grafik V- 1 di bawah). Yang menarik adalah “negara terkekang”, ternyata punya GDP yang lebih tinggi dari negara yang “hampir tidak ada kebebasan”. Kalau diperinci, ternyata ada negara-negara ekonominya mengandalkan sumber alam mineral, yang masuk di dalam kategori ini. Dan negara-negara ini punya GDP yang tinggi dari hasil penjualan bahan mineralnya. GDP negara-negara inilah yang memelintir trend. Jika negara-negara ini tidak diikut sertakan di dalam statistik, maka hasilnya ditunjukkan oleh grafik yang berwarna biru. Tabel di bawah memuat daftar negara-negara “terkekang” beserta GDP, hasil tambangnya dan populasinya.

Grafik V- 1 Tingkat kebebasan ekonomi/berusaha dan kemakmuran

Negara-negara ini jika dibandingkan dengan Indonesia mempunyai produksi bahan tambang, minyak per kapitanya yang berlimpah. Angola misalnya, produksi minyaknya 2 juta barrel per hari dan populasinya hanya 18 juta jiwa. Dengan kata lain, setiap penduduk bisa disokong oleh 111 ribu per hari produksi minyak. Sedangkan Indonesia hanya 3.8 barrel per orang per hari. Hanya 3,5% dari Angola. Wajarlah kalau negara-negara bisa kaya karena minyak dan berlian melimpah walaupun pemerintahannya dan sistem ekonominya sontoloyo. Tentu saja kemakmuran di negara-negara ini sangat bergantung pada produksi minyak (juga harga minyak).

Negara

Populasi,

juta jiwa

GDP Nominal* per kapita, US$

Produksi Minyak*,

ribu bbl/hari

Angola

18

4.632

2.015

Equatorial Guinea

0,7

26.464

359

Iran

72

4.656

4.174

Libya

6,3

14.272

1.875

Sierra Leone

0,1

19.550

penghasil berlian

Venezuela

27,9

11.450

2.643

*) – Data untuk tahun 2008


Sebagai perbandingan Indonesia menghasilkan 950 ribu bbl/hari dan populasi 250 juta jiwa

Grafik V- 2 membuktikan asumsi ini; GDP Equatorial Guinea meroket seiring dengan produksi minyaknya. Yang terjadi di Equatorial Guinea pada pertengahan dekade 90an adalah pembukaan ladang-ladang minyak lepas pantai sebagai kelanjutan dari dimulainya keterbukaan bisnis di sektor eksplorasi dan produksi minyak.

Kembali pada korelasi antara campur-tangan pemerintah dan kemakmuran. Kalau dikaitkan dengan jiwa konstitusi Soviet 1918, dimana pemerintah memegang peranan penting dalam urusan kemakmuran dan pemakmuran, maka banyak sekali negara komunis, atau yang masih kental nuansa komunisnya seperti Korea Utara, Timor-Leste, Kuba, Ukraina, Belarus, Turkmenistan, masuk kepada kategori negara “terkekang” yang GDPnya rendah. Artinya campur tangan pemerintah dalam ekonomi malah memperburuk keadaan.

Grafik V- 2 GDP dan produksi minyak negara Equatorial Guinea

Orang berpikir bahwa jika perekonomian sepenuhnya dikendalikan pemerintah, maka porsi kegiatan pemerintah di dalam GDP akan besar. Kenyataan itu benar, tetapi tidak selamanya seperti itu. Grafik V- 3 menunjukkan pendapatan pajak pemerintah (dalam % GDP) dan pengeluaran pemerintah. Orang tentu mengharapkan untuk semakin tidak bebas suatu negara makan pengeluaran pemerintah akan semakin besar. Dan akhirnya pada negara komunis/sosialis, mengeluaran pemerintah menjadi 100% dari GDP. Tetapi ada suatu hal yang dilupakan orang, bahwa badan-badan statistik pemerintah hanya melaporkan budget pemerintah. Sedangkan disamping pengeluaran yang budgeter ada pengeluaran non-budgeter. Pada jaman Suharto, masalah pengeluaran non-budgeter cukup populer di dalam birokrasi Indonesia. Setiap negara punya kiat tersendiri untuk mengakali dan memperoleh jalan pintas seperti kiat pengeluaran non-budgeter.

Grafik V- 3 Penghasilan Pajak dan Belanja Pemerintah

Ambil saja pengeluaran non-budgeter ala Indonesia di jaman Suharto sebagai contoh kasus. Kerangka kerjanya sederhana sekali. Departemen-departemen mempunyai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) atau kasarnya punya perusahaan. “Keuntungan” perusahaan tidak masuk ke pemerintah, dalam hal ini departemen keuangan, melainkan ke departemen induknya. PT Perkebunan (PTP) akan menyetor ke departemen pertanian dan perkebunan. Departemen sosial yang dulu mengkelola judi lottre akan memperoleh setoran dari para pengelola rumah judi. Demikian juga departemen-departemen lain. Uang yang diperoleh dari BUMN tidak tercatat di departemen keuangan (atau badan yang berwenang mengurus budget negara). Ini yang membuat pengeluaran-tercatat pemerintah lebih kecil dari yang sesungguhnya. Hal semacam ini membuat rawan korupsi dan penyalah-gunaan dana. Bisa diterka, kemana larinya, kalau tidak ke arah kegiatan untuk melanggengkan dan memperkokoh posisi partai berkuasa dan juga kantong pribadi. Ini adalah aktifitas yang jika dipandang dari sudut ekonomi adalah tidak effisien. Jangan heran, semakin banyak campur tangan pemerintah, semakin terhambatlah jalan menuju kemakmuran.

Ada yang perlu dicatat, walaupun belanja pemerintah negara bebas cukup banyak, yaitu rata-rata 30% dari GDP, kualitas pelayan umum yang diberikan kembali ke pembayar pajak cukup besar, apakah itu keamanan lingkungan, pelayanan pengadilan, untuk beberapa negara pelayanan kesehatan, dan pelayanan lainnya.

Kalau diperhatikan Grafik V- 3 terlihat bahwa pengeluaran pemerintah selalu lebih tinggi dari penghasilan pajak. Artinya pemerintah seharusnya mengalami defisit. Lalu dari mana uang itu diperoleh untuk menutupi defisitnya? Jawabnya ada dua, yaitu dengan mencetak uang dan mencetak uang melalui jalan berliku yang disebut penerbitan surat hutang. Keduanya akan menimbulkan dampak yang sama, inflasi.

Korelasi antara kebebasan ekonomi dengan kemakmuran, ternyata tidak hanya diwakili oleh GDP/PPP tetapi juga inflasi. Pada Grafik V- 4 ditunjukkan bahwa semakin terkekang/terkendali suatu ekonomi negara, maka semakin tinggi angka inflasinya. Jadi semakin banyak campur tangan pemerintah, maka semakin tinggi inflasi. Secara tidak langsung grafik ini mengatakan bahwa pemerintah tidak becus memerangi inflasi. Walaupun sebelumnya sudah disinggung sedikit bahwa pada kenyataannya pemerintahlah yang menyebabkan inflasi, di dalam bab mendatang akan dijelaskan lebih rinci maksud dari pernyataan ini.

Harus diingat bahwa angka-angka ini sangat hedonistik. Misalnya Indonesia yang termasuk negara yang “hampir tidak ada kebebasan” pada masa rejim reformasi, biasanya melaporkan inflasi antara 6% - 9%. Pada kenyataannya adalah sekitar 15% - 20%. Harga-harga naik 2 kali lipat dalam jangka waktu 4 tahun. Realita semacam ini tidak bisa didukung oleh laju inflasi 6% - 9%, melainkan harus 15% - 20%. Kembali kita harus diingatkan kepada kata petuah Mark Twain bahwa ada tipuan, tipuan canggih dan statistik.

Grafik V- 4 Tingkat inflasi dan tingkat kebebasan berusaha, tingkat kebebasan ekonomi

Untuk catatan juga bahwa inflasi untuk negara terkekang/terkendali tidak mengikutkan data inflasi Zimbabwe. Jika data inflasi Zimbabwe yang 10.500% itu diikutkan maka ingka inflasi negara terkekang akan terbang keluar grafik, karena sangat tinggi.


Sosialisme: Jalan Tersingkat Menuju Kesengsaraan

Judul di atas akan membuat pembaca yang awam mengangkat alisnya karena bernada negatif. Bukankah sosialisme adalah identik dengan pemerataan kemakmuran? Bukankah itu bagus?

Sebelum, melanjutkan ke inti cerita mengenai sosialisme, ada sebuah dongeng yang pernah diceritakan oleh seorang teman. Dongeng ini memiliki moral cerita yang sangat agamis. Berikut ini adalah versi yang telah dipendekkan.

Pada jaman dahulu kala, ada dua orang yang menjalani masa kecil bersama. Namanya sebut saja Mat Soleh dan Dul Khasad. Mat Soleh adalah seorang punya watak rajin, kreatif, punya motivasi dan giat bekerja. Cita-citanya...., hanya dia yang tahu. Sedang Dul Khasad adalah seorang yang biasa-biasa saja, pengikut arus. Cita-citanya...., hanya dia yang tahu. Mat Soleh sudah bekerja sebagai petani sejak sangat muda. Ketika hendak menanam, dia memilih jenis tanamannya yang disesuaikan dengan pasar, dia punya strategi untuk menanam tanaman pada saat orang lain tidak menanamnya, sehingga ketika panen harga produknya baik karena pasokannya tidak berlebih. Ia menanam cabai 3 – 4 bulan sebelum Desember, dan ketika panen harga tinggi karena kelangkaan cabai di musim hujan. Seperti itulah yang dilakukannya. Peruntungannya baik sekali, sehingga dia bisa membeli dan menambah tanahnya. Demikian seterusnya, sampai tanahnya luas dan banyak orang bekerja untuknya. Ia menjadi tuan tanah.

Nasib Dul Khasad tidak banyak berubah. Dia tetap menjadi buruh tani dan punya sedikit tanah garapan. Dia sering memandang teman sepermainannya dulu yang sudah menjadi tuan tanah dengan rasa iri. Iri ini lama-lama tumbuh menjadi dengki. Kadang-kadang ia melakukan hal-hal yang buruk kepada Amt Soleh sekedar untuk melampiaskan rasa iri.

Tuhan rupanya memperhatikan perbuatan Dul Khasad. Maka dikirimlah seorang malaikat yang menyerupai orang tua berjanggut putih. Malaikat ini mendatangi Dul Khasad dan berkata: “Tuhan telah memperhatikan sifatumu yang buruk, iri dan dengki. Ia akan memberimu pelajaran. Kamu boleh membuat 1 permohonan yang akan dikabulkannya. Tetapi......, temanmu Mat Soleh itu akan diberi 2 kali lebih banyak.”

Dul Khasad termenung sejenak. Kemudian dia tersenyum. “Boleh. Bagus sekali. Kalau janji ini ditepati, saya tidak pernah iri dan dengki lagi terhadap si Soleh. Tetapi, bolehkah permintaah ini merupakan sebuah paket?” katanya.

“Boleh,.... sesuka hatimu. Sekarang sebutkan saja permintaanmu. Mat Soleh akan memperoleh 2 kali lebih banyak” kata malaikat.

“Kalau demikian....,” kata Dul Khasad. “.... saya minta separo dari harta saya lenyap ditelan bumi dan butakan satu mata saya.” lanjutnya. Sejenak kemudian, terjadi gempa bumi yang menelan tanah dan harta Dul Khasad. Satu matanya terkena kayu yang membuatnya buta sebelah.

Dengan matanya yang tinggal satu itu, Dul Khasad melihat sambil tersenyum, rumah dan tanah Mat Soleh amblas ke dalam bumi. Dan Mat Soleh juga terlihat meraung-raung kesakitan sambil mendekap kedua matanya yang berdarah-darah, sakitnya 2 kali yang diderita Dul Khasad.

Iri dan dengki adalah landasan dari pemikiran sosialisme. Hanya saja peran sebagai pengabul doa kedengkian dipegang oleh negara. Bagi seseorang yang berwawasan paham sosialisme, adalah wajar jika pemerintah menjarah harta orang-orang yang produktif, kreatif dan rajin untuk dibagikan kepada yang tidak produktif, kurang rajin, tidak kreatif, tidak punya motivasi. Mereka berharap pemerintah melakukan hal tersebut. Dan menurut mereka, pemerintah bersalah dan dianggap tidak berfungsi, jika tidak melaksanakan keinginan mereka memeratakan kekayaan itu. Di negara sosialis, orang-orang yang kreatif, produktif, rajin (konsekwensinya berpotensi kaya) akan dihukum dengan pajak yang tinggi. Namanya pajak progressif. Uang pajak ini, menurut teori, akan diberikan kepada orang yang tidak produktif, malas (konsekwensinya berpotensi miskin). Di negara komunis atau versi sosialis yang ekstrim, tanah-tanah milik orang kaya, yang diperoleh dari hasil susah payah usaha yang halal dan kerja keras, akan disita. Dan menurut teori. untuk kepentingan semua. Hal seperti ini akan disambut gembira oleh para penganut sosialisme.

Bible dan Quran membahas sifat iri dan dengki sebagai sifat yang buruk dan tidak disukai Tuhan. Perintah yang terakhir dari 10 Perintah Tuhan (the Ten Commandments) menyebutkan:

“Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau budak laki-lakinya, atau budak perempuannya, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu."

Perintah terakhir dari the Ten Commandments ini berlawanan sekali dengan jiwa sosialisme. Karena lahirnya sosialisme didasari oleh sifat iri dan dengki, jangan heran kalau sosialisme tidak memperoleh ridho dan berkah dari Tuhan sehingga perjalanan menuju kesengsaraan akan sangat singkat. Dan judul sub-bab di atas sangatlah tepat: sosialisme jalan tersingkat menuju kesengsaraan. Catatan: bentuk sosialisme yang ekstrim, yaitu komunisme, sering diidentikkan dengan atheisme. Mungkin karena para pemimpinnya jengkel terhadap Tuhan yang tidak memberi keridhoaan and keberkahan bagi bangsanya.

Banyak orang yang menyangkal bahwa dasar pembentukan sosialisme adalah iri dan dengki. Orang menyangkal bahwa dirinya sering merasa iri terhadap kekayaan tetangganya. Oleh sebab itu dalihnya untuk mempertahankan sosialisme adalah bahwa golongan yang kurang beruntung harus ada yang merawat, memelihara dan mengentaskannya dari kemiskinan. Ini adalah alasan dari seorang yang hipokrit. Mereka menganjurkan untuk merawat dan menolong kaum yang kurang beruntung dan kaum papa. Dan untuk menjalankan program sosialnya mereka yang hipokrit ini mau lepas tangan dan melimpahkannya ke pihak lain yang disebut pemerintah. Untuk lebih menegaskannya, mungkin kalimat ini bisa lebih menjelaskan: mereka ingin ada banyak yang berkorban seperti Albert Schweitzer dan ibu Teresa, tetapi mereka sendiri enggan menjadi berkorban seperti Albert Schweitzer dan ibu Teresa. Itu hipokrit! Kalau mereka ini tidak hipokrit maka sudah banyak ibu Teresa dan Albert Schweitzer. Kenyataannya, banyak orang yang menginginkan sosialisme tetapi jarang yang menjadi Albert Schwietzer atau madam Teresa. Dengan kata lain sosialisme adalah paham yang dilatarbelakangi oleh sifat dengki dan iri atau/dan hipokrit.

Sampai disini dongeng pembukaan dari sub-bab ini. Kita mulai saja inti ceritanya.


(Bersambung........)



[1] The World Factbook; CIA Publication, https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/

[2] Historical Statistics for the World Economy: 1-2006 AD; Angus Maddison

[3] The World Factbook; CIA Publication, https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/




Disclaimer:
Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya.

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

4 comments:

Anonymous said...

Kapitalisme dan Sosialisme itu dua sisi mata uang : Sosialisme adalah Kapitalisme Negara, meski pada mulanya sosialisme itu baik ketika dimunculkan oleh J.P. Proudhon dan Bakunin, tapi dibajak oleh Karl Marx atas perintah para Banker. @Bung IS : Israel Epstein itu agen banker internasional, sama seperti David Sassoon pendahulunya yang memporak-porandakan China dengan Candu dan meminta dikirim pasukan Inggris terjadilah Perang Candu dan membuat Hongkong diambil Inggris, sama dengan Alexander Hamilton, senator politikus agen Banker yang di Gedung dewan USA, yah, coba saja search kata kuncinya Rothschild salahsatu Maha Master Banker, dia salah satu penguasa absolut dunia ini, politikus yang dikritik abis sama IS sih tak ada apa-apanya, bung IS Masih saja terlalu fokus pada politikus, belum waras seimbang lah gitu, hehe, sorry yo bung IS. Padahal Maha Guru, Mastermind politikus dll yakni para banker model Warburg Bersaudara Max dan Paul, Rockefeller sekeluarga tak pernah disentuh bung IS sepak terjangnya, entah karena info mereka tertutup atau ditutupi atau bung IS yang malas nyari referensi, hehe.

Imam Semar said...

Mungkin lain kali ceritanya......

"Penipu, penipu ulung, Politikus, Banker, dan Cut Zahara Fonna.

Kalau dibilang banker belum disebut..., John Law adalah banker yang berkolaborasi dengan politikus.

Charles Ponzi menggunakan bank paling tidak belajar dari bank....

Biasanya penipu lebih low profile dibandingkan politikus dan perampok. Bank juga termasuk yang low profile.

Cerita PPUPCZF belum selesai......

Anonymous said...

Okeh bung IS, mulai nyambung klop lagi, iya bukan hanya low profile, banker tidak mau banyak membual karena rakyat akan marah kalau tahu, sayang baru John Law yang bung IS ekspos, padahal banker superdahsyat macam Morgan, Rothschild, Rockefeller, Francis Baring, Antonio Fernandez Carvajal, Haym Solomon, Robert Morris, Jacob Schiff, Lord Nathan Mayer Rothschild penguasa Bank of England belum tersentuh bung IS,juga kolusi mereka dengan Senator Hmailton, senator Nelson Aldrich dan anak didik mereka Presiden Woodrow Wilson, mereka membiayai para politikus penipu pembual, mungkin hanya Ahmad Zaini Suparta dan Cut Zahara yang tanpa sokongan pihak banker manapun berani membual untuk menipu dan mengambil keuntungan, tapi caleg-caleg nanti di 2014 juga harus mulai dibahas bung IS, mereka calon penipu dan pembual ulung juga meski pemenangnya tetap satu : para bankir majikan kita yang terhormat.

Imam Semar said...

Setelah saya lihat-lihat kembali..., ada cerita ttg banker Nicholas Biddle, tetapi hanya sebagai pelengkap pelaku.