Nama Norin diberikan oleh kedua orang tuanya yang merupakan akronim dari asal kedua orang tuanya yaitu Nor-way dan In-donesia. Ayah dari Alice Norin adalah teman baik saya, namanya Alfred Almendingen. Karena nama marganya Almendingen, tidak berarti dia keturunan Arab. Dia sama sekali tidak ada darah Arabnya. Almendingen adalah satu kata, bukan Al-Mendingen.
Penempatan Alice Norin dan Ayat-Ayat Cinta untuk pembukaan tulisan ini, bukan karena kontroversi Lebaran Dua Hari ada kaitannya dengan Ayat-Ayat Cinta. Tetapi ada contoh yang menarik yang berkaitan dengan daerah asal dari bapaknya Norin yang bisa dipergunakan untuk memecahkan persaingan antara 2 kubu/aliran dalam penentuan hari lebaran dan awal Ramadhan, sehingga bisa diperoleh jalan yang konsisten dan berlaku universal.
Alfred (bapaknya Norin), berasal dari sebuah kota kecil di Norway yang berpenduduk saat ini sekitar 9000 jiwa. Namanya Sandnessjøen dan sulit sekali dicari di peta. Letaknya pada koordinat 66° 01′ N 12° 38′ E yang sudah sangat dekat dengan lingkaran kutub. Selama periode antara musim semi sampai musim gugur (Maret-September) daerah ini memperoleh siang lebih dari 12 jam. Matahari bersinar lebih dari 12 jam. Puasa selama musim panas akan kelihatan berat, walaupun hal ini dibantah oleh Alfred yang mengaku puasa selama Ramadhan.
Berat dan ringannya puasa selama bulan Ramadhan yang bertepatan dengan musim panas bukanlah yang mau disampaikan oleh cerita ini, melainkan kasus Ramadhan di musim panas di wilayah ujung utara bumi bisa dijadikan contoh kasus untuk meluruskan semua pertentangan dan kontroversi 2 lebaran yang sering terjadi.
Sudah sejak lama, mungkin sudah berjalan beberapa abad, dalam hal awal/akhir Ramadhan sering terjadi pertentangan antara beberapa kubu. Tetapi untuk tulisan ini kita bahas hanya 2 kubu saja, yaitu kubu menganut hisab dan kubu menganut rukyat dalam menentukan kapan awal/akhir Ramadhan. Kubu hisab, menggunakan perhitungan astronomi untuk menetapkan awal/akhir Ramadhan, sedangkan kubu rukyat menetapkan awal dan akhir Ramadhan dengan melihat bulan sabit (hilal).
Ramadhan tahun 2011 di Indonesia diawali tanpa ada perbedaan. Pada kalimat ini ada penekanan pada letak geografis (yaitu Indonesia). Sebab, walaupun di Indonesia tidak ada perbedaan awal Ramadhan, di tempat lain perbedaan ini ada! Bahkan kalau mau jujur memaksakan metode rukyat, perbedaannya bisa sampai 2-6 hari, dibandingkan dengan di Indonesia yang biasanya 1 hari saja. Ini bisa terjadi di belahan utara dan selatan bumi. Hal ini disadari oleh ahli-ahli agama Islam yang hidup di negara-negara ujung utara. Oleh sebab itu sejak tahun 2006, the Fiqh Council of North America menetapkan satu methode yang dianggap konsisten dan valid, walaupun methode ini mendapat kritik dari ulama tradisional. Saya tidak akan terburu-buru menyebut methode apa yang mereka pilih, karena akan merusak selera pembaca untuk meneruskan sampai akhir tulisan ini. Pemeloporan the Fiqh Council of North America bisa dimengerti karena perbedaan akhir/awal Ramadhan bisa sangat bervariasi, bergantung pada letak geografis.
RUJUKAN QURAN & HADITH
Yang dijadikan rujukan oleh umat Islam untuk berpuasa di bulan Ramadhan adalah ayat Quran berikut:
[Q 2:185] bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (Arab: syahida) bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, ........
Kata yang diterjemahkan sebagai “menyaksikan” adalah syahida, yang mempunyai asalkata yang sama dengan syahadat dan asyhadu. Kata syahida mempunyai konotasi bukan sekedar “tahu”, tetapi punya konotasi “tahu secara pasti” dan siap disumpah seperti saksi di pengadilan. Syahida juga tidak harus melihat kejadiannya dengan mata. Kalimat syahadat: “asyhadu ala illaha illallah” yang berarti “saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah”, diucapkan tanpa harus melihat Allah, melainkan dengan melihat tanda-tanda keberadaannya. Demikian juga seorang dokter ahli bisa bersaksi mengenai ayah biologis seseorang tanpa perlu melihat kedua orang tuanya melakukan persenggamaan, melainkan hanya dengan melihat hasil test DNA. Dengan demikian kata syahida maknanya adalah kesaksian yang menyakinkan, baik itu diperoleh dengan indra dan juga pengetahuan.
Ayat Quran berikutnya adalah mengenai hilal atau bulan baru atau bulan sabit.
[Q 2:189] Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit (hilal) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji......”
Ayat ini merupakan suatu ketetapan dari Allah bahwa Islam mendasarkan kalendernya pada siklus bulan yang biasa disebut kalender lunar atau qomariyah. Waktu ibadah yang perulangannya bersifat jangka panjang (tahunan, bukan harian) seperti haji, puasa dan zakat penetapannya dilakukan dengan menggunakan siklus bulan. Allah juga menerangkan bahwa bulan (dan matahari) mempunyai garis edar, sehingga menjamin adanya perulangan yang konsisten dan bisa diramalkan. Salah satu ayatnya berbunyi:
[Q 21:33] Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.
[Q 10:5] Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
[Q 17:12] Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.
[Q 36:39] Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua (lengkung)
Secara sederhana, bulan, dipandang dari bumi, mengalami perubahan bentuk/fase secara bertahap/gradual dan akhirnya kembali ke bentuk semula membentuk suatu siklus seperti yang dijelaskan ayat Q 36:39. Siklus bulan diawali dengan munculnya bulan yang disebut hilal atau bulan sabit (Inggris: New Moon). Pada hilal, bagian bulan yang nampak dari bumi hanya sedikit dan tipis saja. Dengan berjalannya waktu/hari, wujud bulan yang nampak semakin besar dan pada tanggal 15 (kalender lunar) bulan nampak penuh, dan disebut bulan purnama (Inggris: full moon; Arab: badru kaamil). Hari-hari berikutnya bagian bulan yang memancarkan sinar kembali mengecil dan akhirnya hilang, kembali ke hilal.
Dalam penerapan sistem kalender lunar/qomariyah pada jaman nabi Muhammad dahulu, sering ada hambatan. Hilal yang menandai awal bulan terkadang sulit dilihat. Sebabnya, tertutup awan. Paling tidak itu adalah problema di masa rasulullah di jazirah Arab. Saya tekankan pada lokasi geografis (jazirah Arab) karena dengan menyebarnya Islam keseluruh muka bumi dan berkembangnya pengetahuan manusia, sekarang diketahui bahwa hambatan untuk mengamati hilal ternyata lebih dari sekedar tertutup awan.
Masalah tidak bisanya rukyat hilal digunakan untuk penentuan tanggal 1, nabi Muhammad memberikan pengarahan yang dicatat dalam hadith. Hadith an-Nasai dari Abdullah ibn Umar yang mengatakan:
“Bulan ada yang 29 hari dan 30 hari. Jika kamu melihat hilal (bulan sabit) maka berpuasalah dan kalau kamu melihat hilal, ber-Iedul Fitrilah. Jika terhalang awan, maka genapkanlah bilangannya menjadi 30 hari”
Ada beberapa kata kunci pada hadith ini yang spesifik:
§ 1 bulan ada 29 – 30 hari (tidak lebih atau kurang)
§ Jika hilal tidak terlihat karena terhalang awan (bukan yang lain) genapkan menjadi 30 hari.
Hadith ini tidak menyinggung masalah geografis dan topografi, misalnya terhalang bukit bagi mereka yang hidup di lembah dan dikelilingi perbukitan atau bagi mereka yang hidup di utara/selatan, di daerah diantara kutub dengan 60º lintang utara/selatan. Ini ceritanya akan lain.
SIKLUS BULAN
Pergerakan benda-benda langit mempunyai konsekwensi terhadap pengamat di bumi. Rotasi bumi menyebabkan siklus 24 jam yakni siang dan malam. Pergerakan bumi mengitari matahari (revolusi bumi) ditambah dengan posisi poros bumi menyebabkan siklus tahunan (± 365.25 hari) – musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin di belahan utara dan selatan bumi. Dan pergerakan bulan mengitari bumi menyebabkan siklus 29,5 hari, seperti pasang surut air laut dan siklus penampakan bulan.
Mekanisme siklus bulan bisa diterangkan dengan gambar di bawah ini.Bulan yang nampak dari bumi adalah hanya bagian yang kena sinar matahari. Pada saat bulan “mati”, menjelang terbentuknya hilal, semua muka bulan yang menghadap bumi adalah bagian yang tidak kena sinar matahari. Dengan perjalanan waktu, dan beredarnya bulan, muka bulan yang disinari matahari semakin banyak yang menghadap ke bumi dan nampak dari bumi.
Gambar - 1
Bagi pengamat di belahan bumi utara, perubahan bentuk bulan sepanjang satu (1) siklus bisa dilihat pada gambar di bawah ini. Antara tanggal 1 sampai tanggal 5-6 hari (umur bulan kurang dari 7 hari), kurang dari 50% dari bulan yang disinari matahari nampak oleh pengamat dari bumi. Dan bentuk bulan (bisa) disebut bulan sabit (Inggris: crescent) karena bentuknya seperti sabit. Apakah ini yang dimaksud dengan kata hilal (Arab). Dari beberapa kamus, kata hilal adalah sinonim dengan crescent, bukan new moon (hilal kecil) atau hilal yang baru lahir atau bulan baru.
Gambar - 2
Setelah hari ke 7 sampai hari ke 22, lebih dari 50% bulan nampak oleh pengamat di bumi. Ini tidak lagi bisa disebut bulan sabit karena bentuknya tidak lagi seperti sabit. Kata hilal (Arab) dan crescent (Inggris) tidak lagi mengacu pada bentuk bulan seperti ini. Bahasa Arabnya menjadi badrun dan full-moon (purnama) disebut badru kaamil (bulan sempurna/lengkap).
Setelah hari ke 22 sampai hari ke 29-30, bulan (yang nampak dari bumi) kembali mengecil dengan bentukan seperti sabit dan kemudian menghilang, untuk kembali ke bulan baru di siklus berikutnya.
Pada saat bulan purnama dan bulan baru posisi bumi, bulan dan matahari berada dalam satu (1) garis.
Satu siklus memakan waktu sekitar 29,530589 hari. Oleh sebab itu, satu bulan menurut penanggalan qomariah (lunar), terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari.
Bentuk bulan yang nampak demikian terpolanya, sehingga bagi seseorang yang sudah terbiasa melihat dan menggunakan penanggalan qomariyah, ia bisa memperikirakan tanggal hanya dengan melihat (besarnya) bulan. Misalnya bulan setengah adalah tanggal 7 dan purnama adalah tanggal 15.
RUKYAT DAN KENDALANYA
Yang mendasari kubu rukyat memakai methodenya adalah hadith nabi yang diambil secara harfiah.
“Bulan ada yang 29 hari dan 30 hari. Jika kamu melihat hilal (bulan sabit) maka berpuasalah dan kalau kamu melihat hilal, ber-Iedul Fitrilah. Jika terhalang awan, maka genapkanlah bilangannya menjadi 30 hari”
Oleh kubu rukyat, “melihat” diartikan sebagai benar-benar melihat, sehingga setiap menjelang awal dan akhir Ramadhan pada saat matahari terbenam, melihat bulan/hilal seakan sudah menjadi ritual tahunan. Bahkan kemudian hasilnya dirapatkan untuk mengambil kesimpulan tentang pergantian bulan.
Sejak lama sudah disadari bahwa methode rukyat bukanlah methode yang ampuh dan bebas dari kontroversi dan tingkat keberhasilannya sering dipertanyakan. Pada jaman nabi Muhammad saja sudah ada pertanyaan yang berkaitan dengan keampuhan methode rukyat. Dan sampai saat inipun kesalahan masih sering terjadi. Bahkan untuk Ramadhan tahun 2011, Saudi Arabia mengakui bahwa telah kecolongan. Awalnya Sejumlah warga di sebelah barat Al Ais juga mengatakan bahwa mereka telah melihat hilal pada Senin malam (29 Agustus 2011) selama 30 menit. Oleh sebab itu pemerintah Saudi mengumumkan bahwa keesokan harinya (Selasa 30 Agustus 2011) adalah hari raya Iedul Fitri. Tetapi hal ini kemudian dibantah oleh para ahli astronomi Saudi. Sehingga pemerintah Saudi perlu meralat keputusannya tentang akhir Ramadhan serta menganjurkan rakyatnya untuk membayar puasanya dilain hari. Ada yang mencatat bahwa ralat ini adalah yang ke 20 kali oleh pemerintah Saudi Arabia.
Terhalang Awan
Kendala yang paling jelas dalam menerapkan methode rukyat hilal adalah langit yang berawan, seperti yang disebutkan dalam hadith nabi di atas. Untuk daerah padang pasir seperti Saudi Arabia, masalah awan tidaklah sesering di wilayah tropis seperti Indonesia, yang boleh dikata setiap hari ada awan yang berpotensi menghalangi pengamatan hilal. Seorang teman (di Indonesia) yang selama 18 tahun melakukan rukyat untuk Ramadhan, mengatakan bahwa ia tidak pernah sukses, terutama karena pengaruh awan. Karena demikian jelasnya kendala ini, wajar jika nabi Muhammad memberikan solusinya.
Terhalang Perbukitan
Nabi Muhammad memang lahir dan tumbuh di daerah yang dikelilingi perbukitan (Mekkah). Tetapi pada saat Islam berkembang, beliau tinggal di Madinah yang relatif datar tanahnya. Kebanyakan Ramadhannya dihabiskannya di Madinah, bukan di Mekkah, sehingga apabila saatnya melakukan rukyat, beliau dan sahabatnya tidak memperoleh kendala yang berkaitan dengan perbukitan. Oleh sebab itu hadith yang berkaitan dengan kendala perbukitan ketika hendak me-rukyat, tidak ditemukan. Saya membayangkan bagaimana umat Islam dimasa lalu yang hidup di Temanggung Jawa Tengah yang letaknya di timur gunung Sundoro, atau di Boyolali yang letaknya di timur Merapi. Mereka harus berjalan jauh ke pantai selatan, seperti Parangtritis agar bisa melihat hilal tanpa terhalang gunung.
Tertukar Dengan Venus
Salah satu yang bisa membuat pengamatan rukyat salah adalah tertukarnya hilal dengan venus (bintang senja). Ini bisa terjadi jika pengamat tidak berpengalaman dan kurang berpendidikan. Karena letaknya lebih jauh dari bumi, sehingga nampak lebih kecil dari bulan. Gambar berikut ini adalah gambar Venus (yang kecil dan kontras) dan bulan (yang besar dan kurang kontras). Ukurannya berbeda. Kemungkinan yang terjadi di Saudi untuk kasus salah lihat hilal Iedul Fitri tahun 2011 adalah karena hilal tertukar dengan venus atau awan yang berbentuk seperti hilal. Itu dugaan hanya saja. Apa yang sebenarnya terjadi, penulis tidak tahu.
Foto di bawah ini diambil tanggal 16 Mei 2010 dan dipajang di situs: http://apod.nasa.gov/apod/ap100516.html
Gambar - 3
Kurang Kontras
Sebuah benda, akan bisa nampak jika ada kontras dengan sekelilingnya. Demikian halnya dengan bulan yang juga hanya bisa terlihat oleh pengamat di bumi jika ada kontras antara bulan dan sekelilingnya. Jika langit sangat terang, bulan akan sulit dilihat. Ibaratnya, benda putih sulit dibedakan dengan latar belakangnya yang juga putih.
Perhatikan dua foto dibawah ini yang diambil di Valparaiso, Florida, US tanggal 19 Maret 2007, jam 19:17 waktu setempat dengan menggunakan Nikon OceanPro 7x50 compass binoculars.
Foto yang sebelah kanan adalah pembesaran dari bagian yang dikotaki dari foto sebelah kiri. Perhatikan hilal foto sebelah kiri yang demikian tipisnya hapir tidak nampak. Baru nampak ketika cropping dan diperbesar.
Gambar - 4
Posisi hilal ada pada ketinggian 7° dan lokasinya berdekatan dengan tempat matahari terbenam. Dengan mata telanjang dan tanpa peralat optik, hilal tidak nampak. Jadi teknik rukyat dengan mata telanjang tidaklah mudah.
Menurut para pakar, hilal bisa terlihat dengan mata telanjang pada kondisi langit yang cerah (tidak berawan) jika mempunyai ketinggian minimal 7° pada saat matahari terbenam. Jika belum, hilal tidak bisa dilihat karena kurang kontras dengan latar-belakangnya. Kriteria ini kemudian dijadikan patokan ketika hendak mengamati hilal. Saat ini banyak peralatan yang bisa meningkatkan kemampuan melihat hilal, seperti teropong. Kemudian dengan kamera digital bisa digunakan untuk mengambil foto hilal yang kemudian dengan menggunakan software seperti Photoshop, kontras bisa ditingkatkan sehingga wajah hilal nampak. Tidak heran jika ada yang mengatakan ketinggian 2° sebagai kriteria minimum.
Untuk waktu yang sama, secara geografis, tingkat visibilitas hilal berbeda-beda. Dengan perhitungan ilmu falak dan komputer, hal ini bisa diramalkan/diperkirakan. Banyak software yang bisa membantu mengetahui visibilitas hilal. Dan banyak juga situs-situs yang menyajikan peta visibility hilal. Salah satu situs adalah Moonsighting.com.
Kita akan menggunakan peta visibility hilal untuk menerangkan kesalahan keputusan Saudi Arabia dan kelemahan-kelemahan teknik rukyat untuk penentuan hilal.
Gambar-5 adalah peta visibility hilal untuk tanggal 29 Agustus 2011. Hilal terbentuk pada jam 03:03:57 UT (UT = Universal Time, kurang lebih sama artinya seperti GMT). Artinya pada tanggal 29 Agustus 2011, jam tersebut, bumi, bulan dan matahari telah membentuk satu garis. Walaupun hilal sudah terbentuk, tidak semua wilayah di bumi bisa melihat hilal. Warna hijau adalah daerah-daerah yang bisa melihat hilal dengan jelas. Ini hanya meliputi ujung selatan benua Amerika – meliputi Chili dan Argentina. Di daerah yang berwarna biru muda, hanya bisa melihat hilal jika kondisi cerah. Ini mencakup beberapa negara Amerika Selatan. Secara teoritis, kubu rukyat di wilayah ini bisa berlebaran pada keesokan harinya, yaitu tanggal 30 Agustus 2011.
Gambar - 5 Peta visibility hilal pada tanggal 29 Agustus 2011
Berikutnya adalah daerah yang berwarna merah hanya bisa melihat hilal dengan bantuan peralatan optik. Kubu rukyat di daerah boleh saling berdebat, apakah mereka berlebaran pada keesokan harinya atau besok-lusanya.
Yang terakhir adalah bagian yang berwarna hitam adalah daerah dimana hilal tidak bisa dilihat dengan alat apapun. Indonesia dan Saudi Arabia termasuk wilayah yang seharusnya hilal tidak nampak. Agak aneh jika Saudi, Malaysia, Singapura dan Brunei bisa mengatakan bahwa mereka berhasil merukyat hilal.
Pada hari berikutnya tanggal 30 Agustus 2011, Asia tenggara, India, Saudi bisa melihat hilal. Peta visibility hilal menunjukkan wilayah-wilayah tersebut sudah bisa melihat hilal (lihat Gambar-6). Kubu rukyat di wilayah ini seharusnya baru bisa berlebaran keesokan harinya ditanggal 31 Agustus 2011.
Gambar - 6 Peta visibility hilal pada tanggal 30 Agustus 2011
Walaupun umur hilal sudah 2 hari, tetapi masih banyak wilayah yang dihuni manusia dan banyak umat muslimnya belum bisa melihat hilal. Pada tanggal 30 Agustus 2011, Scotland dan negara-negara Skandinavia yang ada penduduk muslimnya, belum bisa melihat hilal. Juga di ibukota Alaska, Anchorage. Untuk Jepang sendiri masih memerlukan peralatan optik untuk bisa melihat hilal.
Bagaimana selanjutnya? Apakah setelah hilal berumur 3 hari semua wilayah di bumi ini bisa melihat hilal? Jawabnya: “Tidak”. Sebagian besar Alaska, termasuk ibukotanya Anchorage, sebagian Skandinavia, termasuk Norway tanah kelahiran bapaknya Alice Norin, sebagian Russia, masih belum bisa melihat hilal (lihat Gambar-7). Kalau begitu kapan mereka berlebaran?
Gambar - 7 Peta visibility hilal pada tanggal 31 Agustus 2011
HILAL MENGHILANG DARI 60º LINTANG UTARA PADA RAMADHAN 2011
Debat rukyat-hisab sudah lama menjadi perhatian saya. Secara logika methode hisab (perhitungan astronomi) adalah methode yang sahih (valid). Dalil-dalilnya kuat dari Quran – yang diartikan secara harfiah, tanpa tafsir. Sedangkan rukyat, lebih didasari oleh hadith – diartikan secara harfiah, yang dianggap oleh sebagian besar umat Islam/ulama sebagai petunjuk praktis dari Quran. Memang hadith adalah petunjuk praktis, tetapi selain dari masalah ritual, petunjuk itu cocok untuk jamannya. Karena ritual sepatutnya tidak berobah dengan masa dan tempat/lokasi geografis, sedang masalah non-ritual selalu berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, lokasi geografis dan lain-lainnya. Pada masa sekarang ini, kita tidak membersihkan kotoran dengan tanah liat atau mengobati dehidrasi dengan kencing onta yang dicampur susu. Banyak cara yang lebih baik dan hiegenis. Sedangkan untuk sholat, sudah sepatutnya umat Islam tetap mengacu pada tata-cara nabi Muhammad. Saya menganggap bahwa hadith rukyat adalah hadith untuk masalah yang non-ritual, yang berlaku untuk masyarakat Arab di masa itu dan di wilayah Mekkah dan Madinah. Untuk membuktikan hal ini, perlu ditunjukkan bahwa rukyat tidak berlaku umum.
Beberapa waktu lalu saya melakukan internet-search untuk mengetahui apakah rukyat memang berlaku umum atau tidak. Saya temukan situs http://thecrescent.info/?p=213 yang melaporkan pengamatan hilal dari seluruh dunia. Untuk penentuan 1 Ramadhan, tanggal 31 July 2011, mayoritas gagal melihat hilal. Walaupn demikian ada paragraf laporan dari Norway yang sangat mengusik:
Eng. Milad Ershaghi said: "On Sunday, July 31, 2011 I attempted to sight the new crescent moon of Ramadan from Oslo, Norway. Sunset time was 9:50 pm and Moonset was at 9:22 pm - before sunset, which made it impossible to see the moon."
Pengamat hilal dari Oslo Milad Ershaghi mengatakan bahwa bulan/hilal terbenam sebelum matahari terbenam. Artinya hilal menghilang sebelum malam/magrib tiba. Apakah di Oslo tidak ada Ramadhan, padahal ritual sholat masih ada – karena masih ada siang dan malam? Hadith nabi mengatakan “Jika kamu melihat hilal (bulan sabit) maka berpuasalah”. Kalau tidak ada hilal maka tidak perlu puasa?
Sayang Milad Ershaghi tidak mengirim laporannya untuk penetapan 1 Syawal 1432. Akan sangat menarik karena punya kaitan langsung dengan kontroversi lebaran 2011 di Indonesia.
Pernyataan Milad Ershaghi bahwa hilal terbenam sebelum magrib, pasti akan membuat penasaran. Kapan hilal bisa terlihat – atau kapan hilal terbenam sesudah magrib sehingga bisa dilihat?
Di bawah ini adalah jadwal matahari dan bulan terbenam/terbit untuk wilayah Oslo Norway. Ternyata hilal terbenam sesudah magrib terjadi pada tanggal 3 Agustus 2011. Ukuran bulan sudah ¼. Masih bisa disebut hilal atau bulan sabit, yang tebal tentunya. Sayangnya hilal ini masih belum bisa dilihat karena sudutnya masih di bawah 7º. Hari masih terlalu terang untuk membentuk kontras antara hilal dan latar belakangnya. Dan .... hilal tidak pernah mencapai ketinggian 7º. Bulan mencapai ketinggian 6º pada tanggal 11 Agustus 2011 dan pada saat itu adalah 2 hari menjelang purnama. Itu bukan hilal lagi namanya. Jadi kubu rukyat yang militan di Oslo tahun ini tidak punya 1 Ramadhan!
Jadwal Matahari/Bulan Terbanam/Terbit di Oslo Norway | ||||||
Date | Moonrise | Moonset | Moon Phase | Sunrise | Sunset |
|
|
|
|
|
|
|
|
30-Jul-11 | 4:32 | 21:08 | New Moon at 20:40 | 4:53 | 21:53 |
|
31-Jul-11 | 6:06 | 21:22 |
| 4:55 | 21:50 |
|
1-Aug-11 | 7:41 | 21:33 |
| 4:57 | 21:48 |
|
2-Aug-11 | 9:16 | 21:43 |
| 5:00 | 21:45 |
|
3-Aug-11 | 10:51 | 21:53 |
| 5:02 | 21:43 | Bulan terbenam 10 menit sesudah matahari. Tetapi bukan hilal melainkan bulan 1/4 penuh. Awal Puasa? |
4-Aug-11 | 12:27 | 22:05 |
| 5:04 | 21:40 |
|
5-Aug-11 | 14:02 | 22:20 |
| 5:07 | 21:38 |
|
6-Aug-11 | 15:35 | 22:41 | First Quarter at 13:08 | 5:09 | 21:35 |
|
7-Aug-11 | 17:01 | 23:13 |
| 5:11 | 21:33 |
|
8-Aug-11 | 18:13 | - |
| 5:14 | 21:30 |
|
9-Aug-11 | - | 0:00 |
| 5:16 | 21:27 |
|
| 19:06 |
|
|
|
|
|
10-Aug-11 | - | 1:05 |
| 5:19 | 21:25 |
|
| 19:41 | - |
|
|
|
|
11-Aug-11 | - | 2:23 |
| 5:21 | 21:22 | Posisi bulan tertinggi pada saat matahari terbenam sekitar 6º. Tidak ada awal Ramadhan? |
| 20:04 | - |
|
|
|
|
12-Aug-11 | - | 3:46 |
| 5:23 | 21:19 |
|
| 20:20 | - |
|
|
|
|
13-Aug-11 | - | 5:10 | Full Moon at 20:58 | 5:26 | 21:16 |
|
| 20:31 | - |
|
|
|
|
14-Aug-11 | - | 6:32 |
| 5:28 | 21:14 |
|
| 20:41 | - |
|
|
|
|
15-Aug-11 | - | 7:51 |
| 5:31 | 21:11 |
|
| 20:49 | - |
|
|
|
|
16-Aug-11 | - | 9:09 |
| 5:33 | 21:08 |
|
| 20:56 | - |
|
|
|
|
17-Aug-11 | - | 10:25 |
| 5:35 | 21:05 |
|
| 21:04 | - |
|
|
|
|
18-Aug-11 | - | 11:42 |
| 5:38 | 21:02 |
|
| 21:14 | - |
|
|
|
|
19-Aug-11 | - | 12:59 |
| 5:40 | 21:00 |
|
| 21:26 | - |
|
|
|
|
20-Aug-11 | - | 14:15 |
| 5:43 | 20:57 |
|
| 21:42 | - |
|
|
|
|
21-Aug-11 | - | 15:29 | Third Quarter at 23:55 | 5:45 | 20:54 |
|
| 22:06 | - |
|
|
|
|
22-Aug-11 | - | 16:38 |
| 5:47 | 20:51 |
|
| 22:41 | - |
|
|
|
|
23-Aug-11 | - | 17:36 |
| 5:50 | 20:48 |
|
| 23:32 | - |
|
|
|
|
24-Aug-11 |
| 18:19 |
| 5:52 | 20:45 |
|
25-Aug-11 | 0:40 | 18:50 |
| 5:54 | 20:42 |
|
26-Aug-11 | 2:02 | 19:12 |
| 5:57 | 20:39 |
|
27-Aug-11 | 3:32 | 19:27 |
| 5:59 | 20:36 |
|
28-Aug-11 | 5:07 | 19:40 |
| 6:02 | 20:34 |
|
29-Aug-11 | 6:44 | 19:51 | New Moon at 05:04 | 6:04 | 20:31 |
|
30-Aug-11 | 8:21 | 20:02 |
| 6:06 | 20:28 |
|
31-Aug-11 | 10:00 | 20:14 |
| 6:09 | 20:25 |
|
1-Sep-11 | 11:38 | 20:28 |
| 6:11 | 20:22 |
|
2-Sep-11 | 13:15 | 20:48 |
| 6:13 | 20:19 | Bulan terbenam 10 menit sesudah matahari. Tetapi bukan hilal melainkan bulan 1/4 penuh.Lebaran? |
3-Sep-11 | 14:45 | 21:17 |
| 6:16 | 20:16 |
|
4-Sep-11 | 16:03 | 22:00 | First Quarter at 19:39 | 6:18 | 20:13 | Bulan pada ketinggian 7º saat matahari terbenam. Lebaran? Bulan 1/2 penuh? |
5-Sep-11 | 17:02 | 22:59 |
| 6:20 | 20:10 |
|
6-Sep-11 | 17:43 | - |
| 6:23 | 20:07 |
|
7-Sep-11 |
| 0:13 |
|
|
|
|
| 18:09 |
|
| 6:25 | 20:04 |
|
Untuk penentuan 1 Ramadhan 1432 kubu rukyat Oslo sudah gagal dan mengalah, mengambil tanggal 1 Agustus 2011 sebagai awal puasa seperti di Saudi Arabia. Bagaimana dengan akhir Ramadhan atau 1 Syawal?
Untuk Oslo, Norway, pada tanggal 29, 30 dan 31 Agustus 2011 terbenam sebelum matahari terbenam. Oleh sebab itu bulan tidak bisa dilihat. Bulan baru muncul (terbenamnya setelah matahari) pada tanggal 2 September 2011 atau 5 hari setelah konjugasi. Dan besarnya sudah ¼ penuh. Dan kalau mau mengikuti kaidah 7º, maka bulan baru nampak pada tanggal 4 September 2011 atau hari ke 7 (umur bulan 7 hari). Pada saat itu separo dari bulan sudah bersinar. Itu namanya bukan hilal lagi, tetapi sudah badru. Apakah orang-orang disana harus terus berpuasa, karena yang dilihat bukan hilal, melainkan badru? ........mungkin mereka tidak harus berpuasa karena disana tidak ada Ramadhan. Atau...., mereka harus menggenapkan bulan Rajab dan Ramadhan menjadi 30 hari, untuk bisa berpuasa. Kemudian untuk bulan berikutnya, Zulqaedah, Zulhijjah juga harus digenapkan menjadi 30 hari. Pada saat hilal muncul, penanggalan harus dikoreksi, satu bulan hanya 27 atau 26 bahkan mungkin 25 hari saja. Bukan antara 29 – 30 seperti kata hadith. Apakah hadithnya yang salah atau tafsirnya yang salah? Silahkan pikirkan.
PENUTUP
Meletakkan hadith hilal sebagai petunjuk pelaksanaan ibadah tidak tepat, karena tidak bisa berlaku universal di muka bumi ini. Wilayah-wilayah di utara 60º lintang utara dan di selatan 60º lintang selatan mengalami kesulitan menerapkan (baca: tidak bisa) hadith ini. Majelis Fiqih Amerika Utara (Fiqh Council of North America) sejak tahun 2006 telah menetapkan methode perhitungan astronomi (hisab) sebagai cara untuk menentukan waktu-waktu ibadah haji dan puasa, bukan rukyat. Mereka sudah menyadari bahwa hadith hilal tidak bisa diperlakukan sebagai petunjuk pelaksanaan ritual seperti sholat. Apakah anda akan mengikutinya?
Jakarta 8 Oktober 2011.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.
8 comments:
Saya tetep masih bingung, karena kemarin lihat sidang isbat ternyata semua Ormas juga memakai hitungan astronomi tidak hanya Muhammadiyah. Semua Ormas sudah tahu tentang ketinggian berdasarkan hitungan dan hasilnya pun sepertinya sama. Pengamatan dipergunakan untuk meyakinkan hitungan. Tapi yg diperdebatkan adalah derajat dari hilal itu sendiri serta kapan berhenti puasa dari hitung - hitungan yang telah mereka lakukan. Bagaimana menurut pak imam semar?
rukyatul hilal memang tidak selalu tepat. kadang bisa meragukan. apabila meragukan, "tambah satu hari", kata rasul. selesai perkara.
jadi misal, bila si penganut hisab dan si penganut rukyat bertengkar mengenai kapan hilal muncul, itu berarti meragukan si umara.
tugas umara adlah menetapkan: tambah satu hari lagi puasa. sesuai hadits rasul.
menurut saya sistem qomariyah memang lemah atau tidak kuat. tidak ada otoritas global untuk penanggalan ini yang mengikat semua negara. Bisa dibayangkan kalo sistem komputer, perbankan perjanjian hukum menggunakan sistem ini. chaos.
Bung Imam Semar sendiri lebaran tanggal berapa Bung ?
bisa dibayangkan klo sebuah sistem harus rigid, semua harus satu dan tidak boleh ada perubahan sedikitpun, maka bagaimana membedakan antara wajah istri dan wajah ibu, atau wajah monyet dengan kita, sungguh beruntung kita mempunyai sistem yang fleksibel, karena yang berHAK menghakimi bukanlah kita. sebuah simetri yang runtuh dari big bang adalah berkah bagi kita sehingga semua tak nampak bulat. indahnya alam ini karena banyaknya asimetri yang kita lihat. bayangkan jika semua simetri (tak chaos) maka tak ada bentuk kecuali bulat sempurna.
Pak IS, kalo ada waktu bahas tentang ONH (ongkos naik haji). Koq mahal amat, Berapa yang pemerintah Indonesia dan Arab ambil ? Sebagai pembanding: tour 14 hari ke eropa yang nginep di hotel bintang 5, makan enak dan liat pemandangan indah aja bayarnya 25jt. Saya tau itu hukumnya wajib dan tujuannya bukan duniawi, yang saya pertanyakan, kemana aliran sisa dananya? Apa itu yang disebut dana abadi umat? Dan bisakah disebut pajak orang bertaqwa?
Eh, ternyata IS masih membahas rukyat vs hisab toh. Saya sering ikut berkomentar karena tangan saya sering 'gatel' sebab di BLOG ini IS berkali-kali menyatakan dengan argumen nya bahwa hisablah yang harus didahulukan karena lebih akurat, anytime, anywhere (tidak seperti rukyat yg memiliki banyak kendala) dg menghadirkan teks2 yg sebenarnya tidak ada korelasi sama sekali terhadap penentuan awal bulan. Saya tidak usah membaca sampai akhir tulisan untuk tahu maksudnya, krn ending nya SAMA. "WUJUDUL HILAL"
Dalam hukum islam, argumen atau keputusan harus didasari oleh teks( Quran, hadits) tdk bisa sembarangan, dan banyak yg rancu disini terutama ketika membahas kata syahida (menyaksikan/melihat). kata syahida dlm hadist tersebut jelas yg dimaksud adalah menyaksikan dengan mata (teropong dll) bukan teori atau hitung2an karena setelah kata tersebut ada kalimat "jika tertutup awan". Berpikir dan berhitung tidak mungkin bisa gagal hanya karena tertutup oleh awan. dr hadits tsb kita sepakat bahwa 1. penentuan awal bulan dengan penglihatan 2. jika terhalang awan dll, tunda sehari (ini metode konservatif, harus diketahui jg pd waktu itu ilmu hisab sudah ada).
Lalu pertanyaannya, "bagaimana jika di daerah dekat kutub. apa hadist ini berlaku juga, padahal bnyak kendala disana?". Pertanyaan ini sama dengan bertanya "Bagaimana kita solat dikutub bumi, disana kan siangnya hnya beberapa jam apalagi pd akhir tahun nyaris sehari-semalam tak ada cahaya?". apakah kewajiban solat kita gugur krn tak ada matahari...???
Saya sangat stuju penggunaan hisab didaerah tsb krn memang banyak kendala, ditunggu jg toh bulannya ga akan muncul2. yg saya ga setuju generalisasi karena masalah yg hnya menimpa sebagian.
Kesimpulannya begini, kejadian dibagian kecil bumi jgn dijadikan dasar hukum dan generalisasi thd mayoritas belahan bumi lainnya.
Masalah sejenis sdh bnyak dibahas para ulama dan mujtahid di masa lalu oleh karena itu banyak Qaidah-qaidah ushul fiqh yg berkaitan dg hal ini.
Bung IS
Kapan nulis lagi ????
Ditunggu artikel nya, udah terlalu lama bengong.
Thanks
Post a Comment