___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Saturday, September 15, 2018

Tulisan (katanya dari) L.B. Panjahitan dan Komentar EOWI (1)

Beberapa hari lalu, tengah malam saya menerima WA dari seorang teman untuk dimintai komentar saya. Isinya, katanya tulisan menteri Luhut Panjahitan mengenai penurunan nilai rupiah. Tentang kebenaran asal-usul tulisan ini, apakah benar dari Luhut Panjahitan, saya tidak tahu. Tetapi isinya banyak yang absurd, mungkin mewakili opini jajaran menteri di pemerintahan. Mungkin juga tidak. Jangan terlalu terpaku pada asal-usul tulisan ini, yang penting isinya. Karena tujuan EOWI bukan menyerang individu tetapi pemikirannya. EOWI akan selalu menghindari logical fallacy strawman argument.

Sebelum saya membuat komentarnya, berikut ini adalah tulisan yang dimaksud. Nantinya komentar saya akan saya bagi beberapa seri. Dan seri pertama, yang akan saya komentari adalah pandangan pemerintah, c.q. (katanya) Luhut, atas situasi sekarang. Seri berikutnya, komentar tentang solusi dari pemerintah.


Apa yang Terjadi dengan Rupiah?
Teman-teman sekalian, saya banyak membaca perdebatan-perdebatan di WA grup kita ini mengenai keadaan ekonomi terutama terkait dengan pelemahan Rupiah.
Terhadap concern teman-teman, di sini saya ingin memberikan gambaran lebih lengkap mengenai apa yang sedang terjadi kepada Rupiah dan langkah-langkah yang sedang dan akan diambil oleh pemerintah.

Saya sangat paham mengenai kondisi tersebut, karena kebetulan saya termasuk di dalam tim ekonomi Indonesia yang diantaranya beranggotakan Menko Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan Ketua OJK. Topik ini sendiri sudah kami bicarakan secara intens sejak 3 minggu yang lalu.

Secara global, recovery pertumbuhan ekonomi dunia yang berjalan baik dalam satu tahun terakhir saat ini sedang terancam oleh trade war yang dipicu oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap mitra dagang utama mereka seperti Tiongkok, Uni Eropa, Meksiko dan Kanada, dengan cara menaikkan tarif impor barang barang dari negara-negara tersebut.

Negara-negara itu pun mengancam akan membalas balik tindakan Trump. Hal inilah yang menyebabkan kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai membaik akan melambat atau bahkan resesi.

Tiongkok, yang menjadi target utama trade war dari Trump, telah mendepresiasikan mata uangnya secara signifikan untuk menjaga harga barangnya tetap kompetitif di pasar Amerika Serikat. Dampak depresiasi Yuan terhadap Dolar Amerika, juga memicu depresiasi mata uang negara negara berkembang lainnya. Hal ini pula yg menjadi salah satu faktor utama depresiasi Rupiah sejak Maret tahun ini.

Selain perang dagang Trump, krisis di beberapa negara berkembang juga memiliki pengaruh terhadap pelemahan Rupiah. Turki adalah salah satunya. Inflasi yang hampir mencapai 18%, dan hutang luar negeri yang mencapai 53% dari total GDP menyebabkan tekanan depresiasi terhadap mata uang Lira, yang per 31 Agustus kemarin mencapai 42%. Hal ini kemudian diperburuk oleh rendahnya kredibilitas pemerintah Turki di mata investor akibat intervensi yang dilakukan oleh Erdogan dengan melarang bank sentral untuk menaikkan suku bunga, padahal inflasi sudah melambung tinggi. Selain itu, Erdogan juga menunjuk menantunya sendiri menjadi menteri keuangannya.

Di samping Turki, Argentina juga mengalami krisis yg cukup parah. Mata uang Peso terdepresiasi sebesar 53% dan tingkat inflasi yg mencapai 28%, memaksa bank sentral mereka untuk menaikkan suku bunga menjadi 60% dan meminta talangan IMF sebesar USD 50 milyar. Selain Turki dan Argentina, negara-negara berkembang lain yang mengalami depresiasi signifikan per 31 Agustus antara lain Afrika Selatan (15.8%), Rusia (15.5%), India (9.9%), Chili (9.3%), Philipina (6.7%), dan Indonesia (7.8%).

Hal inilah yang menjadi salah satu karakteristik negara-negara berkembang, di mana investor internasional menganggap mereka berada dalam satu keranjang yang sama. Jika ada satu dua yang bermasalah, para investor ini cenderung mengambil langkah berjaga-jaga dengan menarik investasi mereka dari seluruh negara berkembang. Akibatnya kurs mata uang akan terdepresiasi bersama-sama

Tidak Perlu Khawatir
Saya tidak melihat bahwa Indonesia berada dalam keadaan krisis besar. Kalau dibilang kita harus berhati-hati, itu betul. Atau dibilang bahwa pemerintah melakukan koordinasi dengan sangat intens, itu juga betul. Tapi tidak perlu khawatir berlebih bahwa krisis 1998 akan terulang lagi. Sebabnya, kondisi sekarang sangat berbeda dibandingkan dengan 1998.
Perbedaan utama terletak pada sosok pemimpinnya. Pemimpin sekarang, Pak Jokowi, tidak korupsi. Pak Jokowi, menurut hemat saya, adalah seorang pemimpin yang sederhana, memberikan contoh, baik dirinya maupun keluarganya tidak terlibat bisnis dengan pemerintah. Sehingga saya pribadi pun tidak ada bisnis apapun dalam pemerintahan. Karena prinsip ketauladanan yang saya percayai sebagai perwira, adalah kata kunci dari suatu leadership. 

Selain Pak Jokowi, dari sisi pemerintahan sekarang kita juga memiliki Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, yang kredibilitasnya di mata dunia tidak diragukan lagi. Hal hal tersebut yg menjadi salah satu tumpuan kepercayaan investor global terhadap Indonesia.
Perbedaan ke  dua adalah pada sisi fundamental ekonomi sekarang yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi mencapai 5.27% di kuartal kedua 2018, tertinggi sejak tahun 2014. Inflasi pun masih terkendali di angka 3.20% per Agustus 2018, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga cukup baik. Rasio hutang luar negeri kita juga cukup rendah di 34% (60% di periode 1997-1998). Ekonomi kita pun sebagian besar didorong oleh sektor domestik dan investasi, hanya sekitar 20% kontribusi ekspor terhadap PDB kita. Hal ini akan meminimalkan dampak trade war seandainya terus berlanjut.

Solusi Pemerintah
Untuk menghadapi kondisi global di atas, kita harus menuntaskan PR yang belum terselesaikan selama puluhan tahun yaitu defisit neraca pembayaran atau impor barang dan jasa kita lebih besar dibandingkan ekspor.

Yang terjadi selama ini, kita harus mengimpor bahan baku dan barang modal lebih banyak setiap kali pertumbuhan ekonomi meningkat. Belum lagi pertumbuhan kelas menengah yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir telah memicu peningkatan impor barang-barang konsumsi mewah.

Akibatnya impor kita tumbuh kencang, mencapai 24% pada periode Januari-Juli 2018 dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara ekspor, hanya tumbuh sekitar 11.35%. Akibatnya defisit neraca pembayaran kita akan mencapai USD 25 milyar pada tahun ini, dibandingkan USD 17.5 milyar di 2017.

Dengan demikian, langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah sebagai solusi adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi impor
Contohnya adalah mengganti penggunaan crude oil dengan biodiesel sebagai bahan bakar. Targetnya, tahun ini kita bisa menghemat  USD 2.3 milyar impor minyak. Selain penghematan impor minyak, teman-teman dapat melihat harga sawit sudah naik. Kita berharap harga ini beberapa bulan ke depan dapat naik sampai ke USD 600-700 per ton. Kalau skenario ini jalan, maka tahun depan diharapkan kita mendapat lebih dari USD 9.5 milyar dari penghematan impor minyak dan kenaikan devisa ekspor cpo.

2. Optimalisasi TKDN atau local content.
Selama bertahun-tahun kita tidak pernah konsisten untuk mengutamakan penggunaan _local content_/komponen dalam negeri untuk industri. Sekarang saya ditunjuk untuk mengkoordinasikan tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), sehingga kita bisa hemat USD 2-3 milyar. Saya sangat _concern_ dengan masalah-masalah detil seperti ini karena belum pernah ada yang berpikir demikian. Mungkin selama ini kita terlalu asyik berpikir pada tataran makro saja. Saya sendiri memang ngotot untuk dapat dilakukan perbaikan dalam hal ini, karena saya suka melihat detil. Contohnya kemarin saya datang ke kawasan industri morowali, disana bijih nikel diproses sampai menjadi, slab, billet, stainless steel dan carbon steel. Saat ini mereka ekspor 3.5 juta ton, sementara itu industri besi baja kita seperti krakatau steel harus mengimpor slab jutaan ton. Mengapa tidak yg di morowali ini kita hubungkan dengan krakatau steel? Sehingga nilai tambah dalam negeri bisa meningkat dan devisa impor kita bisa hemat.

3. Perbaikan pariwisata.
Pariwisata adalah salah satu sektor fokus dari Presiden jokowi, yg sebelumnya sering dianggap remeh. Padahal salah satu penghasil devisa yg cukup besar dan menciptakan tenaga kerja secara cepat. Tahun ini, per Juli 2018, jumlah turis asing yg masuk ke Indonesia mencapai 9 juta orang. Angka ini naik 13 persen jika dibandingkan sebelumnya. Kita harapkan tahun ini bisa mendapatkan devisa mencapai $15-17 milyar dolar dari sektor pariwisata ini, naik dibandingkan tahun lalu yang $12.5 milyar.

Kita beruntung ada IMF-WB Annual Meeting yang akan diselenggarakan Oktober 2018. Tanpa disadari, jujur saya katakan bahwa dengan infrastruktur pariwisata yang kami perbaiki dalam mendukung Annual Meeting, ternyata juga membantu menyelamatakan ekonomi kita ke depan.

Dengan segala perbaikan yang kita lakukan, tahun depan kita akan memperoleh revenue senilai USD 20 milyar dari pariwisata dengan jumlah turis 20 juta orang. Kalau kita kurangi dengan angka turis kira yang pergi keluar negeri, mungkin kita akan mendapat sekitar USD 7.5 milyar. Jadi total Current Account Deficit kita bisa single digit tahun depan.

Dengan langkah-langkah ini semua kami melihat dari tim ekonomi dan anak-anak muda yang bekerja dengan saya kita akan bisa membawa eknomi kita jauh lebih baik dari sekarang. Ini optimisme yang kita bangun dan membutuhkan kerjasama tim yang kuat supaya ini bisa tercapai dan sekaligus memperbaiki struktur ekonomi kita ke depan. Kalau industri kita kuat maka ekspor kita kuat, kita bisa equilibrium antara ekspor-impor. 

Kesimpulan
Sebagai penutup, saya mengajak kita semua tidak perlu panik dalam menghadapi situasi saat ini. Kondisi ekonomi dan pemerintah kita jauh lebih kuat dibandingkan Turki dan Argentina.

Saya juga mohon kepada teman-teman, tidak perlu ragu terhadap upaya pemerintah dalam menghadapi kondisi global yang makin tidak menentu.

Kalau ada yang perlu ditanyakan kepada saya, silahkan saja. Saya siap menerima siapa saja untuk diskusi karena saya paham angka-angka ini. Kalaupun saya kurang mengerti, anak-anak muda di tim saya banyak yang sangat paham dengan angka-angka dan kami mengerjakannnya dengan sepenuh hati.

Mudah-mudahan dengan tulisan yang agak panjang lebar ini, teman-teman sekalian mendapatkan pemahaman yang lebih baik lagi mengenai keadaan Indonesia.

Salam dari atas langit Lampung-Jakarta, di mana saya sedang menempuh perjalanan udara sambil menulis ini, sembari kadang terkesima melihat pemandangan jalan tol di bawah saya yang sudah jadi.

Hormat saya,

Luhut B. Pandjaitan.

Komentar Waras dari EOWI
Tentang pandangan Luhut mengenai penyebab krisis dan situasi ekonomi saat ini, agaknya perlu dipertanyakan. Setidaknya, begitu pandangan EOWI.

1.      Ekonomi Global Tidak Wajar.
Opini tentang pertumbuhan ekonomi dunia yang berjalan dengan baik. Mari kita lihat data pertumbuhan ekonomi global, GDP global yang bisa dilihat berikut ini.





Lima tahun terakhir ini, pertumbuhan ekonomi dunia bisa dibilang payah. Di sekitar 2% - 3%. Kemudian bisa keluar sedikit dari 3% dan Trump mengumumkan perang dagang dgn negara-negara lain, dan masih berpikir pertumbuhan ekonomi global masih bagus? Sebelumnya saja payah tanpa perang dagang dan tanpa quantitative tightening (yang berarti) dari the Fed, dan sekarang berpikir ekonomi dunia membaik? Apa krisis di Turki, Argentina dan Venezuela akan membuat ekonomi dunia lebih baik? Kalau jawabannya “iya”, entah apa yang habis dihisapnya tadi.

Menurut data statistik, angka pengangguran di Indonesia mencapai angka terendah dalam sejarah. Hanya dalam bilangan 5%. Saya tidak tahu apakah harus mempercayai angka ini. Kalau hal ini benar maka konsumsi akan naik dan orang akan banyak yang membeli rumah (memenuhi syarat mendapatkan untu kredit KPR dari bank). Pada kenyataannya sektor properti lesu. Jangankan sektor properti, produksi rokok, barang konsumsi yang membuat orang kecanduan pun turun dalam beberapa tahun terakhir dan untuk tahun ini turun 8%. Walaupun BPS (Badan Pusat Statistik) melacak pertumbuhan gaji yang trendnya masih naik, tetapi angka ini meragukan karena tidak seiring dengan angka lainnya. Ini tidak maka agak sulit untuk mengecheck angka pengangguran.

Contoh yang paling jelas adalah di US, angka pengangguran juga mencapai level terendah dalam sejarah, di bilangan 4%. Tepatnya 3.9%. Tetapi anehnya tidak ada tekanan kenaikan upah. Logisnya, jika yang menganggur sedikit, para (calon) pekerja agak jaga gengsi dan minta upah yang lebih tinggi. Dan bagi perusahaan, harus menawarkan gaji yang lebih tinggi jika akan merekruit pegawai. Kenyataannya hal ini tidak terjadi (lihat chart di berikut). Bahkan dalam setahun terakhir ini, ada kecenderungan turun. Upah cenderung turun.

Antara statistik pemerintah dengan realitas hidup tidak cocok. Sampai tahun 2013, bagi konsultan seperti saya dan teman-teman, cari gaji $1,500 - $2,500 per hari adalah biasa. Sekarang, bisa dapat $500 per hari sudah bagus. Di angka $300 per hari pun susah. Banyak teman-teman saya yang harus kembali ke Indonesia, karena sulitnya memperoleh pekerjaan di pasar internasional saat ini. Dan itu mau disebut ekonomi global membaik dan pengangguran 5% (atau apapun angkanya)?

Entah apa yang habis dihisapnya tadi. Orang waras tidak akan mau menelan angka-angka itu.




Bukti berikutnya adalah perdagangan global. Tingkat perdagangan global mencerminkan tingkat ekonomi global. Perdagangan global menurun secara konsisten sejak 5 tahun terakhir. Apapun yang menjadi latar belakang, hal ini adalah simptom/gejala yang tidak sehat bagi perekonomian dunia. Kalau ada yang bilang bahwa perekomonian dunia masih sehat setelah melihat grafik ini, mungkin otaknya sedang tidak sehat.




Yang berikutnya adalah suku bunga. The Fed sedang melakukan pengetatan liquiditas. Suku bunga naik, artinya pendanaan dari hutang naik juga. Seperti ditunjukkan pada chart berikut, suku bunga LIBOR berjangka 1 tahun. Sejak Jokowi naik menjadi presiden, suku bunga LIBOR naik 0.5% ke 2.8% atau 5.6 kali lipat. Jadi kalau 4 tahun lalu sebuah perusahaan mengeluarkan biaya $ 1 juta untuk membayar bunga pinjamannya, sekarang, jika hutang itu mau di-rollover, dia harus merogoh kocek $5.6 juta. Itu kenaikan yang besar. Jadi kalau dikatakan bahwa ekonomi dunia aman-aman saja, setiap orang yang masih punya kewarasan akan geleng-geleng kepala.



2.      Salahkan Pengelolaan Budget
Menyalahkan trade war dan/atau krisis ekonomi di Turki, Argentina dan Venezuela tidak bisa dijadikan alasan, melainkan dalih saja. Dikatakan dalih, bukan alasan karena Indonesia sudah sepantasnya memperoleh goncangan moneter, walaupun kali ini tidak sebesar tahun 1998 atau 1965. Tetapi jika prilaku pemerintah masih seperti sekarang berlanjut sampai periode-periode berikutnya (terlepas siapa yang berkuasa), kemungkinan antara tahun 2025 – 2030, kejadian goncangan ekonomi dan sosial seperti tahun 1998 atau 1965 akan terulang.

Prilaku yang seperti apa yang dimaksud. Sejak Jokowi menjadi presiden, hutang pemerintah meningkat, dari US$24.7 milyar ke US$28.7 milyar. Dan rasio hutang terhadap GDP meningkat, artinya beban hutang tidak diimbangi dengan kekuatan membayar hutang. Terlalu aggressive berhutang.

Prilaku yang sifatnya populis - pencitraan, seperti proyek jalan Trans Papua, BBM 1 harga, Listrik 35 ribu Megawatt, Asian Games. Ini adalah proyek-proyek yang tidak ekonomis. Yang pasti BBM 1 harga akan mengakibatkan distorsi harga dan akhirnya pada mal-allokasi sumber daya kapital. Program listri 35,000 megawatt adalah pembangunan listrik over-capacity.

Beberapa waktu lalu diberitakan presiden Jokowi berkunjung ke kabupaten Nduga di Papua (lihat video di bawah).



Perhatikan isi pidato Jokowi…… di kantor bupati tidak ada orang, di kota kabupaten sepi tidak ada orang. Jumlah penduduk 129 ribu orang dan yang dijumpai di pasar hanya 60 orang saja.

Mengeluarkan biaya bermilyar rupiah untuk pembangunan jalan di wilayah yang penduduknya hanya 129 ribu orang, disaat pendanaan cekak itu absurd. Berapa ekonomi yang bisa diciptakan oleh 65 ribu orang (asumsi hanya laki-laki dewasa dan wanita dewasa), mungkin hanya 33 ribu saja yang punya potensi bekerja. Itupun tidak bisa direlisasikan dengan segera. Perlu yang lain-lain masuk, seperti mobil, dan alat-alat produksi. Lalu kapan investasi ini bisa kembali?

Hal ini tidak dipikirkan oleh pemerintah. Karena pemerintah tidak pernah berkeringat untuk mencari uang. Kartun di bawah ini sangat untuk menggambarkan policy pemerintah. Oleh sebab itu pemikiran tentang effisiensi dan ekonomis sangatlah jauh.




Policy seperti ini tentunya tidak adil bagi tempat-tempat lain yang produktif dan mengalami kesulitan untuk menjalankan roda ekonominya. Misalnya daerah Sukabumi yang punya potensi ekonomi lumayan dari pabrik-pabrik yang ada dan tanah yang subur (hasil pertanian). Wilayah Cibadak, Cicuruk dan Ciawi menjadi tempat kemacetan yang kronis. Bogor – Sukabumi yang jauhnya sekitar 60 km bisa memakan waktu 5 jam. Dalam kondisi seperti ini, sayuran tidak akan bisa dipasarkan ke Jakarta (mungkin juga Singapura). Barang-barang ekspor akan kena biaya ekstra. Pada saat tulisan ini diturunkan, jalan Ciawi – Sukabumi belum selesai dan entah kapan selesainya.

Coba renungkan, mana yang bisa lebih memberi manfaat membangun jalan di wilayah dengan penduduk 129 ribu orang yang bisa memanfaatkannya  dengan wilayah yang berpenduduk 2.4 juta orang yang bisa memanfaatkannya? Untuk setiap rupiah atau dollar, pembangunan jalan di Sukabumi bermanfaat bagi orang yang jumlahnya 20 kali lebih banyak dari pada di Nduga, Saya berani bertaruh bahwa mobil/kendaraan yang melewati jalan Sukabumi-Ciawi mungkin ratusan kali lebih banyak dari jalan Nduga.

Jadi kalau yang jadi prioritas adalah proyek-proyek yang tidak membuahkan hasil ekonomis dengan segera, bagaimana bisa ekonomi Indonesia punya ketahanan? Jadi jangan menyalahkan orang lain, karena pemerintah tidak smart dalam memilih proyek. Akan banyak proyek-proyek yang tidak ekonomis akan mandeg di tengah jalan seperti Trans Papua, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Listrik 35 ribu megawatt dan sejenisnya. Jika sekarang sudah dibangun, maka akan banyak menara-menara kegagalan seperti Hambalangnya SBY.

3.      Salahkan Ketidak-bijakan Sosialisme
Menggunakan BUMN dan swasta untuk tujuan pemerataan kesejehteraan akan menghancurkan perusahaan-perusahaan itu. Seperti kartun di atas, Orang yang dikutili uangnya, lama-lama tidak bisa menjalankan peran ekonominya. Dalam kasus BPJS misalnya, beberapa rumah sakit mulai mengeluh karena asuransi BPJS menunggak pembayaran. Dahulu, sebelum ada BPJS, penderita sakit terminal, secara alamiah akan memilih mati secara terhormat. Usahanya mungkin hanya bagaimana mengelola dana yang dimilikinya untuk menunggu datangnya maut senyaman mungkin. Dengan adanya BPJS,…… kenapa tidak dimanfaatkan untuk memperpanjang umur beberapa bulan? Gratis!! Perubahan sikap seperti ini membuat prilaku ekonomi masyarakat berubah, dan menciptakan ekonomi mahal. Pertanyaannya adalah: Sampai kapan rumah sakit yang finansialnya pas-pasan bisa bertahan?

Banyak lagi bentuk-bentuk program sosialisme populis seperti BPJS, misalnya ketidak-bijakan 1 harga BBM, listrik bersubsidi, biodiesel (kita akan bahas lebih detail tentang kesalahannya biodiesel ini).

Kita hentikan dulu karena sudah terlalu panjang dan akan kita lanjutkan minggu depan. Saya akan akhiri dengan menyitir pekataan seorang entertainer Penn Jillette:

Sangat mengherankan, bagaimana orang berpikir bahwa memilih pemerintahan yang menyantuni orang miskin disebut welas asih…… Welas asih yang sesungguhnya adalah jika kamu sendiri yang membantu orang miskin.



Sekian dulu, jaga kesehatan dan tabungan anda baik-baik.


Jakarta 15 September 2018.

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

7 comments:

kripik singkong said...

Bener-2x gila, di US gembel makin banyak sampai muncul istilah the great exodus california. Lebih buruk dari indonesia. Ga usah teori rumit-2x kalo US kolaps yang jelas semua juga hancur

maleo said...

Mantab Tulisannya Bung IS. Selalu Tulis Bung.

Memang pemerintah sekarang lebih banyak retorika ketimbang Hasil.

Dulu Jokowi menjanjikan pertumbuhan Ekonomi 7% dengan syarat Infrastruktur semuanya Jadi.

2018 semua infrastuktur sudah banyak yang jadi tapi pertumbuhan ekonomi 2019 cuman ditarget 5.3%

Berarti pemerintah ga yakin dong bisa menarik investasi dengan semya infrastruktur yang sudah dibangunnya ?

Trus ngapain selama ini hambur2 uang buat bangun infrastruktur2 ? Mubazir dong.

Unknown said...

Menarik sekali pak IS...
Kalo bs dilengkapi dgn data semen & baja nasional 5thn terakhir.

Masalah proyek plat merah, sebenarnya tergantung kelincahan dirjen/dinas di kementrian dlm merayu legislatif.

Masalah efisiensi biaya & waktu sepertinya memang dikesampingkan, semakin megah & wah yg ditonjolkan.(mungkin dilihat dr % fee-nya)

Proyek yg memiliki status strategis(dlm arti yg sesungguhnya), spt Tol Laut, Double Track Jawa, jalan nasional pantai selatan jawa masih kalah dgn Toll Trans Jawa(proyek strategis dgn LHR yg kurang strategis).

Tp ngomong2, distribusi sayur biasanya pd jam 18:00 s/d 06:00 WIB, itu jg supirnya lebih memilih jalan alternatif.

James said...

komentar luhut yang saya baca di cnbc indonesia juga isinya kurang lebih sama, jadi saya rasa tulisan ini memang ditulis oleh luhut sendiri. saya pribadi setuju dengan tanggapan bung IS di sini, tulisannya terlalu absurd dan sangat dipaksakan.
kritik rasional kepada pemerintah jokowi sebetulnya sudah dicetuskan oleh banyak kubu netral, dalam artian bukan pendukung jokowi dan prabowo seperti saya, tapi kami biasanya dihujat dan dimusuhi oleh pembela setia jokowi, lama-lama ya jadi malas untuk berkomentar lagi, pendukung pemerintah ini jadi lebih mirip pemuja berhala kalau disinggung soal dosa-dosa pemerintah, meskipun ketika krisis nanti kita juga bakal ikut kena getahnya. soal pecahnya krisis global, saya cenderung pasang ancang-ancang di 2019/2020, dan untuk indonesia sendiri mungkin baru babak belur mulai Q2 2019, saat ini cadev BI masih cukup buat jadi bantalan sampai pertengahan tahun 2019, setelah itu saya gak tahu.

Anonymous said...

Pagi, Pak dimana saya busa beli Obligasi Pemerintah Amerika, krn dolar naik terus dan oblihasi yield bakal naik terus. Trims

Rocker said...

upah gak naik belum tentu pengangguran banyak
ingat skrg tren pekerjaan sudah berubah bung is,bukan lagi dgn pola pikir generasi x kyk is pola pikirnya,sekarang itu orang sgt byk bisa jadi freelance ojek online,taxi online,toko online,jasa jasa lainnya, atau bahkan sampai yang buka dapur rumahan dsb dan jumlahnya?,Banyak memang!

tp bukan berarti sy dukung pemerintah dgn tulisan sy diatas,buat saya selama pemerintah tdk bs efisiensi struktural dan korupsi tidak di berantas ya hasil akhirnya ttp kearah ini nih (defisit dan ambruk),masalahnya politik kita overdosis diisi sama maling maling munafik berbalut agama atau kalau gak diisi sama figur yang jago pencitraan,yang bener bener mau kerja disingkirkan,ini juga gk lepas dari konstituen (rakyat) yang mayoritas bodoh dan bisa dihasut dan dibodohi

maleo said...

Kalau disini ada yang bilang jaman rezim jokowi lebih baik dari rezim sebelumnya itu biasanya otaknya udah ga waras.

Dari pertumbuhan Ekonomi
Sby +/- 6%
Jokowi +/- 5%

Dari angka ini aja udah kelihatan, masih ngotot jaman ini lebih baik ? asli otaknya ga waras.