(Terbit, insya Allah setiap Minggu dan Kamis)
"No state shall emit bills of credit, make any thing but gold and silver coin a tender in payment of debts, coin money......"
(Article One, Section Ten, United States Constitution)
“Paper money eventually returns to its intrinsic value........ zero.”
“Uang kertas akhirnya menuju nilai interinsiknya yaitu nol”
(Voltaire, penulis dan filosof Prancis)
The Romans had precious metals as their currency and do you know the term “debase”? The Roman politicians had the brilliant idea that if a coin was 100% pure precious metal, they could slip a little base metal in and, over a couple of hundred years, they went from 100% pure precious metal to almost 0%. That’s where the term “debase” comes from. (Jim Rogers, Investor)
Orang awam yang hidup setelah tahun 1973 hanya mengenal satu jenis uang, yaitu uang kertas dan koin yang beredar. Kalau bukan orang awam, dia akan masih mengenal beberapa jenis uang lagi.
Di samping uang yang ada wujudnya, ada pula uang yang sifatnya abstrak. Mereka menyebutnya kredit. Wujud kredit yang sesungguhnya adalah abstrak, dan dianggap sebagai uang juga. Pengetahuan/definisi ini bisa diperoleh dari sekolah atau dari membaca buku.
Ada beberapa jenis uang menurut versi resmi, misalnya uang kartal, uang giral, uang kwasi. Kemudian ada yang namanya MB, M0, M1, M2 dan M3. Dalam buku ini, fokus kita tidak lagi pada pengelompokan uang versi resmi, tetapi versi yang mudah dicerna oleh masyarakat dan yang memperngaruhi hidup orang banyak dan yang ada kaitannya dengan pengelabuhan dan tipu-menipu melalui jalur politik dan kekuasaan. Dalam hal ini, kami membagi uang menjadi 3 kategori. Yang pertama adalah uang sejati, kemudian uang politikus dan yang ke tiga adalah uang illusi.
Pembagian di atas didasari oleh pengalaman sejarah. Seperti yang dikatakan oleh seorang presiden Amerika Serikat yang sudah lama mati, James Madison:
"History records that the money changers have used every form of abuse, intrigue, deceit, and violent means possible, to maintain their control over governments, by controlling money and its issuance."
“Sejarah mencatat bahwa bank menggunakan segala bentuk penyalah-gunaan, intrik, pengelabuhan dan cara-cara kekerasan untuk mempertahankan kendali atas kekuasaan dengan jalan mengontrol uang dan pencetakannya”
Dulu ketika nenek saya masih hidup, ia tidak pernah menabung uang di bank ataupun di celengan. Tabungannya adalah cincin dan gelang emas. Itu lah uangnya. Katanya, kalau orang punya 100 kg emas, maka dia adalah orang kaya. Tentu saja dia benar. Apakah si pemilik emas 100 kg itu hidup di jaman nabi Muhammad, jaman kaisar Nero, jaman ratu Wihelmina, atau jaman Napoleon, memiliki 100 kg emas adalah identik dengan kaya. Tetapi kalau dia punya uang Rp 1 juta, maka dia belum tentu kaya. Itu diucapkannya pada awal dekade 60an. Dan ternyata ucapan nenek saya terbukti benar. Pada bulan Desember tahun 1965 uang yang Rp 1 juta di awal dekade 60an dihapus 3 angka nolnya menjadi Rp 1000 dan hanya bisa dipakai untuk naik bus di dalam kota sebanyak 67 kali. Nenek saya mengerti sekali mana uang (objek tabungan) yang bisa mempertahankan nilai dan uang (objek tabungan) yang nilai riilnya turun terus. Orang-orang tua dulu lebih mengerti mengenai uang dari pada cucu-cucunya, mungkin karena pada jaman mereka beredar beraneka macam uang. Dan saat ini, hanya sebagian dari jenis-jenis uang itu tersisa. Uang sejati, secara legal dan dengan sengaja telah didesak dengan uang yang lain, yaitu yang disebut uang fiat dan kredit.
Emas, Perak dan Uang Sejati
Uang yang sejati adalah simbol dan perwujudan dari nilai kekayaan. Dan ini sepatutnya nilainya tidak berubah dengan jaman atau kondisi apapun. Bentuk fisik bisa berubah tetapi nilainya tetap.
Uang sejati, untuk bisa mempertahankan nilai riil, punya beberapa persyaratan. Pertama, nilainya tetap walaupun wujudnya rusak. Kedua, bila dipecah nilai totalnya masih tetap. Masing-masing pecahan membawa nilai sebanding dengan porsinya. Misalnya ada 10 gram emas dan dipecah menjadi 2, masing-masing 3 gram dan 7 gram. Maka masing-masing pecahan adalah 30% dan 70% dari nilai semula, dan nilai totalnya masih sama. Dan ketiga, nilainya tidak berubah dengan jaman.
Berkaitan dengan ketahanan nilai uang sejati terhadap perjalanan masa misalnya, ada suatu contoh dari 14 abad yang lalu. Berdasarkan catatan sejarah, harga kambing 14 abad lalu adalah 1 dinar. Ini diriwayatkan oleh sebuah hadist yang bunyinya:
Bukhari Volume 4, Buku 56, No. 836:
Diriwayatkan oleh 'Urwa:
“Bahwa nabi memberinya satu dinar untuk membeli seekor kambing biri-biri untuknya (nabi). Urwa dengan uang itu memperoleh dua ekor biri-biri. Kemudian ia menjual seekor dari kambing itu seharga 1 dinar sehingga akhirnya dia memperoleh 1 dinar dan seekor kambing biri-biri. Nabi merestui transaksi. Urwa sering beruntung dalam setiap transaksi sekalipun yang dibelinya adalah debu...”[1]
Arti dan nilai 1 dinar pada jaman itu (14 abad yang lalu) adalah setara dengan seekor. Kalau fungsi uang adalah sebagai perwujudan dan simbol nilai kekayaan maka uang juga harus bisa mempertahankan nilai kekayaan itu juga. Dengan kata lain, kalau orang yang menjual kambingnya kepada nabi Muhammad itu menyimpan uangnya yang 1 dinar itu, kemudian mewariskan 1 dinarnya itu kepada anaknya, dan selanjutnya, anaknya itu mewariskan kepada cucunya dan seterusnya sampai ke cucu moyangnya di abad ke 21, maka diharapkan nilainya tetap sama. Artinya uang itu masih bisa dipakai untuk memperoleh seekor kambing. Itu yang disebut uang sejati. Untuk emas, hal itulah yang terjadi.
Satu (1) dinar di jaman nabi Muhammad atau Umar bin Khattab pada abad ke 6 M adalah kepingan 4,25 gr emas 22 karat (91.67%). Untuk mudahnya 1 dinar adalah 3,89 gr emas 24 karat (100%) dan lupakan wujud koinnya. Karena wujud tidak menjadi masalah apakah itu koin, atau lepengan, bulat seperti kelereng atau wujud yang tidak karuan , nilainya sama. Pada tahun 2009, harga kambing adalah sekitar Rp 1,5 juta, tergantung besarnya kambing. Sedang emas berfluktuasi antara Rp 300 ribu – Rp 360 ribu. Dengan demikian, dinar yang sama bisa digunakan untuk membeli seekor kambing walaupun sudah 14 abad. Emas bisa disebut uang sejati karena bisa mempertahankan nilai tukar, nilai kekayaan secara abadi. Paling tidak selama 14 abad. Dan nilai ini tidak berubah walaupun koinnya dibengkokkan, dilebur, dirusak, asalkan beratnya tidak berubah. Itulah uang sejati. Itu yang membedakan antara emas dengan alat tukar lainnya.
Bagi uang sejati, usaha untuk membuat 10 dinar (gram, oz, kg atau apa saja satuannya) akan 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan usaha dalam membuat uang 1 dinar (gram, oz, kg, atau apa saja satuannya). Untuk memperoleh emas sebanyak 10 unit (apakah itu dinar, oz, gram atau kg), akan diperlukan 10 kali lebih banyak usaha dan biaya untuk mengangkat tanah bijih emas dan pemprosesnya menjadi emas dibandingkan dengan 1 unit. Ini sangat kontras dibandingkan dengan uang kertas. Misalnya, untuk membuat uang $100, usaha yang diperlukan sama banyaknya dengan untuk membuat $10. Banyaknya kertas, tinta, dan bahan lainnya adalah sama untuk membuat $100 atau $10. Yang berbeda hanya angka dan gambar serta oranamennya saja. Uang sejati juga tidak terpengaruh oleh tulisan dan ornament yang ada di atasnya. Artinya, untuk 3,89 gr koin emas, walaupun ditulisi 1000.000 dinar dan digambari monyet yang jelek atau presiden yang gagah dengan senapan mesin atau pedang, nilainya akan tetap sama, yaitu seekor kambing.
Uang sejati juga tidak memerlukan tanda tangan siapapun di atasnya, tanda tangan gubernur bank sentralpun tidak diperlukan. Misalnya butiran emas seberat 3.89 gr nilainya tidak berubah walaupun tanpa tanda tangan gubernur bank sentral, raja, presiden atau orang berkuasa lainnya. Artinya uang sejati tidak perlu undang-undang untuk mengatur keberlakuannya.
Uang sejati juga tidak bergantung pada institusi yang mengeluarkannya. Apakah itu tukang emas, bank pemerintah atau siapa saja. Di Hindia-Belanda (Indonesia sekarang) pada abad 16 - 17, beredar bermacam-macam mata uang emas dan perak dari Rupee perak India, Real perak Spanyol, rijksdaalder perak Belanda. Kesemuanya itu pernah beredar bersamaan. Uang perak adalah perak dan nilainya sama dengan harga perak, tanpa memandang dari mana asalnya. Demikian juga dengan emas.
Itulah uang sejati. Demikian hebatnya uang sejati emas dan perak, sampai-sampai Quran merestuinya dengan menyebutnya di surah Al-Kahfi 19 (Q 18:19) dan Ali Imran 75 (Q 3:75) untuk uang emas dinar dan surah Yusuf 20 (Q 12:20) untuk dirham perak.
Selain dinar (emas) dan dirham (perak) sebenarnya masih ada lagi uang yang lain yaitu fulus. Fulus dalam bahasa Arab artinya adalah uang yang nilai interinsiknya berbeda dengan nilai nominalnya dan terbuat dari logam seperti tembaga. Uang kertas yang saat ini beredar termasuk kategori fulus. Yang menarik mengenai fulus, kalau dicari di semua ayat Quran yang jumlahnya 6.348 itu, tidak ada satu kata fulus pun bisa dijumpai. Seakan Quran secara resmi mengakui dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai uang. Bukan fulus. Setidaknya, Quran memperlakukan fulus secara berbeda dengan dinar dan dirham.
Tentu saja ayat Qurannya yang dimaksud itu, tidak secara eksplisit memberikan restu. Bagi orang yang berpikir, tentu akan bertanya, kenapa kata fulus tidak digunakan sama sekali. Padahal fulus adalah uang receh yang peredarannya dan penggunaannya luas.
Supaya tidak penasaran, dan bisa menilai sendiri, bunyi ayatnya mengenai uang emas dan perak adalah seperti berikut:
“.... Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang emasmu (dinar) ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.” (Q 18:19)
“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (Q 18:25)
Untuk perak atau dirham disebutkan dalam surah Yusuf, dimana dirham diberi konotasi sebagai uang dengan nilai yang lebih rendah dari dinar. Satu dirham di beberapa literatur bernilai seekor ayam.
“Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa uang perak
(dirham) saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.” (Q 12:20)
Ada lagi yang menarik mengenai uang emas dan perak. Ulama fiqih klasik menetapkan uang emas (dinar) dan perak (dirham), dikenakan zakat. Untuk emas batas kena zakatnya adalah 85 gram dan perak 595 gram. Untuk barang komoditi – hard asset seperti gandum, ternak, korma, - zakatnya juga sudah diatur oleh para ulama fiqih klasik. Mungkin karena barang komoditi, emas dan perak adalah asset riil, sedangkan fulus tidak dikategorikan sebagai asset riil. Tentu saja penetapan ulama fiqih klasik ini ada dasar hadisnya. Untuk fulus, ulama fiqih klasik tidak menetapkan zakatnya. Karena memang tidak ada dasar hukumnya. Hanya saja, ulama-ulama fiqih kontemporer kreatif dan membuat fatwa zakat profesi dan lain sebagainya yang sesungguhnya tidak ada dasarnya. Kalau memang zakat fulus atau zakat profesi memang diharuskan, pasti nabi Muhammad sudah mengatakannya. Dan akan dijumpai banyak hadis mengenai zakat fulus dan zakat profesi. Bukankah pada jaman nabi Muhammad fulus banyak beredar dan orang punya profesi bermacam-macam, dari pedagang, pandai besi, tukang kayu dan lain sebagainya? Jadi nabi Muhammad sendiri tidak mengakui fulus sebagai harta kekayaan yang setingkat dengan emas perak dan barang komoditi yang zakatnya wajib dikeluarkan.
Tidak hanya Quran yang menyebutkan emas dan perak sebagai barang yang berharga. Di dalam Perjanjian Lama, orang Yahudi disuruh membuat perlengkapan peribadatannya dengan emas. Ini bisa dijumpai di buku Exodus atau Keluaran.
“Menurut segala apa yang Kutunjukkan kepadamu sebagai contoh Kemah Suci dan sebagai contoh segala perabotannya, demikianlah harus kamu membuatnya.” (Exodus 25:9)
Emas dan perak sejak abad-abad digunakan sebagai uang, alat pembayaran, alat untuk menjaga nilai kekayaan dan alat yang mewakili kekayaan. Terkadang ada usaha-usaha dari politikus dan penguasa untuk menggantikan emas dan perak sebagai uang dengan kertas atau benda yang nilainya murah. Tetapi umumnya gagal. Mungkin Tuhan tidak merestuinya. Tanpa uang sejati yang direstui Tuhan kemakmuran dan keadilan tidak bisa dicapai. Dari masa ke masa, setelah penghapusan uang sejati, masyarakat akan menghendaki kembalinya uang sejati (emas dan perak).
Saat ini peran emas dan perak secara resmi sebagai uang sudah lenyap dari muka bumi sejak tahun 1973. Pemerintah-pemerintah dan politikus di muka bumi ini sudah membuangnya dan memberinya label “relik dari jaman purba”. Tetapi orang masih menggunakannya sebagai alat lindung nilai terhadap krisis moneter dan sebagai kendaraan berspekulasi.
Di dekade 70 sampai awal dekade 80, harga emas dan perak melambung akibat krisis keuangan akibat penghapusan sistem keuangan yang didukung cadangan emas, pseudo uang sejati, dan segala konsekwensinya. Harga emas kembali stabil dan cenderung turun.
Kalau sampai saat ini emas tidak sepenuhnya ditinggalkan, lain halnya dengan perak. Perak mengalami perubahan fungsi, dari uang sejati menjadi bahan komoditi. Akibat perubahan peran ini, batangan-batangan cadangan perak yang disimpan di bank-bank logam mulia keluar secara perlahan-lahan dan berubah wujud menjadi bagian dari alat elektronik dan film-film fotografi. Walaupun produksi perak saat ini mengalami defisit terhadap penggunaannya, tetapi pasokan dari gudang-gudang penyimpanan perak selalu dapat mengimbangi kekurangan produksi. Akibatnya nilai tukar emas terhadap perak yang sebelumnya berfluktuasi antara 1 emas = 15 sampai 20 perak, melambung sampai menjadi 1 emas = 60 perak. Dengan kata lain harga perak jatuh sekali, karena terlalu banyak yang keluar dari depositnya di bank-bank penyimpanan logam mulia. Pengurasan cadangan di gudang ini masih berlangsung dan menjadikan perak sebagai logam yang paling langka di atas muka bumi. Menggali dan mengangkatnya dari dalam bumi ke kepermukaannya memerlukan waktu dan usaha. Hal inilah yang membuat harga perak akhir-akhir ini relatif sensitif terhadap permintaan pasar.
________________________________________________________________
Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.
No comments:
Post a Comment