___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Tuesday, November 1, 2011

Koreksi Besar Global: Ala Amerika, Ala Eropa dan Ala Cina

Koreksi Besar Global

Ada yang bertanya: “Apa itu Koreksi Besar Global?”

Jawabnya sederhana dan pendek, pada dasarnya adalah koreksi terhadap prilaku manusia di sektor hutang, konsumsi, spekulasi, investasi dan produksi. Sederhana bukan? Memang jawabannya sangat sederhana, tidak spesifik dan mengambang. Kalau mau lebih rinci bisa panjang.


Koreksi Besar Ala Amerika Serikat

Dua minggu lalu ada cerita di Wall Street Journal (WSJ) mengenai kemalangan yang menimpa seseorang yang rumahnya disita karena tidak bisa bayar cicilan. Judulnya: “Rumah Melayang Tetapi Hutang Masih Merongrong”; House Is Gone but Debt Lives On.

Cerita ini menimpa pak Reilly yang villanya disita dan dilelang karena ia tidak bisa membayar cicilannya. Ia pikir, persoalannya sudah selesai. Ia terkejut, ketika kemudian ia mendapat kabar dari pengadilan bahwa dia masih berhutang $192,576.71, dan itu harus dibayarnya kepada bank pemberi kredit.

Beritanya bisa dibaca melalui link berikut (dan juga cuplikannya):


House Is Gone but Debt Lives On

LEHIGH ACRES, Fla.—Joseph Reilly lost his vacation home here last year when he was out of work and stopped paying his mortgage. The bank took the house and sold it. Mr. Reilly thought that was the end of it.


In June, he learned otherwise. A phone call informed him of a court judgment against him for $192,576.71.


It turned out that at a foreclosure sale, his former house fetched less than a quarter of what Mr. Reilly owed on it. His bank sued him for the rest.


The result was a foreclosure hangover that homeowners rarely anticipate but increasingly face: a "deficiency judgment."


Forty-one states and the District of Columbia permit lenders to sue borrowers for mortgage debt still left after a foreclosure sale. The economics of today's battered housing market mean that lenders are doing so more and more.


Foreclosed homes seldom fetch enough to cover the outstanding loan amount, both because buyers financed so much of the purchase price—up to 100% of it during the housing boom—and because today's foreclosures take place following a four-year decline in values.


"Now there are foreclosures that leave banks holding the bag on more than $100,000 in debt," says Michael Cramer, president and chief executive of Dyck O'Neal Inc., an Arlington, Texas, firm that invests in debt. "Before, it didn't make sense [for banks] to expend the resources to go after borrowers; now it doesn't make sense not to."


Indeed, $100,000 was roughly the average amount by which foreclosure sales fell short of loan balances in hundreds of foreclosures in seven states reviewed by The Wall Street Journal. And 64% of the 4.5 million foreclosures since the start of 2007 have taken place in states that allow deficiency judgments.


Pada periode deflasi, harga rumah biasanya turun (nilai riilnya) dan untuk banyak kasus kredit macet, jika rumah (jaminan kredit)nya disita kemudian dilelang, hasilnya tidak mencukupi untuk menutup sisa hutangnya. Akibatnya debitur masih berhutang kepada bank. Banyak kasus dengan level sisa hutang di atas $100 ribu. Dan bagi bank, hal ini tidak bisa dibiarkan/diputihkan. Mereka akan mengejarnya. Menurut WSJ ada 64% dari 4,5 juta penyitaan rumah (karena kredit macet) yang masih menyisakan hutang dan layak dikejar. Uuups....,

Mungkin orang akan bertanya, kenapa dulu dia berhutang ketika beli rumah? Jawabnya sedrhana saja. Karena pak Reilly, seperti juga halnya rekan-rekan sebangsa dan senegaranya hidup diluar kemampuannya. Gajinya tidak cukup untuk ditabung dan membeli rumah secara tunai. Itu sebabnya dia berhutang. Sayangnya..., berhutang yang seharusnya sebagai jalan keluar pada kondisi darurat kemudian menjadi kebiasaan akhirnya kebablasan sampai pada level yang tidak bisa ditanggungnya ketika terjadi sesuatu. Ketika itu, mereka mengambil kredit karena budaya. Siapa saja yang tidak punya hutang, bisa dicurigai sebagai tidak bonafide. Budaya kredit membuat mereka berpikir bahwa menabung tidak perlu. Selama 40 tahun tabungan perorangan di Amerika Serikat turun terus dari 12,5% di tahun 1973 sampai hanya 2,5% di tahun 2006 menjelang dimulainya Koreksi Besar Global (lihat Chart – 1). Mereka menganggap bahwa menabung itu tidak perlu. Beli..., beli..., beli.... dan konsumsi...., konsumsi...., konsumsi, ambil kredit..., kredit..., kredit. Itu menjadi budaya rakyat Amerika dan budaya pemerintahnya. Itulah periode 70an sampai 2000an, periode segala bentuk credit dan hutang berkembang. Dan paling pesat perkembangannya adalah kartu kredit.


Chart - 1

Menariknya pada periode ini (tahun 70an sampai tahun 2000an) selain kartu kredit, berkembang juga inovasi lainnya yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak di dunia. Namanya personal computer. Bedanya, yang satu (kartu kredit) adalah ia memberi kenyamanan yang akhirnya membawa kepada kesengsaraan. Sedangkan komputer personal mempermudah hidup. Memang inovasi dari sektor teknik – sektor produktif yang memberikan kemakmuran pada umat manusia, berbeda dengan sektor perbankan - sektor parasit yang tidak memberikan kemakmuran.

Perlu dicatat bahwa dekade 70an adalah dekade awal perkembangan personal komputer dengan munculnya Coleco Adam, Apple, Commodore 64, yang akhirnya punah (kecuali Apple) dilibas oleh IBM PC dan IBM clones atau IBM compatibles di awal dekade 1980an. Kartu kredit juga berkembang pesat pada dekade 1970an. Nama MasterCard dan Visa muncul pada pertengahan dekade 1970an. Seperti halnya komputer, kartu kredit sudah ada sejak lama – sekitar tahun 1950an. Tetapi perkembangan pesatnya dimulai pada dekade 70an.

Tentu saja antara kartu kredit, ekspansi kredit, dengan komputer personal tidak ada kaitannya. Kebetulan saja keduanya berkembang pada masa yang sama. Yang punya kaitan langsung dengan kartu kredit dan ekspansi kredit adalah Nixon. Dialah yang menjadi pembuka jalan bagi ekspansi kredit dan kegilaan di sektor finansial. Tanggal 15 Agustus 1971, Nixon merobek-robek perjanjian Bretton Woods dan menggantikan sistem standard emas menjadi sistem keuangan fiat. Detik-detik bersejarah bisa anda lihat pada tayangan video ini:



Ada perbedaan yang menyolok antara sistem standard emas dan uang fiat. Pada standard emas, ada semacam pagar psikologis yang mencegah terjadinya bubble kredit. Pelaku ekonomi akan selalu mengamati cadangan emas yang menjadi garansi uang. Bila antara kredit dan cadangan emas sudah njomplang, jangan harap depositor tidak melakukan rush, menarik deposit tabungannya dari bank. Dengan demikian bank tidak akan berani bermain dengan leverage tinggi. Pagar psikologis ini tercabut ketika Nixon memutus keterkaitan US dollar dengan emas.

Kredit itu seperti narkotik, atau obat. Awalnya memang hutang/kredit memang punya dampak/effektif terhadap ekonomi. Lama-kelamaan diperlukan dosis yang lebih besar. Dan akhirnya tidak ada dampaknya lagi. Bahkan si pasien bisa mati over-dosis. Setelah 3 - 4 dekade akhirnya ekonomi menjadi kebal. Secara alamiah, sistem melakukan detox. Kredit mengempis. The Fed berusaha dengan segala macam merk obat dari yang namanya TARP, TALF, ZIRP, QEI, QEII, Ops Twist, dan hasilnya tidak ada. Kredit uang tidak bergerak. M1 multiplier jatuh dibawah 1 (Chart-2). Artinya, kalau dulu (ketika multiplier masih tinggi) setiap dollar uang M1 bisa diperbanyak menjadi kredit sehingga seakan uang yang diguyurkan ke ekonomi menjadi berlipat-lipat.


Chart - 2


Politikus, seperti Obama, selalu ingin terpilih kembali. Mereka pikir kalau rakyat tidak bisa melakukan konsumsi, maka pemerintah harus yang menjadi pelopornya. Belanja negara diperbesar – defisit juga membengkak. Tentu saja dananya dari hutang. Itu resep populer John Maynard Keynes. Hasilnya, anda mau tahu? Tahun 2007 hutang pemerintah dan rumah tangga di US adalah $ 22,4 trilliun. Dan tiga tahun kemudian (2011) menjadi $26,3 trilliun. Sedangkan GDP naik dari $14,30 trilliun menjadi $14,58 trilliun. Dan dengan tolok ukur yang lebih mendekati nilai-nilai kemakmuran yaitu “disposable income”, ternyata mengalami penurunan antara tahun 2008 – 2011 (Chart-3). Walaupun bisa diartikan banyak, tetapi pada dasarnya, mungkin penghasilan di Amerika naik (sedikit) tetapi kewajiban finansialnya meningkat – singkatnya uang yang tersisa setelah dikurangi semua kewajiban-kewajiban finansial turun! Porsi dari income untuk konsumsi juga harus diturunkan.

Chart - 3

Koreksi prilaku sudah menjadi kewajiban yang memaksa konsumen Amerika untuk melakukannya. Kensumen yang punya hutang akan dikejar-kejar bank krediturnya seperti Joseph Reilly pada cerita di WSJ di atas. Disamping harus tetap membayar cicilannya, mereka juga akan mengetatkan ikat pinggang dan menjual apa yang likwid, seperti tabungan emasnya misalnya, atau sahamnya yang sudah memperoleh untung. Dalam masa Koreksi Besar Global, konsumen yang punya banyak hutang akan menjuali asset-assetnya yang likwid untuk membayar hutangnya, itu intinya.

Cerita di atas adalah cerita dari pihak debitur atau konsumen. Dari pihak debitur – bank – lagunya senada. Bank karena sebelumnya menyalurkan kredit dengan leverage, maka untuk membuatnya knock-out sempoyongan, mengalami kesulitan keuangan, cukup sebagian kecil saja dari kreditnya yang membusuk. Mereka perlu rekapitalisasi. Itu sebabnya mereka tidak bisa menyalurkan kredit, karena secara kapital mereka sudah sempoyongan.

Kalau bank sedang dalam kesulitan keuangan, maka semua piutang yang bisa ditagih, akan ditagih dan tidak mudah memutihkan piutang. Banyak bank di Amerika dan Eropa pada posisi seperti ini. Baru-baru ini Bank of America (BoA), mulai menerapkan segala macam biaya untuk pelayanannya yang dulu gratis. Pemakaian debit card dikenai biaya. Menarik uang dari ATM dikenai biaya. Balance tabungan negatif (penarikan berlebih), dikenakan denda dan bunga yang tinggi. Apa yang bisa dikenai biaya akan dikenai biaya. Akibatnya BoA ditinggalkan nasabahnya. Dan posisi depositnya memburuk.

Ceritanya lain lagi dengan institusi, walaupun nadanya sama. Secara bertahap mereka juga meningkatkan leveragenya dengan kredit atau mekanisme sejenisnya. Leverage akan sangat menguntungkan jika semunya berjalan sesuai dengan rencana. Sayangnya pada semua permainan dengan leverage punya kelemahan. Kesalahan kecil bisa berdampak kebangkrutan. Dan itu yang menimpa banyak institusi investasi/keuangan seperti Lehman Brothers, Merrill Lynch, AIG, dan sebagainya. Lehman Brothers akhirnya tersungkur, dan karena tidak punya lobby dan koneksi yang kuat di pemerintahan akhirnya dibiarkan mati. Lain halnya dengan Merrill Lynch, yang punya koneksi dan lobby, mereka diselamatkan dengan akuisisi oleh Bank of America.

Tentang Bank of America, nampaknya pilihan investor kondang Warren Buffet kali ini salah. Dia dikenal sebagai orang yang suka distress asset, dengan harapan dimasa mendatang akan membaik. BoA yang menelan Merrill Lynch bank investasi dan Countrywide, bank perkreditan perumahan yang sekarat keracunan sub-prime tahun 2007-2009, sekarang membuat BoA keracunan. Extend and pretend - mengulur-ngulur waktu dan pura-pura tidak ada masalah - tidak bisa berlanjut. The Fed menekan suku bunga diharapkan bisa menstimulir kredit, yang ujung-ujung merambat ke konsumsi. Tetapi effek sampingannya tidak terpikirkan sebelumnya. Suku bunga rendah membuat bank-bank kelabakan karena keuntungan dari membungakan deposit nasabahnya semakin menipis. Mereka perlu pemasukan untuk biaya operasi (dan laba). Itu sebabnya bank-bank yang bermasalah, memperoleh pukulan akibat suku bunga yang rendah. Untuk bisa bertahan mereka menekan nasabahnya. Hutang nasabahnya dikejar dan banyak layanannya dikenai biaya.

Apakah BoA akan mati keracunan? Entahlah....., yang pasti para bankir pemiliknya (seperti Warren Buffet), akan memutar otak agar racun bisa diisolasi dan dipindah tangankan, seperti memindah-tangankan subprime mortgage dengan membuat subprime kredit menjadi paket-paket investasi dan kemudian dijual ke publik.

Baru-baru ini racun derivative yang dibawa Merrill Lynch berhasil dinetralkan. Walaupun sebagai anak perusahaan bank komersial seperti BoA, Merrill Lynch tidak memperoleh kemudahan meminjam uang langsung dari the Fed dan juga tidak memperoleh jaminan dari FDIC (Federal Deposit Insurance Corp, semacam Asuransi Penjamin Simpanan) karena wujudnya masih sebagai bank investasi. BoA sendiri sebagai bank komersial bisa memperoleh ke dua fasilitas di atas. Oleh sebab itu derivatif-derivatif ($53.2 trillion) yang ada dimiliki Merrill Lynch dipindah bukukan ke unit-unit komersial BoA yang bisa memperoleh ke dua fasilitas di atas. Dengan demikian amanlah sudah...., kalau akhirnya jadi busuk, ada pembayar pajak yang menanggung. Betulkah? Pertanyaan hanya untuk menyakinkan karena dana yang dimiliki FDIC hanya $3.9 milyar. Kalau BoA tersungkur, maka FDIC juga ikut....., dan ini dijadikan alasan too big to fail bagi pemerintah Amerika Serikat untuk menyalurkan uang pembayar pajak ke Warren Buffet dan para pemilik BoA. Tentu saja tidak semudah itu. Sebab selama masih ada asset-asset yang bisa dijual, maka wajib dijual untuk memenuhi kewajiban finansialnya selama periode Koreksi Besar Global.

Bayangkan jika di dalam masyarakat banyak orang diPHK dan sudah beberapa tahun menganggur, sebagian lagi kewajiban finansial (kewajiban membayar hutang) semakin berat, sisa uang dari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mengkerut. Kondisi semacam ini merupakan bensin bagi kobaran ketidak-puasan. Itu yang terjadi beberapa minggu terakhir ini. Sebagian orang bingung, frustrasi dan marah. Mungkin jumlah mereka tidak bisa disebut sebagian, tetapi sebut saja banyak. Mereka merasakan ada yang salah, tetapi tidak tahu dimana letak salahnya. Harus ada kambing hitam. Mereka pikir ada baiknya ditimpakan ke Wall Street, orang-orang kaya. Kemudian Wall Street, pusat pasar modal didemonstrasi. Sekitar 3000 orang (ada yang bilang 6000 orang) datang ke Wall Street New York, tanpa ada pemimpin, tanpa ada yang mengorganisir. Judul dan temanya: Occupy Wall Street, atau Serbu dan Duduki Wall Street. Semuanya spontan secara individu, datang menuju Wall Street. Protes, menyalahkan para pelaku di sektor pasar modal dan orang kaya atas semua kesulitan hidup yang mereka hadapi saat ini. Peserta demo kebanyakan adalah anak muda, mungkin mereka yang baru lulus sekolah, universitas dan tidak bisa memperoleh pekerjaan. Bentrok dengan polisi sempat terjadi.

Protes Occupy Wall Street merambat ke kota-kota Amerika Serikat lainnya. Di Los Angeles, Washington DC, San Diego, Seattle, massa demonstrasi tidak kalah besarnya. Foto dari MSNBC pada link ini bisa lebih mudah menjelaskannya.

Protes Occupy Wall Street tidak hanya menyebar di wilayah Amerika Serikat saja, tetapi virusnya menyebar ke Eropa. Dan di Eropa menjadi ganas. Mungkin karena kondisi Eropa lebih parah. Di Roma, Protes Occupy Wall Street sangat brutal. Mobil polisi dibakar. Gedung-gedung juga dibakar.

Kalau video di atas tidak bisa dimainkan, klik ke link ini.

Roma bukan satu-satunya negara yang tercemar Protes Occupy Wall Street, Inggris juga...., dan negara-negara lain juga.



Apapun yang (akan) terjadi di Amerika Serikat, mungkin masih panjang. Proses detox, proses koreksi besar, mungkin masih setahun, atau 2 tahun atau 3 tahun atau lebih. Entahlah. Sektor pemerintah belum mengarah kepada proses detox, untuk mengkoreksi prilaku kebiasaan berhutang dan berpesta selama beberapa dekade lalu. Hampir $700 milyar masih dihamburkan untuk mencari musuh di 170 negara. Amerika Serikat adalah satu-satunya negara yang mempunyai tentara di 170 negara pada saat ini. Pengeluaran lain yang hampir sama adalah untuk kesejahteraan dan kesehatan sosial. Yang terakhir ini bukan 100% sampai ke masyarakat, tetapi hanya sebagian. Organisasi pemerintah yang besar perlu overhead yang besar pula, sehingga dana yang sampai ke masyarakat, sudah terpotong banyak untuk overhead. Mungkin nantinya karena semakin banyak orang yang tidak puas, maka para pemerotes Occupy Wall Street semakin banyak. Saat itulah merupakan saat yang tepat untuk memanggil tentara kembali ke Amerika Serikat......, untuk melawan para demonstran. Mungkin menembak 1 atau 2 orang atau ... banyak. Obama baru saja mengumumkan bahwa dia punya hak untuk melenyapkan nyawa 2 orang warganya, Anwar Awlaki dan Samir Khan, tanpa perlu proses pengadilan. Pintu sudah terbuka untuk lebih banyak lagi.

Sampai saat ini sektor pemerintah Amerika Serikat belum sadar akan perlunya Koreksi Besar pada diri mereka. Contohnya adalah perkiraan penerimaan pajak mereka (Tabel di bawah). Pemerintah Amerika masih berharap pertumbuhan ekonomi sampai 6% (nominal). Dan penerimaan pajak tumbuh sampai mejadi 2x lipat dalam kurun waktu 5 tahun. Pengalaman Jepang menunjukkan pertumbuhan yang anemik, mentok di 3% selama masa deflasi. Rencana penerimaan pemerintah di bawah ini menunjukkan bahwa politikus masih belum sadar dan tidak mau melakukan koreksi. Tetapi Koreksi Besar akan berjalan secara alami seperti hari perhitungan, memaksa siapa saja yang perlu terkoreksi, menerima hukuman atas dosa-dosanya terdahulu.


Tahun

Penerimaan Pajak Perorangan, juta $

GDP, milyar $

Pajak, %GDP


Pertumbuhan GDP Nominal, %

2006

1,043,908

13,224

7.89



2007

1,163,472

13,891

8.38


5.04%

2008

1,145,747

14,394

7.96


3.62%

2009

915,308

14,097

6.49


-2.06%

2010

898,549

14,508

6.19


2.92%

2011

956,033

15,079

6.34

perkiraan

3.94%

2012

1,140,504

15,812

7.21

perkiraan

4.86%

2013

1,344,120

16,752

8.02

perkiraan

5.94%

2014

1,508,382

17,782

8.48

perkiraan

6.15%

2015

1,647,966

18,804

8.76

perkiraan

5.75%

2016

1,785,970

19,790

9.02

perkiraan

5.24%


Memang Amerika bukan Jepang. Tetapi proses alam tidak akan memandang bulu. Proses detox Jepang berjalan lebih 20 tahun, sampai valuasi saham-saham Jepang sudah sangat murah. Amerika harus mengalami detox sampai racunnya hilang sebagai koreksi terhadap prilaku rakyatnya, masyarakat bisnisnya dan pemerintahnya yang semuanya suka berpesta dan berhutang selama beberapa dekade. Sentimen rakyat untuk mengkonsumsi kembali hampir mencapai rekor terendahnya (Chart – 4). Dengan sentimen seperti ini apakah pertumbuhan ekonomi US akan seperti yang diharapkan?


Chart - 4


Koreksi Besar Ala Eropa

Lain Amerika, lain Eropa. Kalau di Amerika yang sempoyongan adalah sektor swastanya – konsumennya dan banknya dan pemerintahnya masih pesta pora. Di Uni Eropa bagian PIIGS (Portugal, Ireladia, Itali, Greece/Yunani, Spanyol) sempoyongan adalah pemerintahnya, banknya dan rakyatnya. Dan anggota Uni Eropa lainnya yang masih tegak, seperti Jerman dan Prancis, di atas panggung mereka ribut memperdebatkan bagaimana menyelamatkan Yunani dan PIIGS secara umum. Dalam hati mereka mau menyelamatkan diri dan menyelamatkan bank-bank mereka dari resiko gagal bayar hutang-hutag pemerintah PIIGS.

Hutang pemerintah negara Uni Eropa PIIGS sudah mencapai level yang sulit ditangani. Bermula ketika mata uang Euro diperkenalkan, (pemerintah) Itali berpikir bahwa mereka bisa membonceng kekuatan mata uang yang baru, karena didukung oleh Jerman dan tetangganya di utara. Mereka menjanjikan kenaikan gaji dan tunjangan para pegawai. Yunani juga. Padahal mereka ini punya budaya tidur siang yang notabene bukan ciri masyarakat yang produktif. Kenaikan gaji dan tunjangan ini patut dipertanyakan jika pembandingnya adalah Jerman pekerjanya rajin dan serius dalam bekerja.

Penjaja di Spanyol menaikkan barang dagangan dan pelayanannya. Inipun perlu dipertanyakan kelayakannya. Apakah harga-harga itu layak dinaikkan? Portugis, diam-diam juga ikut dalam pesta. Hukum alam: orang/masyarakat yang tidak produktif tidak layak mempunyai tingkat penghasilan dan konsumsi yang setara dengan orang/masyarakat yang produktif. Jerman tidak sama dengan Itali, Portugis, Yunani, Spanyol. Menuntut persamaan dan menyamakan kedua jenis masyarakat ini adalah kesalahan. Orang rajin dan produktif layak memperoleh gaji yang lebih besar. Dan sebaliknya orang yang tidak produktif, sepatutnya memperoleh gaji yang lebih rendah. Dengan adanya Euro, hukum keadilan ini bisa dilanggar, ... tetapi sementara sementara saja sifatnya. Suatu saat akan datang hari perhitungan untuk Koreksi Besar.

Tahun 2010 tingkat hutang Yunani mencapai 142.80% dari GDP; Itali 119.10% dari GDP; Irlandia 96.70% GDP; Portugal 93.00% GDP dan Spanyol hanya 60% GDP. Untuk Spanyol kelihatannya memang kecil hutang pemerintahnya dibandingkan dengan GDPnya. Tetapi realestate bubble punya resiko yang tinggi. Level hutang pemerintah Spanyol saat ini sama dengan level hutang pemerintah Amerika Serikat menjelang krisis. Kemudian merangkak naik, ketika “harus” (yang seharusnya “tidak harus”) melakukan tindakan penyelamatan institusi-institusi keuangannya dan berusaha menstimulir ekonomi.

Sekarang (maksudnya sudah lebih dari satu setengah tahun ini) pemerintah Yunani mengalami kesulitan untuk membayar hutang-hutangnya. Negara yang pendapatannya hanya dari turisme, pemerintahnya harus melakukan pengencangan ikat pinggang – istilahnya “austerity”. Ini bukan tindakan yang populer bagi rakyat yang parasit. Kalau orang sudah lama hidup enak, tiba-tiba kenyamanannya dicabut, maka mereka akan protes. Tingkat austerity yang dicanangkan oleh Yunani masih kurang. Bayangkan tahun lalu Yunani menerima paket penyelamatan sebesar € 110 milyar, sedangkan hutangnya sekitar € 327 milyar. Nampaknya paket penyelamatan itu masih kurang. Dan Yunani bukan satu-satunya negara. Masih ada Irlandia, Portugal, Itali dan Spanyol. Untuk hutang pemerintah Yunani, nampaknya akan berakhir dengan gagal bayar. Dua anggota besar Uni Eropa, Prancis dan Jerman, serta pasiennya (Yunani) sejak lama bermain kata-kata. Awalnya hair cut/gagal bayar bukan pilihan”. Itu bulan Maret 2011 lalu.

Kemudian IMF ikut menegaskannya seperti yang diberitakan Sydney Morning Herald, 7 May 2011:

A default by Greece on its debt obligations is not and has never been an option, a spokeswoman for the International Monetary Fund (IMF) said on Thursday.

A Greek "default is not on the table, has not been on the table," said IMF director of external relations Caroline Atkinson.


"The Greek authorities themselves have repeated that," Atkinson said, adding that European Central Bank President Jean-Claude Trichet had also said a default was out of the question.


Kemudian Juni 2011 lalu Trichet masih berkata: bahwa gagal bayar tidak merupakan opsi.

ECB President Jean-Claude Trichet yesterday gave his first signal endorsing measures to encourage investors to buy new Greek bonds to replace maturing securities. While Trichet said he’s against imposing losses on creditors, he indicated he’d approve of financial institutions maintaining their level of outstanding credit. “That is not a default,” he said at an event in Montreal late yesterday. “That is something the ECB would consider appropriate.” (6 Juni 2011)


Tetapi, siapa yang akan menjamin kalau Yunani ternyata dikemudian hari menggagal-bayar hutangnya? Siapa yang akan menanggung akibatnya? Investor tidak percaya begitu saja. Akibatnya mereka menjuali bond Yunani sehingga suku bunga (yield) bond pemerintah Yunani melambung ke kisaran 150%.

Mengenai penyelasaian krisis hutang Yunani, antara Merkel (kanselir Jerman), Sarkozy (presiden Prancis) dan Trichet saling mengeluarkan pernyataan bersayap, seperti “kesepakatan hampir tercapai”; “telah disetujui waktu untuk merundingkan titik temu”; dan sejenisnya.

Sekitar akhir Juli 2011 “katanya” tercapai kesepakatan dengan 21% hair cut. Artinya bank-bank pemegang bond Yunani akan menelan 21% dari € 327 milyar atau € 68,7 milyar. Uups...., bukan jumlah yang sedikit. Yang katanya kesepakatan itu tidak berumur lama, karena kalau Cuma 21% hutang Yunani masih 112% dari GDPnya. Masih berat bagi negara yang banyak parasitnya. Oleh sebab itu kemudian, muncul ide 40% hair cut. Tawaran ini datangnya dari bank-bank pemegang bond pemerintah Yunani. Beberapa analis di Citibank memperkirakan 78%. Kami di EOWI memperkirakan 100% hair cut adalah yang terbaik. Yunani adalah negara yang tidak mampu mengendalikan pengeluarannya. Setiap tahun anggarannya defisit. Artinya, setiap tahun harus berhutang untuk bisa mempertahankan keberadaannya alias exist. Jadi, EOWI tidak heran kalau akhirnya hutang yang € 327 milyar, sebagian besar akan gagal bayar dan sebagian lagi akan diroll-over, direstrukturisasi dengan periode pencicilan sampai lama sekali, mungkin akhirnya digagal-bayarkan lagi (siapa tahu?). Yunani adalah negara bangkrut karena pengeluarannya selalu lebih besar dari pendapatannya.

Opini EOWI tidak terlalu mengada-ada. Berita tanggal 13 Oktober 2011 lalu (2 minggu lalu), Yunani mengumumkan defisit sebesar € 19,16 milyar. Itu adalah 6% dari hutangnya. Kapan krediturnya bisa memperoleh piutangnya? EOWI tidak mengada-ada, “kesepakatan” pada akhir Juli 2011 untuk memperoleh 21% hair cut, hanya berumur 3 bulan saja. Karena memang 21% hair cut tidak pernah cukup. Kemudian muncul 40% dan akhirnya di akhir Oktober 2011 ini para pemegang bond Yunani bersedia (baca: masih berharap) uangnya kembali 60% saja.

Persoalan akan merambat kemana-mana. Kalau Yunani memperoleh hair cut 40% atau 60% atau 100% atau berapapun, maka Spanyol, Itali, Portugal dan Irlandia akan meminta perlakuan yang sama. Harus adil bukan? Paling tidak mereka akan berusaha mendapatkan perlakuan yang sama dengan yang diperoleh Yunani. Kalau begitu seberapa besar paparan bank-bank pemegang surat-surat hutang negara-negara PIIGS? Berikut ini adalah chart yang menunjukkan paparan 90 bank Eropa yang ikut Stress-Test tahun 2010, yang katanya mayoritas bank-bank Eropa sehat. Hutang Spanyol yang dikantong bank-bank Eropa adalah 9 kali hutang Yunani yang mereka punyai, Itali 5 kali, Portugal 1,2 kali dan Irlandia 0,8 kali. Salvo meriam berikutnya setelah dari Yunani akan datang dari Spanyol yang tingkat penganggurannya mencapai 21.5%!! Orang menganggur tidak bisa bayar pajak, tidak bisa bayar cicilan (rumah, mobil, dsb), akan makan tunjangan pengangguran dan berhemat. Kondisi yang sempurna untuk badai berikutnya yang besarnya bisa sampai 9 kali badai dari Yunani.



Catatan: angka WSJ mengenai hutang, adalah hutang luar negri baik hutang pemerintah dan swasta. Misalnya hutang Spanyol sebesar $ 2,2 trilliun adalah total hutang luar negrinya, bukan saja hutang pemerintah yang hanya sekitar 64% dari GDP ($ 950 milyar) melainkan juga hutang swastanya yang mengalami realestate boom. Dan.....yang paling kritis adalah tingkat penganggurannya yang mencapai 21.5%!!!

Jadi menurut WSJ, secara total paparan hutang beracun PIIGS yang ditelan bank-bank Eropa ada sekitar $ 4,2 trilliun (€ 3 trilliun). Persoalan utamanya adalah bahwa sumber dananya tidak mencukupi. European Financial Stability Facility (EFSF) hanya memiliki dana untuk dipinjamkan sebesar € 440 milyar dan komitmen dari anggota-anggotanya sebesar € 780 milyar. Bisa dilihat bahwa dana itu bisa ludes kalau harus menyelamatkan bank-bank yang menelan hutang beracun.

Prancis adalah yang paling ngotot untuk usaha-usaha penyelamatan karena paparan hutang beracun banyak mengenai bank-bank Prancis, sedang Jerman katanya adalah yang paling ogah. Sebabnya bisa ditebak. Kemudian Inggris anggota Uni Eropa yang bukan pendukung Euro, hobbynya memberi komentar dan kritik. Kali ini presiden Prancis (Sarkozy) yang sudah pusing, dikritik pula oleh perdana menteri Inggris di dalam sidang yang dihadiri 27 pimpinan Uni Eropa. Dia, Sarkozy menuruh perdana menteri Inggris: jangan banyak bacot! Seperti yang diberitakan oleh surat kabar The Independent tanggal 24 Okober lalu :

Mr Sarkozy was reported to have told the British Prime Minister that he should "shut up" during a meeting of the European Union's 27 leaders.


"We are sick of you criticising us and telling us what to do," he was quoted as saying by EU officials, losing patience at what he perceived to be Mr Cameron's hectoring from the single currency's sidelines. "You say you hate the euro and now you want to interfere in our meetings."

Kasar juga kata-katanya. Ini hanya bisa keluar dari orang yang sudah kalap.

Lain halnya dengan Slovenia, perdana menteri Pahor adalah yang paling ngotot, mendukung partisipasi Slovenia dalam persoalan hutang Yunani, sedangkan parlemennya tidak. Akhirnya pada bulan September 2011 lalu ia terdepak dari posisinya karena mosi tidak percaya.

Setelah tarik-menarik akhirnya parlemen Jerman setuju terhadap rencana penyelamatan hutang Yunani dengan memberi keleluasaan bagi EFSF dengan leverage. Parlemen Jerman tidak memberi angka yang spesifik seberapa besar leverage itu. Sepertinya memberi blanko cek yang sudah ditanda-tangani. Mungkin juga tidak, artinya, sewaktu-waktu mereka bisa menyetop dana bantuan Jerman. Beberapa waktu sebelum keputusan parlemen Jerman ini keluar, komitmen liability Jerman hanya € 211 milyar. Apakah angka ini masih berlaku? Entahlah, sebab nilai penyelamatan yang “disetujui” mencapai € 1 trilliun. Bagaimana caranya melakukan leverage? Apakah dengan jalan asuransi? Atau suntikan dana baru? Darimana uangnya?

“Katanya” investor dan bank-bank Eropa yang memegang bond Yunani diwajibkan (dipaksa) menelan kerugian sebesar untuk 50% yang merupakan hair cut bagi hutang Yunani. Bank-bank Eropa yang memerlukan dana akan memperoleh dana rekapitalisasi. Besarnya:

Bank-bank Yunani: € 30 milyar

Spanyol: € 26.2 milyar

Prancis : € 8.8 milyar

Itali : € 14.8 milyar

Negara Uni Eropa lainnya: € 26.6 milyar

Kemudian, jika Yunani akan mengeluarkan bond, maka harus diasuransikan. Bukankah asuransi adalah perusahaan yang berorientasi keuntungan, bukan badan amal. Sehingga preminya juga harus sesuai dengan resikonya ditambah keuntungannya.

Yang menimbulkan pertanyaan besar adalah besarnya dana rekapitalisasi bank Prancis yang hanya € 8.8 milyar. Kemudian, bagaimana kalau krisis merambat ke Spanyol dan Itali?

Lupakan pertanyaan-pertanyaan lanjutan itu berserta jawabannya. Karena pertanyaan yang sebenarnya penting adalah: apakah persoalan menjadi selesai dan selanjutnya bagaimana?

Itu kita akan simpan sampai bagian akhir saja. Tetapi dengan pemikiran secara sederhana saja, kalau 2007 – 2009, penyebab krisis adalah perusahaan sedangkan 2011 adalah negara yang notabene lebih sulit berubah, apakah krisis ini akan selesai lebih cepat?

Koreksi Besar Ala Cina

Harga properti berguguran ....., kalimat itu adalah kalimat yang tepat untuk memulai Koreksi Besar Ala Cina. Dan “Berguguran” adalah diskripsi yang paling tepat untuk berita dari Shanghai ini:

Shanghai Property Woes Spread To Other Cities


Wednesday, October 26, 2011

Plunges in Shanghai home prices are forcing developers in other cities to follow suit in the absence of signs from authorities that a relaxation of curbs is in the offing.


Last week, new home prices in Shanghai dropped by up to 40 percent from the week before that, sparking deep-seated rancor between developers and home buyers, Shanghai Securities News reported.


China Overseas Land (0688) and China Resources Land (1109) were among these as prices at at least one of their projects skidded down by up to 40 percent, the daily reported.


Upset buyers have been protesting in Shanghai for three consecutive days in a bid to get refunds - for the difference in prices between what they shelled out and the new lower prices.


New home prices in Hangzhou, Zhejiang province, dropped 10-20 percent last week, while prices in Tianjin are estimated to have dived 15 percent last week.

"Mainland developers are struggling to get funding amid a lending squeeze and smaller players are likely go out of business," Hang Lung Properties (0101) chairman Ronnie Chan Chi-chung said yesterday.


"Lots of companies are in far worse shape than people think," Chan said.

However, UBS chief economist Wang Tao said the mainland property market is not collapsing.


"In fact, we have been surprised that sales and prices have held up so well after more than a year of policy tightening, " he said. But if property prices were to drop by 30 percent, the mainland economy will "go into a hard landing",Wang warned.

Kata “berguguran” adalah sangat tepat untuk menggambarkan kejatuhan harga dalam selang waktu 1 minggu sebesar 40% (Shanghai), 10% - 20% (Hangzhou) dan 15% (Tianjin). Wow.....! Kalau bursa saham crash seperti ini adalah biasa. Sedangkan properti, seumur-umur saya tidak pernah melihat crash-property bubble seperti ini.

Berita-berita lain: bisa dilihat pada link ini.


Ramalan Jim Chanos terbukti! Mungkin...., karena ini masih permulaan saja. Karena tahun 2010 juga pernah terjadi kejatuhan harga properti yang tajam di Hainan (link). Tetapi kemudian kejadiannya berhenti sampai disitu saja.

Tahun 2010 berbeda dengan tahun 2011. Pada tahun 2010 belum banyak debt-collector dari lintah darat di Cina yang mengejar debitur-debitur yang menunggak. Debitur-debitur ada yang melarikan diri, ada juga yang bunuh diri karena tidak bisa membayar hutangnya. Sektor bisnisnya sangat beraneka, dari realestate, pabrik sepatu sampai pabrik LED.

Sejak bulan April 2011, sudah lebih dari 30 orang petinggi/pemilik bisnis di Cina melarikan diri atau bunuh diri untuk menghindari debt-collector. Berita lainnya bisa dilihat pada link ini.

Siapapun yang memperhatikan sektor properti Cina, pasti akan mengatakan bahwa sektor ini telah mencapai bubble yang sedang menunggu pecahnya saja. Sudah 3 - 4 tahun lalu, banyak kota-kota kosong di Cina. Demikian juga gedung-gedung kosong atau see-through building. Disebut see-through, karena kosong. Kunjungan saya ke Inner Mongolia tahun 2007, sudah terlihat banyak gedung-gedung besar yang sedikit pengunjungnya. Tahun 2012 ini mungkin saya akan kesana lagi untuk melihat-lihat. Saat ini harga apartemen di Shanghai sekitar Rp 30 – Rp 80 juta ($ 3400 - $9000) per meter persegi. Dibandingkan dengan GDP Cina yang hanya $ 4400 per kapita per tahun, harga apartemen ini sudah diluar jangkauan rata-rata rakyat Cina. Untuk bisa memiliki apartemen seluas 100 m persegi, perlu membayar 100 tahun. Hitungannya memang tidak sesederhana itu. Karena setiap tahun “diharapkan” ada peningkatan pendapatan per kapita. Tetapi hal ini juga diimbangi oleh bunga bank, jika belinya dengan cicilan.

Harga apartemen di Shanghai sebenarnya masih berimbang dengan harga apartemen di Jakarta. Apakah di Jakarta juga sudah bubble? Silahkan jawab sendiri. Seperti apartemen di Pacific Place ukuran 500 m persegi, harganya Rp 10 – 15 milyar. Atau kasarnya sekitar $ 2500 - $ 3500 per meter persegi. Yang menjadikan resiko di Cina lebih tinggi adalah karena banyaknya apartemen yang kosong. Permintaan selama ini memang tinggi, tetapi bukan untuk ditinggali, tetapi untuk dibiarkan kosong. Spekulan membeli rumah ke II, ke III untuk investasi. Jika harga assetnya naik pemilik merasa senang. Developer juga buta, membangun dengan semangat tinggi, menggunakan leverage kredit, mengharapkan semua yang dibangunnya akan habis terjual. Sayangnya, kredit ada batasnya. Ketika pemerintah mengetatkan kucuran kreditnya, spekulator (baik pembeli dan developer) memalingkan muka ke lintah darat (bank gelap). Ketika penjualan mulai seret, debt-collector mulai menelpon, menteror siang dan malam, developer terpaksa membanting harga untuk bisa menutup cicilan hutangnya.

Dampak lainnya. Ketika harga turun, pemilik menjadi marah dan protes, seperti yang diberitakan Wall Street Journal (WSJ) ini: Shanghai Homeowners Smash Showroom in Protest Over Falling Prices

A group of around 400 homeowners in Shanghai demonstrated publicly and damaged a showroom operated by their property developer after the company said it cut prices. Home buyers had wanted to speak with the developer to refund or cancel their contracts but were unsuccessful, according to local media. One report said the price cuts exceeded 25% per square meter.


The local media reports said an unspecified number of people were injured. The property developer, a unit of China Overseas Holdings Ltd., didn’t respond to requests for comment. Photos of the event showed broken glass in the sales office, homeowners marching with banners and a phalanx of police watching over.


Chinese media separately reported that another group of Shanghai homeowners gathered on Saturday to speak with Longfor Properties Co., after it dropped asking prices to 14,000 yuan per square meter from 18,000 yuan per square meter at a residential development in the city’s Jiading district. Longfor didn’t return calls for comment. In an Oct. 20 release, it said it posted stellar sales following an aggressive sales strategy for three of its projects in Shanghai and in the city of Hangzhou.


Bubble properti di Cina sebenarnya sudah mengalami pendinginan sejak tahun 2010 lalu ketika pemerintah melakukan pengetatan terhadap kepemilikan rumah ke II dan seterusnya, seperti yang ditulis WSJ.


Data in recent weeks have suggested that the curbing efforts are having an impact. China’s housing prices were largely unchanged in September from a month earlier and grew at a slower pace than in September 2010, indicating Beijing’s efforts to cool the real estate sector are having an impact.

Akan tetapi dampaknya baru muncul ke permukaan 1 – 2 tahun kemudian dalam arti harga rumah turun drastis dan ada (developer) yang mengalami kesulitan melakukan pembayaran hutang.

Mungkin semua ini adalah bagian awal dari meletusnya bubble di Cina......, kita lihat saja nanti.



Komoditi Memasuki Fase Bear

Puncak harga tembaga di level $4,6/lb ada pada January 2011. Awal Oktober 2011 lalu harganya hanya ada di level $3,1/lb. Turun 33 % dalam 9 bulan. Tembaga adalah indikator aktivitas ekonomi. Mobil perlu tembaga untuk kabel-kabelnya dan pipa airnya. Rumah/Apartemen perlu tembaga untuk kabel listriknya. Perabotan elektronik juga perlu tembaga. Komputer perlu tembaga. Dan peluru perlu tembaga. Kalau harga tembaga turun, layak diduga bahwa permintaan akan tembaga turun. Mungkin orang Cina tidak membangun rumah lagi, atau menguranginya. Mereka juga mengurangi produksi mobil, alat elektronik, komputer. Tetapi...., mungkin Amerika tidak mengurangi produksi peluru dan senjata untuk dipasok ke negara-negara lain. Politikus/pemerintah di dunia ini masih senang meramaikan arena pembunuhan di muka bumi ini. Beberapa pekerja Freeport di Papua (ter/di)tembak mati oleh aparat karena mogok/protes meminta kenaikan gaji. Juga seorang kepala resor polisi disana. Tentunya pelurunya terbuat dari tembaga. Di Libya, Muamar Gaddafy mati ditembak ketika diarak-arak untuk dipermalukan. Mayatnya tidak segera dikuburkan, melainkan dipertontonkan. Walaupun demikian, kemungkinan keadaan masih belum tenang. Yaman, Syria, Mesir masih rame. Tembaga masih diperlukan untuk peluru. Tentara Amerika masih bercokol di 170 negara (mungkin lebih). Dan itu masih membutuhkan tembaga, besi dan minyak. Tetapi...., kebutuhan pembangunan rumah-rumah di Cina, mobil-mobil untuk Eropa dan Amerika serta negara berkembang, cukup besar untuk menggoncang harga jika permintaannya menurun. Jangan heran kalau harga bahan komoditi keras seperti tembaga, besi, minyak akan turun. Emas juga akan turun.

Harga tembaga telah turun 33%, secara definisi telah memasuki fase bear. Demikian juga minyak yang terendahnya mencapai $75 per bbl, juga telah turun 31%. Bisa dikatakan bahwa komoditi keras telah memasuki periode bear. Walaupun seminggu terakhir ini harga-harga bahan komoditi rally kembali. Menurut EOWI, ini hanya counter-trend rally. Counter trend rally ini akan menyedot para bull untuk dibantai kemudian.



Renungan

Beberapa minggu ini pasar modal kembali rally, katanya karena krisis Yunani sudah mempunyai solusi. Benarkah sudah ada solusinya? Lebih penting lagi, apakah krisis global sudah selesai, atau baru memasuki babak ke II.

Beberapa minggu ini channel National Geography di TV menyiarkan suatu acara tentang “persepsi dan illusi” – judulnya Test Your Brain. Pada dasarnya otak kita sering tertipu karena informasi yang terbatas. Otak kita terprogram untuk membuat persepsi sesuai dengan pengalaman masa lalu, sepsrti tentang prespektif. Di samping itu otak kita sering menyaring informasi dan terfokus pada hal-hal yang sebenarnya tidak dijadikan fokus.

Saya akan memberi contoh. Yang pertama adalah pengalaman manusia bahwa dua garis parallel akan nampak menyatu di horizon, ini disebut perspektif. Pada video ini terlihat bahwa bola bisa naik ke atas. Bagi otak yang waras, akan bertanya, apakah hukum gravitasi telah dilanggar, atau ada medan magnet yang mempengaruhi jalannya bola? – Lihat pertanyaannya yang berkaitan dengan medan magnet. Ini diperoleh dari proses pembelajaran di sekolah. Bagi orang yang pernah mempelajari sulap dan trick-trick illusi akan segera bisa menangkap asal-muasal kejanggalan ini.


Bola Naik Ke Atas


Masih banyak illusi-illusi lain yang berkaitan dengan bagaimana otak kita memproses informasi yang tidak lengkap dan menjadikannya “gambaran yang berarti”. Berikutnya adalah illusi prespektif lainnya.


Illusion Room


Acara “Test Your Brain” di National Geography juga membahas bahwa otak manusia tidak bisa melakukan “multi-tasking”. Otak menyaring input dari indra (pandangan) sehingga hanya yang dianggap penting saja yang diproses untuk memperoleh gambaran apa yang terjadi. Salah satu yang menarik adalah menggunakan “distraction” atau pengalihan perhatian untuk mencopet. Video berikut ini menunjukkan bagaimana seorang bisa mencopet banyak barang dari korbannya dengan pengalihan perhatian.


Pencopet Ulung


Otak manusia sudah terbiasa menyaring informasi dan mengambil hanya yang dianggap penting. Banyak kejadian di depan hidungnya dan sangat jelas, tetapi lolos dari pengamatannya. Video berikut ini bisa memberi gambaran.


Notice Changes


Sudah sepatutnya kita harus bertanya mengenai kesimpulan yang kita ambil ketika melihat sesuatu – Test Your Brain – kata National Geography. Untuk kasus krisis Eropa, kita harus bertanya kembali. Apakah krisis sudah selesai? Apa yang kurang?

Solusi yang ada adalah melalui leverage. Dari pengalaman, menunjukkan bahwa krisis yang ada saat ini adalah akibat leverage. Konsumer, produsen dan pemerintah menjalani hidup dengan leverage. Bagi mereka yang bisa belajar maka leverage tidak akan digunakan. Leverage dengan asuransi akan memperparah keadaan. EFSF dan investor hutang negara (bank) akan berhadapan dengan perusahaan asuransi dan penyedia jasa credit swab yang ahli dalam bidangnya. Pertarungan yang tidak seimbang, dan biasanya asuransi akan menang.

Pertanyaan berikutnya adalah siapa yang kalah yang menanggung beban biaya? Politikus adalah yang sangat ahli dalam mentransfer kerugian ke pembayar pajak. Oleh sebab itu akhirnya rakyatlah yang akan membayar. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi mereka tahu bahwa ada yang tidak beres. Oleh sebab itu mereka berontak dan protes untuk melepaskan frustrasinya. Dilain pihak, politikus biasanya bebal, tidak bisa membaca situasi. Sering kali mereka sadar setelah terlambat, seperti yang terjadi pada Gaddafy. Politikus/pemimpin yang dibantai oleh rakyat tidak sedikit, raja Louis XVI dan Maria Antonette, Tzar Nikolas, Mussolini, Amir Hamzah, raja Charles I dan sederet lagi.

Kemungkinan besar spotlight krisis Eropa akan beralih ke Spanyol, Portugal dan mungkin Itali bisa juga dimasukka ke dalam list.

Kemudian bagaimana dengan Cina? Cina mungkin ada pada tahap awal. Jim Chanos mengatakan demikian. Mungkin benar mungkin salah. Apapun opininya, tidak akan mempengaruhi kenyataan bahwa disana ada bubble. Bahwa harga properti yang demikian tingginya membuat para demonstran yang protes karena harga properti yang telah dibelinya turun tidak memperoleh simpati. Jajak pendapat mengatakan 80% bahwa harga rumah turun sudah menjadi kewajaran. Bahkan mereka mengnginkan turun supaya bisa beli tempat tinggal, seperti yang ditulis di WSJ.


The Shanghai property-owner demonstration found little support on China’s Internet, where most still expressed worries that housing prices are too high. In an informal poll posted on the Twitter-like microblogging site Sina Weibo that had attracted more than 34,000 votes by Tuesday evening, 80% said they that thought it was normal for housing prices to fall and that the Shanghai protestors were just playing up the issue.


“This is an immoral action,” Weibo user Xiaobai Yeyou Naxieshi wrote in one of the 7 million property-related posts Sina had collected Tuesday on a special topic page. “Buying a house is a form of investment and every investment involves risk. If prices didn’t fall, people who can’t afford to buy an apartment would really have to wait forever.”

Apa yang terjadi di sektor properti, bisa terjadi seperti di sektor saham Cina. Indeks Shanghai, dari titik tertingginya 6092 (16 Okt 2007) dan 4 tahun kemudian hanya 2317 (21 Okt 2011). Tidak heran kalau investor (spekulator) mengeluh dan meminta pemerintah untuk melakukan sesuatu. Tulis WSJ selanjutnya:


“Dear Government, can you please cancel my purchase of Petrochina shares? A refund based on the IPO price would be fine,” joked Linshi Renyuan. Petrochina, which debuted on the Shanghai stock market at 16.7 yuan per share in 2007, was trading at to 9.85 yuan per share at the end of the day Tuesday.


Spekulan dan developer akan sangat kecewa jika pemerintah tidak bisa menahan laju penurunan harga properti, seperti kata WSJ:


That said, a sustained drop in housing prices could spark its own displeasure. It could also spark criticism that Beijing’s policies don’t address long-term issues.

Outspoken Chinese real estate tycoon Ren Zhiqiang, whose properties haven’t been involved in the demonstrations, said on his microblogon Monday, “Does the government really want to solve the housing (issue) for the public or is it just using the property market as a tool to balance between economic growth and the public sentiment?”


“Why doesn’t the government work on land supply, land prices and tax incentives? Why doesn’t it raise wages and lower home purchase taxes, and raise the affordability for the citizens?” Mr. Ren asked.


Suatu hal yang menarik terjadi di Cina. Disatu pihak banyak orang menginginkan harga properti turun sehingga terjangkau oleh kalangan ramai, di pihak spekulator dan developer menginginkan harga properti naik terus. Ini adalah pertentangan kelas. Kelas proletar dan kelas borjuis. Yang dilakukan oleh pemerintah Cina – terutama pemerintah daerahnya, sangat bertolah belakang dengan apa yang diajarkan dan dipraktekkan bapak pendiri negara Cina, Mao Zedong. Dia merampas tanah-tanah milik tuan tanah dijadikan milik pemerintah untuk dibagikan kepada petani kecil. Dan yang terjadi sekarang adalah, rakyat kecil digusur dari tanah garapannya atau tanah yang ditinggalinya, kemudian diberikan kepada developer – kaum borjuis – untuk dijadikan taruhan permainan mahjong.

Itu untuk Cina. Untuk negara-negara yang diuntungkan dengan permainan mahjong developer Cina, seperti Canada, Australia, .....dan Indonesia, ketika permainan mahjong berhenti, pesta pun akan berhenti juga. Tembaga, besi, batu bara, logam dasar, perak, minyak akan berguguran.

Sekian dulu......, jaga investasi dan tabungan anda. Jangan sampai keduanya merusak kesehatan anda......,

Jakarta 31 Okt. 2011


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

7 comments:

fajar said...

"ketika permainan mahjong berhenti, pesta pun akan berhenti juga. Tembaga, besi, batu bara, logam dasar, perak, minyak akan berguguran"

emas ga termasuk om.? apa karena emas bukan pure commodity (setengah currency).?

apa di indonesia harga properti juga bubble.?

akankah kita mengalami krisis leverage juga kedepannya.?

Anonymous said...

Indonesia adalah negara yang unik, 2/3 luasnya adalah lautan letaknya di khatulistiwa dimana matahari bersinar paling terik, tapi tetap harus impor garam, jadi apa perlunya krisis

Anonymous said...

Indonesia adalah negara yang unik, 2/3 luasnya adalah lautan letaknya di khatulistiwa dimana matahari bersinar paling terik, tapi tetap harus impor garam, jadi apa perlunya krisis

Time said...

Teman saya jualan properti di Jogja. harga properti di Sleman untuk kawasan dekat kota Jogja sudah setara dengan harga properti di Depok, Bekasi, dan Tangerang. Benar-benar tidak masuk akal secara pendapatan warga Jogja jauh dari warga ibu kota. Saya tak tahu apa yang mendrive permintaan properti sebesar itu. Apa warga Jakarta yang borong properti di Jogja untuk anak2nya yang kuliah di sana sekaligus untuk persiapan pensiun nanti? Saya menduganya demikian...

Kapan bubblenya properti di Indo kalau permintaan masih kuat seperti ini? Harga sudah tak lagi masuk akal dan masuk kantong...

Anonymous said...

Om, itu videonya memang diset langsung run begitu buka web-nya ya?

bikin kaget soalnya...

Arendy65 said...

Pak IS, berarti kesalahan fatalnya itu terdapat pada leverage, dimana orang tak mampu memaksakan diri mampu membeli. Gak mampu beli cash dipaksa kredit.

Apakah kpr itu termasuk leverage juga??

Anonymous said...

Baru tau ada pembahasan fundamental begini bagus, akan saya ikutin terus perkembangannya :)

Kok forumnya (klubsaham) ga bisa register lagi?

saya jg melakukan riset thd harga. dg membandingkan rasio perubahan harga emas, minyak mentah, jagung, gandum, dll...

saat ini emas sudah (kira2) 2x lebih mahal dibanding komoditas lain. sederhananya saat ini dibutuhkan hanya separuh emas utk membeli jumlah minyak, jagung, gandum, dll yg sama ketika 2007.

... chart ratio ga bisa ditampilkan :(

konklusi saya, jika harga komoditas lain diramalkan akan jatuh, kejatuhan gold akan 2x lipat lebih parah. utk pangan saya ragukan harganya bisa jatuh lagi... bisa2 malah naik.

indonesia bukan lagi negara swasembada pangan, melainkan termasuk dalam list top ten grain importer. selamat datang musim lapar ketika itu terjadi.