Sejarah merupakan topik yang
EOWI sukai. Sejarah yang EOWI maksud bukan sejarah seperti yang didefinisikan
oleh Napoleon: “Sejarah adalah satu set kebohongan yang diakui bersama sebagai
kebenaran”. Tetapi merupakan data-data dimasa lampau yang bisa diambil
hikmahnya dan digunakan untuk analogi kasus-kasus dimasa kini dan yang akan
datang. Kita akan melihat sejarah kehancuran sebuah negara dan hikmahnya akan
digunakan untuk memperkirakan arah dan nasib negara yang saat ini ada di depan
mata kita.
Kalau anda lahir sebelum tahun
1980 dan sesudah tahun 1920, maka nama Uni Soviet tidak asing bagi telinga
anda. Dengan luas wilayah lebih dari 22 juta kilometer persegi sebelum
mengalami keruntuhan, negara ini termasuk yang terbesar di dunia dalam hal
wilayah, dan pengaruhnya juga berimbang dengan Amerika Serikat. Tetapi pada
tahun 1991 negara ini runtuh berantakan, menyisakan pecahan-pecahan yang
dulunya merupakan negara bagian dari Uni Soviet ini, antara lain Russia,
Belarussia, Georgia, Kazakhstan, Turkmenistan, Uzbekistan, Estonia, Azerbaijan,
Ukraina dan sederet lagi terlalu panjang untuk dituliskan satu per satu.
Uni Soviet yang didirikan
tahun 1922 akhirnya runtuh dari dalam, di tahun 1991 karena kehancuran
ekonominya.
Uni Soviet adalah sebuah
negara konfederasi negara-negara sosialis yang didirikan pada tahun 1922.
Motornya adalah Russia, baik secara ekonomi, politik dan teknologi. Negara ini
bukan negara yang monolitik dalam arti budaya, agama dan etnik. Kata etnik mungkin
lebih tepatnya disebut bangsa. Misalnya Estonia, Latvia dan Lithuania termasuk
negara-negara Baltik. Estonia yang secara ras dan bahasa lebih dekat ke
Skandinavia dari pada ke Russia. Seorang Estonia bisa berkomunikasi dengan baik
dengan seorang Swedia dengan menggunakan bahasanya masing-masing. Latvia dan
Lithuania lebih ke arah Indo-Jerman yang dekat dengan Polandia.
Juga Kazakh, Kirgiz dan Uzbek
secara bahasa dan ras lebih dekat ke Turki dari pada ke Russia. Seorang pelajar
Uzbek di Turki yang saya pernah jumpai, dengan sangat mudah bekomunikasi dengan
orang-orang Turki. Dan mayoritas agama mereka adalah islam yang berbeda dengan
Russia yang katholik orthodok. Yang juga majoritas islam sunni adalah
Tajikistan, dengan bahasa yang serumpun dengan Iran.
Belum lagi antara Armenia dan
Azerbaijan, yang dulunya sering berperang. Dan yang terakhir di sekitar tahun
1990, dalam konflik Nagorno-Karabakh. Azerbaijani yang mayoritas muslim syiah lebih
dekat ke Turki dari segi bahasa dan ras dan walaupun bertetangga dengan
musuhnya Armenia yang bahasanya berakar pada bahasa Indo-Eropa dan agamanya katholik
orthodok timur.
Basis ekonomi Uni Soviet
adalah komoditi. Sumber mineral yang menjadi andalan adalah minyak dan gas,
mangan, titanium, emas, perak dan chromit. Dengan wilayah luas maka pertanian
dan hasil hutan (kayu) juga merupakan andalannya.
Setelah perang dunia ke II,
Uni Soviet terlibat perang dingin dengan Amerika Serikat. Secara teknologi,
mereka pada awalnya unggul. Uni Soviet adalah negara pertama yang meluncurkan
satelit sputnik dan manusia ke ruang angkasa. Amerika Serikat menyusul beberapa
tahun kemudian.
Naik-turunnya ekonomi Uni
Soviet sejalan dengan siklus komoditi. Antara tahun 1945 – 1950, pertumbuhan
GDPnya di atas 10% per tahun dianggap sebagai pertumbuhan mukjizat (seperti
Cina pada periode 1990 - 2010 atau Jepang 1970 – 1990) di motori oleh commodity bull market dan pembangunan
paska perang. Kemudian, antara tahun
1960 – 1978, pertumbuhannya sekitar 4.8% per tahunnya. Rupanya commodity secular bull market 1970 –
1980, tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Uni Soviet yang masih
bisa dibilang baik ini.
Yang menarik adalah ketika Uni
Soviet terlibat ke dalam kancah perang di Afghanistan di tahun 1978. Milisi
Mujahidin menjadi lawannya yang tangguh. Uni Soviet masuk ke kancah perang Afghanistan
di saat yang salah. Harga minyak anjlok 2 tahun sejak dimulainya perang Afghanistan
untuk kemudian memasuki periode commodity
secular bear market. Harus diingat bahwa produksi minyak Uni Soviet di masa
itu adalah terbesar setelah Saudi Arabia. Jadi bisa dibayangkan bagaimana
ketergantungan Uni Soviet pada revenue
ekspor minyak khususnya dan bahan komoditi lain umumnya. Ketika commodity secular bear market tiba, Uni
Soviet melihat pemasukan hard currencynya
merosot. Demikian juga ekonominya.
Ekonomi Uni Soviet melorot, sampai
di bawah 2% saja antara tahun 1978 – 1998 dan terus menurun, kemudian stagnan
sampai akhirnya terpuruk. Tentara Uni Soviet kalah dan harus ditarik mundur
dari Afghanistan di tahun 1988.
Keterpurukan membuat kondisi
dalam negri Uni Soviet menjadi bergejolak. Glasnost
dan Perestroika yang muncul
ketika Gorbachev naik menjadi sekretaris general partai komunis Soviet adalah
perwujudan dari gejolak yang disebabkan oleh ekonomi yang stagnan. Orang mau
ada perubahan. Uni Soviet kehilangan pengaruhnya di Eropa Timur. Pakta Warsawa
bubar dan tembok Berlin runtuh di tahun 1989, yang merupakan simbol keruntuhan
komunisme di Eropa.
Tidak hanya pengaruh Uni
Soviet kehilangan pengaruh di Eropa, tetapi di dalam negrinya mengalami
ketegangan antar sesama anggota konfederasi. Perang antara Azerbaijan dengan
Armenia (1988 – 1994). Belum lagi pemberontakan Chenchen (1991 – 1994) terhadap
Russia yang dimulai ketika Uni Soviet dibubarkan di tahun 1991.
Itulah nasib negara yang
disebut Uni Soviet yang akhirnya runtuh. Padahal banyak orang pandai,
terpelajar yang terbaik di dunia hidup disana. Tetapi ketika sumber ekonominya
mengalami kejatuhan dan negara melibatkan diri ke dalam perang, maka ada
peluang terjadinya keruntuhan negara itu.
Itu Uni Soviet.
Sekarang kita mau melihat
Saudi Arabia. Jika kita ingin membuat analogi, pertanyaan yang pertama harus
diajukan adalah: Adakah persamaan antara Saudi Arabia dengan Uni Soviet?
Yang jelas:
- Ekonominya bergantung pada minyak (dan bahan komoditi), bahkan untuk Saudi, minyak adalah gantungan ekonomi satu-satunya.
- Negara sosialis. Perencanaan terpusat dan bahan kebutuhan disubsidi pemerintah.
- Walaupun Saudi Arabia bukan multi-etnik, tetapi rakyat Saudi secara tradisi mengutamakan kabilah atau klan. Dan mereka secara historis sangat fanatik terhadap klannya. Harus diingat, negara Saudi Arabia muncul karena kemenangan peperangan klan al-Saud yang didukung oleh Inggris atas klan al-Rashid yang didukung oleh Turki Ottoman. Kata Saudi berasal dari kata al-Saud, klan yang berkuasa saat ini.
Dalam lingkup yang lebih besar dari klan,
yaitu terpecahnya rakyat Saudi menjadi dua (2) sekte, syiah yang mayoritas di
provinsi timur yang kaya minyak dan sunny.
Kaum syiah di Saudi Arabia relatif terkucilkan. Banyak diantaranya
melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar. Dan kaum syiah ini secara emosi merasa
lebih dekat ke Iran, Persia dari pada ke kaum sunni Wahabi di Riyadh.
- Soviet pada saat dimulainya commodity secular bear market, terjun ke dalam kancah perang dengan Afghanistan mujahidin yang didukung secara persenjataan dan finansial oleh Amerika Serikat. Sedangkan Saudi di periode awal commodity bear market terlibat perang dengan Yaman dan tidak langsung menduking ISIS dan al Qaeda di Syria.
- Uni Soviet kehilangan banyak sekutunya di Pakta Warsawa, sedangkan Saudi Arabia punya potensi kehilangan dukungan Amerika Serikat yang saat ini sedang merapat ke Iran. Di samping itu Amerika Serikat juga terlibat konflik dengan ISIS dan al Qaeda yang didukung Saudi Arabia secara persenjataan dan finansial. Musuh Amerika Serikat adalah perpanjangan tangan Saudi Arabia. Sehingga peluangnya cukup besar, bahwa Amerika akan meninggalkan Saudi.
Itu persamaan dan kemiripan Saudi Arabia
dengan Uni Soviet.
Tentu saja banyak perbedaannya.
Berikut ini merupakan perbedaan yang membuat posisi Saudi lebih baik dari pada
Uni Soviet.
- Saudi tidak sebesar Uni Soviet dalam arti Uni Soviet ambruk karena beratnya sendiri.
- Banyak rakyat Saudi praktis tidak bekerja. Yang bekerja adalah orang asing, para expatriates. Sehingga, tidak ada istilah diPHK bagi rakyat Saudi. Dan keresahan sosial akibat kehilangan pekerjaan bisa dijaga.
Ada juga perbedaan-perbedaan yang membuat
posisi Saudi Arabia lebih buruk dari Uni Soviet antara lain:
1. Saudi tidak membuat senjatanya sendiri,
melainkan membeli dari negara lain dengan harga yang lebih mahal dari pada
membuatnya sendiri. Ini sangat penting bagi negara yang berada dalam perang
terbuka (dengan Yaman). Jika ada embargo dari negara pemasok senjata, maka
tamatlah riwayat Saudi.
2. Harga minyak masih akan terus tertekan dan
tekanan deflationary saat ini lebih
kuat dari sekedar tekanan secular bear
market biasa.
3. Saudi mungkin bisa kehilangan sekutunya
yang paling dekat yaitu Amerika, karena:
- Minyak Saudi sudah tidak dianggap strategis lagi oleh Amerika Serikat.
- Produksi minyak Saudi dianggap mematikan perusahaan shale oil/gas Amerika Serikat
- Dukungan yang sembunyi-sembunyi tetapi jelas seperti disiang bolong Saudi kepada al Qaeda dan ISIS yang jelas-jelas musuh Amerika dan sekutunya di Eropa.
- Walaupun kecil, Saudi bertempur di dua front, yaitu Yaman (perang langsung), Syria (proxy).
Saat ini posisi Saudi Arabia
masih kuat secara ekonomi, sehingga tidak akan kolaps dalam waktu dekat ini. Kata
kuncinya “dalam waktu dekat ini”. Cadangan devisa Saudi Arabia memang besar,
pada puncaknya mencapai $750 milyar yang hampir sama dengan GDPnya di awal
tahun 2015 di saat harga minyak masih di atas level $ 100/bbl. Ketika harga
minyak jatuh dari level $100/bbl ke level $50/bbl, cadangan devisa ini susut
cukup drastis, sekitar $ 95 - $ 100 milyar per tahun, atau sekitar $ 8 milyar
per bulan. Ada beberapa analis yang memperkirakan sekitar $ 20 milyar per
bulan. Tetapi data menunjukkan sekitar $ 8 milyar.
Chart- 1 Cadangan Devisa Saudi Arabia
and Harga minyak
Sekarang harga minyak di level
$30/bbl. Berpegang pada asumsi ceteris paribus atau jika semua sama maka
cadangan devisa Saudi akan turun lebih drastis dan budget defisitnya pun akan
semakin melebar pada harga minyak $30/bbl. Setidaknya bisa sampai $21 milyar
per bulannya. Mungkin demikian analis di atas memperoleh angkanya. Kalau
demikian maka dalam setahun dengan level harga minyak di kisaran $30/bbl, maka
Saudi Arabia akan defisit sebesar $240 - $250 milyar. Artinya dalam 3 tahun
cadangan devisanya bisa habis.
Angka $250 milyaran setahun
mungkin bukan perkiraan kasar. Defisit fiskal Saudi Arabia di bulan September
2015 mencapai 22% dari GDPnya atau $156 milyar. Padahal saat itu harga minyak
masih di level $40/bbl. Dengan harga minyak sekitar $30/bbl, defisit bisa
mencapai 35% GDP atau $265 milyar. Berapa lama Saudi Arabia bisa bertahan?
Chart- 2 Defisit Anggaran Saudi dan Harga Minyak
Pertanyaan itu tentu sudah dipikirkan oleh
pemerintah Saudi. Saudi Arabia akan berusaha memotong anggarannya, dengan
memotong subsidi, mendevaluasi mata uang riyal nya dan mencari hutangan untuk
menutup defisitnya. Untuk memotong subsidi, sudah dilakukan terhadap harga
bensin dengan menaikkan harga jualnya. Mendevaluasi riyal, adalah langkah
dimasa datang. Kita akan lihat langkah ini diambil oleh Saudi Arabia.
Berikutnya adalah menurunkan
tingkat keteribatannya di Yaman, kalau bisa. Kata kalau
bisa adalah penting, karena medan perang dengan Yaman adalah bagian
kesatuan dari permusuhan dan perebutan pengaruh di Timur-Tengah dengan Iran.
Selanjutnya adalah memotong
dukungan finansial dan persenjataan kepada al-Qaeda dan ISIS, kalau
bisa. Kata kalau bisa adalah penting, karena medan perang dengan Yaman
adalah bagian kesatuan dari permusuhan dan perebutan pengaruh di Timur-Tengah
dengan Iran.
Jadi EOWI skeptis dengan kedua
usaha pemotongan budget Saudi Arabia di atas.
Usaha berikutnya adalah
mencari hutangan. Ini bisa mudah dan bisa susah. Sebab investor akan berpikir
untuk mempertimbangkan resikonya. Saudi terdiri dari banyak klan dan
terkotak-kotak. Jika nantinya Saudi Arabia berubah menjadi Rashidi Arabia atau
Bantani Arabia atau Falembani Arabia....., atau lainnya, apakah hutang-hutang
Saudi masih akan dibayar oleh dinasti berikutnya? Saat ini mungkin masih belum
terpikirkan oleh kebanyakan investor. Tetapi nanti jika pertentangan antar klan
terjadi, ceritanya akan lain.
Dari semua cerita di atas,
apakah sudah bisa menjawab pertanyaan, apakah nasib Saudi akan seperti Uni
Soviet......, mungkin seperti Libya, mungkin juga seperti Irak? Kisahnya masih
terbuka. Memang tujuan tulisan ini bukan ingin menjawab pertanyaan tersebut,
melainkan untuk menstimulasi khayalan pembacanya agar melayang-layang jauh ke
angkasa. Yang pasti, perang Uni Soviet – Afganistan berlangsung selama 9 tahun
sebelum menyeret Uni Soviet ke liang keruntuhan. Apakah untuk kasus Saudi
Arabia akan seperti itu? Sembilan tahun? Entahlah......., khayalkan lah
sendiri.
Dan untuk menambah khayalan itu, silahkan pembaca memasukkan faktor kontraksi GDP alias pemiskinan yang menurut sejarah akan terjadi dalam 5 tahun mendatang. Begitulah sejarah masa lalu. Tetapi untuk kali ini harus ditambahkan faktor tekanan deflationary global serta tidak dominannya Saudi sebagai produser minyak dunia dan kedua faktor ini bisa membawa koreksi GDP Saudi lebih dalam dibandingkan periode tahun 1980 – 1985.
Dan untuk menambah khayalan itu, silahkan pembaca memasukkan faktor kontraksi GDP alias pemiskinan yang menurut sejarah akan terjadi dalam 5 tahun mendatang. Begitulah sejarah masa lalu. Tetapi untuk kali ini harus ditambahkan faktor tekanan deflationary global serta tidak dominannya Saudi sebagai produser minyak dunia dan kedua faktor ini bisa membawa koreksi GDP Saudi lebih dalam dibandingkan periode tahun 1980 – 1985.
Chart- 3 GDP per kapita Saudi
Arabia, berpotensi melorot 50% dalam 5 tahun mendatang
Harus diingat bahwa yang paling berat
merasakan kemalangan ini adalah
mayoritas kelas menengah, bukan pada para pangeran kaya. Kemiskinan dan
penderitaan tidak menelurkan kerusuhan, kecuali jika ada orang-orang kaya
diantara mayoritas orang miskin dan sengsara. Ini yang akan menyulut
kecemburuan sosial dan akhirnya bermuara ke clash
dan pemberontakan.
Sampai disini dulu, jaga kesehatan dan tabungannya baik-baik. Semoga Tuhan melindungi anda sekalian dalam mengarungi Gejolak 2014 – 2020.
Jakarta, 26 Januari 2016
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.