BAHAN KOMODITI PERTAMBANGAN MENGHADAPI TANTANGAN
Beberapa waktu lalu saya diminta seorang teman untuk mengisi majalah Tambang untuk edisi Februari 2008. Untuk minggu ini Monitoring Krisis Ekonomi kita ambilkan dari artikel di majalah Tambang tersebut. Beberapa datanya sudah agak kedaluwarsa, tetapi trendnya masih berlaku.
Krisis menghadang ekonomi dunia. Dimulai dari US dan menjalar ke seluruh dunia. Perdebatan sejak 3 tahun lalu mengenai jenis krisis kali ini, apakah deflasi atau inflasi (termasuk stagflasi, atau ekonomi yang stagnan disertai inflasi tinggi. Jika resesi yang terjadi bersifat inflationary, termasuk stagflasi, maka harga bahan komoditi pertambangan akan naik. Tetapi jika yang terjadi adalah depressi yang bersifat deflationary maka harga bahan komoditi akan turun. Saya termasuk dalam kubu deflasi yang sedikit penganutnya. Walaupun sampai saat ini yang terlihat adalah naiknya harga barang, inflasi yang menggila. Tetapi fenomena ini adalah akhir dari suatu periode menjelang depressi yang sifatnya deflationary. Elemen-elemen yang menyebabkan krisis depressi tahun 1930an, sekarang dimiliki oleh kondisi ekonomi saat ini yaitu ekspansi kredit (yang menimbulkan gejala inflasi) dan di dalamnya banyak terjadi spekulasi yang menggunakan kredit untuk meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi maya. Jangan heran kalau harga barang, rumah, properti, pangan dan lainnya naik semua. Inflasi (ekspansi) kredit menyebabkan inflasi harga.
Untuk ekspansi kredit yang berlebihan, pada kasus 1930, kredit hampir mencapai 3x GDP US dan saat ini hampir 400% dari GDP. US adalah konsumen 30% barang yang diproduksi dunia, dan mengkonsumsi barang yang terutama di produksi Cina dengan hutang yang per tahunnya mencapai US$800 milyar (defisit perdagangan US). India juga kecipratan dalam industri outsource. Kapasitas industri di Cina meningkat. Tetapi kapasitas ini adalah kapasitas untuk memenuhi kebutuhan orang yang membeli dengan hutang dan tidak bisa langgeng. Tidak hanya industri, sarana penunjangnya, seperti listrik yang tumbuh 100 ribu megawatt per tahun (bandingkan dengan kapasitas terpasang Indonesia yang hanya 25 ribu megawatt), juga didesign untuk memenuhi kebutuhan konsumen penghutang. Permintaan konsumen penghutang ini menjadi stimulan ekonomi dunia. Orang Cina dapat kerja dan bisnis. Mereka juga kemudian menjadi konsumen. Juga India, Brasil, Russia, Indonesia dan negara-negara pemasok bahan baku lainnya. Terjadilah hingar bingar ekonomi yang dipicu dan dimotori oleh konsumen penghutang. Pasokan bahan baku seperti logam dasar: tembaga, aluminium, nikel, timah, timbal, seng, baja, minyak dan batu bara, juga dilatar belakangi oleh dasar ekonomi konsumen penghutang.
Sampai tahun lalu, masyarakat US masih berani berhutang karena harga rumah dan properti yang mereka dijadikan agunan naik harganya (cara ini disebut home equity extraction). Ketika harga properti agunan mereka turun dan mereka memiliki asset negatif. Dan ini akan mempengaruhi pola konsumsi mereka. Selanjutnya, pabrik-pabrik dan buruh-buruh di Cina yang memasok barang ke US juga terkena dampaknya. Hal ini akan menjalar kemana-mana, sampai akhirnya ke kebutuhan bahan komoditi dasar.
Kondisi saat ini tidak sama dengan semua krisis ekonomi setelah perang dunia II. Tidak sama juga dengan krisis ekonomi tahun 70an dimana inflasi tinggi. Perbedaan antara saat ini dan tahun 70an adalah bahwa dulu sebagai konsumen terbesar dunia, US masih menjadi negara kreditur dan tabungan rakyat US (dan dunia) cukup tinggi. Sedangkan saat ini US adalah negara penghutang terbesar di dunia dan rakyatnya tidak mempunyai tabungan lagi. Dengan kata lain, konsumsi harus melambat. Cina, India, Jepang dan negara-negara lain belum bisa mengimbangi pelambatan konsumsi di US. Bahkan mereka juga ikut melambat karena mood resesi.
Kita lihat buktinya. Ketika kasus kredit subprime merebak di US pada pertengahan tahun 2007 lalu, harga properti di US turun kemudian menjadi pemicu menurunnya pola konsumsi di US. Harga-harga logam dasar ikut menurun (Grafik-1).
Grafik - 1 Harga logam dasar cenderung turun setelah merebaknya kasus kredit subprime di US. (Klik Grafik untuk memperbesar)
Harga nikel sudah terjun bebas mulai dari bulan Mei 2007. Saat ini harganya hanya 50% dari harga tertinggi yang dicapai pada bulan Mei 2008 (lihat Grafik–2). Tidak hanya harga, tetapi stok cadangan nikel juga sudah melampaui level ketika resesi di US tahun 2002-2003 (lihat (Grafik-3). Hal ini akan ikut menekan harga nantinya.
Tidak hanya nikel sebagai bahan yang banyak digunakan sebagai stainless steel, aluminium juga terpukul. Sejak setahun harga aluminium sudah cenderung menurun (Grafik-4). Walaupun tidak sedrastis nikel, tetap saja 25% penurunan harga boleh dianggap banyak. Demikian juga stoknya yang semakin menumpuk (Grafik-5). Meningkatnya stok aluminium bisa diterjemahkan sebagai gejala bahwa pemakaian aluminium lebih sedikit dari pasokan. Apakah itu pemakain untuk barang modal dan barang konsumsi yang menurun atau pasokaan aluminium yang berlebih. Terlepas dari apa yang sebenarnya terjadi, yang pasti ada ketidak-seimbangan antara pasokan dan pemakaian.
Grafik - 3 Stok persediaan nikel melonjak melebihi level di masa resesi 2002. . (Klik Grafik untuk memperbesar)
Seng juga mengalami hal yang sama, yaitu harga turun dan stok cadangan meningkat (Grafik – 6 dan 7). Tanpa perlu melihat harga dan stok baja, seng bisa dijadikan indikator untuk baja, karena penggunaan seng adalah sebagai bahan anti karat dalam pembuatan galvanized steel. Galvanized steel yang banyak digunakan untuk kendaraan bermotor, perabotan dapur dan rumah tangga serta rumah, nampaknya menurun.
Grafik - 4 Harga aluminum juga ikut menurun seiring dengan merebaknya kasus kredit subprime bulan Mei 2007 lalu. (Klik Grafik untuk memperbesar)
Grafik - 5 Stok cadangan aluminium sudah mulai meningkat sejak akhir tahun 2005 lalu. . (Klik Grafik untuk memperbesar)
Grafik - 6 Harga seng sudah turun 50% dari harga di akhir tahun 2006. (Klik Grafik untuk memperbesar)
Grafik - 7 Konsumsi dan penggunaan seng mulai melemah. (Klik Grafik untuk memperbesar)
Boleh dikata semua harga logam dasar kecuali tembaga sudah turun cukup drastis dan diperparah dengan stok pasokannya yang meningkat. Dan ini bisa diekstrapolasi 2-4 tahun kedepan. US sebagai konsumer 30% barang yang diproduksi dunia mengalami transformasi menjadi masyarakat yang menua yang tenggelam dalam hutang. Demikian pemerintahnya, juga ternggelam dalam hutang membuat semakin sulit menggerakkan ekonomi US melalui projek-projek pemerintah. Perlambatan di US akan menjalar negara-negara eksportir pemasok barang dan jasa ke US seperti Cina. Sektor manufakturing termasuk buruh dan ekonomi yang terkait akan terpukul dan mengurangi konsumsi. Kemudian krisis menjalar ke bahan bakunya, yaitu bahan-bahan tambang.
Nampaknya akan kontroversial kalau saya mengatakan bahwa harga minyak juga akan jatuh seperti harga logam dasar. Tetapi itulah yang saya ramalkan akan terjadi dalam kurun waktu 2-4 tahun mendatang. Grafik – 8 yang saya ambilkan dari Agora Financial menunjukkan harga minyak (dikoreksi terhadap inflasi) sudah mencapai titik tertinggi yang pernah dicapai pada krisis minyak tahun 70an. Kalau tahun 70an, ekonomi dunia tidak tahan menghadapi pukulan dengan kekuatan yang sama dari sektor minyak, apa yang menyebabkan sekarang bisa? Apa karena sekarang ada biodiesel dan alkohol sebagai pengganti bensin dan diesel? Lihat saja akibat pengalihan bahan pangan ke bakan bakar membuat harga bahan pangan naik. Ke(tidak)bijakan pemerintah-pemerintah di dunia memberi subsidi BBM dari pangan membuat ekonomi terdistorsi. Harga bahan pangan: minyak goreng, jagung, gandum, naik semua. Pengalihan pangan menjadi BBM tidak effisien, karena tamanan memerlukan pupuk, dimana untuk membuatnya memerlukan energi/BBM.
Grafik - 8 Harga minyak (dikoreksi terhadap inflasi), Sudah mencapai puncak? . (Klik Grafik untuk memperbesar)
Hal yang sama kalau saya katakan bahwa batubara akan mengalami koreksi hebat. Gila? Kalau kita lihat grafik harga batu bata (Grafik-9), batu bara sudah naik secara parabolic. Jadi tinggal menunggu jatuhnya saja. Dan jatuhnya akan parah. Saya akan melepas semua saham batu bara saat ini. Short baby..., short.
Grafik-9 Batubara sudah parabolic run. Tinggal jatuhnya saja. Bisa sampai $70.
Grafik-9 Batubara sudah parabolic run. Tinggal jatuhnya saja. Bisa sampai $70.
Di hadapan kita menghadang monster resesi deflasionari seperti yang melanda Jepang dari awal tahun 90 sampai sekarang. Kali ini mengancam US dan dunia. Sebagai akhir, saya akan mensitir pernyataan ekonom klasik yang terkenal Ludwig von Mises:
“There is no means of avoiding the final collapse of a boom brought about by credit (debt) expansion. The alternative is only whether the crisis should come sooner as the result of a voluntary abandonment of further credit (debt) expansion, or later as a final and total catastrophe of the currency system involved.”
Saya meragukan Ben Bernanke serta bank-bank sentral US dan dunia tidaklah omnipotant, tidak akan bisa menahan resesi deflasionari kali ini. Kredit akan mengkerut dan harga akan turun. Kenyataainya bahwa bank sentral Jepang menurunkan suku bunganya sampai mendekati 0% dan tidak mampu menstimulir resesi deflasionari yang melanda Jepang sejak tahun 1990, lantas apa yang membuat the Fed mampu? Seperti masyarakat Jepang, demografi masyarakat US adalah masyarakat yang menua. Sejak tahun kemarin, baby boomer (orang yang lahir setelah perang dunia II) yang menjadi komponen yang besar dalam demografi US mulai memasuki masa pernsiun. Pensiunan umumnya mengurangi konsumsinya, harus berhemat. Apalagi kalau tabungannya tipis dan tunjangan dari pemerintah (US) semakin menciut. Itulah yang menyebabkan ekspansi kredit di US untuk menstimulir konsumsi dan ekonomi akan gagal.
Untuk menggantikan posisi konsumer US, perlu waktu. Apakah kelas menengah di Cina, India, Russia dan Brazil siap menggantikan posisi konsumer US. Saya meragukan. Ujung-ujungnya, perlu adanya koreksi terhadap misallokasi kapital dan kredit untuk meluruskan kembali struktur ekonomi pasar, yaitu melalui resesi, bahkan mungkin depresi ekonomi global. Ini bukan suatu mimpi yang indah.
Kalau anda masih berpendapat bahwa kasus Jepang tidak akan terjadi di US, coba renungkan: Pengendali bank sentral di Jepang sekolah dan membaca buku yang sama dengan Ben Bernanke. Mereka juga belajar tentang Depressi 1930. Mereka juga punya alat yang sama dengan Ben Bernake, yaitu operasi pasar dan suku bunga. Kenapa Ben bisa lebih sakti dari petinggi bank sentral Jepang? Renungkanlah.
Catatan Akhir (Tambahan dari Artikel Orisinal)
Pukulan terhadap bahan komoditi tambang belum maksimal. Cina masih menyelenggarakan Olimpiade Beijing musim panas di pertengahan tahun ini. Konsumsi dan pertumbuhan ekonomi Cina masih tinggi. Secara statistik ekonomi suatu negara penyelenggara Olimpiade akan melambat 8 – 16 bulan setelah pesta olah raga itu selesai. Hotel-hotel mulai kosong, penjual souvenir sepi pembeli, turis berkurang. Jadi saya harapkan pukulan ekonomi dari Cina akan mulai terasa pada pertengahan 2009. Lengkap sudah prahara ekonomi dunia.
Pada saatnya saya akan melakukan short terhadap saham-saham pertambangan. Saat ini yang nampak lezat adalah China Aluminium (ACH). Kondisi keuangannya buruk dan sentimen pasar Cina buruk. Kombinasi yang bagus untuk put option expiry date Januari 2009.
Semoga anda menikmati tulisan ini.
No comments:
Post a Comment