PERDEBATAN DEFLASI VS INFLASI - BERLANJUT
Topik kali ini:
PERDEBATAN DEFLASI VS INFLASI
MARKET UPDATE
PERDEBATAN DEFLASI VS INFLASI
Minggu lalu – minggu ke III bulan Maret 2008, ada beberapa kejadian dalam kaitannya dengan ke-tidak bijaksanaan the Fed yang diluar perkiraan saya semula. The Fed dalam memberikan bantuan liquiditas telah membentuk jalan TAF (Term Auction Facility), TSLF (Term Securities Lending Facility) dan PDCF (Primary Dealer Credit Facility). Pada dasarnya the Fed membuka pintu pinjaman kredit yang liquid seperti US Treasury kepada bank dengan agunan mortgage backed securities (MBS) atau Asset backed securities (ABS) atau surat hutang yang sudah tidak liquid. Awalnya saya pikir bahwa agunan itu dinilai sesuai dengan harga pasar yang sebenarnya sudah jatuh dari nilai nominalnya. Ternyata pinjaman the Fed adalah sebesar nilai nominal surat-surat hutang yang dijadikan agunan. Wow!! Gila.
Disamping itu pada MONITORING KRISIS EKONOMI – XXVII ada 3 komentar atau pertanyaan mengemai Deflasi vs Inflasi yang saya pikir bagus untuk dijadikan diskusi. Urutannya saya ubah supaya alur ceritanya menjadi enak.
Blue: Mas IS, bagaimana dengan ini ?
Kemudian Blue mengnyitir artikelnya Doug Casey:
There are those who agree with you about a possible crisis but believe we’ll see deflation instead of inflation, or at least deflation before inflation.
Doug Casey: What we’re facing is a monumental monetary crisis that can take one of two forms. It can be deflationary, where billions and billions of dollars are wiped out through bankruptcies and defaults, and the remaining dollars become worth more as a result. Or it can be inflationary, where the world’s central banks keep dollar assets from being wiped out by supporting the issuance of debt --- which is what they’re currently doing, by propping up failing banks and homeowners who can’t pay their mortgages. Those are your two alternatives. You can have either one – it’s really a flip of the coin as to which you get.
It’s also possible you can have both at the same time. You could have deflation in some areas of the economy, such as real estate, which is happening now, and inflation in other areas of the economy, where prices are going up, as with food and oil.
I’m of the opinion that government is so big and so powerful now, and the average person – idiotically – relies on it so heavily, that much higher inflation is inevitable. They’re certainly going to do their very best to keep a deflationary collapse from happening, because they all remember what it was like in the U.S. in the 1930s. Yet not too many people think about Germany’s inflationary collapse in the 1920s. It was much more unpleasant.
Inflation is the enemy of the person who works, saves and invests. But it’s the friend of the speculator.
Blue: ...... Saya belum 24thn mas, masih belum pernah mengalami masa deflationary. Apa yg terjadi pada masa deflationary? Terutama di Indonesia. Harga barang turun terus, tapi ndak ada yang mau beli karena tidak ada uang? Jadi bagaimana dengan emas? apakah nasibnya tidak akan sama dengan barang2 tadi ? Jadi sebenarnya pada saat inflationary nilai uang melemah dan sebaliknya pada kondisi deflationary nilai uang tetap atau malah menguat? Kalau begitu kita menyimpan uang juga ndak apa2 toh mas IS. kan nilainya tidak turun?
Anonymous: Halo Mas IS,..sebagai alternative membeli emas secara fisik bisakah kita membeli etf nya yang mengikuti pergerakan harga emas,..minimal tidak ada resiko penyimpanan secara fisik....
Saya akan definisikan Deflasi dan Inflasi sehingga mudah dicerna orang awam.
Inflasi: “Beli dulu, dan bayar nanti”
Deflasi: “Tabung dulu uangnya; bayar hutang, dan beli nanti”
Kalau saat ini konsumen di US sudah kebanyakan hutang dan tidak punya tabungan dan umurnya menjelang pensiun, apa yang paling mungkin mereka lakukan? Tentu saja: “tabung dulu uangnya, bayar hutang dan beli nanti, secukupnya saja”. Itu adalah deflasi.
Itu di sektor konsumen. Di wilayah perusahaan manufakturing tidak akan berbeda jauh, karena berkurangnya permintaan barang dan jasa maka terjadi kelesuan, investasi berkurang dan parahnya lagi kebangkrutan bermunculan. Deflasi akan parah kalau sebelumnya telah terjadi inflasi, orang beli dan melakukan konsumsi atas dasar hutang. Hutang menumpuk dan melebihi kemampuan bayar konsumen. Lalu ditambah dengan spekulasi dengan leverage (modalnya diperoleh dari hutang). Harga-harga membumbung, muncul “permintaan semu”. Kemudian disusul dengan munculnya kelebihan kapasitas karena mengantisipasi pemenuhan “permintaan semu”. Kalau pada suatu saat konsumsen memutuskan untuk mengencangkan ikat pinggang karena hutangnya sudah tidak dapat tangani lagi, maka harga-harga juga turun. Diperburuk oleh tindakan spekulasi yang mau keluar dari arena. Jadi harga turun bukan karena tidak ada uang, tetapi orang menunda konsumsi (cenderung untuk menabung) dan spekulan berhenti bermain.
Perusahaan banyak gulung tikar karena kapasitas produksi jauh melebihi kebutuhan. Gagal bayar juga meningkat, surat hutang mengalami gagal bayar. Akibatnya kepercayaan terhadap kredit dan surat utang turun. Bank dan lembaga kredit enggan memberikan kredit lagi. Ini disebut kebekuan liquiditas. Dalam keadaan seperti ini kepercayaan terhadap bank menurun. Nasabah penabung takut kalau banknya bangkrut dan uang tabungnya hilang. Nasabah ramai-ramai menarik tabungannya dari bank. Bank di”rush” seperti yang terjadi pada bank Northern Rock Inggris beberapa waktu lalu.
Bank sentral tidak menginginkan kepercayaan nasabah terhadap bank hilang, kalau sebuah bank mengalami rush maka bank tersebut bisa gagal operasi atau bahkan bangkrut. Oleh sebab itu bank sentral akan berusaha membantu bank-bank dari gagal operasi dengan menyuntikkan kredit/dana (usaha reflasi). Dengan adanya usaha-usaha reflasi inilah nilai mata uang yang bersangkutan menjadi turun.
Dalam kondisi seperti ini, asset yang mana yang paling baik? Tentunya asset-asset yang telah menjadi ajang spekulasi menjadi beresiko. Properti yang mengalami bubble; komoditi dimana hedge fund banyak yang terjun; corporate bond beresiko karena perusahaannya akan mengalami perlambatan; asset-backed securities juga beresiko karena assetnya cenderung turun nilainya. Jadi yang tersisa adalah government bond dan cash. Bahkan municipal bond tidak dianggap aman, terbukti dalam beberapa pelelangan muni-bond di US mengalami kegagalan karena kurang peminat seperti berita dari Bloomberg, USNews New York Times 20 Februari 2008 dan yang pernah kita bahas dalam Monitoring Krisis Ekonomi XXIII akhir Februari 2008 lalu. Dan yang paling baik ialah mata uang yang punya potensi naik nilainya karena proses deleveraging, dalam kasus sekarang ini Yen Jepang dan Swiss Franc (deleveraging Yen carry trade dan Swiss Franc carry trade). Emas juga tidak beresiko karena emas adalah uang sejati yang disukai oleh orang-orang yang konservatif. Emas punya keunggulan yaitu pada saat reflasi mulai menunjukkan effek kinerjanya, harga emas relatif akan naik dibanding dengan mata uang yang mengalami reflasi. Pada dasarnya tema investasi pada masa krisis deflationari adalah capital preservation. Kalau anda termasuk yang jago bermain short, akan lebih baik.
Pada saat ini effek kinerja proses reflasi sudah bekerja. Harga rumah di US, Eropa masih menunjukkan gejala penurunan. Saham di dunia ini masih tergolong mahal. Diharapkan Price-Earning bisa mencapai di bawah 10. Di samping itu psikologi investor pada saat titik terendahnya akan sangat bearish, kapok berinvestasi lagi. Lihatlah di Jepang.
Kita bisa mengukur kekuatan the Fed untuk mempertahankan US dari krisis deflationary. The Fed memiliki $869 milyar di balance sheetnya. Dari jumlah itu, $709 berupa treasury. The Fed menyediakan dana sebesar $200 milyar untuk dipinjamkan selama 28 hari kepada bank dan bond dealer yang memerlukannya dengan agunan mortgage-backed securities. Bahkan the Fed kemudian menyediakan dana $400 milyar untuk mengatasi kemandegan fungsi penyaluran kredit. Kalau dilihat potensi persoal yang dihadapi ekonomi US sekarang ini lebih besar dari $869 milyar. Akhirnya the Fed tidak mungkin bertahan hanya dengan $869 milyar dan menciptaan kredit/uang terpaksa terjadi. Tentunya dengan bantuan pemerintah.
MARKET UPDATE:
Bear Market Rally
Beberapa analis mulai berubah pikiran dan sikap dari bearish ke bullish. Perubahan sikap ini bisa menjadi penyakit menular dan market berubah menadi bullish. Oleh sebab itu ada baiknya di-check kembali dasar pemikiran mereka. Russell mengatakan bahwa biasanya resesi di US berlangsung 11 sampai 18 bulan. Dan market bottom berada di tengah-tengah. Kalau resesi di US dimulai pada bulan November 2007, maka market bottom bisa terjadi pada bulan Mei 2008 – Agustus 2008. Saya tidak yakin bahwa persoalan krisis ekonomi sudah selesai. Andaikata rally terjadi, maka rally ini hanyalah rally dalam bear market. Market bottom yang sejatinya biasanya saham-saham ber price to earning ration di bawah 10. Saat ini masih dalam kisaran belasan. Jadi masih belum market bottom.
Di samping Richard Russel masih banyak lagi yang berbalik bullish seperti pada link ini:
http://www.gold-eagle.com/editorials_08/tacinv032508.html
http://www.financialsense.com/editorials/droke/2008/0324.html
http://www.gold-eagle.com/editorials_08/tacinv032508.html .
Saya menemukan paling tidak 7 bullish artikel. Jadi perlu di-check validitas argument mereka.
Dari Chart-1 bisa terlihat bahwa RSI dari Dow Industrial Indeks sudah mengalami bullish divergen dan pasar sudah oversold untuk medium term.
Chart 1 (Klik Chart untuk memperbesar)
Kalau hanya melihat chart saham saja saya lebih cenderung berpendapat bahwa pasar masih akan sideways sampai September 2008 nanti. Alasannya bahwa pada bulan Mei nanti (tinggal 4 minggu lagi) pelaku pasar akan cuti, dan pasar cenderung tidak bergairah. Sampai September nanti pasar mungkin akan bermain dalam segitiga trading wedge/range (Chart-2) atau rally. Tetapi Chart Yen mengatakan bahwa rally mungkin bisa terjadi lebih cepat dari September (Chart-3). Penjelasannya sebagai berikut.
Bear market di bursa saham dimulai pada bulan July 2007 ketika Dow Jones Transport indeks mencapai titik tertingginya dan tidak pernah membuat rekord tertinggi baru mengikuti Dow Industrial yang membuat rekord baru di bulan Oktober 2007. Sejak bulan Julu 2007, Yen terus menguat (Chart-3). Arah Yen dan bursa saham berlawanan karena proses deleveraging Yen cary trade. Saat ini Yen sudah sangat overbought dan ranum untuk profit taking. Jarak antara daily price dengan 50 DMA atau 200 DMA sudah sangat jauh. Jadi menguatan Yen untuk sementara digantikan dengan koreksi. Dan koreksi di Yen berarti rally di bursa saham.
Chart 3 (Klik Chart untuk memperbesar)
Strategy trading harus diubah. Posisi harus bersih dari posisi short secara umum. Untuk posisi khusus, seperti saham yang punya kemungkinan besar akan bangkrut atau hancur atau mengalami koreksi, maka posisi short bisa dipertahankan. Saya cenderung melepas ETF untuk transportasi. Sedang saham-saham tertentu di sektor financial seperti MBIA, TCB atau real estate developer akan saya pertahankan short, mungkin dengan jumlah yang dikurangi. Saya juga melihat peluang untuk melakukan short di sektor tembaga, minyak dan batu bara. Ketiga bahan tambang ini nampak tertekan. Saat ini saya memegang posisi short untuk Freeport (FCX), Suncor (SU) dan ACI.
Chart 5 (Klik Chart untuk memperbesar)
Untuk posisi long kita harus mencari sektor-sektor yang mempunyai harapan. Saya cenderung pada perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur. Pilihan saya adalah ABB. Pada minggu-minggu mendatang saya akan mencari saham-saham yang berpotensi ikut rally.
Emas dan Logam Mulia
Diluar dugaan saya, yang saya tunggu yaitu parabolic run ternyata tidak terjadi. Emas yang sudah lama overbought akhirnya mengalami koreksi. Secara siklus tahunannya rally berikutnya dimulai bulan September 2008. Jadi antara sekarang sampai bulan September adalah masa koleksi.
Jakarta 31 April 2008