Apa yang terjadi dengan negara penghasil daging
sapi ini? Sadar atau tidak, saya memplesetkan judul lagu karangan Andrew Lloyd
Webber dengan lirik oleh Tim Rice yang cukup popular yang kemudian dipentaskan
menjadi opera dan film musik. Andrew Lloyd Webber dan Tim Rice adalah genius
dalam menciptakan lagu-lagu opera seperti Phantom of the Opera, Cat dan Jesus
Christ Superstar dan Evita. Lagu yang saya maksud pertama kali dinyanyikan oleh
Julie Covington tahun 1976. Tetapi saya lebih suka jika lagu ini dibawakan
oleh Elaine Paige atau Sarah Brightman.
Di kalangan generasi yang lebih muda, Madonna dikenal sebagai pembawa lagu ini
dalam film musical berjudul Evita (1996, diperankan oleh Madonna,
Antonio Banderas, dan Jonathan Pryce). Tetapi, menurut EOWI, suara Madonna
sengau, tidak jernih dan artikulasinya kurang jelas. Judul lagu tersebut adalah
Don’t Cry for Me Argentina, sebuah
lagu yang dikaitkan dengan Eva Peron, atau Evita Peron, artis dan istri
diktator Juan Peron yang kemudian menjadi mencalonkan diri sebagai wakil
presiden Argentina. Dia menjadi pujaan wong
cilik. Ia dijegal oleh kelompok militer dan borjuis di dalam perjalanan
karirnya. Kematiannya membuat dirinya di jadikan martir. Ia diberikan upacara
kenegaraan seperti layaknya presiden dan diberi gelar “Pemimpin Spritual
Bangsa” oleh parlemen Argentina. Dan di dunia internasional Eva Peron dijadikan
sosok yang dijadikan tema film dan musik.
Banyak yang mengira bahwa lagu ini bercerita tentang tragisnya suatu
kehidupan di Argentina. Banyak orang menyangka arti kata Don’t Cry for Me
Argentina adalah “Argentina janganlah menangis untukku”, sebuah tema yang
sedih. Tetapi menurut pengarangnya kata Cry
disini tidak berarti menangis (Inggris: weep),
tetapi memanggil dengan berteriak.
Sebab pada lagu ini ada bait yang mengatakan: the truth is I will never left you (hakekatnya aku tidak pernah
meninggalkan mu). Argentina, tidak perlu
berteriak-teriak memanggilku, itu kurang lebih arti lagu itu. Lagu itu mungkin
tidak bercerita tentang tragisnya Argentina, melainkan tragisnya nasib Evita
Peron. Tetapi kalau dilihat liriknya, tidak juga begitu, tidak bercerita
tentang ketragisan.
Masih dengan urusan tragis dan tidak tragis, perjalanan
lagu ini juga sempat melewati masa-masa tragis, karena dilarang beredar di
negara penciptanya (Andrew Lloyd Webber) yaitu Inggris ketika perang Falkland
1982. Tetapi yang lebih tragis adalah nasib rakyat dan negara Argentina. Oleh
sebab itu judul lagu itu di plesetkan EOWI menjadi Don’t Cry Agerntina.
Sejarah jatuh bangunnya suatu negara bisa dilihat
dari Argentina. Argentina merupakan laboratorium hidup dari
eksperimen-eksperimen politik dan ekonomi. Dan sebagai subjeknya adalah orang-orang
yang tidak pernah bisa mengambil hikmah sejarah. Orang orang ini bak keledai moron.
Sebab keledai tidak pernah mau jatuh pada lubang yang sama.
Setelah perang kemerdekaan yang lama (1810–1818),
Argentina masih didera oleh perang saudara. Yang disebut dengan perang saudara,
tidak berarti perang yang benuansa kasih sayang dan penuh dengan rasa
persaudaraan, tetapi sama seperti perang-perang lainnya, kejam dan brutal
(bahkan lebih kejam dan lebih brutal). Itu politik. Oleh sebab itu yang disebut
perang saudara lebih tepat disebut perang tidak-bersaudara. Selanjutnya setelah
40 tahun perang tidak-bersaudara, tahun 1860an, terjadi perubahan yang
mendasar. Liberalisasi ekonomi dan pembukaan pintu imigrasi. Didukung oleh liberalisasi
ekonomi membuat suasana yang memicu migrasi besar-besaran dari Eropa, yang
kemudian merubah tatanan demografi, sosial dan budaya. Selanjutnya proses ini
melontarkan Argentina menjadi negara ke 7 termakmur di dunia di awal abad ke
20. Argentina berada pada posisi 7 negara termakmur di antara negara-negara
maju di jaman itu setelah Switzerland, New Zealand, Australia, United States,
the United Kingdom dan Belgia.
Sejarah berbalik secara bertahap ketika demokrasi
dikembangkan. Tahun 1912 ketika hak memilih dan dipilih bagi pria diundangkan
di Argentina membuka pintu kaum sosialis naik ke pucuk pimpinan politik negara.
Hipólito Yrigoyen, pimpinan Radical Civic
Union (UCR), memenangkan pemilihan umum tahun 1916. Dia membuat eksperimen
baru, istilah kerennya pembaharuan di
bidang sisoal dan ekonomi. Politikus Argentina memilih untuk menghargai mereka
yang tidak berprestasi secara ekonomi, tidak kreatif dan tidak inovatif dengan
memberikan perlindungan. Perlindungan buruh dan rakyat kecil, memmbuat
masyarakat kurang tertantang dan tidak resourceful, kurang kreatif. Lebih baik menuntut ke
pemerintah untuk diberi lebih. Tentu saja pemerintah tidak bisa memproduksi apa
yang dituntut, oleh sebab itu sasarannya adalah para majikan.
Catatan hak memilih dan dipilih bagi wanita baru
diundangkan di Argentina tahun 1942. Itupun bisa diduga karena manuver politik
untuk menaikkan Eva Peron.
K-Winter, depresi global tahun 1930, memporakporandakan
tatanan struktur politik Argentina. Kudeta militer atas Yrigoyen, merupakan
tonggak sejarah menurunnya kemakmuran di Argentina. Walaupun demikian Argentina
tetap menjadi 15 negara termakmur di dunia sampai pertengahan abad 20.
Argentina memang harus menangis, karena akhirnya terpuruk masuk ke dalam
kelompok negara yang belum berkembang. Don’t Cry Argentina,
it is your own fault to have democracy and let those socialists and lunatics
govern you.
Sejarah menunjukkan bahwa Argentina pertama kali
mengingkari hutangnya tahun 1828. Dan gagal bayar tahun 2014 ini adalah yang ke
8. Jangan cerita sebabnya. Karena sebabnya bisa aneh, sulit dipercaya atau
fabrikasi. Yang pasti, kalau sebuah negara punya hutang, maka pemerintahnya
tidak bisa menyeimbangkan antara pengeluaran dan pendapatannya. Boros dan
banyak menghambat pelaku ekonomi, adalah kata yang paling tepat. Kalau saja
pelaku ekonomi dibiarkan berinovasi, tentunya pemasukan pajak akan lebih tinggi
bukan?
Bagi yang hidup di Argentina, akan merasakan
kesulitan, seperti judul cerita ini: Don’t Cry Argentina. Tetapi,
bagi pengunjung/turis lebih menyenangkan. Sebagai turis, anda bisa meniknati
makan siang di restoran yang mewah, steak Argentina yang tebal dan terkenal
itu, medium rare, dengan texture yang lezat sekali, dan ditutup dengan kudapan
pencuci mulut dan kopi hanya perlu mengeluarkan US$25. Itu jika anda bisa
menukarkan dollar anda pada kurs “biru”, satu dollar dikurskan menjadi 15 peso.
Tetapi....., hal itu tidak boleh ketahuan oleh agen-agen pemerintah, karena
mereka menyebutkannya sebagai pasar gelap.
Padahal sebenarnya transaksi dilakukan pada siang hari, bukan pada malam hari
tanpa penerangan. Tidak ada yang gelap di sana. Hanya Cristina Fernández de
Kirchner, sang presiden, dan para pembantunya yang mengatakan pasar itu sebagai
pasar gelap (tanpa penerangan barangkali).
Semua relatif murah jika anda bisa menukarkan
dollar anda di pasar yang disebut pasar gelap itu. Sebab ada juga tempat
penukaran uang yang lain. Cristina Fernández de Kirchner menyebut kurs yang
sepatutnya adalah “kurs putih”, 1 dollar sama dengan 5.7 peso. Jadi lupakan
saja makan siang di tempat yang mewah steak Argentina yang lezat itu jika anda cuma
punya uang $ 25.
Di internet ada yang memberikan kiat-kiat bagaimana
hidup di Argentina.
- Tukar uang US dollar anda di cueva, slang lokal untuk underground casa de cambio atau tempat penukaran uang gelap. Hati-hati kalau mencari tahu tempat-tempat ini, jangan bertanya kepada sembarangan orang, karena kalau ia adalah agen pemerintah, anda bisa memperoleh kesulitan. Bertanyalah pada tour guide anda atau resepsionis hotel misalnya.
- Kalau sulit mencari cueva, bayarlah hotel dan restoran atau tempat anda belanja dengan dollar. Mereka biasanya memberikan kurs yang lebih baik dari kurs resmi.
- Jangan menggunakan ATM atau kartu kredit di samping kursnya adalah kurs resmi, juga biaya transaksinya mahal.
- Ada juga yang menawarkan transaksi penukaran US dollar ke peso lewat internet. Dengan chatting atau telpon atau SMS tempat dan waktu transaksi ditentukan. Hanya cara ini berbahaya kalau kita tidak dilakukan dengan orang kita kenal atau terpercaya.
Beberapa waktu lalu, Presiden Argentina Cristina
Fernández de Kirchner mengalami delusi/kewahaman, sehingga ia menuduh kepala
bank sentral, Juan Carlos Fabrega, sabotase peso. EOWI menduga adanya kewahaman
pada diri Kirchner karena jika ia benar maka jika Juan Carlos Fabrega
diberhentikan maka peso akan menguat. Kenyataannya berbeda. Ketika Fabrega
berhenti, nilai peso malah turun lebih dalam. Ini menguatkan dugaan EOWI bahwa
Kirchner mengalami delusi.
Mungkin karena tidak ada penanganan dokter
psikiater, kewahaman Kirchner tidak berhenti disitu, ia mengisyaratkan bahwa
Amerika Serikat sedang merencanakan untuk membunuhnya. Mungkin EOWI bisa
membantu Argentina dengan mengirimkan seorang dokter jiwa. Tetapi, hal itu bisa
memicu kemarahan rakyat Argentina, akan EOWI mengatakan bahwa rakyat Argentina
gila semua. Siapa yang mau memilih orang gila menjadi presidennya, kecuali
orang gila pula, bukan?
Harga kedelai tanaman andalan terbesar Argentina -
jatuh 35% pada kuartal ke-2, 2014. Tetapi kalau dihitung dari puncaknya di
tahun 2012, make telah turun 50% lebih. Penurunan terburuk sejak kasus subprime 2008. GDP Argentinapun jatuh.
Meskipun demikian presiden Kirchner dan staffnya mengatakan sebaliknya. Mungkin
matematika yang diajarkan di sekolah dasar di Argentina berbeda dengan yang ada
di Indonesia.
Hutang jangka pendek yang katanya hanya sekitar 35%
dari cadangan devisanya sedikit lebih rendah dari Indonesia (40%), seharusnya
bisa untuk membayar hutang-hutangnya yang jatuh tempo, entah kenapa kok tidak
bisa. Mungkin laporan World Bank banyak yang kacau, atau uang panas lebih cepat
keluar dari pada penitia pembayaran hutang sehingga mereka tidak kebagian
dollar. Atau otak di kepada para staff ekonomi Kirchner masih down atau lemot atau mereka juga terlalu sering
menghisap jamur atau daun kecubung. Entahlah, nampaknya kelompok yang duduk dipemerintahan
sedang mengalami dilusi. Peso tenggelam. Dan cadangan dollar menghilang.
Seorang rekan berandai-andai dan mengusulkan, untuk
mengatasi kebekuan cadangan devisa dan pengelolaan cadangan devisa serta
mengendalikan kurs mata uang, mungkin Indonesia bisa meminjamkan ahli-ahli
ekonominya yang ada di Bank Indonesia. Sampai saat ini rupiah bisa bertahan.
Tetapi menurut EOWI, kualitas BI dan bank sentral Argentina, sama saja. Ketika
Carlos Menem (presiden Argentina periode 1989 to 1999) mematok
peso ke US dollar, maka investor merasa aman masuk ke Argentina. Hutang dan
kredit mengalir. Kalau hutang digunakan untuk hal-hal yang produktif dan
menghasilkan keuntungan, maka hutang itu bisa dibayar. Tetapi jika hutang
tersebut untuk membayar pegawai negri, membayar gaji anggota parelemen yang
besar, dan kegiatan-kegiatan yang non produktif, akan diakhiri dengan air mata
rakyat. Pemerintah hanya bisa menahan kurs peso untuk sekian lama. Pada
akhirnya harus dilepas, peso harus didepresiasi. Dan......, debitur tercekik
untuk membayar hutangnya yang dalam denominasi dollar. Kreditur dimana saja
sama. Mereka akan mengejar piutangnya sampai ke liang kubur. Kalau di skala
kecil, maka dikirimlah debt-collectors. Kalau skala besar ada versi besarnya. Tidak
hanya itu, burung-burung nasar, vultures,
akan mengitari debitur yang sedang sekarat, mencari keuntungan. Kirchner boleh sebel kepada debt vultures, tetapi mereka ada dan hidup dari darah-darah
pemerintah yang sekarat karena hutang.
Bagaimana kalau kita pinjamkan
penasehat-penasehat BI kepada Argentina? Entahlah. Baru-baru ini BI menyarankan
presiden Jokowi agar menaikkan harga BBM untuk menghapuskan subsidi BBM. Ini
adalah upaya pengelolaan nilai rupiah dan cadangan devisa. Penghapusan subsidi
berarti memberi ruang bagi pemerintah untuk menghamburkan uang ke sektor lain
yang tidak produktif, dilain pihak cadangan devisa tetap akan terkuras karena
tindakan tadi tidak ada kaitannya dengan neraca transaksi berjalan Indonesia.
BBM masih harus diekspor (cuma sekarang rakyat yang ketambahan beban), harga
bahan komoditi tetap rendah (pemasukan dari ekspor bahan komoditi tidak
bertambah), eksportir yang memarkir dollar hasil penjualan ekspornya di luar
negri juga tidak bisa dipaksa untuk repatriasi dollarnya. Apa yang berubah?
Oleh sebab itu meminjamkan penasehat-penasehat keuangan BI juga tidak ada
gunanya.
Ada komentator yang salah memasang stelan otaknya,
mengatakan bahwa situasi Argentina saat ini baik sekali. Banyak opportunity di
sektor saham. Saham Argentina sudah terkoreksi dalam. Sebentar lagi Kirchner
akan turun dan digantikan dengan orang yang lebih baik, katanya lagi. Argentina
merupakan negara yang kaya dan banyak sumber alam. Untuk opini seperti ini EOWI
tidak bisa berkomentar apa-apa. Mungkin
akhirnya white exchange rate (“kurs
putih”) akan sama dengan kurs pasar gelap “kurs biru” dengan kata lain kurs
resmi dan kurs pasar akan sama. Ini bisa “kurs biru”nya yang mendekati kurs
resmi (“kurs putih”) atau “kurs putih”nya yang makin jeblok. Menurut EOWI, kurs
resmi (“kurs putih”) lah yang harus terkoreksi mendekati kurs pasar. Artinya
lebih baik beli saham Argentina nanti saja. Terus....., dengan masa depan
politik dan pemerintahan yang lebih baik, menurut EOWI calon pengganti Kirchner
yang kompeten belum ada. Semuanya sama saja. Jadi apa yang mau diharapkan.
Belum ada sinar yang nampak di ufuk timur.
Seperti tadi dikatakan bahwa bagi yang hidup di Argentina,
akan merasakan kesulitan, sejalan dengan judul cerita ini: Don’t Cry Argentina. Kita
yang hidup di Indonesia harus bersyukur bahwa kita masih bisa membeli rumah
dengan kredit jangka panjang, sampai 15 tahun. Mau makan di restoran atau
belanja tidak perlu bawa-bawa segepok uang Rp 100,000an yang membuat dompet
tebal, tetapi masih bisa bayar dengan kartu kredit. Di Argentina, perusahaan
kredit mana yang mau ambil resiko. Sekarang nilai kurs peso adalah 15 peso per
US$. Bulan depan entah berapa? Bikin usaha perkreditan menjadi susah. Ekonomi
Argentina adalah ekonomi cash. Bagi
pembaca tanah air yang pernah hidup di jaman pra 1970an, tahu artinya ekonomi cash. Beli rumah harus cash, beli mobil harus cash, beli......harus cash. Tidak ada kredit. Tidak ada
deflasi. Yang ada hanya inflasi yang menggila. Tabungan dan pensiun cepat
menguap. Don’t Cry Argentina.
Teman saya mengatakan..., amit-amit jabang bayi. Indonesia tidak akan mengalami hal yang demikian.
Saya tidak tahu apakah dengan mantra amit-amit
jabang bayi, Indonesia bisa terbebas dari bencana seperti Argentina. Yang
pasti dulu-dulu kita pernah mengalaminya. Amit-amit
jangan terjadi lagi. Kita tidak perlu pakai mantra amit-amit segala macam,
cukup dengan kewaspadaan dan pengelolaan tabungan yang baik. Indonesia atau
Argentina boleh babak belur dihajar debt collectors, tetapi yang penting kita
selamat, bahkan memperoleh keuntungan bersama para debt vultures. Don’t Cry Argentina, let’s party with the vultures.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.
3 comments:
Terima kasih Pak IS atas ulasannya mengenai Argentina yang sedikit banyak mempunyai kemiripan dengan Brazil
Sesama negara yang gagal "tinggal landas"
Yang saya tertarik dari artikel Pak IS adalah Pak beberapa kali menyebutkan tentang investasi yang tidak produktif yang dilakukan oleh negara antara lain dengan penambahan PNS yang tidak produktif atau hal lainnya.
Kalau boleh tahu seandainya alokasi BBM bersubsidi ini dialihkan. Kemana kira-kira investasi produktif ini harus diarahkan?
yang kedua, saya tergelitik dengan isi dari arikel ini yang menyatakan bahwa pemberian hak pilih atau demokrasi justru mengakibatkan negara tidak efisien.
Kira-kira sistem pemerintahan yang bagaimanakah yang menurut Pak IS yang lebih baik?
terakhir, saya mengambil analogi seperti ini.
Ada sebuah kebun yang berisi beraneka macam tumbuhan. Ada tumbuhan produktif seperti pepaya, mangga, nenas dan beberapa tumbuhan penghasil buah lainnya. Namun di kebun itu ada juga gulma, semak, rumput liar, ilalang, benalu dan seterusnya yang merupakan jenis tumbuhan yang tidak produktif. Apakah yang harus dilakukan pemelihara kebun?
Apakah orang ini harus mencabuti/menyiangi tumbuhan yang tidak produktif tadi agar tumbuhan produktif dapat berbuah maksimal atau bagaimana?
Bagaimana kalau ini menyangkut populasi manusia? Kalau tidak salah jumlah manusia di dunia akan terus bertumbuh dengan akselerasi. Diramalkan akhir abad ini penduduk Indonesia sekitar 300 an juta jiwa. Penduduk dunia juga meningkat kearah 9 Milyar orang terutama di benua Afrika.
Apakah ada populasi tertentu yang perlu disiangi? sehingga tidak mengganggu produktifitas populasi yang lebih bermanfaat?
Jika memang demikian, cara apa yang menurut Pak IS kira-kira tepat dan mujarab pak?
Terima kasih atas perhatiannya.
Salam Hormat
Bro Tommy,
Argentina dulunya adalah negara maju (awal abad ke 20 sampai ke pertengahannya) sejajar dengan US, Inggris, Austria, ...... Bukan negara berkembang yang gagal lepas landas. Kemudian karena ada system voting, pilot dan crewnya ganti dengan yang tidak kompeten. Lalu negara itu crashed dan sampai sekarang selalu gagal lepas landas.
Saya percaya Allah menciptakan alam dan manusia/makhluk hidup dengan rejekinya. Jadi tidak perlu kuatir kekurangan rejeki.
Allah memberi kemampuan dan kebebasan untuk berusaha, selama hal ini tidak dihalang-halangi dan dikebiri oleh manusia lain yang bernaung dalam sistem yang bernama pemerintah, maka manusia yang rajin dan effektif (salleh) akan memperoleh apa yang diusahakannya di bumi ini. Dengan 300 juta penduduk Indonesia, tidak ada masalah kalau mereka rajin dan tidak diganggu/dibatasi-batasi oleh pemerintah. Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang tidak ada aturan bisnis, tidak ada batasan umur pensiun, tidak ada UMR, tidak ada aturan ketenaga-kerjaan, ......, dan akhirnya DPR dan kabinet hampir tidak ada (kecil sekali).
hmmm...bung imam semar
ada yang saya tidak mengerti...
apakah benar tidak perlu adanya aturan bisnis? bukannya ada kejahatan ekonomi yang dapat dilakukan manusia terhadap manusia lain saat berbisnis..???
maaf saya bukan sarjana ekonomi, tapi saya suka pembahasan bung imam semar..
Bravo !!
Post a Comment