___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Wednesday, January 27, 2016

Uni Soviet dan Saudi Arabia



Sejarah merupakan topik yang EOWI sukai. Sejarah yang EOWI maksud bukan sejarah seperti yang didefinisikan oleh Napoleon: “Sejarah adalah satu set kebohongan yang diakui bersama sebagai kebenaran”. Tetapi merupakan data-data dimasa lampau yang bisa diambil hikmahnya dan digunakan untuk analogi kasus-kasus dimasa kini dan yang akan datang. Kita akan melihat sejarah kehancuran sebuah negara dan hikmahnya akan digunakan untuk memperkirakan arah dan nasib negara yang saat ini ada di depan mata kita.
Kalau anda lahir sebelum tahun 1980 dan sesudah tahun 1920, maka nama Uni Soviet tidak asing bagi telinga anda. Dengan luas wilayah lebih dari 22 juta kilometer persegi sebelum mengalami keruntuhan, negara ini termasuk yang terbesar di dunia dalam hal wilayah, dan pengaruhnya juga berimbang dengan Amerika Serikat. Tetapi pada tahun 1991 negara ini runtuh berantakan, menyisakan pecahan-pecahan yang dulunya merupakan negara bagian dari Uni Soviet ini, antara lain Russia, Belarussia, Georgia, Kazakhstan, Turkmenistan, Uzbekistan, Estonia, Azerbaijan, Ukraina dan sederet lagi terlalu panjang untuk dituliskan satu per satu.
Uni Soviet yang didirikan tahun 1922 akhirnya runtuh dari dalam, di tahun 1991 karena kehancuran ekonominya.

Uni Soviet adalah sebuah negara konfederasi negara-negara sosialis yang didirikan pada tahun 1922. Motornya adalah Russia, baik secara ekonomi, politik dan teknologi. Negara ini bukan negara yang monolitik dalam arti budaya, agama dan etnik. Kata etnik mungkin lebih tepatnya disebut bangsa. Misalnya Estonia, Latvia dan Lithuania termasuk negara-negara Baltik. Estonia yang secara ras dan bahasa lebih dekat ke Skandinavia dari pada ke Russia. Seorang Estonia bisa berkomunikasi dengan baik dengan seorang Swedia dengan menggunakan bahasanya masing-masing. Latvia dan Lithuania lebih ke arah Indo-Jerman yang dekat dengan Polandia.
Juga Kazakh, Kirgiz dan Uzbek secara bahasa dan ras lebih dekat ke Turki dari pada ke Russia. Seorang pelajar Uzbek di Turki yang saya pernah jumpai, dengan sangat mudah bekomunikasi dengan orang-orang Turki. Dan mayoritas agama mereka adalah islam yang berbeda dengan Russia yang katholik orthodok. Yang juga majoritas islam sunni adalah Tajikistan, dengan bahasa yang serumpun dengan Iran.
Belum lagi antara Armenia dan Azerbaijan, yang dulunya sering berperang. Dan yang terakhir di sekitar tahun 1990, dalam konflik Nagorno-Karabakh. Azerbaijani yang mayoritas muslim syiah lebih dekat ke Turki dari segi bahasa dan ras dan walaupun bertetangga dengan musuhnya Armenia yang bahasanya berakar pada bahasa Indo-Eropa dan agamanya katholik orthodok timur.

Basis ekonomi Uni Soviet adalah komoditi. Sumber mineral yang menjadi andalan adalah minyak dan gas, mangan, titanium, emas, perak dan chromit. Dengan wilayah luas maka pertanian dan hasil hutan (kayu) juga merupakan andalannya.
Setelah perang dunia ke II, Uni Soviet terlibat perang dingin dengan Amerika Serikat. Secara teknologi, mereka pada awalnya unggul. Uni Soviet adalah negara pertama yang meluncurkan satelit sputnik dan manusia ke ruang angkasa. Amerika Serikat menyusul beberapa tahun kemudian.
Naik-turunnya ekonomi Uni Soviet sejalan dengan siklus komoditi. Antara tahun 1945 – 1950, pertumbuhan GDPnya di atas 10% per tahun dianggap sebagai pertumbuhan mukjizat (seperti Cina pada periode 1990 - 2010 atau Jepang 1970 – 1990) di motori oleh commodity bull market dan pembangunan paska perang.  Kemudian, antara tahun 1960 – 1978, pertumbuhannya sekitar 4.8% per tahunnya. Rupanya commodity secular bull market 1970 – 1980, tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Uni Soviet yang masih bisa dibilang baik ini.
Yang menarik adalah ketika Uni Soviet terlibat ke dalam kancah perang di Afghanistan di tahun 1978. Milisi Mujahidin menjadi lawannya yang tangguh. Uni Soviet masuk ke kancah perang Afghanistan di saat yang salah. Harga minyak anjlok 2 tahun sejak dimulainya perang Afghanistan untuk kemudian memasuki periode commodity secular bear market. Harus diingat bahwa produksi minyak Uni Soviet di masa itu adalah terbesar setelah Saudi Arabia. Jadi bisa dibayangkan bagaimana ketergantungan Uni Soviet pada revenue ekspor minyak khususnya dan bahan komoditi lain umumnya. Ketika commodity secular bear market tiba, Uni Soviet melihat pemasukan hard currencynya merosot. Demikian juga ekonominya.
Ekonomi Uni Soviet melorot, sampai di bawah 2% saja antara tahun 1978 – 1998 dan terus menurun, kemudian stagnan sampai akhirnya terpuruk. Tentara Uni Soviet kalah dan harus ditarik mundur dari Afghanistan di tahun 1988.
Keterpurukan membuat kondisi dalam negri Uni Soviet menjadi bergejolak. Glasnost dan Perestroika yang muncul ketika Gorbachev naik menjadi sekretaris general partai komunis Soviet adalah perwujudan dari gejolak yang disebabkan oleh ekonomi yang stagnan. Orang mau ada perubahan. Uni Soviet kehilangan pengaruhnya di Eropa Timur. Pakta Warsawa bubar dan tembok Berlin runtuh di tahun 1989, yang merupakan simbol keruntuhan komunisme di Eropa.
Tidak hanya pengaruh Uni Soviet kehilangan pengaruh di Eropa, tetapi di dalam negrinya mengalami ketegangan antar sesama anggota konfederasi. Perang antara Azerbaijan dengan Armenia (1988 – 1994). Belum lagi pemberontakan Chenchen (1991 – 1994) terhadap Russia yang dimulai ketika Uni Soviet dibubarkan di tahun 1991.
Itulah nasib negara yang disebut Uni Soviet yang akhirnya runtuh. Padahal banyak orang pandai, terpelajar yang terbaik di dunia hidup disana. Tetapi ketika sumber ekonominya mengalami kejatuhan dan negara melibatkan diri ke dalam perang, maka ada peluang terjadinya keruntuhan negara itu.
Itu Uni Soviet.
Sekarang kita mau melihat Saudi Arabia. Jika kita ingin membuat analogi, pertanyaan yang pertama harus diajukan adalah: Adakah persamaan antara Saudi Arabia dengan Uni Soviet?
Yang jelas:
  1. Ekonominya bergantung pada minyak (dan bahan komoditi), bahkan untuk Saudi, minyak adalah gantungan ekonomi satu-satunya.
  2. Negara sosialis. Perencanaan terpusat dan bahan kebutuhan disubsidi pemerintah.
  3. Walaupun Saudi Arabia bukan multi-etnik, tetapi rakyat Saudi secara tradisi mengutamakan kabilah atau klan. Dan mereka secara historis sangat fanatik terhadap klannya. Harus diingat, negara Saudi Arabia muncul karena kemenangan peperangan klan al-Saud yang didukung oleh Inggris atas klan al-Rashid yang didukung oleh Turki Ottoman. Kata Saudi berasal dari kata al-Saud, klan yang berkuasa saat ini.
Dalam lingkup yang lebih besar dari klan, yaitu terpecahnya rakyat Saudi menjadi dua (2) sekte, syiah yang mayoritas di provinsi timur yang kaya minyak dan sunny.  Kaum syiah di Saudi Arabia relatif terkucilkan. Banyak diantaranya melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar. Dan kaum syiah ini secara emosi merasa lebih dekat ke Iran, Persia dari pada ke kaum sunni Wahabi di Riyadh.
  1. Soviet pada saat dimulainya commodity secular bear market, terjun ke dalam kancah perang dengan Afghanistan mujahidin yang didukung secara persenjataan dan finansial oleh Amerika Serikat. Sedangkan Saudi di periode awal commodity bear market terlibat perang dengan Yaman dan tidak langsung menduking ISIS dan al Qaeda di Syria.
  2. Uni Soviet kehilangan banyak sekutunya di Pakta Warsawa, sedangkan Saudi Arabia punya potensi kehilangan dukungan Amerika Serikat yang saat ini sedang merapat ke Iran. Di samping itu Amerika Serikat juga terlibat konflik dengan ISIS dan al Qaeda yang didukung Saudi Arabia secara persenjataan dan finansial. Musuh Amerika Serikat adalah perpanjangan tangan Saudi Arabia. Sehingga peluangnya cukup besar, bahwa Amerika akan meninggalkan Saudi.
Itu persamaan dan kemiripan Saudi Arabia dengan Uni Soviet.
Tentu saja banyak perbedaannya. Berikut ini merupakan perbedaan yang membuat posisi Saudi lebih baik dari pada Uni Soviet.
  1. Saudi tidak sebesar Uni Soviet dalam arti Uni Soviet ambruk karena beratnya sendiri.
  2. Banyak rakyat Saudi praktis tidak bekerja. Yang bekerja adalah orang asing, para expatriates. Sehingga, tidak ada istilah diPHK bagi rakyat Saudi. Dan keresahan sosial akibat kehilangan pekerjaan bisa dijaga.
Ada juga perbedaan-perbedaan yang membuat posisi Saudi Arabia lebih buruk dari Uni Soviet antara lain:
1.   Saudi  tidak membuat senjatanya sendiri, melainkan membeli dari negara lain dengan harga yang lebih mahal dari pada membuatnya sendiri. Ini sangat penting bagi negara yang berada dalam perang terbuka (dengan Yaman). Jika ada embargo dari negara pemasok senjata, maka tamatlah riwayat Saudi.
2.  Harga minyak masih akan terus tertekan dan tekanan deflationary saat ini lebih kuat dari sekedar tekanan secular bear market biasa.
3.    Saudi mungkin bisa kehilangan sekutunya yang paling dekat yaitu Amerika, karena:
  • Minyak Saudi sudah tidak dianggap strategis lagi oleh Amerika Serikat.
  • Produksi minyak Saudi dianggap mematikan perusahaan shale oil/gas Amerika Serikat
  • Dukungan yang sembunyi-sembunyi tetapi jelas seperti disiang bolong Saudi kepada al Qaeda dan ISIS yang jelas-jelas musuh Amerika dan sekutunya di Eropa.
  •  Walaupun kecil, Saudi bertempur di dua front, yaitu Yaman (perang langsung), Syria (proxy).
Saat ini posisi Saudi Arabia masih kuat secara ekonomi, sehingga tidak akan kolaps dalam waktu dekat ini. Kata kuncinya “dalam waktu dekat ini”. Cadangan devisa Saudi Arabia memang besar, pada puncaknya mencapai $750 milyar yang hampir sama dengan GDPnya di awal tahun 2015 di saat harga minyak masih di atas level $ 100/bbl. Ketika harga minyak jatuh dari level $100/bbl ke level $50/bbl, cadangan devisa ini susut cukup drastis, sekitar $ 95 - $ 100 milyar per tahun, atau sekitar $ 8 milyar per bulan. Ada beberapa analis yang memperkirakan sekitar $ 20 milyar per bulan. Tetapi data menunjukkan sekitar $ 8 milyar.
Chart- 1 Cadangan Devisa Saudi Arabia and Harga minyak
Sekarang harga minyak di level $30/bbl. Berpegang pada asumsi ceteris paribus atau jika semua sama maka cadangan devisa Saudi akan turun lebih drastis dan budget defisitnya pun akan semakin melebar pada harga minyak $30/bbl. Setidaknya bisa sampai $21 milyar per bulannya. Mungkin demikian analis di atas memperoleh angkanya. Kalau demikian maka dalam setahun dengan level harga minyak di kisaran $30/bbl, maka Saudi Arabia akan defisit sebesar $240 - $250 milyar. Artinya dalam 3 tahun cadangan devisanya bisa habis.
Angka $250 milyaran setahun mungkin bukan perkiraan kasar. Defisit fiskal Saudi Arabia di bulan September 2015 mencapai 22% dari GDPnya atau $156 milyar. Padahal saat itu harga minyak masih di level $40/bbl. Dengan harga minyak sekitar $30/bbl, defisit bisa mencapai 35% GDP atau $265 milyar. Berapa lama Saudi Arabia bisa bertahan?
Chart- 2 Defisit Anggaran Saudi dan Harga Minyak
Pertanyaan itu tentu sudah dipikirkan oleh pemerintah Saudi. Saudi Arabia akan berusaha memotong anggarannya, dengan memotong subsidi, mendevaluasi mata uang riyal nya dan mencari hutangan untuk menutup defisitnya. Untuk memotong subsidi, sudah dilakukan terhadap harga bensin dengan menaikkan harga jualnya. Mendevaluasi riyal, adalah langkah dimasa datang. Kita akan lihat langkah ini diambil oleh Saudi Arabia.
Berikutnya adalah menurunkan tingkat keteribatannya di Yaman, kalau bisa. Kata kalau bisa adalah penting, karena medan perang dengan Yaman adalah bagian kesatuan dari permusuhan dan perebutan pengaruh di Timur-Tengah dengan Iran.
Selanjutnya adalah memotong dukungan finansial dan persenjataan kepada al-Qaeda dan ISIS, kalau bisa. Kata kalau bisa adalah penting, karena medan perang dengan Yaman adalah bagian kesatuan dari permusuhan dan perebutan pengaruh di Timur-Tengah dengan Iran.
Jadi EOWI skeptis dengan kedua usaha pemotongan budget Saudi Arabia di atas.
Usaha berikutnya adalah mencari hutangan. Ini bisa mudah dan bisa susah. Sebab investor akan berpikir untuk mempertimbangkan resikonya. Saudi terdiri dari banyak klan dan terkotak-kotak. Jika nantinya Saudi Arabia berubah menjadi Rashidi Arabia atau Bantani Arabia atau Falembani Arabia....., atau lainnya, apakah hutang-hutang Saudi masih akan dibayar oleh dinasti berikutnya? Saat ini mungkin masih belum terpikirkan oleh kebanyakan investor. Tetapi nanti jika pertentangan antar klan terjadi, ceritanya akan lain.
Dari semua cerita di atas, apakah sudah bisa menjawab pertanyaan, apakah nasib Saudi akan seperti Uni Soviet......, mungkin seperti Libya, mungkin juga seperti Irak? Kisahnya masih terbuka. Memang tujuan tulisan ini bukan ingin menjawab pertanyaan tersebut, melainkan untuk menstimulasi khayalan pembacanya agar melayang-layang jauh ke angkasa. Yang pasti, perang Uni Soviet – Afganistan berlangsung selama 9 tahun sebelum menyeret Uni Soviet ke liang keruntuhan. Apakah untuk kasus Saudi Arabia akan seperti itu? Sembilan tahun? Entahlah......., khayalkan lah sendiri. 

Dan untuk menambah khayalan itu, silahkan pembaca memasukkan faktor kontraksi GDP alias pemiskinan yang menurut sejarah akan terjadi dalam 5 tahun mendatang. Begitulah sejarah masa lalu. Tetapi untuk kali ini harus ditambahkan faktor tekanan deflationary global serta tidak dominannya Saudi sebagai produser minyak dunia dan kedua faktor ini bisa membawa koreksi GDP Saudi lebih dalam dibandingkan periode tahun 1980 – 1985.



Chart- 3 GDP per kapita Saudi Arabia, berpotensi melorot 50% dalam 5 tahun mendatang

Harus diingat bahwa yang paling berat merasakan kemalangan ini adalah  mayoritas kelas menengah, bukan pada para pangeran kaya. Kemiskinan dan penderitaan tidak menelurkan kerusuhan, kecuali jika ada orang-orang kaya diantara mayoritas orang miskin dan sengsara. Ini yang akan menyulut kecemburuan sosial dan akhirnya bermuara ke clash dan pemberontakan.
 

Sampai disini dulu, jaga kesehatan dan tabungannya baik-baik. Semoga Tuhan melindungi anda sekalian dalam mengarungi Gejolak 2014 – 2020.

Jakarta, 26 Januari 2016
 


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

34 comments:

Anonymous said...

Menurut saya perekonomian Saudi tidak akan hancur seperti russia selama semua umat Islam menjalankan ibadah umrah dan haji.Coba saja hitung berapa banyak income dari jamaah Indonesia saja.Biaya umrah dan haji semakin mahal tapi antriannya semakin panjang,bahkan untuk haji plus yang biayanya sekitar $8000 - $12,500 harus antri 2 tahun.

Anonymous said...

@ Bung IS, mungkin itu sebabnya yg ditawarkan adalah saham Saudi Aramco.. Pemerintah Saudi sudah tahu kekhawatiran investor sementara dia sangat butuh utangan. Mengenai biaya haji dkk, umumnya justru banyak habis di biaya pesawat/perjalanan. Ke depan, bisa jadi biaya haji/umrah naik berlipat karena faktor kenaikan biaya2 di Saudi, subsidi dicabut, riyal terdevaluasi, bbm/listrik naik - Inflasi tinggi. Antriannya mungkin akan berkurang (drastis), terpukul dari kesulitan ekonomi domestik dan naiknya biaya karena cost di Saudi. terbukti dari tahun kemarin yg sudah meningkat calon jamaah yg cancel berangkat.. Berdoalah supaya USD tetap perkasa thd RP & Riyal, krn kalau tidak, bisa jadi ONH berganti harga (naik drastis).. Wallahu a'lam..

Lingga said...

Asyik nih bacanya. Seperti didongengi tentang sejarah. Mengenai Saudi, saya lebih tertarik melihat apakah bakal ada gejolak jika subsidi terus dikurangi (yg peluang pengurangannya sangat besar) karena harga minyak yg bakal terus rendah. Rakyat Saudi dah terlanjur hidup sangat nyaman karna subsidi tersebut. Kenyamanannya dicabut biasanya ada gejolak.

Anonymous said...

sori nih orang awam ikut nimbrung, kalau USD tetap perkasa terhadap rupiah dan riyal bukannya harga tetap mahal? soalnya kan dikalikan dengan usd.... dan apabila sebaliknya bukannya bagus karena harga akan melunak?

Anonymous said...

Bahasa Estonia berbeda dengan Swedia. Estonia lebih dekat dengan Finlandia. Latvia dan Lithuania juga beda. Tajik juga beda sekali dengan Turki, Tajik lebih mirip Farsi.

ISIS bilang mau perang terhadap Arab Saudi, itu sebenarnya mereka musuhan atau tidak ya?

Imam Semar said...

Tahun 1983 - 1985 saya bekerja di Canada dan ada 2 orang kenalan yang satu orang Swedia dan yang satunya lagi orang Estonia. Keduanya kalau berkomunikasi dalam bahasa masing-masing dan saling mengerti.

Ini yang saya dapat dari Google:

Estonian is an Finnic language closely related to Finnish spoken by about 1.1 million people in Estonia. The main difference between Estonian and Finnish is that Finnish has a lot of loan words from Swedish, while Estonian contains many words of German origin, plus some words from Russian, Latin, Greek and English.

Jadi bahasa Finlandia dan Swedia juga relatif sama/mirip.

gareng said...

Riyal saat ini dipeg ke USD, pegging itu cost-nya gimana sih, trus sampai kapan Saudi kuat ngepeg riyal ke USD om IS? Coba hitungan matematisnya dengan kondisi linier rata2 minyak antara 25-35 USD/barrel

Anonymous said...

Umurnya skrg 50an pak?

Imam Semar said...

He he he he.....menebah umur IS ya?

Imam Semar said...

@Gareng...., tanya ke Bill Ackman aja:

Bill Ackman is finding out the hard way the lengths policy makers are willing to go to defend their currencies.

Bets against China’s yuan and the Saudi Arabian riyal, made by the billionaire founder of activist hedge fund Pershing Square Capital Management, have largely failed as hedges against the effects of slumping Chinese stocks and declining oil prices due to intervention by the nations’ central banks, Ackman wrote in his annual letter to investors released Tuesday. Pershing, which has almost $15 billion of assets under management, lost 20.5 percent in its publicly traded fund last year.

“Both China and Saudi Arabia have inadvisably, in our view, continued to expend hundreds of billions of dollars to protect their currencies,” Ackman wrote. “To date, despite the large notional size of this currency/market hedge and continued weakness in the yuan and growing pressure on the Saudi riyal, we have made only a modest profit on these investments.”

Policy makers in both nations are actively propping up their currencies as they look to minimize capital flight and discourage speculation against their exchange rates. China is letting the yuan weaken gradually, intervening when daily declines are deemed too large; Saudi Arabia is burning through its reserves to defend a 30-year peg to the greenback. That’s capping gains from wagers predicated on the currencies’ decline.
Hong Kong Peg

The yuan has slipped 1.3 percent versus the dollar this year after weakening 4.7 percent in 2015. The Saudi riyal is pegged at 3.75 per U.S. dollar.

This isn’t the first time Pershing has made wagers on a currency peg. In 2011, the fund placed a wager that would profit if Hong Kong allowed its currency to appreciate against the dollar. The peg held, but pressures are again mounting on the exchange rate.

The hedge fund’s bets against the yuan and riyal are meant as hedges, Ackman wrote. Pershing started building up puts -- options that allow the purchaser to sell the currency at a set price in the future -- and put spreads on the yuan in August, two days before China’s surprise devaluation of the currency.

Buying currency options was a cheaper way than buying puts on stocks or oil for Pershing to offset risk that Chinese equities were “in bubble territory” and that oil could slide further, Ackman wrote.

The options “have not, to date, served to be a useful hedge against declines in our portfolio as our investments have declined much more dramatically than we would have expected in light of their limited exposure to the Chinese economy and oil prices,” Ackman wrote. “That said, we believe that both currency investments continue to offer an important hedging benefit and represent an attractive risk-reward, and therefore, we continue to hold them.”

The yuan, which is allowed to trade 2 percent either side of a reference rate set daily by the People’s Bank of China, is forecast to slump 2.8 percent by year-end, according to the median estimate of analysts surveyed by Bloomberg.

Twelve-month forwards for the Saudi Arabian riyal, which investors use to bet on or hedge the currency, tumbled to an all-time low of 3.87 per dollar this month. That’s weaker than the country’s 3.75-per-dollar peg, suggesting traders are betting on the end of the three decade peg, according to data compiled by Bloomberg.


http://www.bloomberg.com/news/articles/2016-01-27/bill-ackman-finds-shorting-yuan-riyal-more-vexing-than-valuable

Anonymous said...

1983 da kerja d luar, kira2 umur 25 minimal, skrg 2016 tambah 33 tahun, 58

Imam Semar said...

Kecuali anak diplomat atau orang tua permanen residen di luar negri....., umur 17 tahun sudah bisa kerja....., he he he he he.....+/- 8 tahun lah.

Anonymous said...

50an masih bisa blogging ya, bokap gw ngertinya baru bbm ma wa hakhakhak

gareng said...

Nggak usah lah spekulasi umur Imam Semar, namanya juga Semar pasti udah bapak2 tua, kalau masih muda pilihnya petruk atau gareng atau malah ambil dari Pandawa - ARJUNA

Anonymous said...

Knp bensin di Indonesia gak turun?

Klo memang Pertamina tidak bisa kasih harga bersaing dgn harga market int'l, tutup dulu sementara. Lifting/ produksi dibuka lg thn 2020-2030 atau setelah harga minyak dunia diatas biaya produksi dlam negeri. Hemat cadev.

Aow aow

Anonymous said...

Info lbh detail ttg arab menuju kehancuran? bisa dibaca di palmery.blogspot.co.id/2015/09/kerajaan-arab-saudi-menuju-jurang.html?m=1

Mirip tapi tdk serupa dgn artikel bung IS.

Apakah hancur? Atau bangkrut?
Seems impossible..istilahnya..too big to fail..

But...who knows?

Jaga kesehatan dan investasi anda baik baik
"Kutipan fav EOWI" :)

Imam Semar said...

Paling cepat 5 tahun....kejatuhan karena konflik internal perlu waktu dan kebangkrutan sebelum keruntuhan terjadi.

Setelah bangkrut, tidak ada duit untuk membiayai aparat2 negara.....kemudian runtuh

adnanb said...

Rakyat saudi skrg sdh berani mencaci maki keluarga kerajaan di dpn umum. Kalo subsidi dicabut, hampir pasti social unrest terjadi

Anonymous said...

Pak IS US$ meluruh terhadap mata uang kawasan, terhadap IDR pun US$ mencapai 13.775 saya agak pesimis mengenai target Eowi 17.000, kelihatannya The Fed tahun ini tidak menaikkan suku bunganya implikasinya IDR akan balik ke 13.000 an, bagaimana pandangan Pak IS? Atau pembaca lainnya, terima kasih bila menjawab

Anonymous said...

Suggestion:
Buy more lah. Bid double,, triple,, quadruple,,

Aow aow

Anonymous said...

saudi akan runtuh setelah semua proyek pencakar langit selesai dibangun sekitar 2018 dan pecah menjadi 5 negara, bagian utara saudi masuk ke teritori perluasan israel

Anonymous said...

Kalo pertanyannya sulit pak is nya ilang

Palokiev said...

saudi punya income besar dari minyak dan haji.
jika minyak merosot, mungkin bisa terguncang, tapi rasanya tidak akan runtuh...

kecuali tren haji menurun

Imam Semar said...

Dollar rupiah masih periode koreksi ABCDE. Wave E bisa ke level 13600 sebelum fase koreksi selesai dan lanjut rally.

Anonymous said...

Harga bensin sudah murah kah??

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/01/30/477030/pengamat-harga-bbm-harusnya-rp4-000-rp5-500-liter

Aow aow

Anonymous said...

Bung IS, saya sih menikmati apa2 yg anda tulis/pikirkan, sbg penambah wawasan.. soalnya ada bbrp yg mmg hanya bisa dibuktikan terjadi atw tidaknya dgn perjalanan waktu, seperti disclaimernya anda.. kl di Indonesia sepertinya sulit terjadi deflasi yg real ya (Rupiah kuat juga ga berasa ada pengaruhnya terhadap penurunan harga2), harga2 tetap sj naik, mulai dari sembako, logistik, angkutan sampai pulsa/internet (hanya minyak/BBM yg turun, itu pun ga seberapa dibanding harga yg seharusnya), entah untuk yg nilainya besar seperti properti karena toh sekarang bukan lagi termasuk kebutuhan primer krn harganya yang mayoritas sudah di luar jangkauan di berbagai level pendapatan masyarakat. Jadi kl ada yg masih seolah2 mengajarkan supaya "cinta/gemar mengoleksi Rupiah" kayaknya karakternya berpikir pendek seperti tukang jualan MLM/Ponzi (yg jualan mimpi muluk2, optimistis melulu), mengajak percaya Rupiah bisa menjadi penjaga nilai kekayaan/aset riil.. bukankah sejarah telah mengajarkan betapa kejamnya Pemerintah/Negara menggunakan instrumen Rupiah untuk menggerus nilai aset kita2 selama ini? Kenapa juga ga ada importir (legal/illegal) yg ngimpor BBM dari Malaysia ya? kan besar tuh untungnya, dikompare dgn alasan biasanya pemerintah kl menaikkan harga BBM subsidi karena persoalan diselundupkan ke luar negeri..

Yupi said...

Kalo masih tinggal di indonesia,kerja dapatnya masih rupiah tp maunya rupiah ajlok itu mikirnya gimana coba?

Kerja makin keras gajinya nominalnya nambah si tapi daya belinya malah turun, sama seperti mendayung perahu bocor, dayung sampe urat putus ga kemana2 malah tenggelam.

Kecuali kalo kerjaanya eksportir dr indonesia incomenya dollar rupiah turun enak, atau punya perusahaan internaional penghasilan dollar, punya tabungan gemuk ga usa kerja masih bisa hidup piluhan tahun,punya tempat diluar negri kalo2 rupiah anjloknya bikin ketusuhan bisa ngungsi sewaktu2.

Kalo masih karyawan pengusaha kecil menengah,penghasilan masih dr rupiah, punya tabungan dollar tp ga banyak2 amat, masih tinggal di indonesia.. pengen dollar naik banyak dpt untung apa buntung tu?

Anonymous said...

Udah ke level 13600 om is, tp ga raly lanjut koreksi FGHIJ, ke level 13500an, gimana tu?

Edna said...

Pak Is,

Al qaeda dan ISIS adalah bentukan USA, yg diakui Hillary Clinton saat pidato di depan Senat. Saudi cuma ikut bantu dana aja atas bujukan USA.
Niat USA memang utk menciptakan kekacauan di negara2 Arab yg kaya minyak.
Kalau sekarang ada ketegangan di jazirah Arab, memang itu yg ditunggu US/ kelompok Illuminati yg mau menguasai seluruh dunia. Makanya kita harus waspada.

Makasih Pak
Edna

Anonymous said...

sebagian besar WNI saya rasa juga ga bakal mau klo dollar naik, ya kalau bisa stabil2 aja.
orang seperti pak IS dan saya cuma ga mau hasil jerih payahnya ke gerus akibat 'kebijaksanaan' pemerintah. jadi ya cuma bisa bonceng dr hasil prediksi atas data2 n historical yang ada.

yah walau jumlahnya ga sberapa, yang penting nilainya ga kegerus. hhe

makasih pak IS, artikel2 ttg sejarah seperti ini saya lebih suka drpd bahas prediksi deleveraging yang makin dekat.

salam
ai

Anonymous said...

@ai
Ga mau dolar naik, tp membudayakan beli dolar bikin rupiah makin turun dollar makin mahal. Aneh ga tu? Perkataan dan kelakuan bertentangan.

Pem sudah banyak berusah menjaga nilai rupiah disalahkan penyebab rupiah tidak stabil, kalo mau rupiah stabil pem dan rakyat harus sinergi.

Dollar setaun naiknya jg ga banyak2 amat, beda tipis ma deposito atau obligasi republik indonesia.

Kalo mau rupiah stabil perbanyak wirausaha, majukan ekonomi indonesia, jgn maunya nyantai tabungannya tumbuh banyak mana ada tu?

Unknown said...

Coba 22perang suriah.pada hancur 22

Obat Disfungsi Seksual Pria Alami said...

nice & amazing

Anonymous said...

barangkali hal ini yang akan mempercepat habisnya cadanngan devisa ksa?

http://islami.co/saudi-habiskan-1000-triliun-untuk-ekspor-ajaran-wahabi/