___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Monday, January 21, 2008

MONITORING KRISIS EKONOMI - XX

(Januari Minggu ke 3, 2008)

SEBUAH JAWABAN: DEFLASI atau HYPERINFLASI?


Topik kali ini:

PEMICU KRISIS
SKALANYA
BISAKAH THE FED DAN PEMERINTAH MENANGKALNYA?
MARKET UPDATE


Minggu lalu kita membahas sedikit teori tentang inflasi dan deflasi, versi orang waras. Teori ini mungkin berbeda dengan yang diajarkan di universitas. Bagi pembaca yang masih di universitas (dosen atau mahasiswa) tidak ada salahnya membahas beberapa artikel di blog EOWDI (Ekonomi Orang Waras Dan Investasi) dalam kampus anda. Siapa tahu, teori atau buku anda perlu perbaikan.

Kali ini kita akan mengukur dan memperkirakan, apa yang menyebabkan krisis saat ini (dan mendatang), dan hal-hal apa yang bisa muncul dari padanya. Apakah krisis ini akan berakhir dengan deflasi, pengkerutan kredit yang ditandai oleh turunnya harga asset dan harga barang, banyaknya perusahaan yang bankrut. Atau berakhir dengan inflasi yang ditandai oleh terkiskisnya nilai mata uang.

PEMICU KRISIS
Sebelum memulai diskusi ini, saya akan mensitir dalil umum mengenai ekspansi kredit (hutang) dari nabinya sekolah ekonomi klasik Austria yaitu Ludwig von Mises.

“There is no means of avoiding the final collapse of a boom brought about by credit (debt) expansion. The alternative is only whether the crisis should come sooner as the result of a voluntary abandonment of further credit (debt) expansion, or later as a final and total catastrophe of the currency system involved.”
- Ludwig von Mises

Tentu saja mazhab Mises bertolak belakang dengan Ben Bernanke. Dalam pidatonya dihadapan the National Economists Club, Washington, D.C. November 21, 2002, yang berjudul Deflation: Making Sure "It" Doesn't Happen Here, Bernanke mengatakan bahwa the Fed bisa mengatasi deflasi, deflationary resession.

“The Fed can inject money into the economy in still other ways. For example, the Fed has the authority to buy foreign government debt, as well as domestic government debt. Potentially, this class of assets offers huge scope for Fed operations, as the quantity of foreign assets eligible for purchase by the Fed is several times the stock of U.S. government debt.”

“.....the Fed does have broad powers to lend to the private sector indirectly via banks, through the discount window. Therefore a second policy option, complementary to operating in the markets for Treasury and agency debt, would be for the Fed to offer fixed-term loans to banks at low or zero interest, with a wide range of private assets (including, among others, corporate bonds, commercial paper, bank loans, and mortgages) deemed eligible as collateral.”

http://www.federalreserve.gov/boarddocs/speeches/2002/20021121/default.htm

Walaupun Ben Bernanke mempunyai gelar PhD dengan thesis mengenai deflasi tahun 1930an, saya tidak malu untuk membantah begawan ekonomi kaliber dunia. Sebab saya juga punya gelar PhD. Bedanya bahwa gelar saya adalah Permanently Head Damage,

Kata kunci “ekspansi kredit” saya ambil berkenaan dengan adanya realita ekspansi kredit yang luar biasa di US dan juga di dunia selama 4 tahun terakhir ini, yang menjadi bensin maraknya ekonomi, membuat saya berspekulasi bahwa penyakit ekonomi saat ini di sebabkan oleh ekspansi kredit. Sebagian dari akibat ekspansi kredit ini sudah jelas nampak yaitu kasus subprime mortgage. Dalam pembahasan minggu lalu ada beberapa faktor penting untuk dapat memicu terjadinya deflasi, yaitu:

- Ekspansi kredit
- Spekulatif bubble dimana-mana
- Kelebihan-kapasitas dan investasi yang salah
- Permintaan semu
- Bank Sentral atau pemerintah tidak bisa seenaknya melakukan reflasi

Ekspansi kredit yang digunakan untuk spekulasi dan menghasilkan kelebihan kapasitas, mal-investasi, permintaan semu dan bubble, terjadi hampir secara global. Sektor real estate, harga rumah, apartement, pertokoan, mall (dan ruko) melambung sulit terjangkau. Supplynya pun banyak. Misalnya harga rumah di salah satu kompleks real-estate Cinere mencapai Rp 2 milyar untuk sebuah rumah dengan tanah 400 m persegi dan luas bangunan 200 m persegi. Harga ini sama dengan harga rumah di US, bukan New York atau kota besar California misalnya. Dengan GDP Indonesia $ 1000 – $ 2000 dalam dekade ini, entah berapa tahun rumah itu bisa terjangkau oleh kelas rata-rata penduduk Indonesia. Kalau orang kelas ekonomi rata-rata Indonesia diberi kredit Rp 2 milyar untuk membeli rumah di Cinere, untuk membayar bunganya saja (yang riilnya 25% per tahun) tidak bisa. Rumah selevel Rp 2 milyar adalah untuk spekulan. Bagi pengguna, untuk bisa memcicil bunganya saja perlu seseorang yang berpenghasilan Rp 8-10 juta per bulan. Surplus/kelebihan pasokan juga sudah nampak. Kalau anda jalan-jalan di Serpong Tangerang, anda akan lihat banyak ruko yang kosong. Di Jakarta, banyak apartemen yang kosong tidak dihuni.

Real-estate bubble bukan hanya terjadi di Indonesia dan US, tetapi dimana-mana. Cina, Ireland, UK, Spanyol, Malaysia, hampir seluruh dunia. Banyak penerima kredit rumah adalah orang yang sebenarnya tidak mampu membayar. Cepat atau lambat kasus subprime yang terjadi di US akan merambat ke seluruh dunia. Bentuk bisa berlainan.

Beberapa hari lalu saya ke Kuala Lumpur dan sempat makan di pusat perbelanjaan baru, Pavillion di jln. Sultan Ismail. Restorannya adalah Madam Kwan, langganan saya ketika saya tinggal di KL 3 tahun lalu. Harga yang tertera di menu makanan membuat saya tercengang. Udang windu (ukuran 50 gram), RM 18; ikan bawal steam 300 gr, RM 100 (hampir Rp 300 ribu). Harga-harga ini sudah naik gila-gilaan dibanding 3 tahun lalu. Di Cina, rokok harganya RMB 80 (Rp 80 ribu) se pak. Teman saya kena RMB 300 untuk minum bir di daerah Houhai, Beijing. Itu termasuk tinggi dibandingkan dengan penghasilan rata-rata orang Cina. Memang dibanyak tempat, harga masih murah. Tetapi munculnya tempat-tempat seperti Pavillion di KL atau Houhai Beijing, adalah tempat-tempat konsumsi semu. Pada saat ekonomi menurun, tempat itu ditinggalkan pengunjung. Hanya ramai ketika masa boom saja.

Kebutuhan semu lain adalah kebutuhan pengakuan. Apakah itu Olimpiade Beijing atau astronot Malaysia atau Menara Burj Dubai. Ini berita yang menarik di bulan puasa lalu. Malaysia mengirimkan seorang astronot Dr. Muszaphar Shukor dalam pesawat Soyuz ke angkasa untuk melakukan beberapa eksperimen. Tentu saja bukan membuat teh tarik di angkasa. Biayanya $ 25 juta bersama dengan paket pembelian 18 pesawat tempur jet senilai $900 juta. Kalau anda menengok ke sejarah, Twin Tower Petronas selesai menjelang krisis Asia 1998. Menara Jakarta akan dibuat menjelang krisis Asia 1998. Borobudur, Prambanan, dan Senayan selesai dibangun menjelang krisis. Apakah infra-struktur Cina untuk Olimpiade Beijing juga menandai awal dari krisis? Statistik dalam sejarah mengatakan peluangnya sangat besar.

Tidak hanya harga bahan konsumen yang naik, bahan komoditi juga melambung. Besi, tembaga, timah, gandum, jagung, minyak bumi, minyak makan dan lain sebagainya harganya naik tidak karuan. Ini menimbulkan krisis juga. Baru-baru ini pabrik tahu di Jawa melakukan protes karena harga kedelai naik. Sebelumnya beras dan minyak goreng. Di Cina dimana pemerintah menetapkan harga jual bensin, solar dan minyak bakar (BBM, bahan bakar minyak), harga BBM yang tidak bisa mengikuti harga pasar membuat pabrik pengolahan minyak bumi menghentikan produksinya. Pabrik tidak mau rugi karena tidak ada subsidi pemerintah seperti di Indonesia. Dan terjadi kelangkaan bensin, solar dan BBM lainnya.

Walaupun asal-muasal penyebab boom ini adalah konsumsi di US, kini sudah menjalar dan mengglobal. Dengan adanya ke(tidak)bijakan moneter yang longgar di US, timbullah spekulasi di sektor real-estate yang menyebabkan harga properti di US naik. Ketika melihat nilai assetnya meningkat, konsumen US merasa lebih kaya dan melakukan ekstraksi propertinya (home equity extraction). Yaitu, menarik cash dengan cara menukar kredit perumahannya dengan kredit rumah yang nilai hutangnya lebih tinggi. Uang hasil home equity extraction dam penurunan pajak digunakan untuk konsumsi (di samping untuk spekulasi) yang barang-barangnya didatangkan dari Cina, karena murah. Tidak hanya Cina yang diuntungkan, tetapi juga negara-negara pemasok bahan dasar, seperti Australia, Indonesia, Russia dan wilayah Timur Tengah. Cina dan negara ini mengalami surplus perdagangan yang tinggi. Ini memicu boom ekonomi dan inflasi. Jangan heran kalau harga-harga secara global juga melambung.

Di sektor manufakturing, Cina adalah mesin manufakturing terbesar di dunia. Kapasitasnya adalah kapasitas untuk pemenuhan ekonomi bubble. Demikian juga infrastrukturnya. Untuk menunjang sektor manufakturingnya Cina selama beberapa tahun ini meningkatkan kapasitas pembangkit listriknya sebesar 100 juta megawatt per tahun. Produksi listrik saat ini 250 ribu MW dengan kapasitas terpasang 600 ribu MW. Bandingkan dengan Indonesia yang memproduksi 15,000 MW listrik dan mempunyai kapasitas terpasang hanya 25 ribu megawatt. Kapasitas infrastruktur dan manufakturing Cina saat ini adalah kapasitas bubble. Sehingga peluang terjadinya koreksi dan penyesuaian sangat besar.

Banyak analis masih percaya bahwa krisis kali ini hanya akan memukul US saja. Sedangkan India, Cina dan emerging market akan terisolasi dari krisis. Bahan komoditas juga akan tetap berjaya. Saya tidak sependapat dengan opini ini. Kalau asal muasal boom di sektor bahan komoditas adalah konsumsi di US, maka dengan menyurutnya konsumsi di US maka semua mata rantai yang terkait juga akan kembali ke asalnya. Manufakturing di Cina yang memasok barang jadi ke US akan terkena dampaknya. Industri outsource di India yang menerima order dari US juga akan terkena. Harga bahan komoditas akan mendapat tekanan karena berkurangnya permintaan. Jangan heran kalau bursa Australia dan Canada akan mengalami tekanan juga. Jasa keuangan juga kena, buktinya Merrill Lynch, Citigroup, Bear Stearns dan lain lain. Jangan heran kalau bursa Singapore, Austria dan Swiss yang didominasi oleh jasa keuangan terkena juga. Semua dapat bagian.

SKALANYA
Dampak krisis kali ini kepada bursa saham, skalanya lebih besar dari pada bear market 2001-2003. Apakah level terendah tahun 2003 akan dapat tercapai? (lihat Chart-1). Indeks S&P500 berpotensi membentuk double tops. Waktu yang akan membuktikannya. Saat ini sulit untuk menerima terbentuknya double tops karena jumlah uang yang diciptakan dari tahun 2003 – 2007 besar jumlahnya (inflasi monetary di US 8% - 13%), sehingga level 2003 sulit membayangkan bagaimana mekanismenya. Lagi pula valuasi saham-saham di US saat ini tidak separah tahun 2000.


Chart 1 (Klik untuk memperbesar)

Akan tetapi, ditinjau dari sektor yang terkena saat ini, yaitu sektor perumahan dan sektor perbankan, biasanya lebih parah dampaknya terhadap ekonomi. Hanya sebagian kecil dari masyarakat berinvestasi di saham. Sedangkan sektor rumah, jumlah yang terlibat lebih banyak. Lagi pula, penjalarannya sudah mengglobal.

Ditinjau dari sejarahnya, benih-benih bubble yang sekarang ini berasal dari booming tahun 1990an. Pada saat bubble yang terbentuk pecah dan melahirkan krisis Asia, the Fed di bawah Mr. Bubble Maker Greenspan, berhasil mengelakkan dampaknya ke US karena berhasil memompakan liquiditas. Akan tetapi ke(tidak)bijaksanaan ini membuat bubble-bubble dan krisis baru, krisis LTCM, krisis Russia, Y2K, krisis DotCom dan creative accounting Enron. Krisis-krisis ini ada kaitannya dengan injeksi liquiditas. Sejak itu the Fed percaya seakan punya panacea (obat penyembuh segala penyakit) untuk krisis moneter. Ini sejalan dengan pemikiran/anjuran John Maynard Keynes, begawan dari mazhab Keynesian Monetary Economic. Dan panacea itu digunakan oleh Mr. Bubble Maker Greenspan untuk menangkal segala krisis selama 1 dekade ini. Akibatnya bubble menjadi semakin besar. Dan saat ini yang nampak adalah di sektor real-estate global dan pasar saham emerging market. Apa yang dilakukan Greenspan adalah menunda krisis dan menumpuknya menjadi bubble yang semakin besar dan potensi krisisnya semakin dahsyat. Apakah ini artinya bahwa koreksi bursa semakin parah?

Masihkah anda berpikir double tops tidak mungkin?

BISAKAH THE FED DAN PEMERINTAH MENANGKALNYA?
Kalau dilihat unsur-unsur yang menjadi elemen krisis saat ini adalah bubble dan ekspansi kredit maka bentuk krisisnya adalah deflasionary. Ada elemen defisit budget pemerintah yang biasanya mengarah pada krisis inflasi. Defisit budget federal US, budget defisit negara-negara bagian seperti California, ini bisa memicu menciptaan kredit baru. Secara teoritis inilah obat manjur yang dikatakan Ben Bernanke.

“.....the Fed does have broad powers to lend to the private sector indirectly via banks, through the discount window. Therefore a second policy option, complementary to operating in the markets for Treasury and agency debt, would be for the Fed to offer fixed-term loans to banks at low or zero interest, with a wide range of private assets (including, among others, corporate bonds, commercial paper, bank loans, and mortgages) deemed eligible as collateral.”

Tetapi apakah akan berhasil? Yang pasti the Fed tidak bisa membeli ikan bawal ukuran 300 gram di restoran Madam Kwan di KL untuk mempertahankan harganya tetap RM 100 (Rp 300 ribu). The Fed tidak bisa memaksa orang meminjam uang untuk mempertahankan konsumsinya jika hutangnya sudah kebanyakan. Bank-bank komersial tidak bisa dipaksa untuk meminjamkan uangnya lagi kepada orang yang sudah pernah ngemplang. Kondisi inilah yang dimaksud oleh Mises:

“There is no means of avoiding the final collapse of a boom brought about by credit (debt) expansion. The alternative is only whether the crisis should come sooner as the result of a voluntary abandonment of further credit (debt) expansion, or later as a final and total catastrophe of the currency system involved.”

Buktinya bank sentral Jepang telah menurunkan suku bunganya nyaris 0%, tetapi gejala deflasi (turunnya harga properti, saham dan asset lainnya) tidak bisa dicegah. Rakyat Jepang masih lebih suka menabung dari pada melakukan konsumsi dan spekulasi.

Parahnya lagi ialah bahwa US, baik negaranya maupun rakyatnya mempunyai hutang yang berat. Disini perbedaan dengan Jepang. Rakyat Jepang terkenal sebagai penabung ketika krisis terjadi di tahun 1990. Pemerintah Jepang pada saat itu merespons krisis deflationary ini dengan membangun infrastruktur jalan-jalan dan jembatan-jembatan yang tidak pernah ada lalu-lintasnya untuk menstimulasi ekonomi. Uangnya dari tabungan rakyatnya. Usaha ini gagal membangunkan ekonomi. Cara seperti Jepang ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah US. Karena rakyat US saat ini sudah terbebani hutang. Mau lari ke Cina, Arab, atau negara lain, juga sulit karena hutang dan liability pemerintah federal US dan negara-negara bagian US sudah banyak. Liability dan kewajiban ini tidak ada dananya (unfunded). Misalnya liability pemerintah federal US di bidang kesehatan, health care bisa mencapai $ 35.7 trilliun, social security $ 4.6 trilliun, hutang national $10 trilliun dan lain sebagainya(http://www.lesjones.com/posts/005074.shtml). Kepercayaan luar negri juga turun, dengan melemahnya US dollar akhir-akhir ini. Satu-satunya jalan ialah jika pemerintah US kong-kali-kong dengan the Fed. Pemerintah US mengeluarkan surat hutang dan the Fed membelinya, berapa banyaknyapun akan diterima. Ini memerlukan kebejadan moral Presiden US yang akan datang dan the Fed yang sama dengan kebejadan moral Robert Mugabe, Sukarno, Suharto atau Abraham Lincoln. Melakukan inflasi. Dengan kata lain mencuri kekayaan dari para pemegang US dollar. Kalau hal ini dilakukan oleh the Fed bersama pemerintah US, maka nilai US dollar akan jatuh. Orang akan membuang segala macam yang berbau US dollar (bond dan mata uangnya). Ini yang disebut oleh mazhab ekonomi Austria sebagai crack-boom.

Sampai saat ini the Fed dan pemerintah US masih belum mengambil langkah gila itu. Presiden Bush dan Bernanke nampaknya akan mengeluarkan jurus-jurus untuk menstimulasi konsumsi dan kredit dengan aturan main yang ada seperti dengan pengembalian pajak dan penurunan suku bunga the Fed. Pemerintah US akan membagikan $500 pengembalian pajak kepada warganya. Saya meragukan effektivitas jurus ini karena US $ 500 tidak seberapa dibandingkan jumlah hutang per kapita di US yang $ 42,800 per kapita (http://mwhodges.home.att.net/debt-summary-table.htm). Kurang lebih 1%. Saya tidak yakin keberhasilan usaha mereka.

Masihkah anda berpikir double tops tidak mungkin? (lihat Chart-1)

MARKET UPDATE
Bursa saham saat ini sudah sangat bearish. Jumlah bull mencapai titik yang terendah (lihat Chart-2 sampai Chart-4). Di sektor finansial dan consumer discretionary hanya berkisar 7% - 9%. Kondisi yang sangat ekstrim bearish ini berpeluang besar untuk rebounce. Saya pikir minggu depan bursa saham akan rebounce.Oleh sebab itu semua posisi short, sudah/akan saya liquidasi segera.


Chart 2 (Klik untuk memperbesar)


Chart 3 (Klik untuk memperbesar)


Chart 4 (Klik untuk memperbesar)

Seperti Market Update minggu lalu, saya mengatakan bahwa support 12000 indeks Dow Industrial akan ditest dan sulit tertembus, pada Jumat lalu indek Dow Industrial mendekati 12000 (lihat Chart-5). Pada terjun bebas selama 2 minggu lalu terlihat volumenya meningkat. Nampaknya ini adalah sisa-sisa muntahan yang terakhir. Dan Mr. Bear mungkin sudah kehabisan tenaga dan mau istirahat dulu. Saya tidak terpaku pada angka 12000, karena kalau mau jujur sebenarnya support itu ada di 11500 - 12000 bahkan 11000. Dari Chart-4 ini, disimpulkan bahwa minggu depan pasar berpeluang besar untuk rebounce. Ini mungkin juga akan dikait-kaitkan dengan penurunan suku bunga the Fed sebesar 50 basis poin.


Chart 5 (Klik untuk memperbesar)

Sampai disini dulu, jaga tabungan anda dan investasi anda baik-baik. Tulisan ini dimaksudkan sebagai informasi saja, bukan ajakan berinvestasi. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian yang anda derita. Tetapi jika anda beruntung karena informasi ini, kami tidak akan menampik jika anda mau berbagi keuntungan dengan kami.

Jakarta 19 Desember 2008

No comments: