BAB VI: PAJAK, PUNGUTAN, PEMERASAN DAN INFLASI
Internal Revenue Code: It's about ten times the size of the Bible - and unlike the Bible, contains no good news. - Don Nickles
Buku peraturan pajak Amerika Serikat sifatnya sangat berlawanan dengan Bible, walaupun Buku peraturan pajak Amerika Serikat tebalnya 10 kali lebih tebal dari Bible, tetapi tidak mengandung kabar gembira sama sekali.
"When plunder becomes a way of life for a group of men in a society, over the course of time they create for themselves a legal system that authorizes it and a moral code that glorifies it." (Frederic Bastiat, Ekonom)
Ketika perampokan menjadi jalan-hidup bagi segolongan orang di masyarakat, dalam perjalanan waktu, mereka akan menciptakan sistem legal yang menghalalkannya dan akan menciptakan norma-norma untuk mengagungkan perbuatan semacam itu.
Bab ini saya mulai dengan menyitir ucapan dari seorang ekonom Prancis yang hidup di abad 19, Frederic Bastiat.
Pemerintah menurut Thomas Paine, sekalipun yang terbaik, adalah pembawa kesengsaraan.
“............., pemerintah, sekalipun yang terbaik, adalah pembawa kesengsaraan tetapi dibutuhkan; dan pemerintah yang buruk adalah pembawa kesengsaraan yang tidak bisa ditolerir.” (Thomas Paine salah satu dari 9 founding father Amerika Serikat)
Dengan kata lain, politikus dan birokrat adalah parasit yang menyengsarakan. Itu menurut Thomas Paine. Kalau anda tidak setuju, silahkan berdebat dengan Thomas Paine yang sudah mati itu.
Pemerintah menyengsarakan masyarakat melalui dua jalur; jalur paksa yaitu pajak, pungutan, pemerasan dan jalur pengelabuhan yaitu inflasi. Perlu dicatat, para politikus Indonesia melalui UUD 45 amendmen mengatakan:
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara, diatur dengan undang-undang
Pungutan memaksa, jika tidak dengan undang-undang dan dilakukan bukan oleh pemerintah, namanya perampokan, pemerasan dan pemalakan. Dengan kata lain, pajak adalah pemerasan dan pemalakan oleh pemerintah yang diresmikan oleh undang-undang. Pajak tidak sama dengan hibah, jual beli barang atau jasa, walaupun semuanya melibatkan perpindahan uang dan harta. Hibah dan jual beli didasari oleh keridhoan kedua belah pihak. Sedangkan pajak dan pemerasan (perampokan), pihak yang memberikan ada perasaan tidak ridho. Kalau anda dibebaskan untuk tidak membayar pajak, maka anda akan senang sekali. Pada saat anda membayar pajak, banyak di antara anda yang ngedhumel dan mukanya masam. Ini berbeda dengan hibah. Anda memberi hibah atau mewakafkan sesuatu dengan senyum dan senang hati.
Karena penarikan pajak pada dasarnya akan mendapatkan perlawanan, maka politikus mencari jalan yang aman. Di beberapa negara, pajak ditarik oleh perusahaan tempat anda bekerja (anda tentu tidak mau marah kepada boss anda), pemerintah memberikan janji untuk memberikan berbagai sarana kemakmuran tidak lain adalah cara untuk memuluskan penarikan pajak. Dan kalau cara-cara ini masih kurang........., maka cara yang lebih halus lagi bisa diterapkan, yaitu inflasi.
Pembaca sekalian, anda pasti mengernyitkan dahi ketika membaca kata inflasi. Topik yang menarik ini akan dibahas dalam bab ini, bersama dengan topik hiper-inflasi, Keduanya adalah perampokan legal secara halus.
Pajak
Catatan: Bab ini adalah rangkaian ucapan-ucapan orang ternama yang membentuk sebuah cerita. Kalau anda penasaran terhadap sitiran-sitiran yang ada, saya anjurkan untuk melakukan google search, untuk quote tax, quote Benjamin Franklin dan lain sebagainya.
Seni menjadi penguasa dan seni pemerintah ialah berpandai-pandai memilih korban yang bisa dirampok hartanya dan memilih pendukung yang dibayar untuk memudahkan dalam melakukan perampokan serta memilih cara perampokan yang terbaik, apakah itu berbentuk pajak atau inflasi atau keduanya. Ini adalah sebuah kredo yang kedengaran sangat sinis. Tetapi itulah kenyataannya. Uni Soviet - Russia berdiri dengan dukungan kaum proletar merampok kaum borjuis. Tetapi setelah kaum borjuis habis, kemudian yang dirampok akhirnya adalah kaum proletar juga; dan sebagai pendukungnya adalah tentara merah. Pemerintah Amerika Serikat, untuk memperoleh dukungan dimasa sekarang, merampok generasi masa datang dengan menciptakan hutang, yang harus dibayar dimasa datang, baik dengan pajak atau cara lainnya. Sistem pemerintahan dibedakan karena tingkat penderitaan yang diakibatkannya.
Kalau saya ditanya, sistem negara yang bagaimana yang saya sukai. Jawab saya singkat: “Islam”. Alasannya karena pajaknya hanya 2,5%. Jumlah itu tidak sampai 1/10 dari yang saya bayar sekarang yang rata-ratanya 30% lebih dari penghasilan saya. Yang 30% itu masih harus ditambah dengan pajak-pajak lain, seperti pajak pertambahan nilai, pajak penjualan, pajak hiburan dan entah pajak apa lagi. Dan.....semuanya itu memaksa, menurut UUD 45.
Bapak pendiri negara Amerika Serikat Benjamin Franklin menjawab pertanyaan seorang wanita bernama Mrs Powel tentang bentuk negara Amerika Serikat ketika usai konvensi mengenai konstitusi pada tanggal 18 September 1787 di Philadelphia:
“A republic if you can keep it”
“Sebuah republik kalau kalian bisa mempertahankannya"
Penekanan Franklin ada pada kata republic, yang berasal dari bahasa Latin res publica atau public matter, urusan publik, kepentingan publik; dengan kata lain republik adalah negara yang mengutamakan publik bukan pemerintah. Nampak disini Franklin memberikan tantangan sekaligus keraguan akan kelangsungan republik yang sedang didirikan. Keraguan ini merupakan cermin dari pandangannya yang dinyatakannya di lain kesempatan:
....... as all history informs us, there has been in every State & Kingdom a constant kind of warfare between the governing & governed: the one striving to obtain more for its support, and the other to pay less. And this has alone occasioned great convulsions, actual civil wars, ending either in dethroning of the Princes, or enslaving of the people. Generally indeed the ruling power carries its point, the revenues of princes constantly increasing, and we see that they are never satisfied, but always in want of more. The more the people are discontented with the oppression of taxes; the greater need the prince has of money to distribute among his partisans and pay the troops that are to suppress all resistance, and enable him to plunder at pleasure. There is scarce a king in a hundred who would not, if he could, follow the example of Pharaoh, get first all the peoples money, then all their lands, and then make them and their children servants for ever ...
....... seperti yang dicatat oleh sejarah, bahwa pada setiap negara dan kerajaan selalu ada ketegangan antara pemerintah dan yang diperintah (rakyat): yang satu berusaha menambah kekuatan dan kekuasaannya dan yang lain ingin membayar lebih sedikit. Dan akibatnya sering terjadi benturan yang besar berupa perang saudara yang berakhir dengan lengsernnya penguasa atau dengan adanya perbudakan rakyat. Umumnya penguasa punya tujuan yang jelas yaitu, pendapatan pemerintah harus terus meningkat dan kita lihat mereka tidak akan pernah puas dan selalu menginginkan lebih banyak lagi. Semakin banyak orang yang tidak puas terhadap pajak, semakin banyak uang yang dibutuhkan pemerintah untuk membayar pendukung/partisannya dan membayar tentara sebagai perangkat penekan segala perlawanan dan memudahkannya untuk merampas harta rakyat. Ada satu raja/pemerintah dari seratus, yang tidak mau mengikuti jejak Fir’aun, padahal bisa kalau mau, yaitu merampok harta rakyatnya, kemudian tanahnya, dan menjadikan rakyatnya berserta anak-anaknya menjadi pelayan bagi dirinya untuk selama-lamanya.
Uraian Benjamin Franklin ini menerangkan adanya pertentangan kelas, yaitu antara kelas ksatria yang meliputi raja, pangeran, politikus dan birokrat dengan kelas waisya, pekerja, rakyat. Pertentangan kelas ini akan terjadi selamanya. Pemilihan bentuk negara republik bagi negara Amerika Serikat yang menyatakan kemerdekaannya dari Inggris pada waktu itu, dilandasi atas ketidak-mauan rakyat koloni Amerika untuk mengadopsi pola lama yang pemerintah sentris. Bapak pendiri negara Amerika Serikat ini menginginkan negara yang secara hakiki mementingkan rakyat.
Dalam kaitannya dengan pajak di negara republik, menurut Benjamin Franklin:
It would be thought a hard government that should tax its people one tenth part.
Julukan pemerintah yang zalim bisa diberikan kepada pemerintahan yang menerapkan pajak penghasilan 10% kepada rakyatnya.
Penggambaran pertentangan kelas antara ksatria dan waisya oleh Benjamin Franklin agak berlebihan, karena prakteknya kaum ksatria yang menggunakan kekerasaan jumlahnya sedikit dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kekerasan. Mereka lebih banyak menggunakan taktik yang lebih halus, yaitu dengan pengelabuhan dan janji-janji. Oleh sebab itu, dengan pengecualian negara Islam, seperti Saudi Arabia, Qatar, Bahrain, pada saat ini banyak sekali negara berhasil menerapkan pajak di atas 10% yang dianggap oleh Benjamin Franklin sudah tinggi, dan masih ditolerir rakyatnya karena taktiknya.
Dalam hal pajak, sistem yang paling ekstrim adalah sistem komunisme. Pemerintah komunis yang mengambil 100%, semua hasil kerja setiap orang dan memberikannya kembali “secukup”nya. “Secukup”nya itu menurut pendapat pemerintah. Berikutnya adalah negara sosialis, yang mengambil sebagian besar dari penghasilan orang dengan janji akan memelihara, menjamin kesejahteraan masyarakat. Sedangkan negara kapitalis, porsi janjinya lebih banyak lagi. Dan biasanya dalam perjalanannya negara republik kapitalis bebas akan berevolusi menjadi negara sosialis, dengan pengontrolan terpusat, pajak yang tinggi. Sepertinya peringatan Benjamin Franklin: “Republic if you can keep it”, terbukti.
Keberhasilan menerapkan pajak yang tinggi dengan sedikit perlawanan dan penolakan, karena adanya pengelabuhan. Salah satu bentuk pengelabuhan dari kaum ksatria ialah penciptaan persepsi bahwa masyarakat tidak bisa mengelola keuangannya sehingga perlu dibantu, uangnya perlu dikelola oleh pemerintah. Saya tidak percaya hal itu dan saya lebih suka mengelola masa depan saya sendiri. Walaupun di dalam UUD 45 ada tertulis bahwa orang miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara. Saya tidak suka dipelihara pemerintah karena pemerintah tidak akan pernah punya kasih sayang kepada saya. Saya lebih suka pada saat saya tua nanti, dimana penyakit tua menggrogoti badan, masih punya uang untuk berobat mengurangi penderitaan sakit tua. Dan jika tabungan habis, saya rela mati. Saya yakin cara seperti ini lebih baik dari pada uangnya dikelola pemerintah untuk “kebaikan saya”. Pemikiran sosialis seperti itu, tidak akan pernah lebih baik dari pada laissez faire, campur tangan pemerintah yang minimum.
Dalam hal ketidak sukaan terhadap pajak, saya dan Benjamin Franklin tidak sendiri. Group pemusik Inggris yang terkenal, the Beatles pasti tidak menyukai pajak sehingga mereka mempunyai lagu mengenai pajak. Mereka (George Harrison) menciptakan lagu yang sinis khusus mengenai pajak tahun 1966. Syairnya seperti di bawah ini:
TAXMAN
Let me tell you how it will be
There's one for you, nineteen for me
'Cos I'm the taxman
Yeah, I'm the taxman
Should five percent appear too small
Be thankful I don't take it all
'Cos I'm the taxman
Yeah, I'm the taxman
If you drive a car, I'll tax the street
If you try to sit, I'll tax your seat
If you get too cold, I'll tax the heat
If you take a walk, I'll tax your feet
Taxman.........
'Cos I'm the taxman
Yeah, I'm the taxman
Don't ask me what I want it for
(taxman mr. Wilson)
If you don't want to pay some more
(taxman mr. Heath)
'Cos I'm the taxman
Yeah, I'm the taxman
Now my advice for those who die....
Declare the pennies on your eyes
'Cos I'm the taxman
Yeah, I'm the taxman
And you're working for no one but me
Taxman..........
Artinya kurang lebih:
PENARIK PAJAK
Mari kujelaskan peraturannya.
1 untukmu dan 19 untuk ku.
Sebab saya seorang penarik pajak.
Yeah saya penarik pajak.
Kalau 5% terlalu kecil bagimu
Berterima kasihlah karena aku tidak mengambil semuanya.
Sebab saya seorang penarik pajak.
Yeah saya penarik pajak.
Kalau kamu berkendaraan, aku akan kenakan pajak jalan raya
Kalau kamu mau duduk, ku pajaki kursinya
Kalau kamu kedinginan, ku kenakan pajak pemanas
Kalau kamu jalan kaki, ku pajaki kakimu
Penarik pajak.......
Sebab saya seorang penarik pajak.
Yeah saya penarik pajak.
Jangan tanyakan untuk apa uang pajak itu
(penarik pajak mr. Wilson)
Kalau kamu tak mau bayar lebih banyak lagi
(penarik pajak mr. Heath)
Sebab saya seorang penarik pajak.
Yeah saya penarik pajak.
Saranku bagi yang mati....
Uang sen di matamu masukkan dalam isian pajak.
Sebab saya seorang penarik pajak.
Yeah saya penarik pajak.
Dan kamu mengabdi hanya padaku
Penarik pajak.......
Lagu Taxman diciptakan pada saat pemain gitar the Beatles, George Harrison (1943 – 2001), menyadari untuk pertama kalinya bahwa pada saat seseorang baru memperoleh penghasilan, sebenarnya uang itu telah mengalir keluar lagi ke pajak. Angka yang disebutkan George Harrison sebagai sebagai 1 untukmu dan 19 untukku (taxman: There's one for you, nineteen for me) sebenarnya tidak jauh dari kenyataan. Lapis atas penghasilan kena pajak yang dibebankan kepada rakyat Inggris waktu itu adalah 83% untuk penghasilan dari bekerja seperti gaji, honorarium, keuntungan usaha, dan 98% untuk penghasilan tanpa kerja seperti warisan dan hibah. Sebagian besar penghasilan George Harrison dan anggota the Beatles lainnya termasuk kategori lapis atas yang pajak tinggi sekali.
Dua nama orang yang disebutkan dalam lagu Taxman, Mr. Wilson dan Mr. Heath adalah nama perdana menteri Inggris yang mempunyai andil dalam penyusunan struktur pajak yang menyebalkan ini. Ironisnya, tahun 1964, dua (2) tahun sebelum lagu Taxman ini dirilis, Mr. Wilson adalah orang yang menyerahkan penghargaan England's Show Business Personalities of 1963, kepada the Beatles di Variety Club, Great Britain Annual Show Business Awards, London.
The Beatles akhirnya mengungsi ke luar Inggris untuk menghindari pajak. Ringo Starr, penabuh drumnya ke Monako sebagai pelarian penghindar pajak, George Harrison dan John Lennon sampai akhir hayatnya di Amerika Serikat.
The Beatles bukan satu-satunya orang kaya yang melarikan diri dari Inggris. Tahun 1971, the Rolling Stones menyadari bahwa kalau pemerintah Inggris mengejar pajak terhutang mereka, maka akan membuat mereka bangkrut. Asset mereka tidak cukup banyak untuk membayar pajak terhutang mereka. The Rolling Stones kemudian hengkang ke Prancis selatan di tepi laut Mediterania dan tinggal disana. Pada saat mereka pindah, asset-asset mereka sebagian besar diangkut untuk menghindari penyitaan oleh negara. Album mereka yang dirilis tahun 1971 berjudul “Exile on Main Street” yang secara harfiah berarti Pelarian di Jalan Utama. Pada saat album ini dirilis mereka sedang menjalani tax exile alias pelarian penghindar pajak.
Cat Stevens, penyanyi Inggris, juga melarikan diri ke Brazil untuk menghindari pajak Inggris di awal dekade 1970an. Judul albumnya “Foreigner” diinspirasi oleh statusnya sebagai orang asing yang tinggal sebagai permanen resident Brazil.
Group penyanyi Inggris Spice Girls, sengaja menghabiskan banyak waktunya di luar Inggris ketika mengadakan pertunjukkan Spiceworld Tour (1998) sebagai usaha memperoleh pengecualian pajak. Dengan jalan ini mereka memperoleh £ 1 juta per orangnya.
Sederet orang-orang kaya Inggris yang tinggal di luar negri sebagai pelarian pajak. Sean Connery (bintang film) tinggal di Bahama. Di Monaco, selain Ringo Starr, juga David Coulthard (pembalap), Jenson Button (pembalap), Roger Moore (pemeran James Bond di film James Bond 007) dan Ken Bates (pengusaha, investor di sektor olah raga dan sepak bola Inggris). Freddie Mercury (penyanyi) di Munich di akhir 1970an dan di New York di awal 1980an. Phil Collins (pemusik) di Switzerland. Ozzy Ozbourne, penyanyi Black Sabbath tinggal di California dan Florida, Amerika Serikat.
Pelarian pajak bulan monopoli Inggris saja, Michael Schumacher (pembalap Jerman), Boris Becker (pemain tenis Jerman), Tina Turner (penyanyi R&B Amerika Serikat) and Ingvar Kamprad (pengusaha Swedia, pemilik IKEA) tinggal di Switzerland, kemungkinan karena pajak.
Kalau Spice Girls hanya absen dari negaranya untuk beberapa bulan, Ozzy Ozbourne dan George Harrison hanya immigrasi ke negara lain, berbeda halnya dengan seorang pengusaha dan dermawan yang terkenal dari Amerika Serikat, yang namanya John Templeton. Ia mengambil langkah yang lebih drastis lagi. Tahun 1968 dia melepaskan kewarganegaraan Amerika Serikat karena sudah muak dengan pajak penghasilan Amerika Serikat yang sebenarnya tidak terlalu tinggi dibanding Inggris, tetapi cukup membuatnya muak. Pada saat banyak orang mencari kewarganegaraan Amerika Serikat, John Templeton malah menanggalkannya. Dia pindah ke Bahama dan hidup sampai akhir hayatnya disana yang pajaknya jauh lebih rendah.
Keputusan John Templeton melepas kewarganegaraan Amerika Serikatnya berbeda dengan rekan-rekannya dari Inggris dan Canada karena adanya perbedaan peraturan perpajakan di Amerika Serikat, Canada dan Inggris. Warga-negara Amerika Serikat masih terus dikejar pajak walaupun sudah mengungsi sampai ke planet Mars atau planet Jupiter. Seseorang selama masih mempunyai kewarganegaraan Amerika, maka IRS (kantor pajak Amerika) masih akan terus mengejarnya. Sedangkan bagi warga-negara Canada, Australia dan Inggris, pajak hanya dikenakan kepada orang yang berada di negara itu selama jangka waktu tertentu. Jika lebih singkat dari itu, maka tidak dikenakan pajak. Oleh sebab itu John Templeton hanya punya satu jalan untuk menghindari pajak Amerika, yaitu dengan melepas kewarganegaraan Amerika Serikat.
Tindakan John Templeton membuat Uncle Sam kebakaran jenggot. Takut kalau Templeton dicontoh banyak orang. Kemudian Kongres membuat undang-undang yang menyatakan bahwa semua orang yang melepaskan kewarganegaraan Amerika Serikatnya masih akan dikenakan pajak selama 10 tahun.
Motivasi John Templeton melarikan diri dari pajak ke Bahama semata-mata karena sebal terhadap pajak, bukan karena pelit. Dia seorang yang dermawan yang terkenal. Templeton Foundation adalah yayasan amal yang didirikannya yang setiap tahunnya menyalurkan sumbangan sebesar puluhan juta dollar.
Disclaimer:
1 comment:
Assalamu 'alaikum pak IS...
Semakin lama Indonesia semakin jauh dari harapan pak IS... Entah siapapun yang silih berganti meduduki kekuasaan pemerintah dan politik, tidak ada yg rela kantongnya kempes karena mereka berpikir adalah tolol kalau punya kekuasaan tapi tidak bisa menimbun harta sebanyak2nya. (baca: mungkin saya dan pembaca lainnya gak tahan juga dengan godaan kekuasaan seandainya terjadi pada saya dan pembaca lain). PNS sama juga, siapapun yang bertugas di meja birokrasi, selalu menuntut bayaran. Itulah potret sebagian besar masyarakat kita saat ini. Menurut saya, gak mungkin mewujudkan masyarakat kelompok penganut "laissez faire". Mungkin gak Pak?,
Wassalamu 'alaikum...
Post a Comment