Manusia dan Beberapa Aspek Pengelabuhan
Kalau pembaca perhatikan, pembicaraan mengenai kebutuhan dan bertahan hidup di atas mengarah pada gender laki-laki, bukan wanita. Karena laki-laki selain punya kebutuhan untuk sekedar survive, juga ada keinginan untuk membuat kenalan-kenalannya, terutama yang wanita kagum dan terkesan.
Motive yang mendorong seorang lelaki untuk bisa memberi kesan yang bagus kepada teman wanitanya tidak lain untuk memikat wanita. Kalau seorang wanita diberi dua pilihan untuk pasangannya, yang satu pengamen dan yang lain seorang profesional mapan yang sudah punya kondominium dan mobil jaguar, besar kemungkinan sang wanita akan memilih si profesional mapan, bukan si pengamen.
Untuk wanita, keinginan semacam ini ada tetapi bentuknya lain. Seorang wanita lajang, jika ia menunjukkan kemapanan status sosial-ekonominya dengan Porschenya, akan beresiko dijauhi pria dalam pengertian untuk menjalin hubungan yang lebih intim. Wanita cenderung untuk menonjolkan bagian-bagian badannya, (maaf) seperti dadanya, pinggulnya dan kulitnya yang halus. Dada yang besar mencerminkan kemampuan seorang wanita untuk menyusui bayi. Pinggul dan panggul merefleksikan kemampuan mengandung dan melahirkan anak. Kulit yang halus mencerminkan kesehatan dirinya secara umum serta mampu menjaga kebersihan untuk kesehatan anak-anaknya. Selain dari itu, secara tidak sadar, wanita mengenakan make-up untuk mengelabuhi indra pria, seperti lipstick dan blush-on supaya nampak tidak pucat, serta eye-shadow atau/dan bulu-mata palsu supaya matanya kelihatan hidup bersinar. Dan tidak ketinggalan parfum yang wanginya menyegarkan. Wajah yang pucat, mata yang sayu dan suram memberi kesan sakit, tidak sehat. Apalagi ditambah dengan bau badan yang tidak sedap, semakin tidak menarik.
Kala seorang pria memilih pasangannya, di bawah sadarnya, yang disorot adalah mengenai kemampuan wanita itu untuk melahirkan anak-anak yang sehat. Secara tidak sadar, pria punya ketertarikan pada dada yang sehat, pinggul/panggul yang baik dan kulit yang sehat. Sedangkan wanita memilih pria untuk pasangannya, yang dijadikan pertimbangannya adalah kemampuan pria untuk bisa menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Itulah yang membuat pria tidak ingin sekedar survive, tetapi harus terlihat mapan, dan sukses. Sayangnya yang disebut mapan dan sukses adalah relatif. Dan jalan untuk mencapainya bermacam-macam, termasuk jalan-jalan yang oleh masyarakat tidak bisa diterima, yaitu dengan menipu. Yang menarik adalah bahwa kasus penipuan yang diotaki oleh wanita jarang sekali. Kalau terjadi, lebih sering dalang dibelakangnya adalah pria yang ada dalam hidupnya.
Haus akan harta dan kekuasaan disebut tamak. Dan tamak adalah sifat alamiah manusia. Dan yang menjadi pendorong sifat tamak adalah untuk menyebarkan gen yang dimiliki oleh seorang individu. Penjelasan ini adalah penjelasan dari sudut pandang sosio-biologis. Ada yang mengatakan bahwa uang, kekuasaan, cinta dan selusin lagi bisa menjadi latar belakang dan motif penipuan dan pengelabuhan. Tetapi tamak akan harta dan kekuasaan motif dasarnya dan motif-motif selebihnya dibangun di motif dasar keinginan untuk dipandang ini.
Kalau teori ini mau diperluas kearah lingkup bangsa, mungkin masih relevan. Bahwa, manusia mau berbuat dan berkorban untuk kemegahan bangsanya sehingga bisa dipamerkan mungkin disebabkan bahwa bangsanya adalah cerminan dirinya sendiri. Terlepas dari benar atau salahnya uraian ini, terkadang penjelasan itu tidak terlalu penting kecuali untuk kalangan akademis. Para akademisi bisa berdebat panjang lebar dan salah semua. Seperti halnya teori Robert Malthus, yang sampai sekarang masih diajarkan disekolah-sekolah, yang meramalkan adanya kiamat kekurangan pangan, tetapi sampai 2 abad tidak pernah terbukti. Toh, para akademisi tidak pernah mencabut teori itu dari kurikulum sekolah.
Kalau ketamakan keinginan akan kemegahan adalah salah satu motif utama dari menipu, anehnya ketamakan dan keinganan akan kemegahan jugalah (dibarengi dengan sifat malas dan tidak mau susah) yang bisa menjerumuskan manusia sehingga bisa ditipu. Penipu mengetahui sifat manusia yang seperti ini. Umpan yang ditaburkannya untuk memancing korbannya bisa diterka dengan mudah yaitu sarana untuk memperoleh kekayaan dengan cepat dan mudah. Ada petuah dari seorang pengarang buku yang bernama Ken Kesey:
"The secret of being a top-notch con-man is being able to know what the mark wants, and how to make him think he's getting it." (Ken Kesey, pengarang novel)“Rahasia untuk menjadi penipu yang hebat adalah mengetahui apa yang diinginkan calon korbannya dan meyakinkan padanya bahwa ia akan memperoleh yang diidamkannya."
Kebohongan, punya sifat dasar alami, yaitu tidak konsisten. Oleh sebab itu, sebenarnya kebohongan sulit bertahan. Lantas, kenapa orang mudah ditipu?
Manusia menyukai konsep yang mudah dan enggan berpikir (apalagi yang rumit dan detail). Oleh sebab itu mudah sekali ditipu, dipengaruhi dan dibohongi. Di bawah ini ada beberapa kutipan ucapan orang-orang terkenal.
“If you tell a lie big enough and keep repeating it, people will eventually come to believe it. The lie can be maintained only for such time as the State can shield the people from the political, economic and/or military consequences of the lie. It thus becomes vitally important for the State to use all of its powers to repress dissent, for the truth is the mortal enemy of the lie, and thus by extension, the truth is the greatest enemy of the State.” (Joseph Goebbels, menteri propaganda Jerman dimasa Hitler)“Bikinlah kebohongan yang besar dan dengungkanlah secara terus menerus, orang akhirnya akan menerimanya sebagai kebenaran. Kebohongan itu bisa dipertahankan sepanjang pemerintah bisa menutupi pandangan rakyat dari melihat konsekwensi politik, ekonomi dan militer kebohongan tersebut. Jadi adalah sangat penting bagi pemerintah untuk menggunakan kekuasaannya untuk menindas semua opini yang berbeda (dan mungkin benar), karena kebenaran adalah musuh utama dari kebohongan, dengan demikian kebenaran adalah musuh utama dari pemerintah.”
Pada saat Perang Dunia II, Jepang memulai perang Pasifik dengan menyerang pangkalan Amerika Serikat (US – United States) di Pearl Harbor, kemudian melebar ke pulau-pulau di lautan Pasifik dan terus Asia Tenggara. Terlepas dari alasan mereka memulai perang, ada kesalahan logika yang merasuki rakyat Jepang. Rakyat Jepang percaya bahwa Tenno Heika adalah turunan dewa matahari. Bagi orang (serdadu) yang cerdas akan bertanya:
“Dari pada menyerang dengan pasukan, mengapa Tenno Heika tidak minta tolong kepada dewa matahari yang notabene adalah leluhurnya, untuk memanggang Amerika Serikat sampai Amerika Serikat hancur? Dengan demikian tidak ada seorang prajuritpun harus terkorbankan”.
Dari 71.380.000 penduduk Jepang pada waktu itu (1939) tidak ada yang berpikir seperti itu. Misalnya ada, mungkin sudah dihabisi. Akibat kebodohan itu 2,7 juta orang atau 3.8% dari penduduknya mati.[1]
Politik, pemerintahan dan kenegaraan adalah penuh dengan tipu-daya. Oleh sebab itu, banyak sitiran mengenai penipuan, pengalih-perhatian dan kekuasaan datangnya justru dari kalangan politikus dan birokrat. Seperti sitiran ucapan Joseph Goebbels di atas. Di tulisan bersambung ini nanti akan kita jumpai lagi sitiran-sitiran lain mengenai penipuan, pengalih perhatian, dan kekuasaan yang berasal dari dunia politik dan keuangan.
Cara-cara di atas, seperti yang dilakukan oleh Hitler untuk membunuhi orang Yahudi, atau oleh Hideki Tojo, perdana menteri dan menteri perang Jepang tahun 1940an, untuk mobilisasi perang Pasifik, atau oleh Abraham Lincoln untuk memobilisasi tentara Union dalam perang “penghapusan perbudakan” di US. Cara ini bisa berhasil kalau mood (suasana hati) masyarakat cocok untuk itu. Kalau social mood sedang kritis terhadap pemerintah, akan sulit. Walaupun suasana hati masyarakat (social mood), mungkin bisa dibentuk, tetapi untuk itu memerlukan keterampilan sendiri.
Dalam situasi dimana masyarakat kritis, politikus harus menggunakan cara-cara yang lebih halus dan lebih tersembunyi. Kebohongan yang agak canggih bisa menggunakan statistik dan angka-angka sebagai kendaraannya. Mark Twain mempopulerkan ungkapan:
“There are lies, damn lies and statistics” – Ada kebohongan, ada kebohongan yang licin dan ada statistik
“Kalau kamu tidak bisa meyakinkan seseorang, maka bikinlah dia bingung sehingga akhirnya menyerah.”
Arti inflasi sebenarnya adalah laju pertambahan jumlah uang yang beredar di dalam ekonomi. Tetapi oleh biro statistik pemerintah definisi ini diubah. Untuk pelaporan inflasi, pemerintah di banyak belahan dunia menggunakan statistik, inflasi harga bahan pokok. Pemerintah telah membuat rancu antara inflasi dengan simptomnya (akibat dari inflasi). Kalau jumlah uang bertambah, maka akibatnya nilai uang akan turun dan harga barang bisa naik. Biasanya kenaikan harga barang itu tidak selalu seragam. Bila uang mulai banyak beredar, uang akan mengalir ke sektor-sektor tertentu. Harga di sektor itu akan menggembung. Kemudian uang itu akan mengalir ke sektor lain dan bila sudah memasuki sektor pangan dan bahan-bahan pokok, maka masyarakat akan berteriak protes. Sadar bahwa ada yang tidak beres.
Inflasi adalah topik penting di tulisan bersambung ini. Inflasi berkaitan erat dengan otoritas pemerintah untuk mencetak uang – uang fiat. Yang dimaksud dengan uang fiat ialah uang yang nilainya ditetapkan oleh undang-undang, bukan oleh nilai interinsik dari uang itu sendirinya. Misalnya uang kertas pecahan Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) punya nilai (relatif) lima kali lebih besar dari uang Rp 20.000 (dua puluh ribu rupiah). Padahal untuk membuat kedua jenis uang itu diperlukan usaha yang sama. Di lain pihak, kalau dibandingkan dengan uang sejati, yaitu emas, 10 gram emas memerlukan usaha 2 kali lebih banyak dibandingkan untuk memperoleh 5 gram emas. Sejarah menunjukkan bahwa politikus sadar bahwa demikian besarnya kekuasaan yang bisa diperoleh dari monopoli hak pencetakan uang, oleh sebab itu mereka akan berusaha untuk memperoleh hak monopoli itu. Tidak heran kalau dua politikus dan mantan presiden Amerika Serikat yang sudah mati, yaitu James Madison dan Thomas Jefferson jauh-jauh hari memperingatkan betapa pentingnya penguasaan pencetakan uang.
"I predict future happiness for Americans if they can prevent the government from wasting the labors of the people under the pretense of taking care of them and the issuing power (of money) should be taken from the banks and restored to the people, to whom it properly belongs" (Thomas Jefferson, presiden Amerika Serikat)
“Saya meramalkan bahwa rakyat Amerika akan bahagia dan makmur jika mereka bisa mencegah pemerintah dari usaha-usaha yang membuang tenaga (dan biaya) dengan dalih untuk kesejahteraan mereka (rakyat). Dan hak untuk menerbitkan uang harus diambil alih dari bank dan dikembalikan kepada rakyat sebagaimana seharusnya.”
"History records that the money changers have used every form of abuse, intrigue, deceit, and violent means possible, to maintain their control over governments, by controlling money and its issuance." (James Madison, Presiden Amerika Serikat)“Sejarah mencatat bahwa bank menggunakan segala bentuk penyalah-gunaan, intrik, dan cara-cara kekerasan untuk mempertahankan kendali atas kekuasaan dengan jalan mengontrol uang dan pencetakannya.”
---------------------------------------------------------------------
5 comments:
mas IS, menurutku teori Malthus sudah terjadi di sebagian masyarakat kecil yg tidak mampu beli bahan makanan lagi.
ada yg mati kelaparan, ada yg bunuh diri & ada yg terpaksa jadi kriminal utk menghidupi diri-nya ...
Yang dimaksud oleh Malthus adalah KIAMAT PANGAN.
Hal ini diulang lagi oleh Paul Erhlich professor dari Standford University di tahun 1969 dalam bukunya Population Bomb. Saya anjurkan untuk membacanya. Salah satu prediksinya adalah kelaparan pangan pandemi (merata diseluruh dunia) di tahun 1979 dan 1980 yang tidak pernah terjadi.
Bahkan pada masa itu kemakmuran dunia relatif mengalami percepatan pertumbuhan karena adanya green revolution.
mas Imam, kalo kiamat total pangan mah kemungkinannya sangat kecil. kalangan berduit pasti akan bisa mendominasi sumber daya energi, termasuk makanan.
kan prinsip supply - demand, barang makin dikit harga makin tinggi.
tinggal kalangan termiskin yg akan setengah mati atau mati betulan karena tidak punya akses ke bahan pangan.
Ini adalah kutipan kata-kata pembukaan Paul Erhlich di "Population Bomb":
The battle to feed all of humanity is over. In the 1970s hundreds of millions of people will starve to death in spite of any crash programs embarked upon now. At this late date nothing can prevent a substantial increase in the world death rate
Kita tahu bahwa tidak ada ratusan juta orang mati kelaparan di dekade 1970an.
Manusia akan punya jalan.....
Kita akan membahas hal ini nanti di No..... ()
Post a Comment