Beberapa bulan lalu, mungkin tahun lalu, di koran dan media massa sempat heboh mengenai keinginan pemerintah untuk menarik zakat. Argumennya bermacam-macam. Kali ini Ekomoni Orang Waras dan Investasi (EOWI) ingin mengetengahkan topik mengenai zakat.
Saya sengaja menggunakan kata ‘tafsir’ sebagai judul artikel ini untuk meluruskan makna ‘tafsir’. ‘Tafsir’ berpadanan dengan ‘commentary’ dalam bahasa Inggris. Silahkan terjemahkan sendiri dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Tidak ada nilai-nilai sakral tersirat dalam kata ‘tafsir’. Kalau kemudian ada yang mengsakralkan kata ‘tafsir’ itu bukan urusan kami. Orang-orang itu lah yang punya masalah emosi. Harus diingat bahwa kata-kata bahasa Arab, ketika diadopsi kedalam bahasa Indonesia mengalami pergeseran arti. EOWI dalam kaitan ini akan meluruskan kembali arti kata-kata Arab itu. ‘
Gaib’ misalnya berarti
‘tidak hadir’. Kalau saya katakan bahwa
‘anak saya gaib dalam pertemuan keluarga’ maksudnya bahwa
‘anak saya tidak hadir’. Yang menarik, secara definisi di dalam Quran, shadaqah sama dengan zakat. Ini yang hendak EOWI akan luruskan.
Topik kali ini adalah zakat. Seperti biasanya EOWI akan menggunakan data dan logika untuk mengulasnya. Kami ingin membebaskan diri dari fanatisme terhadap suatu aliran dan atau seseorang. Artikel ini juga akan menjawab dan meluruskan pandangan mengenai pengundang-undangan zakat dan kriminalisasi penghindar zakat. Artinya zakat akan ditarik oleh negara dan penghindar pajak bisa dipenjara. Bagi pengikut Islam yang sangat berkomitmen akan sangat cenderung dan bersemangat untuk me-resmikan zakat dalam undang-undang syariah. Tetapi apakah semangat ini didukung oleh Quran dan Hadis? Kita akan bahas hal ini. Kita akan membatasi diskusi hanya berlandaskan Quran dan Hadis. Kebiasaan sahabat nabi tidak akan diambil sebagai landasan legal.
Untuk memudahkan menulisan artikel ini saya menggunakan situs online hadis, sehingga bisa dengan mudah melakukan ‘cut & paste’. Sayangnya hadis online ini berbahasa Inggris. Harap dimaklumi.
Inilah situs untuk hadis, yang merupakan situs University of Southern California [link:
http://www.usc.edu/schools/college/crcc/engagement/resources/texts/muslim/hadith/ ]. Dan untuk Quran adalah:
http://quran.al-islam.com/Index/indexi1.aspSaya sering berhadapan dengan teman-teman yang hanya menjadi pengikut. Pokoknya ikut kata kiai, ikut kata pemerintah (dalam menentukan waktu 1 Syawal atau 1 Ramadhan). Ini bukan anjuran Quran Saya menganjurkan pembaca sekalian untuk mempelajari agama secara langsung dari buku Quran dan hadis, bukan opini para ustadz atau imam atau ahli agama. Dengan teknologi komputer seperti saat ini, mempelajari agama sangat mudah. Seperti penentuan 1 Syawal, penentuan 1 Ramadhan, penentuan jadwal sholat, sudah ada softwarenya untuk membantu melakukan perhitungan. Juga untuk mencari referensi, sudah ada digital indexing yang memudahkan pencarian. Akhirnya saya mau mensitir sebuah ayat Quran, Al Israa 71-72:
[17:71] (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan imam-imam mereka; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.
[17:72] Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).
Ayat ini mengatakan bahwa anda tidak bisa menghindar dengan berdalih: “saya mengikuti imam Fulan, kok. Jangan kesalahan ditimpakan kesalahan pada saya, dong”.
Bukankah kita sudah diberi akal dan kesempatan untuk melihat apa yang telah diwahyukan? Yang menarik adalah ayat berikut Yunus 100 ini:
[10:100] Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.
Sudah diberi akal dan indra kok tidak dipakai!!!
ZAKAT MENURUT QURAN (ZAKAT = SHADAQAH)
Orang selalu membedakan antara zakat dan sedekah (shadaqah). Zakat adalah wajib dan sedekah (shadaqah) adalah suka rela. Apakah Quran mengatakan demikian? Kami akan tunjukkan bahwa Quran tidak membedakan antara zakat dan sedekah (shadaqah).
Dalam Quran kata zakat banyak digunakan. Tetapi ayat Quran yang sering digunakan untuk sebagai dasar untuk menarik zakat adalah at Taubah ayat 103:
(Q 9:103) Ambillah zakat (kata Arab yang dipakai adalah shadaqah) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (kata Arab yang diditerjemahkan sebagai ‘membersihkan’ adalah tuzakihim, turunan dari zakat) dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ada beberapa hal yang menarik pada ayat ini. Pertama kata Arab yang diterjemahkan sebagai ‘zakat’ adalah shadaqah (lihat cuplikan text Arabnya – sh-d-q-h). Sedangkan kata yang punya akar-kata sama dengan zakat (z-k-h) diterjemahkan sebagai ‘membersihkan’. Ini hanya mungkin jika kata shadaqah dan zakah adalah ‘interchangable’, sinomim. Zakat juga berarti ‘membersihkan’. Apakah itu ‘membersihkan’ jiwa atau ‘membersihkan’ harta, bisa didiskusikan lagi.
Akan lebih jelas lagi kalau kata zakat dan shadaqah dalam at-Taubah 103 ini tidak diterjemahkan melainkan di’transliterasi’kan seperti di bawah ini:
(Q 9:103) Ambillah shadaqah dari sebagian harta mereka, dengan itu kamu menzakati mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Jelas dalam ayat ini bahwa shadaqah dan zakat adalah sama dan interchangable. Dengan demikian pengertian bahwa shadaqah dan zakat itu berbeda, tidak sesuai dengan Quran. Apalagi kalau dikatakan bahwa shadaqah itu suka rela dan zakat itu wajib dan jumlahnya tertentu. Itu tidak benar menurut Quran.
Poin pertama yang EOWI ingin tekankan bahwa Quran tidak membedakan penggunaan kata antara zakat dan shadaqah. Kalau ada ustadz masih ngotot mau membedakan antara zakat dan shadaqah, dengan mengatakan bahwa zakat itu wajib sifatnya dan shadaqah adalah suka-rela, maka anjurkanlah dia untuk melihat kembali ayat Q 9:103.
Kedua bahwa, menurut Quran, penerima zakat/shadaqah dianjurkan untuk mendoakan pemberi zakat. Ini perlu kami angkat untuk menjadikan dasar argumen pada persoalan berikutnya. (Komentar EOWI: Kalau zakat/sedekah itu ditarik oleh pemerintah, bagaimana pemerima zakat bisa mendoakan pemberinya?).
SIAPA YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT?
Quran juga sudah menggariskan, siapa-siapa yang berhak menerima zakat/shadaqah.
(Q 9:60) Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Lebih detail lagi pada ayat di bawah ini.
(Q 2:177) Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Disitu kerabat dan orang yang dekat dengan kita ditempatkan di nomer 1. Bahkan menurut hadis, pahalanya (apapun arti pahala itu) lebih besar dari pada zakat kepada orang lain.
Sahih Bukhari Volume 2, Book 24, Number 545:
Narrated 'Amr bin Al-Harith:
Zainab, the wife of 'Abdullah said, "I was in the Mosque and saw the Prophet (p.b.u.h) saying, 'O women! Give alms even from your ornaments.' " Zainab used to provide for 'Abdullah and those orphans who were under her protection. So she said to 'Abdullah, "Will you ask Allah's Apostle whether it will be sufficient for me to spend part of the Zakat on you and the orphans who are under my protection?" He replied "Will you yourself ask Allah's Apostle ?" (Zainab added): So I went to the Prophet and I saw there an Ansari woman who was standing at the door (of the Prophet ) with a similar problem as mine. Bilal passed by us and we asked him, 'Ask the Prophet whether it is permissible for me to spend (the Zakat) on my husband and the orphans under my protection.' And we requested Bilal not to inform the Prophet about us. So Bilal went inside and asked the Prophet regarding our problem. The Prophet (p.b.u.h) asked, "Who are those two?" Bilal replied that she was Zainab. The Prophet said, "Which Zainab?" Bilal said, "The wife of 'Abdullah (bin Masud)." The Prophet said, "Yes, (it is sufficient for her) and she will receive a double rewards (for that): One for helping relatives, and the other for giving Zakat."
Menurut hadis ini Bilal menanyakan kepada nabi tentang pertanyaan Zainab, apakah boleh memberikan zakatnya kepada Abdullah (suaminya) dan anak-anak yatim dalam perawatannya. Jawab nabi adalah ‘boleh dan pahalanya dapat dua pertama menolong kerabat dan kedua membayar zakat’.
Persoalan utama kalau zakat ditarik oleh pemerintah seperti pajak maka, peluang untuk memperoleh pahala double atas zakat/shadaqah menjadi hilang. Pemerintah belum tentu memberikan zakat itu kepada kerabat kita.
Jadi menurut Quran dan hadis, yang lebih berhak memperoleh zakat adalah saudara, kemudian orang-orang sekitar, termasuk pembantu kita, supir kita, satpam kita, tetangga, teman dan menjalar keluar. Tetapi yang terdekat harus didahulukan.
Pemberian kepada anak juga zakat. Berikut ini adalah hadisnya:
Sahih Bukhari Volume 2, Book 24, Number 546:
Narrated Zainab,:
(the daughter of Um Salama) My mother said, "O Allah's Apostle! Shall I receive a reward if I spend for the sustenance of Abu Salama's offspring, and in fact they are also my sons?" The Prophet replied, "Spend on them and you will get a reward for what you spend on them."
Pada hadis ini saya agak ragu dengan kata yang diterjemahkan sebagai ‘spend’. Karena, yang biasanya ‘spend’ juga hasil terjemahan dari kata ‘infaq’- membelanjakan, selain untuk kata ‘zakat’ dan ‘shadaqah’. Kami menganjurkan pembaca yang punya buku hadis berbahasa Arab untuk mengecheknya kembali.
Hadis berikut ini juga mengenai keutamaan memberi zakat kepada orang-orang yang menjadi tanggungan kita seperti anak, istri, pembantu, dan saudara-saudara sendiri.
Sahih Bukhari Volume 2, Book 24, Number 507:
Narrated Abu Huraira :
The Prophet (p.b.u.h) said, "The best charity is that which is practiced by a wealthy person. And start giving first to your dependents."
NABI DAN YANG MENOLAK MEMBAYAR ZAKAT
Menurut sejarah, khalifah Abu Bakar dimasa kekuasaannya memerangi kaum muslimin yang menolak membayar pajak. Terlepas apakah tidakan Abu Bakar ini benar atau salah, kita kembalikan kepada jurisprudensi nabi. Seseorang yang diutus nabi pernah menerima penolakan terhadap penarikan zakat. Mereka yang menolak adalah Ibn Jamil, Khalid bin Walid dan Abbas bin Abdul Muntalib. Khalid dibebaskan dari zakat dan penolakannya dimaklumi/diterima oleh nabi, sedang yang lain Ibn Jamil dan Abbas (paman nabi) tidak diterima. Berbeda dengan Abu Bakar, nabi tidak pernah memerangi mereka seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar.
Sahih Bukhari Volume 2, Book 24, Number 547:
Narrated Abu Huraira
Allah's Apostle (p.b.u.h) ordered (a person) to collect Zakat, and that person returned and told him that Ibn Jamil, Khalid bin Al-Walid, and Abbas bin 'Abdul Muttalib had refused to give Zakat." The Prophet said, "What made Ibn Jamll refuse to give Zakat though he was a poor man, and was made wealthy by Allah and His Apostle ? But you are unfair in asking Zakat from Khalid as he is keeping his armor for Allah's Cause (for Jihad). As for Abbas bin 'Abdul Muttalib, he is the uncle of Allah's Apostle (p.b.u.h) and Zakat is compulsory on him and he should pay it double."
Apapun yang dilakukan oleh Abu Bakar, memerangi pembangkang zakat, adalah inisiatifnya sendiri dan bukan yang dicontohkan oleh nabi. Saya tidak menemukan suatu kisah yang mengatakan bahwa nabi memusuhi para penolak zakat. Ada kemungkinan Abu Bakar rancu antara pajak dan zakat. Pajak adalah pembayaran atas jasa yang diberikan pemerintah. Jasa itu bisa berupa fasilitas infrastruktur, keamanan dan lain sebagainya. Sedangkan zakat adalah kontrak antara Allah dengan seorang muslim. Pada jaman Abu Bakar, sistem pemerintahan sudah terorganisir. Artinya pemerintah sudah menjadi sebuah institusi pemberi jasa. Jasa hakim, jasa keamanan dan lain sebagainya. Dan ini memerlukan biaya. Dari mana biaya itu diperoleh kalau bukan dari pajak. EOWI menduga bahwa Abu Bakar rancu antara pajak dan zakat. Bahkan untuk non-muslim dikenakan jazia. Semacam iuran pengganti zakat. Kasus ini memperjelas kerancuan Abu Bakar dan khalifah penerusnya untuk membedakan pajak dan zakat.
BERAPA BESARNYA ZAKAT?
Benar bahwa nabi memberikan tuntunan mengenai besarnya zakat dan batas nilai harta yang kena zakat (nisab). Zakat itu terukur. Tetapi saya meragukan bahwa hal ini sifatnya tetap. Artinya, kemungkinan hal ini adalah petunjuk pelaksanaan pada waktu itu. Seperti untuk emas, 20 dinar (kurang lebih 80 gram emas 22 karat) dan perak 200 dirham (700 gram). Sebab setahu saya dari sejarah, Khalid bin Walid sangat kaya. Dalam sejarah dicatat bahwa dia pernah memberi seseorang 20,000 dirham sebagai hadiah, bukan zakat. Tetapi Khalid pernah dibebaskan dari zakat oleh nabi.
Dibawah ini adalah hadis yang mengatakan, perhitungan detail kewajiban zakat.
Volume 2, Book 24, Number 526:
Narrated Abu Sa'id Al-Khudri :
Allah's Apostle said, "There is no Zakat on less than five camels and also there is no Zakat on less than five Awaq (of silver). (5 Awaq = 22 Fransa Riyals of Yamen or 200 Dirhams.) And there is no Zakat on less than five Awsuq. (A special measure of food-grains, and one Wasq equals 60 Sa's.) (For gold 20, Dinars i.e. equal to 12 Guinea English. No Zakat for less than 12 Guinea (English) of gold or for silver less than 22 Fransa Riyals of Yamen.)
Sahih Bukhari Volume 2, Book 24, Number 560:
Narrated Salim bin 'Abdullah from his father:
The Prophet said, "On a land irrigated by rain water or by natural water channels or if the land is wet due to a near by water channel Ushr (i.e. one-tenth) is compulsory (as Zakat); and on the land irrigated by the well, half of an Ushr (i.e. one-twentieth) is compulsory (as Zakat on the yield of the land)."
Hadis terakhir ini saya meragukan kesahihannya. Sebagai orang yang pernah hidup di Saudi Arabia, saya tidak pernah melihat sungai (channel) yang mengalir atau mempunyai air sepanjang tahun. Yang sering saya lihat adalah banjir ketika hujan dan beberapa lama kemudian air itu hilang. Jika ada sungai (wadi), maka umur airnya tidak akan lama. Jadi bagaimana mungkin ada tanah pertanian dengan pengairan?
Masih untuk kasus tanah pertanian misalnya, saat ini pertanian tidak hanya menggunakan air saja, tetapi juga pupuk, obat-obatan, sehingga perhitungan zakat akan menjadi semakin kompleks. Memang pada hadis di atas seakan ada ketentuan yang pasti mengenai besarnya nilai kena zakat. Tetapi banyak hadis yang mengindikasikan bahwa nilai kena zakat tidak ditetapkan secara kaku. Lebih banyak oleh penilaian sendiri. Seperti pada hadis Sahih Bukhari Volume 2, Book 24, Number 507 sebelumnya di atas, yang mengatakan bahwa zakat diprioritaskan bagi orang-orang yang menjadi tanggungan kita, bukankan menjadi aneh kalau jumlah zakat dan nisabnya ditentukan secara kaku.
Hadis berikut ini sebenarnya mengandung hikmah (teladan) bahwa zakat bisa diberikan kepada siapa saja, termasuk pendosa dan juga orang kaya. Tetapi dari sisi lain kita bisa melihat bahwa zakat boleh berikan kapan saja, setiap hari, beberapa hari berturut-turut, dan tidak perlu hitung menghitung dari dan jumlah.
Sahih Bukhari Volume 2, Book 24, Number 502:
Narrated Abu Huraira:
Allah's Apostle (p.b.u.h) said, "A man said that he would give something in charity. He went out with his object of charity and unknowingly gave it to a thief. Next morning the people said that he had given his object of charity to a thief. (On hearing that) he said, "O Allah! All the praises are for you. I will give alms again." And so he again went out with his alms and (unknowingly) gave it to an adulteress. Next morning the people said that he had given his alms to an adulteress last night. The man said, "O Allah! All the praises are for you. (I gave my alms) to an adulteress. I will give alms again." So he went out with his alms again and (unknowingly) gave it to a rich person. (The people) next morning said that he had given his alms to a wealthy person. He said, "O Allah! All the praises are for you. (I had given alms) to a thief, to an adulteress and to a wealthy man." Then someone came and said to him, "The alms which you gave to the thief, might make him abstain from stealing, and that given to the adulteress might make her abstain from illegal sexual intercourse (adultery), and that given to the wealthy man might make him take a lesson from it and spend his wealth which Allah has given him, in Allah's cause."
Mengenai zakat yang terukur lebih dipelopori oleh Abu Bakar, saya melihat beberapa hadis, apakah itu diriwayatkan oleh Abu Bakar atau mengenai praktek yang dilakukan oleh Abu Bakar. Misalnya hadis dibawah ini adalah perbuatan Abu Bakar, bukan nabi Muhammad s.a.w.
Sahih Bukhari Volume 2, Book 24, Number 534 (dan lainnya):
Narrated Anas:
When Abu Bakr; sent me to (collect the Zakat from) Bahrein, he wrote to me the following:-- (In the name of Allah, the Beneficent, the Merciful). These are the orders for compulsory charity (Zakat) which Allah's Apostle had made obligatory for every Muslim, and which Allah had ordered His Apostle to observe: Whoever amongst the Muslims is asked to pay Zakat accordingly, he should pay it (to the Zakat collector) and whoever is asked more than that (what is specified in this script) he should not pay it; for twenty-four camels or less, sheep are to be paid as Zakat; for every five camels one sheep is to be paid, and if there are between twenty-five to thirty-five camels, one Bint Makhad is to be paid; and if they are between thirty-six to forty-five (camels), one Bint Labun is to be paid; and if they are between forty-six to sixty (camels), one Hiqqa is to be paid; and if the number is between sixty-one to seventy-five (camels), one Jadh'a is to be paid; and if the number is between seventy-six to ninety (camels), two Bint Labuns are to be paid; and if they are from ninety-one to one-hundred-and twenty (camels), two Hiqqas are to be paid; and if they are over one-hundred and-twenty (camels), for every forty (over one-hundred-and-twenty) one Bint Labun is to be paid, and for every fifty camels (over one-hundred-and-twenty) one Hiqqa is to be paid; and who ever has got only four camels, has to pay nothing as Zakat, but if the owner of these four camels wants to give something, he can. If the number of camels increases to five, the owner has to pay one sheep as Zakat. As regards the Zakat for the (flock) of sheep; if they are between forty and one-hundred-and-twenty sheep, one sheep is to be paid; and if they are between one-hundred-and-twenty to two hundred (sheep), two sheep are to be paid; and if they are between two-hundred to three-hundred (sheep), three sheep are to be paid; and for over three-hundred sheep, for every extra hundred sheep, one sheep is to be paid as Zakat. And if somebody has got less than forty sheep, no Zakat is required, but if he wants to give, he can. For silver the Zakat is one-fortieth of the lot (i.e. 2.5%), and if its value is less than two-hundred Dirhams, Zakat is not required, but if the owner wants to pay he can.'
KAPAN MENGELUARKAN ZAKAT
Para fuqaha (ahli fiqih) mengatakan bahwa zakat dikeluarkan setiap tahun. Mereka punya istilah untuk itu, yaitu ‘haul’. Bagi orang yang berpikir, akan mengkaitkan opini para fuqaha dengan hadis berikut ini:
Sahih Bukhari Volume 2, Book 24, Number 505:
Narrated Haritha bin Wahab Al-Khuza'i:
I heard the Prophet (p.b.u.h) saying, "(O people!) Give in charity (for Allah's cause) because a time will come when a person will carry his object of charity from place to place (and he will not find any person to take it) and any person whom he shall request to take it, I will reply, 'If you had brought it yesterday I would have taken it, but today I am not in need of it."
Hadis ini mengindikasikan bahwa zakat dikeluarkan pada saat ada yang membutuhkan. Kalau ditunda, maka kemungkian tidak ada yang membutuhkan lagi. Opini fuqaha lebih dekat dengan aturan membayar pajak yang tahunan. Bisa juga para fuqaha berpikir untuk kepraktisan pengeluaran zakat saja, maka diambil tahun sebagai siklus membayar zakat.
RENUNGAN
Nada tulisan ini nampak seakan EOWI menganjurkan agar kita pelit seperti pada contoh Khalid bin Walid yang enggan bayar zakat dan direstui oleh nabi Muhammad saw. Itu bukan yang kami maksud. Maksud sebenarnya adalah menyangkal praktek zakat yang sudah diinstitusikan secara kaku, baik jumlahnya, jadwalnya, atau lainnya.
Salah satu basis hukum zakat di Quran adalah Q 9:103. Disitu jelas-jelas ada penggunaan kata shadaqah dan zakat yang interchangible. Zakat sama dengan shadaqah. Kalau para fuqaha mengatakan bahwa shadaqah bisa dilakukan kapan saja, jumlahnya bisa 10%, 50% atau 90%, maka zakat juga bisa demikian, karena tidak ada perbedaan antara zakat dan shadaqah. Abu Bakar pernah memberikan zakat 90% dari hartanya. Umar 50%. Dan banyak contoh yang dilakukan para sahabat.
Zakat adalah perdagangan/perniagaan dengan Allah. Tidak ada yang lebih menguntungkan dari berbisnis dengan Allah. Kenapa harus dibatasi 2.5% atau 5% atau 10%? Bukankah lebih banyak akan lebih baik, lebih menguntungkan?
Zakat yang bisa diartikan sebagai ‘membersihkan’ apakah itu jiwa atau/dan harta. Dalam konteks pembersihan jiwa, sudah jelas. Muslim didik untuk tidak kikir. Umar atau Abu Bakar memberikan hartanya lebih dari 50% untuk mensucikan jiwanya. Dalam konteks membersihkan harta, dikatakan bahwa di dalam penghasilan yang kita peroleh, ada hak orang lain. Misalnya seorang pegawai negri yang tidak effektif dengan gaji Rp 3 juta perbulan, banyak meluangkan waktunya main catur atau malas-malasan. Waktu effektifnya hanya 30% saja. Maka sebaiknya dia mengeluarkan zakat 70% karena penghasilan yang 70% itu bukan haknya. Juga misalnya wakil presiden, yang sebenarnya posisi itu tidak perlu (wakil presiden hanya berfungsi kalau presidennya berhalangan), maka 100% dari gajinya harus diberikan untuk zakat. Seorang peternak, mungkin ada sebagian dari rumput/pakan ternak diambil dari kebun tetangganya. Itu kotoran yang perlu dibersihkan. Kalau pedagang/penjual barang, ada advertensi yang berlebihan. Jadi zakat sebaiknya dilakukan dengan self-assessment. Karena anda dan Allah yang bisa mengira-ngira berapa banyak porsi yang bukan menjadi hak anda. Yang pasti tidak selalu tetap 2.5% atau 10%. Itu kalau zakat diartikan sebagai pembersihan penghasilan.
Opini saya mungkin salah, tetapi yang pasti saya tidak menelan mentah-mentah apa kata imam. Dengan demikian saya bebas dari ancaman yang dijelaskan pada Q 17: 71-73. Juga karena saya sudah menggunakan akal, maka ancaman yang dinyatakan dalam Q 10:100, juga sudah gugur.
Saya mengajak anda untuk menggugurkan ancaman Q 17:71-73 dan Q 10:100. Jangan percaya pada saya atau para imam atau kiai. Bikin riset sendiri. Silahkan.
Selamat menjalankan puasa.
Jakarta 12 September 2009
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.