(bagian I)
Properti: Investasi Yang
Tidak Pernah Turun Harganya
Ada satu acara TV yang bagi saya cukup sekali saja menontonnya, yaitu
acaranya Agung Sedayu pada hari Minggu pagi. Isinya cuma jualan rumah dengan
gaya yang gombal banget deh. Karena
saya tidak ingat channelnya, secara tidak sengaja, saya sering masuk untuk
beberapa detik melihat (bukan menonton) acara itu. Tentu saja, saya langsung
men-switch ke channel lain.
Enam bulan lalu saya membeli sebuah rumah, di jalan Mars, Villa Cinere Mas.
Saat tulisan ini diturunkan, renovasinya masih berlangsung. Kalau anda lewat jalan
Mars. Villa Cinere Mas, dan melihat ada rumah sedang direnovasi, bisa jadi itu
adalah rumah saya. Dengan anjing yang jumlahnya 8 ekor, saya memerlukan lahan
yang lebih luas. Itu alasannya, saya mau pindah. Tindakan saya membeli rumah
bukanlah untuk tujuan investasi.
Teman saya selalu mengatakan bahwa rumah
dan tanah adalah investasi yang tidak pernah rugi dan harganya tidak pernah
turun. Benarkah pernyataan ini?
Saya katakan sekali lagi bahwa tindakan saya membeli rumah bukanlah untuk
tujuan investasi. Tetapi lebih banyak karena alasan kebutuhan. Berkaitan dengan
pernyataan teman saya itu, ada yang menarik, yaitu, agen properti saya sudah
mendatangi saya lagi bukan untuk menawarkan rumah, tetapi untuk menjualkan
rumah yang baru saya beli itu dengan harga Rp 12 milyar. Padahal, 6 bulan lalu
harga beli saya hanya Rp 4.70 milyar dan biaya renovasi Rp 600 juta. Harga
pasaran waktu itu (6 bulan lalu) adalah sekitar Rp 7 – 8 milyar. Memang saya
membelinya dengan harga miring. Dan saya pikir Rp 4.70 milyar masih wajar dan
bukan harga bubble.
Jadi benar bahwa properti itu adalah investasi yang tidak pernah rugi.
Penyataan ini akan ditentang habis-habisan oleh adik saya yang tinggal di
London atau ipar saya yang punya rumah di Florida, USA. Adik saya yang di
London, beberapa waktu lalu minta pandangan ke saya, apakah saat ini bagus
untuk menjual rumah? Dan hal itu saya iyakan.
Sebab ketika ia membeli rumah itu tahun 2007 (menjelang krisis subprime), saya
malah menganjurkan untuk menjualnya kembali. Tetapi kemudian terlambat. Anda
akan lihat nanti, bagaimana harga rumah di Inggris.
Sifat Bubble
Bubble bisa dikategorikan ke dalam 2 golongan.
Yang pertama adalah bubble yang
terbentuk secara alami, terlahir dari sifat tamak, irraional manusia dan sikap
pengingkaran (denial, menutup-mata, kafir terhadap realita). Dan yang dua
adalah yang penyebabnya ditambah dengan campur-tangan pemerintah. Yang terakhir
ini biasanya besar sekali, dan ketika pecah, dampaknya sangat tidak nyaman sama
sekali. Dengan adanya campur-tangan pemerintah, tingkat konfiden lebih tinggi
dan sikap pengingkaran begitu terhanyut sampai pada level yang parah sekali.
Ketika tersadar, bisa dibayangkan betapa kagetnya.
Ada seorang pembaca EOWI, sebut saja namanya Anggie Adinugraha yang pernah
terjebak bubble, begini emailnya
kepada EOWI:
Saya salah satu penggemar
blog ekonomiorangwarasdaninvestasi, sejak sebelum kejatuhan/krisis finansial
tahun 2008. Saat itu portfolio saya terbesar di saham BUMI, akibatnya nilai
total postfolio saya merosot hingga menjadi 1/6 saja.
Kemudian saya melakukan
perubahan pada portfolio saya menjadi beberapa saham yaitu, ANTM, BBNI, BMRI,
KRAS dan PGAS. Sayangnya hingga saat ini seluruhnya hingga saat ini tidak
banyak perubahan dan hanya meningkat menjadi 2/6nya saja.
Apa yang harus saya lakukan
dengan saham saya ini supaya bisa kembali seperti semula? Saya ingin menyuntik
dana kembali untuk mengakselerasi pertumbuhan dana tersebut, tapi saya ragu.
Mohon petunjuknya dari Bapak selaku orang yang sangat berpengalaman dalam
Capital Market.
Mungkin kisah bubble akan
membantu pembaca ini dan juga pembaca lainnya.
Bubble yang besar jarang sekali terjadi. Jika
terjadi, jejaknya bisa dilacak ke pemerintah. Ambil saja contoh kisah John Law
dengan Mississippi Companynya, adalah bubble
yang diciptakan dengan kolaborasi pemerintah. Jika anda tertarik bisa dibaca
kembali di dalam dongeng humor sardonik Penipu,
Penipu Ulung, Politkus dan Cut Zahara Fonna No. 15 (link).
Dalam masa 3 tahun, saham Mississippi Company naik 36 kali lipat. Itu bubble yang dahsyat.
Yang EOWI akan ambil contoh adalah bubble
properti di Jepang, yang sejarahnya masih segar di benak orang-orang yang masih
hidup dan mengalaminya. Chart-1 di bawah menunjukkan indeks harga properti di
Jepang. Tahun 1980, indeks harga properti di Jepang masih di sekitar 60an.
Selama satu (1) dekade harga rumah meroket dan indeksnya mencapai 220. Kenaikan hampir 4 kali lipat
dalam masa 1 dekade. Itu disebut bubble.
Dan bubble akan meletus, biasanya
akan berakhir tidak jauh dari titik awalnya. Untuk bubble properti Jepang, indeks harga properti secara
perlahan-lahan, selama 15 tahun akhirnya mencapai level yang melandai tahun
2005, di sekitar tingkat dimulainya, yaitu 75 pada indeks harga properti. Walaupun
mengalami kenaikkan sedikit, tahun 2014 indeks harga properti Jepang kembali ke
level 60 – 70 lagi. Siapa yang membeli rumah tahun 1990, akan menangis air mata
darah, harga rumahnya selama 24 tahun tidak pernah naik, kecuali turun terus
sampai nilainya menguap 70%. Bunga bank yang rendah tidak bisa mendongkrak
harga rumah kembali!!!! Itulah sifat bubble
yang sudah pecah dan akan terus mengempis.
Chart - 1
Apakah secara umum investor menyadari assetnya mengalami bubble? Jawabnya tidak. Tamak membuat seseorang menjadi penyangkal, kafir, menutup
mata terhadap realita. Kafir adalah bahasa Arab yang artinya menutup mata terhadap realita. Petani
disebut kafir karena menutupi benih dengan tanah. Yang penting kita bisa
belajar menghindari bubble, atau ikut
menunggangi bubble, sampai...saatnya
turun, dan segera turun tanpa mengengok kebelakang lagi. Satu dalil lagi
tentang bubble: tidak ada yang tahu kapan bubble meletus dan sampai berapa tinggi level
yang bisa dicapai sebuah bubble, kecuali Tuhan atau orang yang masih hidup
setelah bubble tersebut meletus. Jadi, kalau anda curiga, sebaiknya secara
terarah dan teratur keluar dari perangkap bubble,
dan jangan menengok kembali. Jika bubble
masih berlanjut, biarkan saja, kecuali anda punya strategy yang anda pikir
ampuh. Yang pasti, pada saat bubble
terjadi, anda belum sempat teknik yang anda pikir ampuh itu. Kalau belum
teruji, jangan terlalu percaya pada kepercayaan diri yang kuat.
Ketika harga sedang melambung, orang akan mengatakan bahwa harga ini akan
naik terus, dan mereka akan mencari dalih-dalihnya. Yang disebut dalih, tentu
saja tidak sejalan dengan realita. Untuk kasus properti Jepang, misalnya: “di
Tokyo tanah terbatas”, sedangkan pertumbuhan populasi tidak terbatas. Ditambah dengan
wanti-wanti dari developer seperti “mulai tanggal 1 Juni harga akan naik”.
Hal-hal seperti ini akan membuat pemilik uang semakin terangsang untuk membeli walaupun
di harga tinggi. Mereka pikir, walaupun
mahal, toh nantinya harga akan naik. Bagi konsumen calon pemakai, mereka
juga berpikir, kapan lagi saya bisa beli
rumah, kalau tidak sekarang? Valuasi tidak lagi penting bagi mereka.
Seperti dalam kasus Tech-Bubble tahun
2000, price earning ratio (PER) rata-rata mencapai sekitar 40 dan untuk
saham-saham darling, PER bisa mencapai 100-200. Dalihnya bahwa saham-saham ini
adalah saham growth, bisa
tumbuh......., tentu sebagai orang yang skeptis, saya akan bertanya, apakah
bisa tumbuh 10 kali lipat lagi untuk mengejar PER wajar (10 – 15)?
Ketika bubble (properti) pecah
dan mulai mengempis, sebagian orang masih menyangkal. Dalam hati berkata, “aah ini koreksi sementara, nanti akan naik
lagi. Akan saya pertahankan dulu”. Siapa yang bisa mengatakan bahwa suatu bubble sudah meletus atau belum. Tentu
saja sebagian sudah menyadari, dan melakukan profit-taking. Atau terpaksa menjual assetnya karena dibelinya
dengan hutang dan hutang harus dibayar.
Akhirnya semua orang menjadi putus asa ketika nilai assetnya hanya tersisa
20% - 30% saja. Mau jual sudah malas. Akhirnya asset yang mengempis itu
dibiarkan saja nilainya tergerus sampai ke dasar.
Sektor properti Jepang, insha Allah, tidak akan pernah bangkit lagi.
Pernyataan ini seakan Imam Semar dapat wangsit dari Allah seperti nabi Yusuf (tepatnya
wangsit Allah kepada Firaun dan diterjemahkan oleh nabi Yusuf). Imam Semar
memang memperoleh wangsit, tetapi dalam bentuk buku, pengetahuan dan inspirasi.
Isinya sebagai kurang lebih sebagai berikut. Dengan demografi yang menua dan
angka pertumbuhan penduduk yang nol atau negatif serta urbanisasi yang juga
nol, tidak akan ada kenaikan permintaan rumah dan tanah di perkotaan. Bagaimana
harga properti bisa naik. Sekalipun sentral bank Jepang membuat suku bunga
pinjaman menjadi nol. Ini yang membedakan sektor properti Jepang dengan India
atau Afrika.
Setelah membahas bubble properti
Jepang, sekarang kita lihat, apakah saham BUMI adalah bubble atau bukan? Saya serahkan kepada pembaca. Nanti anda bisa
tanyakan kepada diri sendiri, apakah harga saham ANTM, INCO, dsb adalah bubble? Anda bisa melihatnya sendiri.
Chart - 2
Kalau saya perhatikan, bahwa BUMI juga bubble.
Awalnya harganya hanya Rp 100 (pernah juga Rp 50), kemudian dalam selang waktu
5 tahun naik melampaui Rp 9000. Kenaikan 90 x atau 200 x tanpa ada faktor
fundamental yang berarti dalam selang waktu 5 tahun, mau disebut apa? Memang
harga batubara meningkat, tetapi tidak seperti itu besar dan cepatnya.
Pada masanya, BUMI adalah BEJ darling,
semua orang ingin memilikinya. Ada teman se kantor saya yang masuk BUMI di
harga Rp 6000. Setelah turun di bawah Rp 1000 tahun 2009, dia sempat tanya ke
saya, apakah dia harus jual? Saya hanya mengatakan bahwa bubble akan kembali ke sekitar level awalnya (setelah difaktorkan
dengan inflasi). Ketika sempat mencapai Rp 2000, saya tanyakan kembali, apakah
sudah dijual? Dia mengatakan bahwa harganya akan rebound kembali ke Rp 6000. Dulu itu cuma koreksi sesaat saja. Dan
anda tahu selanjutnya, bukan? Apa yang terjadi pada teman saya itu adalah denial, penyangkalan terhadap kenyataan
bahwa tidak ada fundamental yang mendukung BUMI untuk melejit dari bumi ke luar
angkasa.
BUMI adalah bubble yang
menunggang siklus komoditi, yang selama tahun 2000 – 2011 mengalami fase bull. Beberapa waktu lalu EOWI membahas
mengenai siklus komoditi yang panjangnya 30 tahun dari peak-to-peak. Untuk periode ini, puncaknya adalah tahun 2011, tiga
tahun lalu. Saat ini kita sudah memasuki fase bear sampai .....10 - 15 tahun
lagi. Kami di EOWI tidak akan menyentuh saham-saham pertambangan sampai tahun
2025 – 2030, kecuali ada hal-hal yang bisa memperpendek masa hibernasi sang banteng
untuk menghalau sang beruang. Pembahasan hal ini ada pada artikel bulan Maret
2014 lalu dengan judul Nilai Rupiah dan
Defisit Dalam Sejarah (link)
Bubble Properti di Dunia Yang
Loyo Direndam Liquiditas
Bubble yang disponsori pemerintah biasanya besar
dan kalau meletus akibatnya lebih parah dari pada bubble alamiah. EOWI, berpendapat bahwa meletusnya adalah untuk
kebaikan golongan menengah ke bawah. Yang paling menderita adalah golongan
atas. Dengan kata lain, yang paling diuntungkan dengan meletusnya bubble adalah golongan ekonomi menengah
dan bawah. Meletusnya bubble
diperlukan agar barang-barang yang nilainya membengkak bisa terjangkau kembali
oleh golongan menengah dan bawah. Misalnya, dengan harga Rp 2 milyar, sebuah
rumah berukuran 200 meter persegi di Cinere, bagaimana bisa terjangkau oleh
golongan kelas menengah yang bergaji Rp 30 juta per bulan. Oleh sebab itu
harganya perlu turun 70% - 80%, agar bisa terjangkau. Tentu saja jika harganya
tergerus sampai 70% - 80%, orang-orang kaya yang berspekulasi dan terperangkap
di dalam bubble properti ini akan
miskin sampai 70%. Kelompok kelas atas, sadar atau tidak sadar menderitah
kerugian yang besar.
Sejak meletusnya tech-bubble Nasdaq tahun 2000, the Fed menggelontorkan
liquiditas untuk membendung pengempisan saham tech Nasdaq. Stimulasi ini tidak bisa mempertahankan saham Nasdaq
melainkan mengalir ke spekulasi lain, yaitu sektor properti dunia, mulai dari
Inggris, Eropa Barat, Eropa Timur, Timur Tengah, India, Asia, Cina, Amerika,
Australia dan termasuk juga Indonesia. Ketika bubble properti di US pecah, dikenal dengan kasus subprime,
menyeret bubble properti di
negara-negara lain. Untuk mempertahankan harga asset properti, bank-bank
sentral di seluruh dunia menggelontorkan liquiditas, yang dikenal dengan quantitative easing (QE), atau nama-nama
lain. Ada beberapa negara berhasil menggembungkan kembali bubble properti, bahkan menjadi besar sekali. Ada juga bubble properti di beberapa negara yang
tetap saja loyo, walaupun sudah direndam dengan banjir liquiditas.
Pembaca EOWI tentu ingat, beberapa tahun silam (tahun 2009) EOWI mengangkat
topik properti di Dubai, DUBAI CALON KOTA
HANTU? (link).
Pada saat itu bubble properti Dubai pecah. Memang Dubai sampai sekarang belum
menjadi kota hantu, tetapi lihatlah harga properti disana (Chart-3).
Properti Dubai adalah typical bubble
yang rentang waktunya pendek. Dalam waktu 1.5 tahun, dari 2007 sampai 2008
harga properti naik 2.2 x lipat. Kemudian anjlok kembali ke level sebelumnya
hanya dalam bilangan bulan (lihat Chart-3). Memang sejak tahun 2012, pasar
properti Dubai merangkak naik, tetapi kenaikkan ini hanya untuk menarik
domba-domba naif ke pejagalan. Setidaknya ini menantang/membantah pernyataan
bahwa Property: Investasi Yang Tidak
Pernah Turun Harganya.
Chart - 3
Dubai tidak sendiri, Irlandia mengalami nasib yang sama (Chart-4). Sejak
tahun 2008, pasar properti Irlandia tidak pernah pulih, melainkan tetap melorot
sampai kehilangan nilainya lebih dari 50%. Ini juga menjawab pernyataan bahwa Property: Investasi Yang Tidak Pernah Turun
Harganya. Kami tidak tahu sampai sejauh mana harga properti Irlandia akan
terus turun. Seperti halnya bubble-bubble lainnya, harga riilnya akan kembali
ke level asalnya.
Chart - 4
Saya punya 4 orang teman asal Bulgaria. Salah satu diantaranya pernah punya
perusahaan jasa pemasangan pipa gas untuk rumah tangga. Perusahaannya bangkrut
karena tidak dapat order lagi. Cerita ini membuat EOWI tertarik untuk melihat bubble properti di Bulgaria. Tahun 2003
harga properti masih di level Lev 300 per meter persegi. Dalam waktu 5 tahun
naik hampir 5x lipat (500%). Edan bukan? Saya pikir, orang yang beli rumah
tahun 2007 untuk tujuan investasi akan menangis Bombay dengan air mata darah
kalau dia tetap mempertahankan assetnya terus sampai tahun 2025. Duapuluh tahun
penantian hanya akan menghasilkan kerugian sebanyak 80%.
Chart - 5
Bubble Properti di Dunia Yang
Pasang Perangkap Bear
Pecahnya bubble properti di US
dan di UK/Inggris mempunyai persamaan, yaitu akan membawa korban yang lebih
banyak lagi. Setelah pecah di tahun 2007-2008, sektor properti seakan-akan
mengalami rebound (Chart-6 dan Chart-7). EOWI punya data yang cukup banyak
untuk mengatakan bahwa reboundnya sektor properti US dan Inggris hanyalah bear trap saja. Siapa saja yang masuk ke
sektor ini tanpa hati-hati dan mengira sektor ini akan bangkit, maka dalam masa
20-100 tahun lagi dia akan menyesal. Dia harus menunggu lebih dari 100 tahun
untuk melihat kembalinya bull di sektor properti. Dunia properti ini tidak seperti
dunianya Robert Kiyosaki yang digambarkan sebagai asset yang selalu naik
harganya.
Chart - 6
Chart - 7
Bubble Properti di Dunia Yang
Baru Pecah
Tidak bubble properti di dunia
pecah seperti di Bulgaria, Amerika Serikat dan Irlandia. Bubble properti di India baru mulai pecah. Data yang ada pada saya
hanya dari tahun 2010 (Chart-8). Tetapi setahu saya, rekan kerja saya di
Petronas Kuala Lumpur tahun 2003 sudah mulai spekulasi tanah di New Delhi.
Artinya bubble properti sudah dimulai
tahun 2003. Bisa saja sempat jatuh sedikit ketika kasus subprime meletus. Dengan adanya QE, bubble properti India menggembung kembali. Dan antara tahun 2010 –
2013 harganya menjadi 2x lipat. Kemudian......, nampaknya bubble mulai pecah. Kita tunggu perkembangannya selanjutnya. EOWI
meramalkan akan sama nasibnya dengan bubble
properti di Irlandia.
Chart - 8
Bubble Properti di Dunia Yang
Menjelang Pecah
Saya tidak tahu apakah acara TV yang disponsori Agung Sedayu ada
pengaruhnya terhadap harga properti di Indonesia. Chart-9 bisa bercerita
banyak. Saya tidak pernah dengar adanya koreksi pada harga rumah di Indonesia
selama kasus subprime US memanas tahun 2007 – 2009. Jadi anggap saja bull
market di sektor properti Indonesia secara terus-menerus tidak mengalami
koreksi selama 13 tahun. Hebat juga. Tetapi, sejak 2 tahun lalu (tahun 2012)
harganya meningkat secara parabolik. Ini adalah gejala yang patut dicurigai.
Apakah bubble properti di Indonesia
akan pecah? Silahkan jawab sendiri. Parabolic rise di semua sektor, baik itu
saham, mata uang, emas atau asset-asset lainnya, adalah gejala yang tidak
sehat. Biasanya akan diikuti dengan kejatuhan yang telak.
Kalau anda mau spekulasi di sektor properti di Indonesia, sebaiknya anda
pikir-pikir dulu. Jangan minta pertimbangan advisor anda, apa lagi
konsultan/agen properti, dia cuma cari untung saja dari penjualan yang
dilakukannya.
Chart - 9
Dalam banyak hal kenaikkan harga properti Cina mirip dengan di Indonesia.
Terutama dalam hal tidak adanya koreksi yang berarti. Seakan tidak terkena
imbas kasus sub-prime. Apakah bubble properti Cina tergolong bubble yang disponsori oleh pemerintah?
Sangat pasti! Pemerintah pusat Cina menginginkan lapangan kerja bagi rakyatnya,
supaya rakyat sibuk. Cina punya sejarah yang buruk dan panjang yang berkaitan
dengan pemberontakan rakyat. Membiarkan rakyat Cina menganggur adalah resiko
bagi pemerintahnya. Di negara yang punya pemerintahan dengan gaya top down, bank-bank memperoleh perintah
dari atas untuk semua prilaku bisnisnya. Kasus gagal bayar dan pailit jarang
terdengar. Non performing loan (NPL) bisa di-roll-over secara terus-menerus. Dengan jalan seperti ini asset
busuk tidak pernah tercium baunya. Jika akhirnya institusi keuangan yang
keracunan asset-asset busuk (NPL) menjadi tidak solvent, kemungkinan besar pemerintah akan melakukan tindakan
penyelamatan dengan diam-diam, tanpa banyak publikasi. Oleh sebab itu bubble seperti ini bisa bertahan lebih
lama dan lebih besar.
Disamping itu juga, ada faktor lain yang menyebabkan pemerintah Cina
berusaha mempertahankan bubble di
sektor properti ini. Sektor properti merupakan pemasukkan bagi pemerintah
daerah. Penjualan-penjualan tanah kepada developer, mendatangkan pemasukan bagi
pemerintah daerah.
Semua bubble tidak akan langgeng,
sekalipun didukung oleh pemerintah. Sejarah menunjukkan bahwa John Law dengan
Mississipi Company nya, tidak bertahan. Apakah kita tidak bisa belajar dari
sejarah?
Sekarang pembaca sudah melihat bubble
properti seputar jagad raya ini. Apakah anda masih percaya pada rayuan
gombalnya Agung Sedayu di TV itu?
Apakah anda percaya jika EOWI mengatakan bahwa untuk Inggris, Irlandia dan
Eropa Timur, Jerman, Jepang, nilai riil
properti tidak akan kemana-mana sampai 100 tahun mendatang. Ini pernyataan yang
sangat berani. Kalau anda tidak percaya, .....silahkan baca bagian selanjutnya.
EOWI ingin meningkatkan jumlah pembacanya dan follower nya. Bagaimana kalau pembaca merekomendasikan kepada 10
orang rekan anda. Tulisan kali ini yang menyangkut sektor properti, tentunya
punya prospek pembaca yang cukup luas, karena semua orang tertarik untuk punya
rumah, atau sedang mencicil rumah, atau sedang mempertimbangkan untuk menjual
rumah. Rumah adalah asset yang pasti menyentuh semua lapisan masyarakat. Oleh sebab
itu, pengenalan EOWI melalui tulisan ini bisa diterima oleh lidah pembaca yang
awam. Kemundian, anda bisa merekomendasikan kisah Penipu, Penipu Ulung, Politikus dan Cut Zahara Fonna - Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan
ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat
menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21. Keuntungannya
bagi anda adalah bahwa teman diskusi yang cerdas anda akan bertambah.
Sekian dulu.......,
Jakarta 9 May 2014
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.
8 comments:
Saya kira alasan mengapa harga properti di Indonesia nyaris gak pernah jatuh (dan lama) adalah rupiah Pak.
Setelah penyesuaian inflasi, akhirnya harga yg jatuh akan naik lagi.
Jadi dalam rupiah, harga properti di Indonesia memang sulit jatuh lama. Medium dan long term pasti naik terus, irelevan dengan suplai-demand pasar properti.
jadi tetangga kita mas IS hehehe..welcome to neighbourhood,anda pasti suka suasananya disini..
Trima kasih Oom Smid....., kalau anda punya anjing, nanti kita bisa ketemuan, sambil mengolah ragakan anjing. Saya ada 8 ekor dan biasanya saya suruh mendorong sepeda (bukan menarik sepeda, tetapi mendorong).
Bang IS tolong dong bahas juga tentang Pemilu 2014 nanti, nice article bang.
Bang IS tolong dong bahas tentang pemilu 2014 nanti, btw nice article bang.
investasi properti adalah investasi yang terus meningkat nilainya
Setelah membaca artikel anda tersebut berarti saya boleh berharap bahwa rumah yang anda beli di Cinere itu seharga 4.7M dikemudian hari akan anda jual seharga 1M. Jika demikian mohon anda menghubungi saya ya karena saya benar-benar tertarik loh... :)
saya menemukan website ini beberapa waktu yang lalu
menurut saya:
- analisa property dengan menggunakan contoh jepang kurang tepat: jumlah penduduk jepang selalu menurun dari tahun ke tahun. jadi kalo harga property nya turun ya wajar aja
- menggunakan contoh di negara lain (USA, UK, dll) juga kurang tepat karena di negara2 tsb semua barang bisa turun harga nya (makanan, property, emas, dll)
sedangkan di indonesia, bukan cuma property yang tidak bisa turun, harga telor aja juga tidak bisa turun
harga emas di indonesia juga tidak mungkin bisa turun "drastis"
karena harga emas dunia turun hanya ketika ekonomi amerika menguat alias ketika USD menguat
celaka nya buat konsumen indonesia, harga emas dalam rupiah = harga emas dunia x USD/IDR
jadi buat kita tidak ada efeknya harga emas dunia turun
tetapi ketika harga emas naik, dan USD juga naik, harga emas di indonesia langsung melejit seperti di tahun 2008
SGD hari ini 6 agustus 2015 = 1.38 terhadap USD
tetapi heran nya, hari ini SGD = Rp. 9,800
padahal ketika SGD terkuat terhadap USD yaitu 1.23, SGD cuma 7,200
karena USD waktu itu cuma 8,800 saja, sekarang USD = 13,500 rupiah
masalah nya adalah: pemerintah tidak mempunyai perbandingan SGD/IDR yang independen
Yang dimonitor pemerintah cuma USD/IDR
sedangkan untuk nilai valas lainnya (misal SGD), pemerintah tinggal mengambil data USD/SGD dari bank central spore dan langsung dikonversi jadi rupiah dengan RUMUS SGD/IDR = USD/IDR dibagi USD/SGD
dengan demikian bila SGD melemah alias USD/SGD menguat, pastilah IDR juga melemah alias USD/IDR menguat
dengan rumus di atas, tetapi aja SGD menguat terhadap IDR karena kecepatan pelemahan SGD pelan sedangkan kecepatan pelemahan IDR lebih cepat
ajaib khan ya.
jadi nya, ada satu masa di 2009 ditulis dikoran: ekonomi indonesia tumbuh 6%, ekonomi singapore menyusut 4% tapi SGD malah menguat terhadap IDR. aneh bin ajaib
Jadi simpanlah uang anda dalam SGD dan bukan USD
jadi kalo sekarang anda2 punya uang, mending beli property + beli SGD saja
bagaimana menurut anda?
Post a Comment