Minggu lalu saya menerima sebuah email dari seorang pembaca Ekonomi Orang Waras dan Investasi (EOWI). Email itu adalah merupakan sebuah artikel yang ditulis oleh Wandy Nicodemus Tuturoong (WNT) di milis ‘keuangan’ dan ditanggapi kemudian oleh Poltak Hotradero (PH).
Maksud rekan pembaca EOWI mengirim email ini ke EOWI adalah untuk memancing tanggapan waras dari EOWI.
Tidak ada salahnya EOWI juga ikut mengomentari email-email ini. Hal ini mungkin berguna dan bisa menjadi hiburan bagi pembaca EOWI yang waras.
Berikut ini emailnya beserta komentarnya.
10 KESINTINGAN UTAMA ARSITEKTUR FINANSIAL GLOBAL
Oleh: Wandy Nicodemus Tuturoong
1. HAK MEMPRODUKSI UANG DIRAMPAS DARI NEGARA
WNT:
Tak ada demokrasi di sini. Hak memproduksi uang bukanlah milik pemerintah, tapi milik swasta (The Fed, dalam kasus AS). Di negara-negara lain seperti Inggris atau Indonesia, hak memproduksi uang diberikan secara eksklusif pada bank sentral yang "independen" . Yang artinya, operasi bank sentral yang serba rahasia dan "obscure" tidak bisa dikontrol oleh publik. Sebaliknya seluruh operasi dan mekanismenya mengikuti supervisi yang diberikan oleh Bank of International Settlement (BIS, banknya bank-bank sentral) yang disetir oleh The Fed dan bank sentral beberapa negara Eropa. Sistem ini telah dimulai sejak berdirinya The Fed di tahun 1913 dan BIS di tahun 1930-an.
PH:
Saya rasa bagian ini keliru dan kelirunya cukup fatal. Federal Reserve bukan badan swasta murni dan tidak berorientasi keuntungan. Neraca Federal Reserve terbuka untuk diketahui umum. Ketua Federal Reserve diajukan oleh Presiden Amerika lewat persetujuan Kongres. Ketua Federal Reserve pun harus melapor kepada Kongres secara reguler dan diskusi ini terbuka untuk umum.
Tentu saja The Fed mencetak uang bukan tanpa underlying. Underlying setiap Pencetakan uang tunai (currency) oleh The Fed adalah surat berharga yang dicetak oleh Pemerintah Amerika Serikat (US Treasuries).
Tanpa underlying ini, tidak mungkin The Fed mencetak uang – apalagi secara seenaknya.
IS:
Pandangan bahwa hak memproduksi uang (fiat) ada di tangan bank sentral (swasta atau pemerintah) sebagai suatu hal yang natural adalah pandangan yang salah. Opini bahwa hak memproduksi uang (fiat) dimonopoli oleh badan tertentu (penguasa atau swasta) ditebarkan sebagai usaha yang berorientasi pada pengukuhan kekuasaan. Karena siapapun yang menguasai monopoli produksi uang (fiat) maka dialah yang berkuasa. Dan penguasa akan berusaha mempertahankan monopoli ini untuk memperkuat kekuasaannya. Siapa yang tidak suka jika bisa menuliskan angka Rp 100,000,000 pada kertas yang tidak ada nilai intrinsiknya dan kemudian bisa ditukarkan dengan barang dan jasa? Untuk membiayai perang, untuk menindas orang-orang yang tidak disukainya? Atau untuk membiayai popularitasnya.
Usaha-usaha untuk meyakinkan pandangan bahwa the Fed atau bank sentral Zimbabwe mencetak harus ada ‘underlying’ adalah pengecohan, pengelabuhan. Karena yang disebut ‘underlying’ (maksudnya jaminan) bisa saja sampah. Jangan dikira surat hutang pemerintah selalu ada harganya. Berapa sering negara ‘ngemplang’ hutang (defaulting their sovereign debt). Misalnya surat hutang negara Zimbabwe, dulu Russia, atau Argentina. Lebih parahnya lagi, kalau anda lihat dalam beberapa bulan terakhir ini the Fed (yang katanya patut dicontoh) memproduksi uang dengan ABS (Asset Backed Securities), CDO (Collateralized Debt Obligation), hutang sub-prime sebagai ‘underlying’ nya. Itu sampah! Sekalipun ‘underlying’ itu surat hutang pemerintah, harus dimengerti bahwa surat hutang pemerintah hanyalah janji untuk menarik pajak (yang kemudian dibayarkan) yang lebih berat dimasa datang. Kalau pembayar pajaknya sudah kebanyakan hutang dan pengangguran atau sudah tua (tidak produktif), maka surat hutang itu juga sampah.
'Underlying' sampah makin banyak (klik untuk memperbesar)
2. UANG YANG DIPRODUKSI ADALAH HUTANG PLUS BUNGA
WNT:
Tak banyak yang menyadari bahwa setiap kali uang diproduksi, negara harus berhutang pada bank sentral. Ya, betul. Negara, yang diwakili pemerintah tak boleh memproduksi uang begitu saja. Ia harus berhutang atau mengeluarkan surat hutang untuk ditukarkan dengan uang oleh bank sentral. Tak cuma itu, hutang tersebut juga memiliki bunga yang harus dibayarkan oleh pemerintah ("interest-burdened debt"). Wajar saja kalau seluruh planet bumi ini penuh dengan hutang (lihat www.webofdebt. com).
PH:
Tidak semua uang adalah utang. Currency adalah utang yang tidak ada bunganya. Coba saja anda simpan di bawah bantal lembaran USD 100 ataupun Rp. 100 ribu -- apakah akan bertambah nilainya? Tentu saja tidak.
IS:
Silahkan simpan US$100 atau Rp 100,000 selama 20 tahun. Nilai uang itu pasti turun. Sebabnya menuliskan angka 100, atau berapa saja, adalah sangat mudah dan ini merupakan godaan untuk mencetak uang lagi. Jadi godaan untuk mencetak dan mencetak uang selalu besar. Sejarah mengatakan demikian. Kami anjurkan untuk membaca tulisan ini [link]. Di bawah ini adalah nilai riil US dollar sejak terbentuknya the Fed.
(96% nilai riil sudah sirna Klik Chart untuk memperbesar)
3. UANG DIPRODUKSI, TAPI BUNGANYA TIDAK
WNT:
Tadi disebutkan bahwa uang yang diproduksi adalah hutang pemerintah pada bank sentral yang dikenakan beban BUNGA. Persoalannya, pada saat uang diproduksi, bunganya TIDAK ikut diproduksi. Nah, pertanyaannya adalah: Bagaimana hutang tersebut akan dibayar, kalau bunganya tidak pernah dicetak atau diproduksi? Misalnya, pemerintah AS meminta The Fed untuk memproduksi uang sebanyak $100 juta dengan bunga 6 persen. Artinya, pemerintah AS berhutang $106 juta pada The Fed. Tapi, karena uang yang diproduksi hanya $100 juta, pemerintah AS takkan pernah bisa membayar lunas hutangnya. Mengapa? Sebab, ia harus kembali "berhutang" (plus bunga) untuk mendapatkan $6 juta sisanya. Ini bukan cuma kekeliruan matematis, tapi salah satu kesintingan utama yang telah lama terjadi. Sebab dengan cara ini, jumlah hutang akan terus bertambah secara tak terbatas.
PH:
Betul jumlah uang bisa terus berkembang - tetapi sejauh pertumbuhan ekonomi dan perdagangan meluas - maka hal ini bukan menjadi masalah. Mengapa? Karena dengan pertumbuhan ekonomi jumlah uang yang diperlukan oleh masyarakat pun akan meningkat – sehingga diperlukan suplai uang yang bertumbuh.
Sama dengan itu juga - kalau pertumbuhan ekonomi ternyata tidak diimbangi oleh pertumbuhan jumlah uang - maka yang terjadi adalah kontraksi moneter di mana ekonomi mengalami penciutan. Ini berarti terjadi pemiskinan masyarakat.
Terlalu banyak uang juga salah - karena menimbulkan inflasi dan hyper inflasi. Terlalu sedikit uang juga salah - karena menimbulkan deflasi dan depresi ekonomi.
Lalu bagaimana jumlah uang dikendalikan? Dengan cara mengendalikan suku bunga - karena suku bunga adalah "ongkos" dari pencetakan uang.
IS:
Pertama, bahwa pertambahan/pertumbuhan uang (fiat) bukan karena adanya bunga yang harus dibayar pemerintah kepada bank (sentral). Laju pertumbuhan uang lebih banyak dipengaruhi oleh kemauan pemerintah dan otoritas produsen uang fiat. Mereka berkonspirasi. Ini bisa dan selalu terjadi dalam sistem fiat.
Pertumbuhan uang (fiat) bukan masalah? Itu non-sense, apalagi buat para penabung. Pada situasi dimana barang yang punya nilai intrinsik nol (uang fiat), secara paksa (melalui undang-undang) bisa ditukar dengan barang/jasa yang punya nilai interinsik, maka pertumbuhan uang fiat tidak akan selaras dengan pertumbuhan kemakmuran. Godaan dan peluang untuk menjadi parasit ada dan besar. Buktinya, sepanjang sejarah, yang namanya uang fiat dalam jangka panjang selalu mengalami erosi nilai.
Kalau alasan (reason) pertumbuhan ekonomi akan membutuhkan pertumbuhan uang, maka alasan itu sebenarnya adalah dalih (excuse). Pertumbuhan ekonomi akan menjadi pertumbuhan uang fiat, bukan pertumbuhan kemakmuran tanpa dilandasi dengan konsep keadilan. Jika konsep keadilan dipegang maka uang harus punya nilai intrinsik yang sama dengan nominalnya dan dengan konsep ini kemakmuran bisa tercapai. Dan nilai itu yang menentukan adalah masyarakat (pasar) bukan bank sentral dan undang-undang.
Dalih yang mengatakan bahwa pertumbuhan uang diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan ekonomi adalah pengecohan dan pengelabuhan. Chart di atas menunjukkan 96% dari nilai riil dan daya beli US dollar sudah tergerus, lenyap. habis sejak the Fed berdiri sampai 2008.
Masih ada isu lain, objektif bank sentral adalah menjaga ‘target inflasi’. Jadi inflasi atau erosi nilai uang fiat adalah ujuan yang disengaja oleh bank sentral. Isu lain, apakah bank sentral mampu mengendalikan inflasi kalau mereka sendiri tidak tahu berapa suku bunga yang tepat.
Deflasi dan depressi ekonomi bukan karena menciutnya kredit/uang, tetapi sebaliknya. Deflasi dan depresi ekonomi terjadi akibat ‘boom’, bubble, mania dan ‘excess speculation’ yang terjadi sebelumnya. Excess (kredit, kapasitas produksi, hutang) yang terjadi akibat bubble secara alamiah akan terpangkas. Dan proses terpangkasnya ‘excess’ ini disebut deflasi. Deflasi mengakibatkan kredit dipersepsikan tidak bisa tumbuh. Ini membuat pemerintah tidak populer. Apakah pemerintah dan bank sentral bisa mencegah deflasi dengan mengendalikan supply uang? Sejarah mengatakan ‘tidak bisa’. Jepang selama 20 tahun mengalami deflasi dibeberapa asset dan suku bunga nyaris nol. Ada yang disebut 'liquidity trap'. Tetapi jangan kuatir, effek samping kredit murah selalu muncul, dalam kasus Jepang yaitu ‘yen carry trade’.
4. PUBLIK TAK BOLEH PALSUKAN UANG, TAPI BANK BOLEH
WNT:
Memalsukan uang oleh publik adalah tindakan subversif. Tapi, tidak bagi bank. Sistem yang sekarang membolehkan bank untuk memberikan pinjaman atau kredit sebesar ratusan hingga ribuan persen dari cadangan modal yang dimilikinya. Bila cadangan wajib perbankan ditentukan 10% misalnya, maka dengan modal sebesar $100 juta, bank bisa memberikan kredit hingga $900 juta? tentu saja dengan mengenakan bunga bagi si peminjam. Inilah yang dinamakan dengan "fractional reserve system" atau sistem cadangan fraksional. Sistem ini membuat kita mudah menyimpulkan bahwa cara paling cepat untuk jadi kaya adalah dengan memiliki bank. Tapi, pihak yang paling bertanggung jawab terhadap inflasi (uang beredar lebih besar daripada barang) juga tak lain adalah bank.
PH:
Memang fractional reserve memungkinkan penciptaan "uang baru" (jadi bukan uang palsu) sesuai dengan besar GWM (giro wajib minimum) yang berlaku. "Uang baru" yang tercipta tentu tidak tertumpuk pada satu bank saja - melainkan tersebar pada berbagai bank di seluruh sistem perbankan. (Jadi belum tentu punya bank otomatis langsung kaya).
Dan kondisi tiap-tiap bank tentu berbeda pada setiap waktu. Ada yang sedang kelebihan likuiditas dan ada pula yang kekurangan likuiditas - sehingga tidak berarti suatu bank bisa seenaknya mencetak "uang baru" lewat kredit - karena kredit yang bisa diciptakan tentu tergantung pada uang yang disimpan masyarakat di bank tersebut. Kalau masyarakat menarik uangnya - maka bank tentu harus mengembalikan / membayarnya.
Selain itu besaran kredit juga tergantung pada besaran modal yang dimiliki bank. Semakin besar modal bank - semakin bisa menyalurkan kredit, demikian pula sebaliknya. Kalau kredit mengalami gangguan - maka bank harus melakukan pencadangan atas kredit yang bermasalah tersebut - yang berarti akan menggerus posisi modal bank bersangkutan.
Selain itu besaran GWM pun bisa berubah selain juga tingkat bunga target Bank Sentral (untuk BI adalah BI Rate) dan juga operasi pasar yang dilakukan oleh bank sentral.
Pendek kata, bank tidak bisa seenaknya menyalurkan kredit – tanpa membahayakan dirinya sendiri terlebih dahulu. Apakah ada orang yang mau merugi? Tentu saja tidak. Itu sebabnya pemilik bank harus berhati-hati dalam menyalurkan kredit, karena dampak negatif yang terjadi akan menimpa dirinya - sebelum menimpa orang lain...
IS:
Bank komersial melalui fractional reserves banking tidak mencetak uang (uang dalam artian sempit), tetapi memciptakan kredit (uang dalam artian luas). Kredit di golongkan kedalam uang (dalam pengertian luas). Untuk kasus farctional reserves banking, kita harus kembali pada definisi sempitnya.
Ekspansi kredit tidak hanya bergantung pada bank sebagai pemberi kredit, tetapi juga penerima kredit. Jika tidak ada yang mau mengambil kredit, maka fractional reserves banking tidak bisa jalan.
Tidak benar bahwa bank tidak bisa melakukan ekspansi kredit secara seenaknya. Kalau mau, reserves requirementnya bukan lagi 10%, tetapi 1% atau 0.1%. Bank komersial bersama-sama dengan calon debitur, bisa menciptakan kredit seenaknya sampai credit bubble itu meletus. Kasus sub-prime adalah buktinya. Hal lain yang membatasi jumlah ‘reserves requirement’ minimium ialah bank sentral sebagai otoritas keuangan.
PH mengatakan ‘pemilik bank’ harus berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Pertanyaannya adalah apakah ‘pemilik bank’ ikut mengoperasikan banknya? Untuk bank yang sahamnya diperdagangkan di bursa saham, CEO (Chief Executive Officer) lah serta sales managernya yang menjalankan roda operasi bank. Gaji/bonus CEO dan sales managernya kalau dikaitkan dengan sales maka orang yang tidak layak menerima kredit pun akan diberi. Yang penting sales nya naik terus.
5.KEMISKINAN ADALAH HASIL NISCAYA DARI SISTEM INI
WNT:
Jangan percaya bahwa kemiskinan adalah hasil dari kemalasan. Setiap manusia adalah ciptaan Tuhan yang mulia dengan segenap potensinya. Kemiskinan terjadi lantaran pengenaan bunga pinjaman. Bank-bank memberikan pinjaman atau kredit bagi publik dengan beban bunga. Artinya, publik harus "bertarung" untuk mengembalikan pinjamannya lebih tinggi dari yang mereka pinjam. Padahal, seperti dijelaskan sebelumnya, bunga yang harus dikembalikan itu tidak pernah diproduksi oleh bank sentral. Sudah pasti ada yang "kalah" dan ada yang "menang" dalam pertarungan ini. Yang kalah akan menjadi miskin (karena harus kehilangan aset-aset yang sudah dijaminkan pada bank), yang menang akan bertambah kaya (karena mendapatkan limpahan aset yang disita). Dalam jangka panjang, para pemenang ini akan terkonsentrasi pada segelintir orang yang paling besar modalnya (baca: para pemilik bank-bank besar).
PH:
Ini konklusi yang salah karena landasan berpikirnya (seperti pada poin 1 sampai 4) sudah salah. Bank tidak punya insentif khusus dengan asset yang diagunkan. Karena setiap kredit yang macet membuat pencadangan oleh bank meningkat (yang berarti menggerus laba) - maka bank justru berkepentingan agar kredit tersebut tetap lancar.
Kalaupun akhirnya benar-benar macet - maka bank lebih suka menjualnya kepada pihak lain (bahkan dengan diskon/hair cut) - semata-mata supaya ongkos pencadangannya bisa turun. Hanya dengan secepatnya meng-convert-nya menjadi cash - bank bisa tetap berbisnis – karena kepentingan bank semata-mata adalah dengan uang BUKAN dengan barang.
IS:
Kemiskinan adalah hasil dari kemalasan (masyarakat dan/atau politikus/birokrat) dan kondisi alam, bukan karena pembungaan uang. Kalau masyarakatnya tidak produktif maka jangan harap makmur. Kalau pemerintahnya terlalu besar dan suka melakukan hal-hal yang tidak produktif, maka jangan harap makmur. Untuk kegiatan-kegiatan ini pemerintah punya pilihan, menarik pajak atau mencetak uang (jalurnya bisa berliku dan berbelit). Kesemuanya akan membebani orang-orang yang produktif.
Bank sebagai badan pembungaan uang adalah badan yang tidak produktif (bukan pencipta kemakmuran, parasit). Sebagai parasit, bank lebih suka ‘host’ yang kuat, bukan ‘host’ yang gampang mati. Kematian ‘host’nya akan menyengsarakan parasit (bank) itu sendiri.
Dilain pihak, bank juga tidak bisa memaksa seseorang menjadi korbannya (‘host’). Bunga/interest akan tumpul kalau tidak ada yang pinjam. Tindakan meminjam adalah keputusan masing-masing individu. Kalau seseorang bankrut karena kredit, jangan salahkan siapa-siapa. Salahkan yang mengambil keputusan.
Dalam hal kredit macet, bank tidak mau agunannya bukan karena bank tidak punya kepentingan, tetapi karena agunan kredit macet itu biasanya harganya sudah digembungkan. Kalau harganya hanya 10% dari nilai interinsiknya, maka ketika lelang bank pasti untung. Bank tidak mau menahan agunan karena tanpa penanganan yang benar agunan itu akan menjadi liability. Pabrik yang tidak dikelola secara baik adalah liability. Rumah yang tidak ditempati adalah liability.
6. PERANG JUSTRU MEMBERI KEUNTUNGAN BESAR PADA BANK
WNT:
Betul ini. Sudah dijelaskan bahwa setiap kali uang diproduksi, maka pemerintah akan berhutang pada bank sentral. Selanjutnya, hutang-hutang pemerintah itu dapat diperjual-belikan dan dijadikan aset oleh perbankan untuk kembali "menggandakan" uang (ingat "fractional reserve system" pada poin 4 di atas). Semakin banyak hutang pemerintah, semakin banyak pula uang yang dapat digandakan oleh bank. Nah, perang adalah salah satu peristiwa di mana pemerintah akan berhutang dengan jumlah luar biasa besar. Perang Irak konon menghabiskan biaya sampai $3 triliun menurut ekonom peraih Nobel, Joseph Stiglitz. Wajar saja, kalau sejumlah pihak berpandangan bahwa perang terhadap terorisme adalah konspirasi besar yang sengaja dilakukan untuk memompa lebih banyak uang bagi bank-bank di Wall Street.
PH:
Ini jelas nggak masuk akal. Semakin besar hutang pemerintah - maka akan semakin besar bunga yang diperlukan untuk menyerap seluruh uang yang beredar, karena harga surat utang pemerintah akan jatuh akibat dilusi yang akan terjadi. (dilusi= semakin banyak barang (baca: uang) dicetak/dihasilkan maka semakin turun harga setiap masing-masing barang (baca: uang)). Seperti kita tahu harga surat utang berbanding terbalik dengan tingkat bunga. Ini berarti semakin banyak surat utang yang dicetak - maka diperlukan tingkat bunga yang semakin tinggi.
Dan pemegang surat utang tentu tidak bodoh. Beban bunga akan dibayar oleh penerimaan pajak oleh pemerintah. Kalau beban bunganya ternyata lebih tinggi daripada penerimaan pajak - maka mereka tidak akan mau membeli surat utang demikian berapapun kupon bunganya - karena tahu persis pihak yang berutang tersebut memang tidak punya kemampuan untuk melunasi penebusan surat utangnya.
IS:
Sanggahan PH menyesatkan. Badan-badan pemerintah (semi pemerintah) sudah dikenal selalu (sering) melakukan ‘evil conspiration’. Tidak ada salahnya bank sentral (the Fed) membeli secara lansung treasury bond (surat hutang pemerintah) dan kemudian mencetak uang. Untuk menjual surat hutang pemerintah, tidak diperlukan keberadaan investor yang bisa menjaga kestabilan melalui hukum deman-supply. Bank sentral sudah cukup. Zimbabwe, Argentina, Russia, negara-negara Eropa jaman dulu sering melakukannya. Akibatnya terjadi ‘dilusi’, erosi nilai uang (atau inflasi). Dengan kata lain inflasi adalah pajak atas tabungan. Inflasi adalah pajak yang berspektrum luas, artinya semua lapisan masyarakat kena. Ini adalah cara pemerintah untuk menarik pajak tanpa menimbulkan protes dan gejolak masyarakat.
Perang biasanya adalah ‘politician game’ yang dibiayai oleh rakyat dan alasannya (bukan dalihnya) tidak pernah jelas. Abraham Lincoln berdalih untuk memerdekakan budak di perang saudara US yang membebani penduduknya dari anak-anak sampai kakek-kakek dengan biaya yang ekivalen $40,000 (uang 2007) per kepala. Dan mengorbankan 2% dari penduduk USA yang mati sia-sia. Memerdekakan budak adalah dalih karena perbudakan di Amerika Latin terhapus tanpa peperangan.
Perang kemerdekaan Indonesia, dalihnya untuk merebut kemerdekaan. Malaysia dan Singapura, Suriname merdeka tanpa perang. Perang adalah ‘politician game’. Kalau ada yang diuntungkan....., itu lain soal. Yang pasti arti pahlawan perang adalah orang yang mati sia-sia korban ide-ide gila para politikus.
7. MEREKA YANG TAK BEKERJA MALAH MAKIN KAYA
WNT:
Dalam sistem yang sekarang berlaku, kecerdasan dan kerja keras tidak dengan sendirinya membuat seseorang bisa menjadi kaya. Mereka yang memiliki akses lebih baik terhadap modal, itulah yang akan menjadi kaya. Mereka tidak perlu bekerja keras, modal akan bekerja secara otomatis untuk mereka. Para pemilik modal super besar ini, selain merupakan para pemilik bank raksasa, juga biasa menitipkan modal mereka pada para spekulan kelas kakap yang dikenal sebagai "hedge funds". Dengan teknologi dan modal yang dimilikinya, mereka bisa meraih keuntungan yang tak terbayangkan dari perdagangan valuta asing maupun berbagai produk turunan dari pasar modal. Modal lebih menguntungkan untuk dipupuk atau diakumulasi lewat pasar finansial ketimbang digunakan sebagai alat tukar untuk memutar perekonomian di sektor riil. Dalam jangka panjang, sektor riil akan kekeringan modal dan kemiskinan akan bertambah luas. Tapi, di lain pihak, sistem ini juga akan menuju kehancurannya sendiri karena hilangnya "daya beli" publik terhadap produk-produk bisnis yang cuma dimiliki segelintir orang tadi.
PH:
Poin ini lebih banyak pidatonya daripada isinya. Membedakan uang kartal dan giral saja nggak bisa - kok mau gagah-gagahan bicara soal hedge fund.
IS:
Kecerdasan, kerja keras (mengejar kekayaan) serta keberuntungan secara hukum alam bisa membuat seseorang menjadi kaya. Saya tambahkan kata mengejar kekayaan di belakang kerja keras, karena kalau tujuan kerja keras bukan untuk menjadi kaya, maka kondisi/status kaya tidak akan pernah tercapai. Saya akan bertanya-tanya kalau ketiga syarat/kondisi tersebut sudah dipenuhi dan ternyata status kaya tidak tercapai. Catatan: syarat ‘keberuntungan’ adalah syarat yang paling abstrak.
8. HUTANG JADI ALAT UNTUK TAKLUKKAN DUNIA
WNT:
Bagi para pemilik modal atau bank besar, penjajahan atas bangsa lain tak perlu dilakukan secara fisik. Sebuah negara boleh saja memiliki pemerintahan yang demokratis, asalkan sistem moneter dan bank sentralnya mengikuti kemauan para penguasa Wall Street. Negara-negara dunia ketiga takkan dibiarkan untuk punya mata uang yang kuat. Kontrol devisa akan diharamkan, supaya para spekulan yang didukung bank-bank raksasa bisa sewaktu-waktu menjatuhkan nilai mata uang lokalnya. Sebagai gantinya, negara-negara dunia ketiga harus menggantungkan diri dari hutang luar negeri dalam mata uang dolar AS. Karena lagi-lagi, hutang tersebut dikenakan bunga yang tinggi (yang tidak pernah diproduksi oleh bank sentral AS), maka negara-negara dunia ketiga harus mati-matian membayar cicilan hutangnya. Bunga hutang semakin lama semakin besar, mengalahkan hutang pokok negara-negara dunia ketiga. Dalam jangka panjang, negara-negara dunia ketiga harus merelakan aset-aset terbaik dan sumber daya alamnya yang paling potensial untuk diambil-alih oleh korporasi-korporasi besar yang didanai Wall Street.
PH:
Kuat atau lemahnya mata uang bersifat relatif.
Kalau mata uangnya kuat - maka lebih mungkin terjadi pertumbuhan impor melampaui pertumbuhan ekspor. Ini berarti lebih banyak duit keluar bagi negara tersebut - ketimbang duit masuk.
Kalau mata uangnya lemah - maka barang yang diproduksi di negara tersebut akan menjadi relatif murah - sehingga diminati oleh konsumen global. Ini berarti ekspor akan berpotensi tumbuh lebih cepat daripada impor dan ini berarti lebih mungkin terjadi arus duit masuk.
Karena kebanyakan negara berkembang pertumbuhannya bertumpu pada ekspor ke pasar dunia - maka mereka jusru lebih senang mata uangnya lebih lemah, supaya arus uang (baca: modal) mengalir ke dalam negara tersebut.
Juaranya soal beginian adalah Jepang - yang selalu ingin Yen melemah sekalipun negara tersebut adalah negara dengan output ekonomi terbesar nomer dua di dunia. Atas hal tersebut maka argumentasi nomer 8 menjadi non-sense.
9. LINGKUNGAN DIKORBANKAN DEMI MODAL
WNT:
Sistem pinjaman dengan bunga ini, secara otomatis mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus ? tanpa memperhatikan kemampuan alam dan lingkungan untuk mendukung sistem ekonomi yang serakah ini. Karena setiap ekspansi modal atau kredit yang diberikan pada dunia usaha adalah hutang dengan bunga, maka dunia usaha harus mampu meraih keuntungan yang lebih tinggi dari pinjaman plus bunga yang mereka sudah terima. Akibatnya, lingkungan, selagi bisa dieksploitasi untuk kepentingan
pertumbuhan ekonomi, takkan ragu untuk dikorbankan oleh para pemburu keuntungan ini. Dalam kurun waktu yang lama, kita sudah melihat dampaknya bagi pemanasan global akibat eksploitasi berlebihan untuk melakukan ekspansi modal.
PH
Poin nomer 9 menarik.
Di mana kerusakan lingkungan paling besar terjadi? Ternyata di negara-negara komunis yang ekonominya tertutup.
Ambil contoh perbandingan historis Jerman Barat vs. Jerman Timur. Penduduk Jerman Barat jauh lebih banyak daripada Jerman Timur, tetapi penduduk Jerman Barat lebih makmur daripada penduduk Jerman Timur. Kualitas udara dan kualitas lingkungan di Jerman Barat juga lebih baik daripada di Jerman Timur.
Semakin makmur suatu negara, semakin penduduknya sadar akan lingkungan dan kesehatan. Dan ini berarti semakin mereka mau membiayai usaha-usaha untuk memperbaiki lingkungan.
IS:
Lingkungan rusak bukan karena sistem perbankan atau sistem komunis, atau maju makmur tidaknya suatu negara tetapi karena prilaku masyarakatnya itu sendiri. Misalnya Indonesia (di Bangka atau Jakarta), atau Somalia, yang bukan komunis lingkungannya rusak karena masyarakatnya tidak perduli. Kuba misalnya yang komunis, disana tidak ada cerita kerusakan lingkungan. Masyarakat Badui Banten yang lebih terbelakang punya lingkungan yang lebih baik dari pada masyarakat Tangerang.
10. KEMANUSIAAN YANG DIPERBUDAK KONSEP UANG CIPTAANNYA SENDIRI
WNT:
Yang paling gila dari semua ini adalah, kemanusiaan diperbudak oleh uang dan sistem moneter ciptaannya sendiri. Kecerdasan dan daya cipta, sebagai modal yang tak ternilai dari kemanusiaan kini menghamba pada konsep uang yang keliru. Bayangkan jika uang tidak dimonopoli produksinya oleh bank sentral. Bayangkan jika, uang digunakan murni sebagai alat tukar tanpa bunga (atau seperti dilakukan Muhammad Yunus, bunga pinjaman dikembalikan lagi pada peminjam dalam bentuk dividen). Bayangkan jika setiap negara tidak mengandalkan dolar AS untuk membangun perekonomiannya, tapi mengandalkan sistem moneternya sendiri yang independen. Kegilaan ini bisa terhenti dengan sendirinya.
PH:
Bahkan pada poin nomer 10 inipun masih ada hal yang ngawur.
Grameen Bank tetap mengenakan bunga. Bahkan bunganya lebih besar daripada bunga perbankan konvensional. Yang membedakan Grameen Bank dengan bank lain adalah akses mereka terhadap orang yang tidak punya kelayakan kredit formal dan kolateral. Dan golongan penduduk demikian memang beresiko tinggi - itu sebabnya bunganya perlu lebih tinggi. Tetapi agar tidak memberatkan dan lebih bisa dipertanggung jawabkan - maka debitur Grameen Bank harus bersifat kelompok yang saling mengawasi.
Soal penggunaan US Dollar tentu diserahkan pada masing-masing negara. Sampai saat ini saya tetap nggak bisa bayar parkir, bayar uang sekolah anak, atau beli nasi pecel pake US Dollar.
Jadi tetap saja sepenting-pentingnya US Dollar - ternyata dalam kehidupan sehari-hari masih nggak begitu penting ketimbang Rupiah. Tetapi memang kalau Indonesia nggak becus mengurus rupiah saya akan kepikiran untuk pindah negara, atau menggunakan sistem barter, atau menggunakan mata uang negara lain. Tapi saya rasa yang begitu masih terlalu jauh.
IS:
PH mengatakan bahwa sampai saat ini dia tidak bisa bayar parkir, beli pecel dengan dollar, tentu saja demikian, karena dollar bukan alat pembayaran yang SYAH di Indonesia. Undang-undang tidak mengijinkan demikian. Pemerintah Indonesia tidak mau kehilangan sumber pajak tabungan (inflasi = pajak tabungan). Tahukah anda bahwa di lingkungan Production Sharing Company (PSC), bahwa transaksi mengharuskan semua rekanan PSC (walaupun induknya perusahaan asing) menggunakan bank yang beroperasi di Indonesia? Walaupun banyak pengecualian penggunaan rupiah di semua transaksi, Pemerintah Indonesia tidak akan membiarkan bakul nasinya dilewati begitu saja.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.
3 comments:
Cuman saran, saudara Wandy Nicodemus Tuturoong seharusnya belajar ekonomi lebih keras. Khususnya membaca EOWI dan akaldankehendak.com/he...atau minimal mengerti ekonomi Austria...
Sayang sekali dari 3 pendapat ini tidak terjadi diskusi tapi komentar 1 arah, sehingga tidak jelas kesimpulan yg benar seperti apa. Bila komentar terakhir yg mendapat kesempatan terbaik bisa menjurus pada penyesatan.
Adakah kita bisa menolak atau menghindar dari "kesintingan" tersebut. Atau memang itu sebuah keniscayaan dari globalisasi?
Post a Comment