___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Saturday, January 19, 2019

Dari Demokrasi ke Kakistokrasi (Bagian III)

Moralitas


Ayat-Ayat Quran Dan Skenario Imaginer
Saya akan memulai tulisan ini dengan beberapa ayat Quran yang sering saya bacakan kepada orang-orang sosialis dan penganut paham populis. Karena yang akan EOWI sodorkan adalah masalah moralitas. Walaupun sebenarnya EOWI ingin merujuk pada moralitas Pancasila, tetapi tidak ada rujukan yang sahih yang bisa digunakan. Ke lima butir-butir Pancasila tidak mengandung ajaran moralitas. Sedangkan mau menggunakan rujukan Bible, suasana saat ini sangatlah sensitif. Salah-salah bisa diAhokkan. Jadi terpaksa EOWI gunakan Quran sebagai rujukan. Ini seharusnya cukup sahih (valid), mengingat mayoritas bangsa Indonesia mengaku Islam (baca: mengaku). Tentang sebenarnya......, hanya Allah yang tahu.

Kita juga tahu bahwa di dalam pemerintahan banyak orang yang mengaku beragama Islam. Bahkan salah satu cawapres adalah kyai, ketua Majelis Ulama Indonesia, MUI yaitu Ma’ruf Amin. Tentang keislaman yang sebenarnya......, hanya Allah yang tahu.

Kita mulai dulu dengan ayat-ayat Quran tersebut:

[2:188] Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim/penguasa, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

[4:29] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu......

[43:32] Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Ada suatu situasi imaginer yang akan EOWI kaitkan dengan ayat-ayat di atas. Skenarionya adalah sebagai berikut:

Seseorang mentraktir 200 orang makan siang di restoran. Dia bikin kesepakatan dengan pemilik restoran bahwa biaya makan ini akan ditanggung oleh orang yang datang pertama setelah magrib. Orang tersebut harus bayar, kalau tidak rumahnya akan disita.

Dari segi moralitas Islam, si Peneraktir dan Pemilik restoran sangat tidak bermoral. Jelas al Baqarah 188 (QS 2:188) menyebutkan: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim/penguasa, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

Sekalipun dibuat hukumnya atau undang-undangnya atau keputusan pemilik restoran, atau keputusan menteri atau keputusan presiden, tindakan semacam itu adalah immoral.

Silahkan merenungkan kembali, jika tindakan seperti itu dilegalkan, apakah akan membuat nya menjadi tidak immoral? Bagaimana jika semua bangsa menerima hal seperti ini, apakah tindakan seperti itu menjadi immoral? Sekalipun makannya itu untuk orang banyak dan bagi-bagi rejeki, kemaslahatan umat tetapi tetap saja immoral menurut ayat az Zukhruf 32 (QS 43:32). Kenapa immoral? Karena semuanya itu sejak awal tidak atas persetujuan calon pembayar bill makanan. Bahkan dalam QS 43:32 tidakan seperti itu dicela: .... rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

EOWI mengajak pembaca untuk merenung kembali masalah moralitas ini. Sebab, ketika romantisme sudah dimasukkan, pelaku tindakan yang immoral bisa menjadi pahlawan, seperti Robin Hood contohnya.


Penjelasan Menteri Keuangan
Beberapa waktu lalu, ketika masalah hutang pemerintah Indonesia yang meningkat tajam selama  pemerintahan Jokowi memperoleh sorotan tajam, menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi penjelasan di beberapa media dan juga forum-forum lainnya. Berikut ini salah satu rekaman videonya.






Hutang Negara: Apakah Tindakan Immoral?
Sekali lagi, EOWI tidak membahas hal ini dalam kerangka moralitas Pancasila, karena ke 5 butir Pancasila tidak berisi ajaran-ajaran moral seperti Bible, Quran atau Tripitaka. Pembahasan ini terbatas pada kerangka Islam. Jika anda punya rujukan Biblenya silahkan saja. Mungkin nanti EOWI akan memberi sedikit isyarat-isyaratnya.

Ketika negara mengeluarkan surat hutang dengan masa tenor 10 tahun, 20 tahun atau 30 tahun, maka yang akan membayar (melalui pajak) sebagian adalah orang-orang yang belum punya hak memilih. Jangankan yang tidak terwakili, yang terwakilipun tidak paham akan masalah hutang negara dan tidak pernah memperoleh penjelasan tentang  konsekwensi apa yang akan ditanggungnya. Apalagi surat hutang yang jatuh temponya 20 – 30 tahun, itu akan menjadi beban orang-orang yang pada saat hutang itu dibuat mereka masih berupa sperma, atau beras, sayuran, atau istilah dengan teman saya yang suka berbicara kasar, masih berupa titit, atau entah apa lagi.

Kembali kepada pertanyaan semula: Pemerintahan yang membuat hutang jangka panjang, apakah bisa disebut pemerintah yang punya moralitas dan beradab?


Sesat Pikir: Dalih atau Alasan?
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa APBN dan hutang serta mengelolaannya sudah sesuai dengan undang-undang. Argumen Sri Mulyani ini adalah logical fallacy (sesat pikir) yang bernama appeal to the law. Logical fallacy (sesat pikir) seperti ini secara gamblang digambarkan sebagai, jika perbuatan X mengikuti hukum, maka perbuatan X tersebut adalah perbuatan bermoral. Dan sebaliknya, jika perbuatan X itu tidak mengikuti hukum maka perbuatan itu immoral.

Coba renungkan dengan pertanyaan ini sebagai test realitas: Apakah undang-undang bisa menyulap perbuatan immoral menjadi bermoral? Kalau memang demikian halnya, maka untuk membasmi semua tindak immoral, dibuat saja undang-undangnya untuk mejadikannya bermoral. Yang pasti kata Quran,QS 2:188, pengesahan tindakan bathil tidak membuatnya tidak bathil.

Kalau sebelumnya adalah appeal to the law fallacy, sesat pikir dengan mengacu pada hukum legal, ada lagi sesat pikir yang sering digunakan sebagai dalih. Sesat pikir ini disebut appeal to majority, atau argumentum ad populum. Maksudnya jika banyak yang telah melakukan suatu perbuatan immoral maka tindakan itu menjadi tidak lagi immoral.

Varian lain dari argumentum ad populum adalah dengan mengatakan bahwa rejim yang lalu-lalu seperti Suharto, SBY juga membuat hutang. Walaupun untuk SBY ini tidak sepenuhnya benar (pada jaman SBY rasio hutang terhadap GDP turun), tetapi untuk sekedar berargumen, anggap saja benar, tidak berarti bahwa berhutang itu menjadi secara moral tergolong baik, melainkan berarti rejim-rejim yang terdahulu juga tidak bermoral.

Tidak ada yang bisa menyangkal dengan logika bahwa membuat hutang jangka panjang yang dilakukan oleh suatu rejim bisa disebut immoral.


Pengelabuhan: Beban Hutang Turun
EOWI sempat memperoleh kiriman video penjelasan menteri keuangan Sri Mulyani yang mengatakan bahwa secara nominal hutang memang naik. Tetapi relatif terhadap kemampuan bayar, dalam hal ini pendapatan, ratio hutang turun. Maksudnya ratio hutang terhadap penghasilan turun. Dalam hal negara, ratio hutang terhadap GDP turun. Kali ini kebohongannya dikubur oleh angka-angka.

Teknik mengubur kebohongan dengan angka-angka ini seperti sulap. Angka-angka statistik berfungsi sebagai pengalihan perhatian. Permainan yang sebenarnya bukan ada ditangan yang heboh beraksi melainkan ada di tangan yang lain yang bermain secara halus dan tidak kentara.

Berikut ini videonya.




Perhatikan betapa hebohnya ia menerangkan. Permainannya terletak bahwa orang tidak akan merunutkan dan memperhatikan angka-angkanya. Kebanyakan orang cuma mau tahu hasil akhirnya. Ketika angka-angka itu diplot dalam satu grafik, jelas terlihat kesimpulan yang benar. Dengan kata lain, tanpa chart yang ditanamkan ke dalam benak pendengar bisa berlawanan jauh dengan kebenarannya.

Berikut ini data dari World Bank. Secara nominal, agak lebih tinggi dari data IMF. Tetapi trendnya sama. Angka nominal tidak penting dalam hal ini, karena yang dibahas adalah trendnya. Sri Mulyani mengatakan trendnya membaik alias menurun. Kenyataannya adalah sebaliknya. Tanpa chart ini, pembawa acara dan para penonton akan mempercayai saja semua yang dikatakan nara-sumber.




Pengemban Hutang yang Menyusut – Semakin Kejam
Ibu saya dari keluarga dengan 12 bersaudara, dengan 1 meninggal ketika masih di bawah 10 tahun. Demikian juga ayah saya, saudaranya yang hidup sampai tua ada 12  orang. Orang-orang yang seumuran saya biasanya 4 – 7 bersaudara. Dan untuk genersi saya, anaknya rata-rata 2 saja. Trendnya adalah semakin mengecilnya jumlah keluarga.

Chart di berikut ini bercerita tentang tingkat fertilitas wanita Indonesia dengan perjalanan waktu. Jadi kalau saya mengatakan bahwa saya 6 bersaudara, bisa diterka bahwa saya kelahiran tahun 1940 – 1960. Bukan kelahiran tahun 1990an.



Apa yang menjadi penyebab dari trend penurunan fertilitas ini, mungkin banyak. Kalau penurunan drastis antara tahun 1970 – 2000 itu patut diduga karena suksesnya buku Population Bomb yang dikarang Paul Ehrlich yang membuat panik pemerintahan di dunia akan adanya ledakan populasi dan bahaya kelaparan pandemi sebagai akibatnya. Pemerintah-pemerintah di dunia berlomba-lomba membuat program pembatasan kelahiran dan sukses.

Patut diduga bahwa penurunan fertilitas selama tahun 1960 – 1970 serta 2010 dan selanjutnya dipengaruhi oleh urbanisasi. Pasangan suami-istri urban lebih jarang berhubungan sex dibanding dengan yang dipedesaan. Di kota banyak yang bisa dilakukan setelah matahari terbenam selain sex. Disamping itu bagi mereka anak adalah beban yang berat.

Dengan ekstrapolasi, tingkat fetilitas wanita Indonesia menembus batas 2 pada tahun 2030. Artinya 11 - 12 tahun lagi, Indonesia mengalami fase zero old people replacement. Dan saat itu Indonesia menjadi masyarakat yang menua. Populasi orang tua cenderung meningkat. Jadi ini bukan demografi yang menyusut lho. Keduanya  berbeda.

Oleh sebab itu generasi yang akan datang menghadapi dua beban berat yang ditimpakan oleh generasi sebelumnya, yaitu: mengurus orang-orang tua yang jumlahnya lebih banyak dari yang muda dan membayar hutang yang dibuat oleh generasi tua. Oleh sebab itu hidup 15 – 40 tahun mendatang akan berat bagi kaum muda.


Renungan
Saya memperoleh kiriman video yang ada kaitannya dengan hutang. Walaupun pembawanya seorang ustadz, tapi ilmunya kelihatannya sebatas pada entertainer saja, seperti A’a Gym. Tidak ada dalil Quran atau hadith yang dikeluarkannya.




Kesalahan dari ustadz ini adalah pada detailnya. Angka Rp 13 juta beban hutang itu salah, karena pada saat membayar nanti, tidak semua warga negara NKRI ini membayar hutang itu. Karena ada yang pensiunan, ada yang jompo, ada yang masih balita. Mungkin yang menanggung beban itu 20% - 30% saja. Itu tidak termasuk jika hutang itu bertambah hutang yang baru dan bunganya tidak dibayar-bayar. Anda bisa hitung sendirilah. Mungkin Rp 50 juta.

Orang mati yang membawa hutang dianggap tidak bermoral. Menurut riwayat, nabi enggan mensholati jenazah yang hutangnya belum dibayarkan. Oleh sebab itu, ketika seorang muslim meninggal, selalu diumumkan bahwa jika yang meninggal ini punya hutang, diharapkan krediturnya datang kepada keluarganya untuk menyelesaikan hutangnya itu.

Kalau anda bertanya apakah ini berlaku bagi presiden atau pelaku pemerintahan yang membuat hutang, mungkin kyai Ma’ruf Amin bisa menjawabnya. Mungkin. Apakah Jokowi layak memperoleh sholat jenazah ketika ia meninggal nanti? Persoalannya lebih dari sekedar hutang yang belum dibayar. Tetapi hutang yang dibebankan kepada mereka yang masih berupa sperma-sperma pada saat hutang itu dibuat. Dan itu demi kesuksesannya untuk menjadi presiden untuk kedua kalinya. Itu biadab.

Mengenai moralitas hutang, saya tidak bermaksud untuk memberi pandangan dari sudut agama Kristen atau Yahudi. Tetapi lebih banyak dari sudut pandang Bible.

Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi [Amsal 22:7]

Itu kata Bible. Dan dari sudut moral, sebutan apa yang paling tepat bagi mereka yang mengirimkan anak-cucu mereka untuk dijadikan budak dari para kreditur yang kaya? Silahkan jawab sendiri.

Beberapa waktu lalu, saya menjelaskan perbedaan antara penipuan dan pengelabuhan. Dalam pengelabuhan tidak ada kebohongan yang dikeluarkan, tetapi pernyataan-pernyataan dibikin sedemikian rupa sehingga persepsi terarah. Sebagai contoh seorang yang telah mempunyai istri 9 orang sedang merayu calon istri ke 10nya. Ia mengatakan: “Kamu bukan istri pertama saya. Saya sudah berkeluarga. Istri saya bernama Maryam dan punya anak 2.”

Ia tidak mengatakan bahwa Maryam itu istri ke-5nya. Dan memang benar dia punya anak dengan Maryam 2 orang. Dengan istri yang lain tidak diceritakan.

Dengan tidak menceritakan keadaan yang sepenuhnya, ia bermaksud membiarkan persepsi calon istri ke 10nya berpikir bahwa ia akan menjadi istri ke-2. Itu tidak terlalu buruk dibanding dengan istri ke-10. Tetntu saja dalam kasus yang saya jumpai, sang istri baru menjadi kesal setelah mengetahui bahwa ia istri ke-10, dan kemudian membuat ulah.

Penipu dan pengelabuh yang bodoh akan ketahuan bohongnya dan pengelabuhannya oleh korbannya. Sedangkan penipu dan pengelabuh yang pintar, korban-korbannya (banyak) tidak pernah tahu bahwa pernah dikerjai. Penipu dan pengelabuh semacam inilah yang sangat berbahaya. Kalau kasus Ratna Sarungpaet, kasus 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos, kasus..... adalah kasus penipuan kelas rendahan. Mudah dibongkar kebohongannya. Tetapi untuk pembangunan dengan bermodal hutang agar bisa terpilih menjadi presiden untuk kedua kali, ketiga kali, berkali-kali, itu berbeda kualitasnya.

Kalau saja Hannibal, anjing saya boleh mencalonkan diri, saya akan pilih dia. Tetapi untuk keadaan sekarang, sama-sama kakistokrat, kalau Prabowo jadi presiden....., ditengah jalan dia main tipu-tipu, lebih gampang diketahui. Dan kalau tidak suka..., bisa ramai-ramai protes. Tetapi jika orang yang sangat licin, dampak pengelabuhannya baru ketahuan 20 – 30 tahun kemudian?

Mampuslah anak-cucumu.

Orang sangat pandai tidak banyak. Sedangkan orang awam, orang pintar dan orang gila banyak. Mereka ini yang akan memilih para kakistokrat pengelabuh yang ulung. Oleh sebab itu, dalam pemilihan umum sekarang kami ramalkan yang akan menang adalah kakistokrat yang licin dan pandai mengelabuhi. Sampai anak cucu mungkin tidak akan sadar bahwa kakek-kakek mereka telah dikelabuhi.

Sekian dulu. Jaga baik-baik kesehatan dan tabungan anda. Sampai lain kali.

Jakarta 19 Januari 2019

DS – Datuk Semar, bukan Denny Siregar.

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

13 comments:

kripik singkong said...

Yang jadi masalah, adalah orang memilih meninggalkan akal sehatnya, menyangkal kebenaran bahwa ayat-2x suci memang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang lain. Lebih baik bahas saham aja kaya dulu boss, mslh fertilitas percuma dibahas

Lestari Construction said...

Anonymous said...
Setuju bung IS, terimakasih telah mencerahkan dgn tulisannya.. jadi paham skrng hrs pilih siapa presiden nanti.
Politikus licin musnahin aja...

Anonymous said...

secara enggak langsung is menggolongkan diri kedalam kelompok sangat pintar nih...wkwkkwk

gak ada jaminan juga paslon tertentu gak bisa jadi lebih licin dari yg skrg di kemudian hari,konco2 nya suka mengadu domba masyarakat dengan isu sara dan kebencian,takutnya lama lama menjurus pada fasisme spt hitler

kalo kata si ahok orang miskin gak bisa lawan orang kaya , orang kaya gak bisa lawan penguasa , kalau mau lawan penguasa ya harus jadi penguasa juga
itu benar adanya

jadi lebih baik mensiasati dan mempersiapkan diri dari tipu2 penguasa supaya kita engga jadi korban mereka selanjutnya

wong deso said...

Jadi seharusnya bagai mana? apakah negara berhutang itu buruk? adakah negara d dunia ini yang tidak berhutang? apakah negara yang maju2 pembangunanya tidak dengan hutang? bukankah kalau negara menjadi maju dan makmur yang menikmati anakcuu juga.

sangat menarik sekali pembahasanya pak is sehingga tergelitik hati saya untuk memahami lenih dalam dan solusinya

MRWARAS said...

jika seseorang memiliki perusahaan dengan mayoritas 100 % punya dia dan perusahaan itu membuat obligasi jangka waktu 10 tahun , dan org tersebut besok meninggal....
pertanyaannya....apakah orang tersebut dibilang tidak bermoral? meninggalkan hutang kepada anak cucunya? yg masih jadi titit? :D apakah orang tersebut lantas jadi berdosa? :D negara dan perusahaan sama, mau bikin utang jangka waktu panjang boleh boleh aja....ngak ada urusan sama agama dan dosa....itu kalo pikiran orang waras...:D belum mabok...:D nah kalo mau lebih waras lagi yg mesti dilihat itu laporan keuangannya perbandingan antara ekuitas dia dengan jumlah hutang dia....apakah dia bertambah labanya dengan memperbanyak hutang? (hutang produktif) ataukah labanya malah menurun dengan bertambah hutangnya bahkan menggerus ekuitas? (jelas ini hutang yg sangat konsumtif) ...org waras berfikir seperti itu...bukan yah ...yah kayak yg...:D
kadang emang di era mau pemilu banyak orang jadi ngak waras...:D
Sekedar note: pemerintah juga punya laporan keuangan sama seperti perusahan publik...bisa dilihat....dan kalo dianalisa secara perusahaan publik ....yah gitu deh...:D itu perusahaan udah mau bangkrut ...hutang nambah terus ....ekuitas turun....(artinya foya foya)....tp yg jelas semua negara seperti itu...:D makanya orang waras umumnya anti sama yg namanya goverment.....ada pepatah yg mengatakan: kalau mau bikin sesuatu jadi rugi....bikinlah pemerintahan...:D

Boneless said...

Truth is like poetry, and most people hate poetry

Hidden Markov said...

Menurut saya kebanyakan orang Indonesia, termasuk Bung IS, terkecoh dengan Pilpres dan tidak memperhatikan Pileg apalagi pimpinan daerah dari mulai Lurah. Presiden mempengaruhi hidup kita. Tapi sehari-hari justru pimpinan daerah yang bertanggung jawab atas keamanan, infrastruktur dan hajat hidup lainnya sampai yang menentukan berapa besar banjir tahun lho. Mengapa kita harus fokus ke kakistocracy di pemerintah pusat sementara di lingkungan sekitar kita banyak posisi publik diisi orang yang tidak memiliki kualifikasi untuk pekerjaannya? Apakah masih senang bernostalgia dengan zaman orde baru yang semua terserah Jakarta? Rindu dengan kondisi tanpa ada "arahan" semua diam di tempat?

Gejala kakistocracy adalah self-fulfilling prophecy dari generasi bangsa Indonesia terdahulu. Secara tradisional, masyarakat Indonesia lebih suka dengan figur dan mengidolakan pimpinan ketimbang memahami nilai dan prinsip pimpinan tersebut lalu nilai apa yang dibawa ke masyarakat. Saat ini, Bung IS mempermasalahkan moralitas pimpinan saat ini dengan argumen bahwa rezim pemerintah sekarang meninggalkan banyak hutang. Sayang sekali butuh 3,5 abad plus 3,5 tahun bagi generasi terdahulu untuk mempertanyakan hal serupa yaitu kenapa mereka jadi jongos VOC lalu Belanda dan Jepang. Paska kemerdekaan, pola pikir kebanyakan orang masih sama akhirnya muak di tahun 1998. Tapi kenapa kakistocracy lagi?

Saya optimis bangsa Indonesia akan menjadi lebih baik, produktif dan memberikan nilai untuk seluruh masyarakat dunia. Namun, sejarah menunjukkan bahwa tingkat evolusi bangsa Indonesia tidak secepat bangsa lain. Meminjam analogi evolusi burung Finch di kepulauan Galapagos, maka bonus demografi Indonesia adalah periode populasi berlebihan (excessive). Kita sedang menguji daya tahan alam Indonesia, seberapa besar kapasitas alam ini menanggung keputusan-keputusan hidup orang Indonesia (dan kawan-kawan bangsa lain yang suka hidup di Indonesia). Kita keruk terus hasil alam seperti migas sampai generasi selanjutnya harus ngeruk migas di laut dalam dan daerah yang sulit. Kita juga membangun "physical capital" dan "human capital" dengan hutang (depresiasinya biar generasi selanjutnya yang pikir). Lalu yang mantap adalah meningkatkan GDP dengan berpangku pada konsumsi!

Dalam jangka panjang, kita akan bisa menyaksikan berapa banyak manusia Indonesia yang berhasil berevolusi untuk menjadi orang-orang yang lebih produktif dan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang membawa kemakmuran untuk dunia. Salah satu alternatif yang mungkin terjadi adalah manusia-manusia ini akan memiliki karakter yang berbeda dengan spesies dari generasi-generasi sebelumnya. Seperti burung finch yang berhasil hidup dan berevolusi, mungkin fisik mereka tidak terlalu berbeda (jangan bayangkan manusia Indonesia yang berhasil berevolusi itu mempunyai paruh yang berbeda) tapi pola pikir, nilai dan prinsip mereka akan membuat mereka asing jika hidup di saat ini.

Oh ya, mengenai hutang dan agama. Berdasarkan sejarah, masalah yang kerap kali muncul dari penciptaan hutang dengan bunga yang mengikat merupakan contoh mengapa Islam dan Katolik menggangap proses hutang-menghutang ini riba (perbuatan dosa). Mungkin bisa dipertimbangkan penghapusan hutang di tahun "Jubilee" yang disinggung di Perjanjian Lama?

Shanti Putri said...

Kalau mau bicara tentang populasi yang menua, saya usulkan untuk membatasai usia yang tua.. misalnya seseorang tidak boleh lebih dari 70 tahun, kalau lebih dari itu maka hukuman mati. Lalu yang muda-muda disuruh jadi mesin kawin. Dunia tidak ada yang tahu, mas. Mungkin saja... mungkin... suatu hari nanti diantara 15-40 tahun lagi ada seseorang yang bisa meningkatkan produktivitas dalam negeri sehingga bisa surplus

Anonymous said...

shanti putri
thats the most crazy and reckless idea i ever heard...wkwkwkwkll

D_J said...

Shanti putri emang lo lahir drmana ga ada terimakash n hormat2nya ma org tua😅?usia dibatesin 70th yg lebih dihukum mati wkwk..kaya mo jd tuhan aja lo

kumbayamylord said...

Yg empiris2 aja deh... jujurlah kalian wahai cebong, mending zaman sekarang atau zaman SBY ?

Anonymous said...

Emangnya Paslon yang satu lagi ngga bakalan ngutang kayak yg sekarang..

Bedanya, yg satu ngutang buat bangun infrastruktur dan subsidi kelas bawah....yang satu lagi ngga jelas buat apa ngutangnya...

Siapapun yang terpilih, anak cucu kita yang akan bayar hutangnya...

Tinggal nanti mau bayar hutangnya dalam kondisi damai atau carut marut....

Anonymous said...

@kumbayamylord
susah amat di ketik nickname lu
sby juga ngutang,tp waktu itu zaman boom komoditas makanya enak enak aja,kalau sby di posisi skrg juga palingan sama ngutang dan pajakin rakyat juga
siapapun pemimpinnya pasti akan ngutang dan pajakin rakyat kalau engga cetak uang inflasi
kecuali yg bener2 berani tegas sama konco2 nya sendiri
tp emg sby better dalam hal engga kepo in rakyatnya engga kaya skrg yg agak berhaluan sosialis