___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Thursday, February 17, 2011

(No.3) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA

Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21.


(Terbit, insya Allah setiap Minggu dan Kamis)





Struktur Tulisan Bersambung ini
Dongeng bersambung ini disusun berdasarkan urutan judul “Penipu, Penipu Ulung, Politikus dan Cut Zahara Fonna”. Menu pembuka setelah Prolog, adalah mengenai pengertian tentang uang sebagai objek yang menjadi target penipuan dan dipakai sebagai alat penipuan. Bab berikutnya adalah cerita mengenai beberapa penipu dan penipu ulung dengan modus operandinya. Cerita mengenai Charles Ponzi berserta sistem piramidnya mewakili cerita penipu ulung. Juga Ramli Araby dengan perusahaan Qurnia Subur Alam Rayanya yang mempergunakan politikus tinggi di Indonesia untuk melakukan penipuan dalam skala nasional. Sedangkan John Law, mewakili penipu ulung yang berkolaborasi dengan politikus.

Pada bagian-bagian selanjutnya, kita memasuki ranah politik dengan segala intrik-intriknya dan tipu muslihatnya. Ada dua aspek ekonomi yang paling sering digunakan para politikus untuk mendukung dan membiayai aktifitasnya yang membuat miskin masyarakat, yaitu pajak dan inflasi. Keduanya adalah satu koin dengan sisi yang berlainan. Pada bagian ini akan dijelaskan bahwa inflasi tidak lain adalah pajak atas tabungan yang disamarkan dibalik baju statistik ekonomi.

Penulis berusaha menyajikannya dengan gaya bahasa yang humoris dan menghibur. Akan tetapi menurut teman-teman dan kenalan saya bahwa lelucon saya jarang yang lucu, karena jenisnya adalah lelucon sardonik intelek yang memerlukan pemikiran untuk mencerna sisi humornya. Dengan kata lain, pembacanya harus punya latar belakang pengetahuan yang cukup untuk mengerti aspek-aspek lucunya dan untuk bisa tersenyum. Oleh sebab itu, kalau tujuan membaca tulisan bersambung ini untuk mencari hiburan dan selera anda bukan untuk humor-humor sardonik, maka jangan berharap terlalu banyak pada “lelucon” di tulisan bersambung ini. Saya yakin anda akan melewatinya tanpa sadar (karena dianggap tidak lucu). Tetapi kalau anda berniat untuk menikmati humor sardonik dan sarkasme, anda bisa memulai dari tulisan bersambung ini. Pada dasarnya manusia cenderung menikmati sarkasme, semoga anda juga. Dan tulisan bersambung ini memang disajikan penuh dengan sarkasme dan humor sardonik untuk kenikmatan pembacanya. Bagi mereka yang mempunyai pengetahuan umum yang luas dan intelektualitas yang tinggi, saya anjurkan untuk membaca cerita bersambung ini. Insya Allah anda akan terhibur.

Andaikata anda bukan penggemar dan kurang paham akan arti humor sardonik, akan kami beri contoh. Salah satu bentuk sarkasme yang digunakan tulisan bersambung ini, ialah jika menyebutkan suatu nilai nominal uang, akan selalu dibarengi dengan nilai riilnya, seperti dalam satuan emas, dalam satuan kambing atau biaya makan siang. Persoalan utama dari penggunaan angka nominal rupiah (atau dollar) untuk menggambarkan suatu ukuran kekayaan/kemakmuran, ialah bahwa rupiah dan semua uang fiat lainnya selalu mengalami penggerusan nilai. Saya meramalkan bahwa tahun 2015 kebanyakan pembantu rumah tangga di Jakarta adalah jutawan. Gaji mereka adalah Rp 1 juta per bulan. Tahun 2065, pembantu rumah tangga di Jakarta adalah milyuner (gajinya Rp 1 milyar per bulan) dan tahun 2100an, mereka akan menjadi trilliuner dengan gaji Rp 1 trilliun per bulan. Mengenai hal ini akan kami buktikan dengan analisa dari data-data yang otentik. Untuk saat ini anda boleh tidak percaya. Jika sudah menyentuh ranah kepercayaan, opini kami adalah sama seperti agama, yakni tidak ada paksaan dalam kepercayaan.

Anda bisa membayangkan bagaimana perasaan seorang pembantu di tahun 1990, saat gajinya Rp 30.000 sebulan ketika diberi tahu bahwa suatu saat gajinya akan Rp 500.000 nanti di tahun 2010. Tentunya dia tidak bisa membayangkan betapa kayanya dia. Angka Rp 500.000 pada waktu itu sangat besar. Akan tetapi setelah waktu berlalu, tahun 2010 telah tiba dan gajinya Rp 650.000, dia menganggap hal itu biasa saja. Tidak merasa kaya sama sekali. Tidak ada istimewanya. Sama juga dengan gaji Rp 1 triliun (uang Orba) tahun 2100an nanti. Tidak akan ada istimewanya.

Gaya bahasa seperti inilah yang saya sebut sarkasme dan humor sardonik. Kalau gaya bahasa seperti itu tidak bisa menghibur anda, sebaiknya anda tutup dan matikan komputer. Tidak usah dibaca, karena tidak ada gunanya bagi anda. Kalau menghibur pun tidak, mau apalagi yang diharapkan. Hanya membuang-buang waktu anda.

Isi tulisan bersambung ini akan anda dapati sangat sinis dan kritis terhadap birokrasi dan politikus yang sering dijuluki dengan sebutan kasta ksatria. Dan golongan ini dijadikan objek humor sardonik, seakan-akan mereka ini hanyalah sumber kesengsaraan masyarakat. Opini ini sangat bertolak belakang dengan pengharapan masyarakat awam yaitu bahwa pemerintah bertugas melindungi rakyatnya dan menyediakan kemakmuran. Dengan humor sardonik memang pesan-pesan utamanya sering menjadi kabur. Sehingga, berdasarkan pengalaman, akan timbul banyak pertanyaan dan keraguan akan kesahihan opini ini. Citranyapun menjadi kurang meyakinkan walaupun data-datanya lengkap, kuat dan sahih. Kebetulan pada fase terakhir penulisan cerita bersambung ini, saya menemukan sebuah buku yang bagus dengan gaya bahasa yang serius serta ilmiah mengenai topik yang mirip dan mempunyai kesimpulan yang sama dengan inti cerita di cerita bersambung ini. Buku klasik Joseph Tainter yang berjudul The Collapse of Complex Societies (1988) salah satunya membahas bagaimana Imperium Romawi berkembang menjadi organisasi (negara) yang semula bertujuan memakmurkan bangsanya, tetapi berakhir dengan keadaan yang justru sebaliknya. Negara melakukan menyengsaraan rakyatnya melalui inflasi (debasement) mata uangnya dan pajak, untuk menunjang birokrasi yang semakin membengkak. Dan membengkaknya birokrasi ini akibat dari praktek untuk menambah lapisan birokrasi baru untuk dapat menyelesaikan persoalan baru itu. Buku karangan Tainter ini lebih bersih dari humor dan lebih serius. Pembaca bisa juga membaca buku ini sebagai pelengkap seandainya ingin mengetahui lebih banyak mengenai perjalanan sebuah negara.

Sebagai akhir dari Prolog ini, kami ingin membuat sebuah pernyataan disclaimer:

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, kami dengan suka hati menerima tawaran anda untuk mentraktir kami makan-makan.


Tulisan bersambung ini ditulis dengan sejujur mungkin dan seakurat mungkin, akan tetapi penulis tidak menjamin akurasi dari data yang kami sajikan. Tulisan bersambung ini juga mengandung opini penulis. Dan bisa saja salah. Oleh sebab itu kalau ada kesalahan, maka kami minta maaf dan mohon dikoreksi. Dan sekiranya anda mengalami kerugian akibat kesalahan ini, kami tidak bertanggung jawab, sebab semua keputusan ditangan anda.

Akhir kata, kalau sampai titik ini anda belum menutup komputer anda berarti anda akan membacanya terus. Untuk itu saya ucapkan: semoga anda bisa menikmati nilai-nilai intelektualitas, humor dan sarkasme di dalam tulisan bersambung ini sebagai hiburan. Seperti kata Hans Reichenbach (filosof):

No statement should be believed because it is made by an authority.

Jangan percaya begitu saja pada suatu pernyataan karena yang mengeluarkan adalah orang yang ahli dalam bidangnya.

Dan kata Mark Twain (pengarang):

If you don't read the newspaper, you're uninformed. If you read the newspaper, you're mis-informed.

Kalau anda tidak membaca koran, maka anda tidak terpelajar dan tidak berpengetahuan. Tetapi kalau anda membaca koran, maka anda termasuk pada yang tersesatkan.

Kalau anda anggap dongeng bersambung ini sebagai surat kabar atau anda anggap penulis sebagai pakar, maka anjuran dari Mark Twain dan Hans Reichenbach adalah....., jangan percaya begitu saja..... Selamat membaca.....bagian selanjutnya.


(Bersambung..........)

Disclaimer: Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya.

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

1 comment:

Anonymous said...

Terus menulis om is, dan kami akan terus membacanya,serta menunggu artikel" anda selanjutnya..