___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Thursday, March 10, 2011

(No.9) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA

Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21



(Terbit, insya Allah setiap Minggu dan Kamis)




Uang Illusi dan Ekonomagik
Kredit alias uang illusi hanyalah catatan elektronik dikomputer. Dengan demikian diciptakan dengan sangat mudah, semudah menekan tombol-tombol keyboard komputer. Demikian mudahnya sehingga godaan untuk membuatnya sangat besar. Bahkan pemerintah sendiri sering mendorong agar bank menyalurkan kredit (baca: menciptakan uang illusi).

Pemerintah modern akan menggunakan pencetakan uang kertas fiat sebagai langkah yang ke-sekian untuk memperoleh peningkatan pemasukan/pendapatan negara. Mereka lebih suka jalur yang berliku dan menggunakan orang lain untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kotor. Maka bank-bank komersial lah yang disuruh dengan memberikan bank-bank komersial kredit yang sangat ringan persyaratannya. Gayung pun disambut dengan gembira oleh para staff pemasaran bank yang kinerjanya diukur dengan jumlah nasabah yang melakukan transaksi. Praktek kehati-hatian sering diserempet-serempet atau dilanggar.

Kredit sebagai uang illusi akan menciptakan “peningkatan ekonomi illusi”, atau ekonomagik. Tentu saja istilah ekonomagik ini tidak akan anda temui di buku resmi yang dipakai di universitas. Istilah itu hanya ada di buku ini. Paling tidak, buku ini yang mempelopori jika nantinya kata ini dipergunakan secara luas.

Kredit alias uang illusi menciptakan peningkatan "kemampuan konsumsi illusi”. Artinya bagi seseorang dengan kualitas ketrapilan yang rendah, walaupun bekerja membanting tulang, tidak akan pernah sanggup membeli rumah, atau memiliki mobil misalnya; dengan kredit dia bisa membeli rumah atau membeli mobil. Hal seperti ini bisa terjadi jika bank tidak lagi berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Kreditnya disebut kredit sub-prime. Kesembronoan bank dalam menyalurkan kredit selalu berulang sepanjang jaman.

Kredit alias uang illusi menciptakan “kepemilikan illusi”. Untuk seseorang memperoleh kredit kepemilikan rumah, misalnya. Rumah yang dibelinya akan di-atas-namakan dirinya. Tetapi kepemilikan sesungguhnya bukan ada pada dirinya. Buktinya kalau dia tidak sanggup lagi membayar angsuran, maka rumahnya akan disita (oleh bank).

Kredit alias uang illusi juga menciptakan “kemampuan konsumsi illusi” dan “permintaan illusi”. Dalam dunia ekonomagik seseorang bisa membeli rumah, mobil, motor, perabotan rumah, membiayai sekolah, dengan uang yang tidak dimilikinya. Dengan kata lain konsumsi dengan kemampuan illusi. Seiring dengan pengucuran dan pertumbuhan kredit, maka terjadilah peningkatan permintaan. Dan ini akan disambut oleh produsen dengan meningkatkan kapasitas. Untuk mengingkatkan kapasitas produksi, produsen akan meminta kredit. Dampak selanjutnya adalah terciptanya lapangan kerja baru untuk memenuhi tingkat konsumsi illusi. Angka pengangguran turun, gaji dan penghasilanpun naik. Semua ini sekedar untuk memenuhi permintaan yang maya. Artinya peningkatan ekonomi semacam ini sebenarnya adalah maya, illusi.

Dengan adanya permintaan semu ini, harga rumah dan asset-asset lain naik (gaji juga naik). Orang merasa lebih kaya. Orang merasa lebih makmur dan mengkonsumsi lebih banyak. Tidak hanya itu, orang mulai mengagunkan rumahnya untuk memperoleh kredit yang akan digunakan untuk membuat kolam renang serta peningkatan konsumsi lainnya. Terjadi effek berantai. Kapasitas produksi harus dinaikkan lagi. Bank mungkin tidak melonggarkan persyaratan kreditnya, tetapi yang dipakai untuk menentukan pemberian kreditnya adalah parameter-parameter yang maya, seperti daya beli (gaji) tinggi yang sementara sifsanya dan harga illusi dari asset agunan yang di-mark-up.

Sampai disini ini bank mulai belajar, bahwa ekonomi terus tumbuh. Artinya orang yang daya belinya rendah, bisa dianggap bahwa nantinya akan meningkat. Oleh sebab itu, seiring dengan pertumbuhan ekonomi tidak ada salahnya melonggarkan persyaratan kredit lebih jauh. Tolok ukur pemberian kredit bukan kondisi keuangan calon debitur lagi masa kini, tetapi projeksi kemampuannya di masa akan datang yang kemilau. Demikian juga dengan perusahaan, dalam membuat perencanaan akan menggunakan trend yang ada, yaitu ekonomi yang terus tumbuh. Selanjutnya ekonomi memang berekspansi, konsumsi juga berekspansi. Target perolehan keuntungannya pun berdasarkan trend ekonomagik, trend ekonomi bubble. Mereka juga akan memperoleh kredit dengan mudah karena prospek ke depan perusahaan sangat bagus. Tanpa terasa kredit semakin longgar, karena ekonomi semakin hanya mengarah ke atas saja. Harga asset juga hanya mengarah ke atas saja. Tetapi semua itu hanyalah perasaan saja, karena peningkatan nilai asset dilatar belakangi oleh landasan yang semu alias illusi.

Pendek kata kredit alias uang illusi menciptakan “kemakmuran illusi”.

Ekonomi marak dan pendapatan pemerintah dari pajak naik. Baik itu dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bea cukai. Gaji politikus naik, aktifitas meningkat, uang rapat dan tunjangan-tunjangan lain juga meningkat. Birokrasi diperbesar. Semuanya berdiri di atas ekonomi illusi.

Keadaan menjadi semakin jauh dari dunia nyata ketika kredit-kredit itu dipaket-paketkan, kemudian diberi peringkat (Inggris: rating) dan dijual sebagai surat berharga.

Semua akan berjalan lancar selama kredit masih bisa dikucurkan dengan kecepatan yang eksponensial, karena kredit yang baru harus bisa menutup kredit yang lama berserta bunganya. Kondisi semacam ini tidak bisa berlangsung terus. Penghasilan yang bisa dicapai manusia adalah terbatas. Sehari hanya ada 24 jam dan seminggu hanya ada 7 hari. Manusia/perusahaan tidak bisa mengambil kredit terus menerus. Ada batasnya dimana beban itu tidak bisa dipikul lagi.

Dari sisi konsumsi dan permintaan atas barang dan jasa juga ada batasnya. Manusia hanya perlu 1 rumah untuk berlindung bagi dirinya dan keluarganya. Punya dua rumah adalah bentuk dari kemewahan. Dan kalau 3 rumah adalah bentuk dari kegilaan. Demikian juga untuk mobil. Yang diperlukan hanya 1 sampai 2 di dalam satu keluarga. Itupun tidak perlu mobil bermesin besar. Kalau sudah 3 mobil, artinya kemewahan. Konsumsi ada batasnya. Dan bila batas itu tercapai, maka konsumsi akan berhenti dengan sendirinya.

Pada saat itulah uang illusi alias kredit harus berkontraksi. Kredit menjadi kurang peminat. Kredit/hutang berserta bunganya harus dilunasi. Sayangnya, karena permintaan atas barang dan jasa berhenti ekspansi atau bahkan menurun, maka terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Dan pengangguran meningkat. Daya beli, maksudnya kemampuan bayar, menurun. Terbuktilah bahwa ketahanan daya beli yang dilandasi kredit hanyalah semu dan sementara. Yang tidak bisa bayar kredit, assetnya disita. Dengan demikian terbuktilah juga bahwa kepemilikan berdasarkan kredit adalah kepemilikan illusi yang berakhir dengan kehampaan. Orang tidak lagi merasa kaya.

Asset-asset kreditan itu dilelang. Karena uang fisik tidak bertambah, uang illusi (kredit) mengalami kontraksi dan semakin sedikit, maka harga lelang juga harus turun. Ini yang disebut deflasi, yang merupakan lawan kata dari inflasi. Jumlah uang (uang sejati plus uang politikus dan uang illusi) semakin langka, akibatnya harga-harga juga turun. Orang semakin merasa tidak kaya karena nilai nominal asset-assetnya (real-estate, saham dan lainnya) turun, sekalipun asset-asset itu tidak dijual. Karena merasa lebih miskin, maka pola konsumsinya kembali ke normal, bahkan sampai mengirit. Permintaan menurun. Permintaan yang semu dan illusi ikut sirna.

Mesin-mesin produksi harus ditutup karena kapasitas terpasang yang dibangun untuk memenuhi permintaan illusi atas barang (dan jasa). Maka jadilah besi tua bagai monumen kegagalan. Bank-bank banyak yang rontok, bangkrut karena kredit yang diberikan tidak bisa kembali. Dan ketika nasabah yang menyimpan uangnya di bank, uangnya tidak ada. Bank lari ke Lembaga Penjamin Simpanan, yang di Amerika Serikat dikenal dengan singkatan FDIC, Federal Deposit Insurance Corporation, untuk menalangi nasabah yang duitnya tidak ada lagi di bank. Kalau lembaga penjamin simpanan ini kolaps, siapa lagi yang akan menyelamatkannya.

Lalu bagaimana dengan pemerintah? Menurut gubernur bank sentral Amerika Serikat yang juga mantan seorang professor berkepala botak dari Princeton University, Benjanin Bernanke:

“......U.S. dollars have value only to the extent that they are strictly limited in supply. But the U.S. government has a technology, called a printing press (or, today, its electronic equivalent), that allows it to produce as many U.S. dollars as it wishes at essentially no cost. By increasing the number of U.S. dollars in circulation, or even by credibly threatening to do so, the U.S. government can also reduce the value of a dollar in terms of goods and services, which is equivalent to raising the prices in dollars of those goods and services. We conclude that, under a paper-money system, a determined government can always generate higher spending and hence positive inflation.”

Intinya adalah pemerintah Amerika Serikat atau pemerintah manapun punya sebuah teknologi yang disebut mesin cetak termasuk versi elektroniknya yang bisa mencetak uang sebanyak-banyaknya sehingga kejatuhan nilai uang bisa menahan kejatuhan harga barang. Teori yang menarik.

Kemudian Mr. Bernanke melanjutkan:

“Of course, the U.S. government is not going to print money and distribute it willy-nilly (although as we will see later, there are practical policies that approximate this behavior). Normally, money is injected into the economy through asset purchases by the Federal Reserve. To stimulate aggregate spending when short-term interest rates have reached zero, the Fed must expand the scale of its asset purchases or, possibly, expand the menu of assets that it buys. Alternatively, the Fed could find other ways of injecting money into the system--for example, by making low-interest-rate loans to banks or cooperating with the fiscal authorities.”

Teorinya mengatakan bahwa untuk membendung deflasi the Fed, bank sentral, akan membeli asset-asset sitaan yang jatuh harganya itu. Sejalan dengan itu, suku bunga pinjaman kepada bank komersial diturunkan sampai nol untuk merangsang bank supaya memberikan kredit.

Kalau memang strategi ketidak-bijaksanaan (Inggris: dumb policy) ini diterapkan, maka pemerintah akan memiliki gedung-gedung perkantoran yang kosong dari penyewa, mall dan pusat perbelanjaan yang kosong penyewa, pabrik-pabrik yang berhenti operasi. Maka lengkaplah wujud dan rupa pemerintah sebagai badan yang tidak effisien dan selalu rugi. Keseimbangan antara permintaan aggregat dengan pasokan (keseimbangan demand dan supply) di dalam ekonomi sebelum semua ekses dan kelebihan-kelebihan pasokan musnah.

Bagaimana dengan nasib pemerintah kemudian? Pemerintah mengalami budget defisit karena turunnya penerimaan pajak. Kalau pemerintah melakukan usaha-usaha penyelamatan di sektor perbankan dan/atau penyelamatan perusahaan kroninya, maka hasil akhirnya adalah defisit belanja negara yang membengkak. Penyelesaiannya seperti biasa: naikkan pajak, mengeluarkan surat hutang bahkan di negara yang maju, bisa digalakkan denda-denda pelanggaran lalu lintas dan segala macam denda. Satu hal yang jarang dilakukan, ialah menurunkan pengeluaran dan memecat pegawai negri untuk merampingkan birokrasi.

Episode selanjutnya, jika hutang pemerintah sudah kebanyakan dan pemerintah tidak sanggup membayar lagi, maka jalan keluarnya adalah mengemplang hutang. Atau, pemerintah menghancurkan nilai riil hutangnya dengan pencetakan uang. Ini terjadi jika kecepatan kontraksi kredit sudah melambat sehingga pemerintah bisa mengimbanginya dengan pencetakan uang yang biasanya bisa kebablasan sampai hiperinflasi.

Itulah teori ekonomi modern yang kita sebut ekonomagik.


(Bersambung...........)



Disclaimer:
Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya.

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

2 comments:

Anonymous said...

Pak IS "PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA (No. 5)" koq tidak ada ???

Imam Semar said...

http://ekonomiorangwarasdaninvestasi.blogspot.com/2011/02/penipu-penipu-ulung-politikus-dan-cut_24.html

Mungkin Nomernya harus diletakkan di depan yah, supaya gampang dilihat.