___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Friday, November 18, 2016

Jurus Teror Baru dan Jurus Pemungkas War on Cash



Tidak banyak orang memperhatikan, kapan teror bom di Indonesia dimulai. Dulu di jaman Orde Baru, Suharto didesas-desuskan ada beberapa group teroris, yaitu group Warman dan Komando Jihad. Komando Jihad membajak pesawat Garuda tahun 1981 dan group Warman meledakkan bom di candi Borobudur. Bomnya kecil-kecil saja – tidak menimbulkan kerusakan yang berarti, dan targetnya bukan target teror, walaupun pemerintah menyebutnya teroris, kadang gerakan pengacau. Kalau targetnya Borobudur, kan tidak bisa disebut teror. Jauh dari keramaian dan tidak ada korban.
Patut diduga bahwa aksi teror di jaman Suharto adalah rekayasa dan taktik untuk menciptakan suatu suasana politik yang ujung-ujungnya menciduki beberapa orang hendak disingkirkan. Karena setelah aksi teror, biasanya ada yang ditangkapi.
Aksi pemboman yang serius baru terjadi di tahun 2000. Itu setahun setelah terjadinya pembantaian umat Islam di Ambon dan Maluku pada hari raya Iedul Fitri, 19 Januari 1999. Selama 2 minggu diperkirakan ada sekitar 2000 orang Islam dibantai. Banyaknya korban disebabkan oleh ketidak-siapan mereka karena sejak lama orang Islam Maluku tidak menganggap tetangganya Kristennya sebagai ancaman sehingga membuat mereka menjadi sasaran empuk.
Tidak hanya di Ambon dan Maluku, tetapi juga di Poso, Sulawesi 23 Mei 2000. Inipun dimulai oleh kelompok Kristen yang melakukan penyerangan di waktu subuh. Ini juga tidak diduga.
Ambon dan Maluku seakan sudah melupakan semua kejadian pembantaian yang dimulai pada saat Iedul Fitri 1999, walaupun sampai sekarang keadilan belum ditegakkan. Tetapi untuk Poso, dimana 3 orang yang dianggap dalang dari pencetus kerusuhan, yaitu serangan subuh 23 Mei 2000, FabianusTibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu sudah diadili dan di jatuhi hukuman mati, tetapi masih menyisakan luka yang tidak kunjung sembuh. Ada suatu keanehan bahwa ketiga orang tersebut adalah petani biasa, dua diantaranya SD pun tidak lulus dan yang satu lagi lulusan STM. Disamping itu terakhir Tibo menyebut 16 nama yang lebih masuk akal sebagai dalang kerusuhan Poso, seperti Paulus Tungkanan (purn. TNI), Limpadeli (pensiunan PNS), Ladue (purn. TNI), Erik Rombot (PNS Kehutanan), Theo Manjayo (purn. TNI), Edi Bunkundapu (PNS Pemda Tk. II Poso), Yahya Patiro (PNS Pemda Tk. II Poso), Sigilipu H. X, Obed Tampai (pegawai Perhubungan), Rungadodi Zon (PNS Guru SD), Janis Simangunsong, Ventje Angkou, Angki Tungkanan, Heri Banibi, Sarjun alias Gode, Guntur Tarinje.
Tidak terlalu mengherankan, milisi Islam seperti Santoso yang baru saja tertembak mati, masih bertahan dihutan-hutan melakukan perjuangan mereka menuntut keadilan. Catatan: Jenazah Santoso disambut sebagai pahlawan oleh rakyat setempat, menunjukkan cinta rakyat setempat kepada teroris (baca: pahlawan).
Aksi pemboman yang bisa dikaitkan ke kelompok Islam (tanpa ada keraguan) dimulai pada aksi bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000, yaitu 3 – 4 bulan setelah penyerangan Poso. Itupun sasarannya bukan spesifik kepada kelompok Kristen. Baru pada malam natal 2000, arahnya menjurus ke kelompok agama tertentu.
Kualitas Teror Yang Menurun
Pembaca pasti memperhatikan bahwa kualitas hasil kerja teroris di Indonesia mengalami penurunan yang sangat tajam. Teror bom yang awal-awal adalah serangan bom di Indonesia adalah bom ruang parkir BEJ tanggal 13 September 2000, 15 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 161 mobil rusak. Bom yang digunakan kemungkinan low-explosive alias mercon, karena asapnya putih. Tetapi, kemungkinan dicampur dengan BBM, bensin, barangkali, karena asap hitam menyusul asap putih. Itu yang saya saksikan. Banyaknya korban lebih dikarenakan tercekik kekurangan oksigen yang dihabiskan oleh ledakan uap bensin. Ide yang orisinil, membunuh dengan menghilangkan oksigen di ruangan.
Masih di tahun yang sama di malam natal tahun 2000, rentetan pemboman yang mempunyai ketepatan waktu seperti operasi komando militer. Sasarannya gereja-gereja di Jakarta, Batam, Pakanbaru, dan empat kota lainnya.
Kemudian kasus bom Bali-I tanggal 12 Oktober 2002 yang menewaskan 164 orang dan 209 terluka. Ini juga kualitasnya cukup tinggi. Di samping high-explosive (katanya), juga low-explosive (katanya) dan minyak bakar digunakan sebagai bahannya. Banyaknya korban tewas, kemungkinan karena shock wave yang dihasilkan oleh campuran uap bensin dan udara pada saat meledak. Bukan oleh sharpnels, atau serpihan logam. Ini juga design bom yang orisinil.
Tahun berikutnya pengeboman hotel JW Mariott di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, 5 Agustus 2003, korbannya 12 orang mati dan 150 terluka. Bomnya tipe low-explosive yang ditandai oleh asap putih.
Berikutnya 9 September 2004, aksi bom mobil bunuh diri menyerang kedutaan besar Australia di Jakarta, 11 orang meninggal. Kemudian bom Bali-II 1 Oktober 2005, 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka.
Serangan bom di hotel JW Marriott ke II dan Ritz-Carlton, 17 Juli 2009 setelah teroris bom absen cukup lama. Jumlah yang tewas 9 orang korban dan luka-luka lebih dari 50 orang. Bom yang digunakan adalah low-explosive alias mercon satu koper plus ransel. Daya bunuh yang diandalkan adalah serpihan, sharpnels yang berterbangan. Perhatikan terjadi penurunan kualitas dalam artian jumlah korban dibandingkan dengan pemboman hotel Mariott tahun 2003.
Setelah tahun 2009, mungkin ada beberapa serangan teror bom, kalaupun ada tidak layak dicatat dalam ingatan. Terlalu biasa. Tetapi tahun 2016 ini terjadi 3 teror bom yang menarik dan mudah diingat karena konyolnya. Pertama  tanggal 14 Januari 2016 di depan Sarinah jalan Thamrin Jakarta. Acara pemboman ini menjadi tontonan banyak orang, dan ada yang tewas yaitu teman pelakunya sendiri karena kesalahan tehnis. Ini masih mendingan, karena ada masih ada yang mati. Kemudian bom bunuh diri di gereja Katolik Stasi Santo Yoseph  Medan tanggal 28 Agustus 2016. Pelakunya berhasil meledakkan diri, tetapi dia sendiri tidak mati, melainkan hanya luka ringan. pelakunya tidak mati, bahkan digebuki jemaah geraja sebelum diserahkan kepada polisi. Bom bunuh diri yang tidak berhasil membunuh dirinya sendiri.....hmmmmm......lucu.
Terakhir adalah pelemparan bom molotov, pada 13 November 2016 ke arah kanak-kanak yang sedang bermain di depan Gereja Oikumene Samarinda, Kalimantan Timur. Empat kanak-kanak terluka dan satu korban di antaranya meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit.
Yang disebut bom molotov sebenarnya bukan bom, melainkan hanya botol diisi bensin dan diberi sumbu. Bom ini tidak bisa meledak, karena tidak ada bahan peledaknya. Mungkin karena kualitas teror yang semakin rendah, sasarannyapun beralih ke kanak-kanak yang lebih gampang.
Mungkin kita harus bilang ke para teroris:
“Jangan beraninya sama anak kecil. Cari lawan yang seimbang dong. Common, go pick on someone your own size!!
Mungkin mereka tidak akan mau karena konsekwensinya berat. Bisa bonyok seperti pelaku pelemparan molotov cocktail di gereja Oikumene Samarinda, yang katanya fotonya ada dibawah ini. Pasti sakit digebukin sampai bonyok seperti itu.


Ganti Taktik (Cara yang Legal)
Beberapa hari lalu, beredar sebuah pesan di Whatsapp dan mungkin di sosmed lainnya. Bunyinya sebagai berikut.
DEMO TANPA KEKERASAN UMMAT ISLAM
AKSI RUSH MONEY BELA ISLAM 25 NOP
Masih dalam rangka menunggu keputusan hukum terhadap si AHOAK, dan semakin gencarnya perang opini umtuk membalikkan fakta/kenyataan dilapangan maka malalui BC ini sy menghimbau seluruh Ummat Islam untuk malukan aksi:  RUSH MONEY, yaitu Dengan cara tarik semua dana di Bank sampai keadilan ditegakkan bagi si penghina Al quran. Bayangkan kalau ada 5jt umat muslim yg berpartisipasi dalam aksi Rush Money sebesar 2jt/orang, maka akan ada 5.000.000 x 2.000.000 = 10.000.000.000.000, itu kalau 5jt orang dan masing2 2jt, gimana kalau lebih? Bisa mencapai 100trilyun uang yg rush dari dunia perekonomian kapitalis.
Banyak lho dokter2 spesialis dan pengusaha muslim yg bisa melakukan ini dan bikin bu sri mulyani marah besar ke jokowi

( RUSH MONEY )
Just Info, bank hanya mencadangkan 5 s.d 10% dana cash saja dari total dana pihak ketiga yaitu dana nasabahnya.Akan menjadi tekanan yg luar biasa bagi pemerintah kalau kaum muslimin menyambut seruan utk tarik tunai dananya di bank. #aksirushmoney_forjustice
Yg tidak mampu demo tetap bisa melakukan "tarik uang besar2an"
KITA SEBARKAN TERUS WA INI DAN TARIK UANG BERSAMA2 TGL 25 NOP
Ajuran ini nampak bagus. Artinya kalau dilakukan oleh teroris, maka para teroris nampak  lebih terpelajar. Pertama mereka menyadari bahwa sumber daya dan kualitas teror bom mereka sudah habis, setidaknya turun drastis. Kedua, cara ini adalah legal. Tidak akan ditangkap oleh pemerintah.
Saya katakan nampak, karena kalau diteliti lebih dalam maka terlihat jelas bahwa rencana mereka tumpul. EOWI bukan sekedar beropini, tetapi ada hitungannya yang jelas. Begini analisanya:
Angka Rp 2 juta masih kurang. Sepuluh kali itu, atau Rp 20 juta yang ditarikpun tidak cukup, jika pengikutnya hanya 5 juta orang.
Hitungannya begini:
  • Uang kartal/uang fisik yg beredar 400 trilliun. Sedangkan M1 (uang yg termasuk catatan elektronik dibank) Rp 1 quadrilliun (1000 trilliun)
  • Kalau ditarik Rp2 juta x 5 juta = Rp10 trilliun (tidak akan berdampak apa-apa)
  • Kalau ditarik Rp20 juta x 5 juta = Rp100 trilliun (mungkin bank akan kelabakan)
  • Kalau ditarik Rp50 juta x 5 juta = Rp250 trilliun (mungkin BI akan kelabakan)
  • Kalau Rp100 juta x 5 juta = Rp500 trilliun (mungkin bank akan tidak liquid)
Bagi BI menyediakan cash tambahan sebanyak 100 trilliun adalah pekerjaan rutin selama lebaran, natal dan tahun baru. Oleh sebab itu Rp 10 trilliun tidak berdampak apa-apa. Dan kalau 10 kali lipat, yaitu Rp 20 juta per orang, rasanya Cuma seperti lebaran, natal dan tahun baru. Bank-bank bisa kelabakan kalau BI tidak turun tangan. Tetapi ini hal yang rutin setiap tahun.
Kalau yang ditarik Rp 250 trilliun, mungkin BI akan kelabakan, karena ukurannya 2.5 kali kebutuhan uang tunai tambahan selama lebaran, natal dan tahun baru. Tetapi bukan mustahil diselesaikan oleh BI, karena mereka punya uang yang belum diedarkan digudang-gudang BI. Jangan heran kalau ini terjadi, mungkin akan beredar uang pecahan Rp 200 ribu untuk menangkal kebekuan likwiditas.
Kesimpulannya harus Rp 100 juta per orang, kalau massa pengikutnya cuma 5 juta.
Pertanyaan berikutnya adalah: Apa ada 5 juta umat Islam yang cukup militan dan punya uang di atas Rp 100 juta? Bakri mungkin punya ratusan milyar, tetapi apakah dia cukup militan untuk ikut. Tentunya tidak, karena ia adalah politikus. Yang punya uang banyak dan cukup militan adalah dari kelompok non-muslim seperti James Riyadi.
Apakah ada 5 juta orang yang cukup militant? Pertanyaan itu masih belum terjawab. Dari segi distribusi kekayaan, 92% dari 162 juta populasi orang dewasa Indonesia mempunyai kekayaan (bukan tabungan lho) $10,000 ke bawah. Artinya populasi yang 92% ini ( 149 juta jiwa) ini tidak bisa diharapkan berpartisipasi dalam menariki duitnya dari bank Rp 100 juta. Tinggal yang 8% sisanya (hampir 13 juta jiwa). Populasi yang 8% ini termasuk orang-orang superkaya yang mungkin tidak perduli terhadap himbauan rushing dan juga termasuk non-pribumi yang kaya-kaya. Untuk memperoleh 5 juta relawan agak berat.
Dengan kata lain, yang bikin rencana Rp 2 juta kepada 5 juta orang relawan itu nggak mikir. Kalau 10 kali lebih banyak (50 juta relawan), secara volume bisa membuat rushing bermakna. Tetapi jumlah itu adalah hampir dari 1/3 populasi orang dewasa Indonesia. It is tough bro cari pengikut sebanyak itu.
Kalau EOWI yang bikin rencana maka sasarannya yang diajak melakukan rushing banks bukan saja para militan, tetapi seluruh keluarga di Indonesia. Poin-poin nya:
1.      Ajakan untuk 5 juta umat Islam yang militan untuk mengambil Rp100 juta tabungannya atau seluruh uangnya jika tabungannya kurang dari Rp100 juta. Harus disadari bahwa kemungkinan untuk memperoleh relawan yang bisa memenuhi kriteria Rp100 juta, sulit tetapi tidak apa-apa. Ini adalah kelompok inti bagi bola salju yang akan digelindingkan.
2.      Beri peringatan bagi semua rakyat Indonesia, Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Atheis, Kong Hu Cu, aliran Kebatinan, bahwa akan ada rushing ke bank-bank. Kalau mereka tidak siap maka mereka tidak bisa belanja. Oleh sebab itu disarankan untuk mengambil tabungan mereka sebanyak 2 bulan pengeluaran bulanan sebagai cadangan. Sebab bank-bank akan kehabisan uang tunai.
3.      Peringatan juga kepada sektor industri padat karya bahwa mereka juga harus siapkan uang tunai untuk cadangan menggaji karyawan mereka untuk 2 bulan kedepan.
Walaupun jumlah penarikan tabungan dari umat Islam militan kurang dari Rp 400 trilliun (atau berapa saja), tetapi banyak rumah tangga dan industri padat karya yang akan ikut berpartisipasi. Untuk berhasil perlu dikampanyekan secara gencar, sehingga partisipasi rumah tangga dan industri padat kerya menjadi maksimum.
Itupun EOWI tidak menjamin keberhasilannya. Yang pasti lebih ampuh dari usulan yang beredar di medsos. Pemerintah dan BI akan melakukan perlawanan yang tidak kalah sengitnya.
Jurus penangkal Pamungkas: Jurus Modi’s War on Cash
Kasus rush, bukan suatu pemikiran yang ada di angan-angan. Tetapi telah terjadi sepanjang sejarah. Oleh sebab itu para otoritas keuangan (baca: politikus) berusaha mencari jurus pemungkasnya.
Eropa sudah mulai menariki uang pecahan €500 dan akan habis di tahun 2018. The Fed menghentikan peredaran pecahan $500, $1,000, $5,000 and $10,000 di tahun 1969. Swiss punya pecahan 1000 franc dalam jumlah yang terbatas.
Tujuan utama menghilangkan pecahan besar gunanya untuk mempersulit transaksi cash. Dengan pecahan uang yang kecil-kecil, akan memakan banyak tempat. Sehingga tidak praktis. Ekstrimnya, bayangkan untuk berbelanja diperlukan satu keranjang uang kertas. Itu sangat tidak praktis. Ini adalah cara agar pelaku ekonomi memilih alternatif lain yaitu kredit, uang elektronik dengan menggunakan kartu debit atau kartu kredit. Dengan demikian bank tidak akan pernah mengalami rush.
Mulai tengah malam 10 November 2016, perdana menteri India, Narendra Modi, menyatakan uang pecahan Rs500 dan Rs1000 tidak berlaku lagi. Alasannya adalah untuk memerangi korupsi, memerangi pemalsuan uang, terorisme dan aktifitas illigal lainnya.
Tentu saja itu bukan alasan, tetapi dalih. Sebab, pertama ada kemungkinan lain yang bisa menjadi alasan yang sahih. Umpamanya, sebagai persiapan terjadinya rush terhadap bank-bank ketika krisis deflasi atau krisis kredit, krisis hutang memuncak. Modi sudah melihat orang-orang kaya dan kelas menengah sudah mengumpulkan cash. Kedua, nilai dari Rs500 hanyalah Rp 100 ribu yang bisa membeli satu porsi sate di Sate Khas Senayan atau 2 porsi Bakmi GM. Bayangkan kalau mau bikin arisan dan beli Bakmi GM 20 porsi dengan harus dibayar dengan uang cash Rs100 (denominasi tertinggi sekarang) sebanyak 50 lembar! Itu tidak muat di kantong celana. Akhirnya orang lari ke uang elektronik. Rush terhadap bank peluangnya bisa dikurangi. Diperkirakan sekitar 86% dari Rs 17.8 trilliun uang fisik yang beredar akan tersedot kembali.
Hmm......cara yang effektif mematikan transaksi tunai. Mungkin juga cara yang effektif untuk membuat ekonomi melambat. Itu effek sampingnya.
Apakah Agus Martowardojo dan Sri Mulyani akan menggunakan jurus pamungkas ini. Artinya, uang pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu ditiadakan? Akan sangat menarik.
Renungan
Pengadilan....., walaupun namanya menyandang kata adil, tetapi jangan harap elemen adil selalu ada disana. Kalau menyangkut politikus, keadilan seringnya menghilang dari pengadilan. 16 orang yang disebut-sebut Tibo tidak pernah diselidiki. Kasus pembunuhan Munir pun juga aneh. Kasus Antasari yang baru-baru ini memperoleh pembebasan bersyarat juga kata Antasari adalah rekayasa. Kasun pembantaian Ambon juga tidak ada pengadilannya. Bagaimana dengan penistaan agama oleh Ahok? Yang pasti kasus penistaan agama oleh HB Yassin, Arswendo dan Rusgiani yang semuanya notabene bukan politikus, berjalan lancar, tanpa perlu mendatangkan saksi ahli dan segala tetek bengek. Mereka menjadi pemuas kemarahan masyarakat (opini kami KUHP pasal 156a adalah pasal karet untuk pemuas kemarahan sekelompok orang). Ahok agak beda, dalam penyidikannya perlu didatangkan saksi-saksi ahli.
Kalau pengadilan tidak adil atau pengadilan tidak bisa memberikan kepuasan kepada kelompok pemaksa, maka.......berhati-hatilah. Apalagi kalau mereka mengeluarkan jurus-jurus baru untuk memaksa.
Di EOWI, kami tidak perduli. Kami cuma mau mempertahankan nilai tabungan kami. Syukur-syukur dapat untung banyak. Dan adanya keributan dan krisis adalah kesempatan. Wei Jie ungkapan Mandarin untuk krisis – bahaya dan kesempatan – artinya. Kami ikut pesta. Semakin meriah, kami semakin suka. Siapa yang tidak suka kemeriahan?
Oleh sebab itu...., para pembaca, alangkah baiknya anda men-share tulisan ini kepada rekan-rekan anda. Siapa tahu originator dari pesan AKSI RUSH MONEY BELA ISLAM 25 NOP di sosmed membaca kritik ini dan memperbaiki rencana dan strategi mereka.
Sekian dulu, jaga kesehatan, keselamatan dan tabungan anda baik-baik. Kita tunggu pestanya. Sampai nati dalam acara enjoy the party kalau ada di tanggal 25 November ini. Jangan lupa, tarik juga US dollar cash.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

14 comments:

Anonymous said...

Memalukan dan memuakkan sekali kelakuan ulama Islam di Jakarta saat ini

Anonymous said...

Apa untungnya aksi rush money? Maaf sekali bahasa saya kasar "DUNGU BODOH SEKALI PANTAS SAJA JADI KAUM JONGOS!" ekonomi kolaps bangsa & negara hancur kaum berada gampang tinggal pindah ke Singapore Ausy atau kemanapun mereka punya duit. Apa yang tersisa? Kaum bodoh fanatik radikal yang miskin yang berhalusinasi hidup di negeri khilafah lalu akhirnya apa? Mereka akan saling bunuh sendiri lalu setelah negri ini hancur mereka masuk lagi dan keturunan kaum radikal fanatik itu kembali jadi Babu di negerinya sendiri. Lihat Zimbabwe apa agama bisa bikin hidupmu lebih baik? Kasihan sekali keluarga kaum fanatik radikal ini. Oh ya satu lagi mulai besok jangan bekerja pada orang kafir cara ini lebih efektif & sesuai ajaran

Top Secret said...

Okay, lebih meriah lebih bagus, terus bagaimana mencari keuntungan apabila terjadi RUSH?

Anonymous said...

Pak Is, dolar indeks sdh 101,34 tp knp rupiah msh di 13400 ya? Pdhl malay ringgit dan philipine peso sdh tiarap. Apa ini krn intervensi BI atau krn harapan thd dana repatriasi yg akan masuk ke indonesia yg msh tinggi..? Menurut saya, kuris rupiah skrg ini agak aneh, apalagi kondisi politik dlm negri jg sedang tdk kondusif..

Anonymous said...

masa sih uang kartal yg beredar saat ini cuma 400 triliun & uang yg tercatat di perbankan cuma 1.000 triliun bung IS? lha wong APBN tiap tahun aj muter duit sekitar 2.000 triliun kok? lha itu bgm ceritanya, duit dari mana? masa cuma itungan angka2 semu?

"Hitungannya begini:
Uang kartal/uang fisik yg beredar 400 trilliun. Sedangkan M1 (uang yg termasuk catatan elektronik dibank) Rp 1 quadrilliun (1000 trilliun)"

Anonymous said...

https://www.youtube.com/watch?v=fWL4MpROIkU

BREAKING: Real Reason Germans Were Told To Prepare for "NATIONAL CRISIS" Deutsche Bank Going Under!

Mas Imam, apa perlu kita ikutan stock makanan/kebutuhan hidup juga ? Apa Indonesia bakalan terseret kalau DB kolaps ?

Anonymous said...

teror politik lebih canggih dan terorganisir...

https://seword.com/politik/beredar-chat-donatur-demo-2511-beri-instruksi/

bukan semua ulama,..hanya ulama yg suka bikin sertifikasi halal utk makanan kucing ..

https://seword.com/politik/mui-dibayar-berapa-sama-agus-yudhono-agar-salahkan-ahok/

Anonymous said...

Gagal memahami sebagai soal yang tertanam (endogenous) dalam kapitalisme, krisis justru dipandang sebagai soal rasial. Hanya karena sejumlah konglomerat keturunan Tionghoa menguasai dunia bisnis di tanah air, seolah problem pokok berasal dari warga keturunan Tionghoa. Krisis berujung kekerasan rasial: pembunuhan, pemerkosaan, dan aneka kekerasan lain terhadap warga Tionghoa terjadi terutama di Jakarta. Krisis juga meninggalkan konflik dengan dalih agama di sejumlah daerah (Poso, Ambon, Ternate). Rata-rata para pelaku yang terlibat dalam kekerasan-kekerasan di jalan adalah mereka yang tersisih oleh kapitalisme. Mereka adalah kelas lumpen-proletariat atau “dangerous class”. Umumnya, di antara mereka adalah penganggur dan pelaku kriminal jalanan. Orang-orang ini mungkin saja memiliki kemampuan untuk bekerja di sektor formal, tetapi tidak bisa melakukannya karena ketiadaan lapangan pekerjaan. Mereka rela menyabung nyawa dalam kekerasan-kekerasan rasial lebih karena ketidak-tahuan terhadap akar masalah. Apa yang digambarkan Gerry van Klinken sebagai perang kota kecil, dalam kasus Poso dan Ambon, menurut hemat saya tidak lebih dari perang sesama kaum miskin dengan korban sesama mereka sendiri.

Tetapi, kekerasan semacam juga menyertakan ‘lumpen- parolatriat kelas atas’. Siapa itu? Di Class Struggle in France, misalnya, Marx berbicara tentang aristokrasi keuangan (finance aristocracy), yang maknanya bukan berkaitan dengan kapital uang (finance capital) di dalam kelembagaan resmi kapitalisme. Tetapi, aristokrasi keuangan dalam pengertian orang-orang yang mengeruk keuntungan dengan rakus dan kejam, terutama terhadap kaum yang lemah. Karakter mereka sebenarnya identik dengan para perampok, atau perampok itu sendiri, yakni perampok dari kelas atas. Mereka menumpuk kekayaan tidak melalui kegiatan produksi, sebagaimana layaknya dalam sistem kapitalisme. Apa yang mereka lakukan adalah tindakan kriminal. Umumnya mereka membangun organisasi massa berbasis suku atau bahkan bertopeng agama. Sejak Orde Baru, mereka berusaha mengeruk uang dengan proteksi atau tekanan terhadap para pengelola hiburan malam. Karena mereka pada umumnya memiliki akses dan kaitan ke kekuasaan, kerap para elit borjuis yang terlibat dalam perebutan kekuasaan jangka pendek menggunakan mereka dalam tindak-tindak kekerasan massa secara konspiratif untuk memukul lawan. Banyak kerusuhan atau kekerasan rasial di tanah air, terutama sejak Orde Baru, yang melibatkan mereka sebenarnya berhubungan dengan konflik intra elit borjuis.

Hari-hari ini, di tengah hiruk-pikuk politik elektoral di Jakarta, kita menyaksikan kartu identitas dieksploitasi sedemikian dalam. Pernyataan Ahok dengan mengutip Surat Al-Maidah 51 telah digoreng sedemikian rupa untuk mengeliminasinya. Tetapi, problem dasarnya adalah ini: Jakarta bukan hanya etalase kemajuan Indonesia, tetapi sekaligus cermin kemajuan yang tidak berimbang (uneven development). Sebagai kota metropolitan, Jakarta melayani perusahaan-perusahaan raksasa (industri, keuangan, dan dagang) dan kelas-kelas pekerja dengan keahlian yang tinggi. Ini mensyaratkan akumulasi berbasis investasi di sektor properti (perkantoran, perhotelan, ritel, kompleks tempat tinggal eksklusif/apartemen, dll) dan infrastruktur sebagai prioritas. Resikonya, penyingkiran terhadap para pekerja rentan di sektor informal tetapi juga borjuasi skala kecil menjadi pemandangan menonjol, termasuk yang dilakukan Ahok dalam beberapa tahun terakhir. Dengan memiliki 1, 2 juta pekerja rentan, dan lebih dari 450 ribu pengangur (Februari 2015), Jakarta secara obyektif menyimpan “api dalam sekam”. Sejak tidak ada partai politik yang merepresentasikan kepentingan kelas mereka, maka lawan-lawan Ahok, sesama politisi borjuis, dapat dengan licik mengkanalisasi sentimen identitas lautan massa yang tersungkur karena pertumbuhan cepat kapitalisme di ibukota.

Anonymous said...

Rusia dan OPEC termasuk Saudi siap2 mengurangi pasokan minyak ( Oil Freeze ). Siap2 Harga minyak meningkat kembali.

https://www.youtube.com/attribution_link?a=2lQL3yblgog&u=%2Fwatch%3Fv%3DjPf6Jvy1WFY%26feature%3Dshare

Anonymous said...

Ibu Alvina, harap jangan mengeluarkan komen yg bernada penyesatan publik spt itu krn dapat dipidana dg UU. Tks

Anonymous said...

ibu alvina koq anda malah makin stress ?

Reader said...

Jangan ajarin yg ngak-ngak loh om IS, ntar kena tangkap.

https://news.detik.com/berita/3355232/bareskrim-tangkap-seorang-penyebar-isu-rush-money?_ga=1.129858698.789981486.1473846090

:D

Anonymous said...

Kenapa orang islam selalu mengeluh di zalimi? Khotbah jumaatnya materinya selalu bahas ketidak adilan kaum kafir mereka selalu diajar untuk curiga & membenci kafir coba pikir dengan kepala dingin. Thn 80an musuh utamanya masih komunis & bkn islam waktu itu china masih susah sekali ky korut sekarang. Apa Amerika memanjakan China? Sehingga bisa seperti sekarang? Tentu saja tidak. Orang china membayar mahal kesuksesannya. Ini bukan berarti saya memuji cina tapi coba mikir islam dari dulu selalu ributnya yang ga penting. Skrg dibalik apa tidak bisa seluruh umat islam bersatu padu bukan rush money ya. Coba patungan beli tanah untuk bertani atau beli pabrik. Latih & pekerjakanlah saudara seimanmu itu supaya tidak menghamba sama kafir. Bikin perusahaan sekelas indofood atau grup jarum. Jika bisa sukses tentu saja kafir akan musnah sendiri bukan? Islam yang jadi boss & kafir yg jd budak islam. Tentu bisa bukan? Orang islam kan jujur ga licik ky cina yg tukang tipu. Bikin super holding kuasai ekonomi maka kau akan kuasai dunia

Rym said...

masukan yang bermanfaat sekali, terima kasih
by obat glaukoma