___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Monday, July 18, 2011

(No.38) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA

Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21




(Terbit, insya Allah setiap hari Minggu atau Senen)



Inflasi: Antara Mitos dan Kenyataan

“If you tell a lie big enough and keep repeating it, people will eventually come to believe it. The lie can be maintained only for such time as the State can shield the people from the political, economic and/or military consequences of the lie. It thus becomes vitally important for the State to use all of its powers to repress dissent, for the truth is the mortal enemy of the lie, and thus by extension, the truth is the greatest enemy of the State.” (Joseph Goebbels)

Saya menyukai ucapan Goebbels – menteri propaganda Jerman Nazi, yang pernah disitir pada bab sebelumnya. Pembaca cukup pandai dan saya tidak akan menghina intelektualitas dan daya ingat anda dengan menterjemahkan kembali sitiran di atas (lihat Prolog untuk terjemahannya). Dalam kasus ekonomi dan keuangan, essensi kutipan di atas akan menjadi jelas diuraikan pada bagaian ini. Pengelabuhan atas penguasaan pencetakan uang, penciptaan mitos, kebohongan dan dikatakan secara terus menerus, akan membuat orang percaya.

Mitos: Inflasi adalah kenaikan harga-harga.

Yang benar: Inflasi adalah laju pertumbuhan volume uang yang beredar di dalam ekonomi. Bank sentral/otoritas keuangan mencetak uang sehingga jumlahnya di dalam ekonomi meningkat, akibatnya nilai uang turun dan harga-harga naik.

Jadi inflasi adalah perbuatan manusia yang disengaja berkaitan dengan jumlah uang yang beredar, bukan gejala ekonomi akibat permintaan dan penawaran barang/jasa.

Inflasi = Pajak Tabungan dan Pajak Ekonomi Bawah-Tanah

Jika orang ditanya: apakah inflasi itu? Mereka akan memilih jawaban yang mitos. Karena itulah yang mereka sering dengar. Pengertian inflasi yang beredar di masyarakat adalah yang mitos bukan pengertian yang sebenarnya. Penguasa tidak ingin kebenaran mitos ini terungkap karena kebenaran adalah musuh terbesar dari pemerintah (Goebbels). Apa jadinya kalau semua rakyat tahu bahwa uang milik mereka dibuat turun nilainya oleh pemerintah secara terus menerus melalui penerbitan uang-uang baru?

Pemerintah menyebarkan mitos ini ada tujuannya. Bagi pemerintah inflasi mempunyai beberapa fungsi.

1. Pajak atas tabungan

2. Memindahkan kekayaan riil dari penabung ke penghutang

3. Menghancurkan hutang

Pemerintah hidup dari pajak seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tetapi pajak bukanlah hal yang populer. Bayangkan kalau anda dikenai pajak 70%-80% dari harta dan penghasilan anda seperti yang dikenakan kepada Mick Jagger atau Cats Steven oleh pemerintah Inggris. Anda pasti marah. Apalagi kalau pajak ini mau diterapkan, dibebankan kepada seluruh rakyat. Pasti terjadi pemberontakan. Oleh sebab itu perlu diciptakan cara yang lebih halus dan tersembunyi di balik kekuasaan dan hak monopoli pencetakan uang. Misalnya pemerintah mencetak uang sehingga uang yang beredar bertambah 20% per tahun, jika barang dan jasa di dalam ekonomi tidak bertambah berarti nilai uang turun sebesar 20%. Artinya nilai riil tabungan anda turun, nilai riil gaji anda turun, nilai riil hutang anda juga turun.

Dengan mitos inflasi (bahwa inflasi = kenaikan harga-harga) berarti penguasa bisa menyalahkan para pelaku ekonomi terutama pedagang. Tuduhan bisa dilontarkan bahwa karena ulah pedagang menimbun barang menyebabkan harga naik. Kemudian tuduhan itu dibarengi dengan operasi pasar (menyalurkan barang dengan harga disubsidi) membuat image penguasa naik. Menjelekkan pedagang dan mendongkrak citra diri sendiri. Hal ini mudah dicerna dan didukung rakyat.

Perlu diketahui bahwa tuan tanah, tengkulak, penimbun, spekulator yang sering dijadikan kambing hitam oleh penguasa, sebenarnya mereka merupakan bagian yang penting dalam ekonomi pasar. Kalau mereka dihilangkan, ekonomi menjadi terganggu. Jangan salah mengerti, kata tuan tanah, tengkulak, penimbun mempunyai padanan kata yang berkonotasi positif. Tuan tanah adalah pemilik tanah, tengkulak adalah pengepul, penimbun adalah penyetok dan pemasok, spekulator adalah pelaku bisnis beresiko. Seorang nabi, pilihan Allah bernama nabi Yusuf adalah seorang penimbun dan spekulator. Allah mencontohkan bahwa menimbun barang adalah sesuatu yang halal, dengan diturunkannya nabi Yusuf. Nabi Yusuf menimbun bahan pangan hanya berdasarkan mimpi Fir’aun, itu namanya berspekulasi. Bulog (Badan Urusan Logistik) milik pemerintah Indonesia juga penimbun. Perbedaan antara Bulog dan penimbun/spekulator swasta ialah bahwa pelaku Bulog tidak mempunyai rasa memiliki sehingga rawan korupsi.

Supaya pengelabuhan ini lengkap, inflasi kemudian disamarkan dengan indeks harga bahan pokok. Kalau yang namanya indeks, cara menghitungnya bisa dibuat rumit, menjadi intimidatif jika ada yang mau menelusurinya dan tidak lagi transparan. Ini mengikuti hukum: “kalau kita tidak bisa menyakinkan orang, buatlah dia bingung supaya akhirnya pasrah dan tidak bertanya lagi”. Jadi jangan heran kalau dengar inflasi negatif tetapi harga diesel dan minyak goreng naik di atas 20%. Ini beberapa kali terjadi di Indonesia di tahun 2007. Dan tidak ada wartawan yang menyoal hal ini, karena sudah terintimidasi oleh rumit dan canggihnya perhitungan indeks harga bahan pokok atau indeks inflasi.

Sebagai pajak tabungan, inflasi sangat effektif dalam menjangkau “underground economic” (ekonomi bawah tanah). Bagi pekerja, tangan-tangan pajak bisa menjangkau penghasilan mereka melalui perusahaan. Pajak dipotong langsung oleh perusahaan. Lain halnya dengan tukang bakso, tukang sayur, pengemis, pemulung, tukang ojek dan profesi sejenisnya di sektor informal (baca: underground economy), mereka tidak kena pajak penghasilan atau pajak penjualan. Jangan dikira mereka ini penghasilannya rendah. Seorang pemulung yang mangkal di depan rumah saya, penghasilannya Rp 100.000 – Rp 200.000 per hari, 365 hari per tahun (tahun 2007). Jelas penghasilan mereka sudah melewati batas kena pajak. Sayangnya penarik pajak tidak bisa menjangkau mereka secara langsung. Oleh sebab itu diperlukan mekanisme untuk memajaki mereka yaitu lewat inflasi. Inflasi yang menggerus nilai riil tabungan mereka bisa disebut pajak terhadap harta pelaku ekonomi bawah tanah.

Contoh riilnya, misalnya seorang tukang becak yang di tahun 1980 mangkal di dekat Senayan. Dia memberi jasa mengantar penumpang sejauh kurang lebih 4 km ke Blok M. Sebagai imbalannya dia diberi uang sebesar Rp 300. Artinya Rp 300 mewakili jasa mengantar sejauh 4 km dengan becak. Uang ini disimpannya di lemari selama 27 tahun sampai tahun 2007. Pada saat dia sudah tua, dia mau naik becak dengan jarak yang sama. Kalau Rp 300 itu mewakili jasa mengantar sejauh 4 km dengan becak maka kapan saja dia gunakan tanda/alat pembayaran yang syah itu dia akan memperoleh jasa yang sama. Nyatanya tidak demikian. Di tahun 2007 diperlukan Rp 5000 – Rp 8000 untuk jasa yang sama. Artinya nilai riil tabungan si tukang becak ini sudah termakan oleh inflasi (baca: pajak tabungan dan pajak ekonomi bawah tanah) walaupun secara sadar si tukang becak tidak pernah merasa membayar pajak. Selama 27 tahun, tabungan tukang becak itu dipajaki nilai riilnya sehingga susut terus.

Inflasi sebagai pajak, mempunyai spektrum luas. Artinya sasarannya ialah siapa saja yang mempunyai uang yang di-inflasikan, tidak mengenal batas negara atau kewarganegaraan, tetapi siapa saja. Seperti US dollar, yang beredar dan ngendon di bank sentral banyak negara karena dijadikan cadangan devisa serta yang ada di tabungan perorangan, laju pertumbuhan dollar yang beredar sebesar 5%-12% misalnya, berarti nilai riil simpanan dollar turun dengan laju 5% - 12% per tahun. Kalau tabungan itu memperoleh bunga maka bunga itu bisa meredam sedikit turunnya nilai riil tabungan.

Mendapatkan pemasukkan negara/pemerintah/penguasa melalui inflasi sangatlah mudah. Syaratnya sekedar punya kekuasaan (dan monopoli) pencetakan/penerbitan/pengedaran uang. Sedangkan ongkos mencetak sangat murah, seperti yang pernah dibahas dalam bab Uang Politikus. Mencetak uang Rp 100.000 atau Rp 5.000 atau $ 100 atau kalau ada nanti Rp 1000.000, memerlukan usaha, tinta, kertas dan peralatan yang sama. Apalagi sekarang ini, uang tidak selalu berbentuk kertas melainkan juga catatan elektronik. Anda digaji melalui transfer elektronik. Belanja dengan kredit card atau debit card juga secara elektronik. Ketika bank memberikan hutang, tinggal mengkreditkan di rekening anda. Praktis penggunaan (uang) kertas sudah berkurang banyak. Catatan elektronik telah menggantikan kertas. Karena uang sekarang ini sebagian hanyalah catatan elektronik maka memciptakannya semakin mudah, hanya dengan pencetan tombol keyboard komputer. Kalau anda berjiwa kriminal, anda akan bertanya, “tentunya memalsukan uang sekarang menjadi semakin mudah dan sulit dilacak bagi hacker hacker ulung”. Mungkin saja. Bagi seorang hacker ulung, kalau bisa masuk ke sistem komputer otoritas keuangan dan mengkreditkan sejumlah uang di rekeningnya. Mudah bagi yang ulung dan tahu sistemnya. Tidak perlu lagi beli tinta dan kertas uang serta sembunyi-sembunyi mencetak dan mengedarkannya, melainkan harus tahu bagaimana agar tidak terlacak secara elektronis.


Indeks Harga Konsumer – Sulapan Statistik

Salah satu kata-kata bijak yang saya sukai adalah yang dipopulerkan oleh Mark Twain dan saya tidak bosan untuk mensitirnya:

There are lies, damn lies and statistics – Ada tipuan, tipuan canggih dan statistik.

Dengan kata lain bahwa statistik adalah tipuan yang lebih canggih. Pernahkah anda merenungkan kenapa pemerintah melalui biro statistik menggunakan indeks harga konsumen untuk melaporkan tingkat inflasi. Tidakkah anda pernah bertanya bagaimana mereka menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK). Terus terang, saya terlalu malas untuk mencari tahu bagaimana caranya memperoleh IHK. Kemungkinan caranya tidak ilmiah, tetapi dibuat nampak ilmiah. Ini adalah tuduhan dari saya yang mungkin salah.

Politikus dan pakar statistik-ekonomi/sosial berbeda dengan seseorang yang mempunyai latar belakang teknik. Bagi orang teknik, menggabungkan antara 1 kg jeruk dan 2 kg manggis dan mengatakan 3 kg buah adalah mereduksi persoalan. Dalam kasus inflasi, persoalannya dibuat sulit karena menggunakan Indeks Harga Konsumen. Di dalam IHK, terdapat bermacam-macam barang dengan perputaran yang berbeda jumlahnya di pasar. Kemudian jumlah uang yang beredar juga berubah-ubah. Tolok ukurnya (uang) jumlahnya berubah, demikian juga nilainya. Kemudian yang diukur juga tidak seragam. Misalnya untuk barang yang sama, komputer, bagaimana kita menetapkan harganya. Tahun 1990 komputer main-frame, 1 MB RAM, 200 MB harddisk, 5 MHz, monochrome monitor adalah komputer yang sangat canggih dan tidak terjangkau oleh perorangan. Harganya adalah US$ 15.000. Dua puluh tahun kemudian sebuah Lap-Top dengan kemampuan spesifikasi 1000 kali; 1,18 Ghz, 2,99 GB RAM dan 100 GB harddisk harganya hanya US$ 2.200.

Kondisi seperti yang telah diterangkan di atas membuka peluang untuk bermain-main dengan statistik. Data dikumpulkan, tidak hanya dari berbagai jenis barang, juga dari tempat-tempat yang berbeda. Kemudian diberi bobot, dicampur dan dimasak. Kalau tidak enak, dikasih barang yang disubsidi. Maka jadilah indeks. Padahal ada cara yang lebih mudah, yaitu dengan menggunakan jumlah uang yang beredar. Cara seperti ini tidak ada data yang perlu diolah dan dimasak. Untuk membuktikan bahwa Indeks Harga Konsumen tidak sahih, bisa diuji dengan harga emas.



(Bersambung minggu depan, insya Allah)


Disclaimer:

Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya.

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

9 comments:

Skydrugz said...

saya tidak bisa bayangkan hidup tanpa pemerintah.

bagaimana caranya agar tidak terdapat kekacauan?

Imam Semar said...

Suku Badui Banten, pada dasarnya hidup tanpa pemerintah. Ada atau tidaknya pemerintah tidak ada pengaruhnya pada mereka.

Untuk masyarakat modern memang tidak ada contohnya, sehingga sulit dibayangkan. Tetapi, coba renungkan:
-Hidup tanpa departemen sosial
-Hidup tanpa BIN
-Hidup tanpa departemen penerangan/informasi
-Hidup tanpa wakil presiden, wakil gubernur, sampai wakil RT
-Hidup tanpa departemen agama
-Hidup tanpa departemen tenaga kerja
- Dan Seterusnya....., akan lebih mudah dibayangkan.

Memang membayangkan sesuatu yang diluar pengalaman dan diluar kisah standard, sulit.

Saya dulu sulit membayangkan bagaimana manusia ada di bumi ini tanpa adanya Adam dan Hawa....,

Anonymous said...

Tanpa pemerintah itu angan-angan aja Pak. Nyatanya, pegawai negeri tiap tahun bertambah.
Mimpi indah ini akan terbalik.

fajar said...

kenapa ga bahas yg aktual2 aja sih pak.?

krisis eurozone atau amerika yg mau naikin plafon utang..

Imam Semar said...

@Fajar,

Saya sedang disibukkan oleh 45 kg hiperaktif doberman (anjing saya yang baru) yang kalau tidak dibikin capek di sore hari maka malamnya akan mengganggu si Golden Retriever dan lainnya dan membuat ribut. Belum lagi..., dia akan mengetok-ngetok pintu (kalau tidak dikunci, dia bisa membuka pintu sendiri).

Anjing cerdas dan hiperaktif perlu disalurkan tenaganya.

Oleh sebab itu waktu saya banyak tersita untuk si 45 kg Tafty Boo.

Anonymous said...

Gile, anjing 45 kg? Hati2 Pak, apalagi kalau rumah ada anak-anak. :)

Anonymous said...

Atau carikan doberman betina juga di rumah (yg sekarang jantan ya?).

Biar tenaganya tersalurkan & gak ganggu2 yg lain.. :D

Imam Semar said...

Anak saya (9thn) sudah bersahabat dan bermain-main akrab dengan si Dobie.

Sampai saat ini si Dobie baru mengerti catch (menangkap bola), drop (melepaskan bola), stop (kalau sedang jalan) dan sit.

Kelihatannya si Dobie tidak pernah dididik sebelumnya. Kecuali perkara makannya yang disiplin. Dia tidak mau makan selain dari yang di mangkoknya. Ini bagus, karena akan sulit diracun orang.

boejanglapoek said...

sekarang, THR pun kena pajak,, tapi mudah2an manfaat pajaknya kembali ke rakyat tepat sasaran.