Berikut ini adalah chart nilai kurs rupiah terhadap US dollar sejak
diproklamasikannya rupiah oleh Muhammad Hatta pahlawan terkenal Indonesia yang
tanpa cacat menurut buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah. Saya
tidak sepakat mengenai Hatta sebagai negarawan yang baik. Anda bisa lihat
sendiri pada chart tersebut bahwa nilai rupiah selalu melorot, apalagi selama
Hatta menjadi wakil presiden. Payah banget kinerja rupiah. Kalau inflasi adalah
pemiskinan rakyat terutama penabung oleh pemerintah melalui pencetakan uang
yang semena-mena, maka pada jaman Hatta dan beberapa tahun sesudahnya adalah
masa yang terparah. Cukup adil jika dikatakan bahwa Hatta penghisap darah
rakyat dan penabung yang paling sadis diantara para petinggi negara RI. Karena
dialah yang memperkenalkan dan menganjurkan rakyat untuk pindah dari gulden ke
rupiah. Atau kalau kita tetap bersikukuh bahwa Hatta adalah seorang negarawan,
maka pengertian negarawan adalah penipu sontoloyo yang membuat orang sengsara
dengan tipu daya (melalui pencetakan uang).
Hampir 1.5 bulan ini rupiah menguat. Siapapun yang punya posisi short di
rupiah agak nervous. Apalagi kalau posisi itu diambil dengan leverage yang
tinggi. Sebagai disclaimer, saya punya posisi short rupiah dengan leverage 2
kali. Artinya saya pinjam dari bank sebesar Rp 5 milyar, kemudian uang ini saya
simpan dalam US dollar. Pertanyaannya adalah kemana arah rupiah yang akan
datang. Apakah akan menguat terus atau penguatan selama 1.5 bulan itu hanyalah
koreksi terhadap secular bear market di rupiah?
EOWI akan membagi perjalanan nilai rupiah ini menjadi beberapa periode
sesuai dengan warna ekonomi Indonesia. Pertama Jaman Ekonomi Tertutup –
Berdikari, yang mempunyai rentangan dari masa kemerdekaan sampai tahun 1970.
Periode ini EOWI sebut dengan nama Periode Pembangkrutan Secara Kejam. Dan
kemudian jaman keterbukaan investasi asing atau periode Penyengsaraan
pelan-pelan. Kita bisa melihat adanya penurunan (perubahan trend) tingkat
inflasi dari level “masya Allah gede
banget” sampai level “sialan gue
dikerjain pemerintah”. Kami katakan level “masya Allah gede banget” karena pada masa itu seorang jutawan,
seperti ayah saya dulu, bisa bangkrut hanya dalam kurun waktu kurang dari 4-5
tahun. Nilai tabungannya menguap dan tersisa hanya 0.1% saja.
Perubahan trend inflasi dari level masya
Allah gede banget ke level trend sialan
gue dikerjain pemerintah, ada kaitannya dengan pembukaan kran penjualan
kekayaan bumi pertiwi (istilah yang akan dipakai para politikus
sosialis/populis). Jamannya Sukarno, eksploitasi sumber-sumber alam mineral
tidak seterbuka jaman Suharto dan sesudahnya. Untuk membiayai pemerintahan,
dananya diambil dari mencetak duit dengan kecepatan yang masya Allah gede banget. Setelah Sukarno digulingkan, pemerintah
punya sumber dana baru, yaitu para penambang (kebanyakan asing, tetapi kemudian
swasta lokal juga muncul). Kalau ada yang bertanya, ‘kan jamannya Sukarno ada BUMN
pertambangan pemerintah, seperti PN Aneka Tambang, PN Timah dan Pertamina, apakah
dana dari mereka kurang? Pertanyaan semacam ini tidak perlu dijawab. Cukup
orang tersebut disuruh melihat kinerja PT Timah, Aneka Tambang dan Pertamina
serta Merpati Nusantara atau PT Dirgantara Indonesia........, serta BUMN-BUMN
lainnya.
Chart - 1
Setelah kran eksplorasi dan eksploitasi hutan, minyak, bahan mineral dibuka,
maka, masuklah investor-ivestor asing seperti Inco (nikel), Conoco (minyak),
Arco (minyak), Kodeco (hutan), dll, sedangkan yang sudah ada seperti Caltex
Pacific (lapangan Duri), Freeport
(Freeport Irian) mulai melakukan eksploitasi, mengeduk kekayaan bumi Indonesia (istilah yang mungkin disukai politikus
sosialis seperti Kwik Kian Gie dan Amin Rais). Sebagian (besar) budget negara
dibiayai oleh hasil penjualan kekayaan
bumi Indonesia dan yang berkaitan dengan itu (seperti pajak-pajaknya).
Kondisi seperti ini sampai sekarang, tidak banyak perubahan.
Intinya, bahwa selama 45 tahun terakhir ini, pembiayaan negara RI banyak
bergantung kepada komoditi tambang. Dan kekurangannya akan diambil dari rakyat
dengan segala tipu daya. Andaikata thesis ini benar maka akan ada korelasi
antara nilai rupiah, defisit pembayaran dan harga komoditi tambang. Pada
periode commodity secular bull market,
rupiah akan stabil dan neraca pembayaran RI akan mengalami surplus. Dan
sebaliknya, pada masa commodity secular
bear market, nilai rupiah akan merosot dan neraca pembayaran RI akan
mengalami defisit. Fenomena ini yang harus kita lihat sebagai bukti terhadap
thesis di atas.
Commodity Secular Bull
Market 1970 – 1980
Chart di bawah ini menunjukkan adanya siklus 30 tahunan untuk bahan
komoditi. Commodity Secular Bull Market
sebelumnya terjadi pada tahun 1972 – 1981. Pada saat itu CRB Index (Commodity Research Bureau Index)
mencapai puncaknya di 1400 (dinormalkan terhadap inflasi). Lamanya periode bull market ini sekitar 9 - 10 tahun.
Kemudian disusul dengan 20 tahun bear market.
Chart - 2
Pada masa commodity secular bull
market tahun 1970 - 1980 ini nilai tukar rupiah terhadap dollar bertahan di
level Rp 425 per US dollar selama hampir 10 tahun (lihat Chart-1). Minyak pada
masa itu adalah komoditi unggulan ekspor Indonesia. Indonesia sebagai net
eksporter minyak memperoleh banyak petro-dollar. Pertamina sebagai perusahaan
negara menjadi besar dan kelimpahan banyak uang. Mal-invesment banyak dilakukan
oleh Pertamina, termasuk investasi untuk membangun restoran di New York yang
diberi nama Ramayana yang akhirnya bangkrut. Banyaknya petro-dollar yang diperoleh ini membuat
Pertamina masuk ke bisnis-bisnis yang non-minyak, seperti rumah sakit, hotel
dan lain sebagainya. Ibnu Sutowo, direktur Pertamina dimasa itu, digambarkan
sebagai orang yang terkaya di Indonesia (suatu gambaran yang salah). Dan
orang-orang yang bekerja di sektor minyak identik dengan orang bergaji tinggi. Gambaran
ini sekedar untuk illustrasi bagaimana melimpahnya petro-dollar ke Indonesia.
Dan dengan petro-dollar inilah, rupiah bisa bertahan.
Sebagian orang dipemerintahan menyadari bahwa petro-dollar tidaklah bisa
langgeng. Minyak akhirnya bisa habis dan produksi minyak akan berkurang. Oleh
sebab itu usaha-usaha untuk memperoleh pendapatan dari sektor lain
(manufakturing) diusahakan. Dan muncullah istilah ekspor non-migas yang masih terbawa sampai sekarang walaupun tidak
relevan (kalau ada ekspor nonmigas, memangnya Indonesia punya ekspor migas
sekarang? Yang ada cuma ekspor gas).
Sebenarnya masih ada sektor lain yang menyumbangkan devisa dan menjadi
benteng pertahanan rupiah, yaitu kayu. Pada masa itu perusahaan-perusahaan HPH
– Hak Pengelolaan Hutan bermunculan. Kodeco, salah satu perusahaan minyak yang
beroperasi di Indonesia, pada awalnya adalah perusahaan kayu.
Commodity Secular Bear
Market 1980 – 2000
Commodity Secular Bull
Market dibunuh oleh Paul
Volker dari the Fed (bank sentral USA). The Fed menaikkan suku bunga dasar.
Katanya untuk menekan harga-harga barang (baca: inflasi). Harga bahan komoditi
juga ikut tertekan (katanya). Dan dunia memasuki periode baru yaitu periode Commodity Secular Bear Market yang
berlangsung sampai tahun 2000.
Perjalanan rupiah selama 20 tahun (antara tahun 1980 sampai 2000) sangat
menyedihkan. Sebenarnya bukan rupiahnya yang menyedihkan, tetapi penabung dan
pekerja yang bergaji rupiah. Tabungan dan gaji mereka terkikis nilainya, yang
tidak bisa dikatakan perlahan-lahan melainkan sudah di level kurang ajar, bangsat, gue dikerjain
pemerintah. Level ini lebih buruk dari level sialan gue dikerjain pemerintah, yang merupakan rata-rata dengan
level inflasi dimasa bull market.
Kurs US dollar meningkat secara bertahap dari Rp 420 menjadi sekitar Rp 9000
melalui proses selama 20 tahun. Rupiah kehilangan lebih dari 95% dari nilainya.
Sebutan inflasi tingkat kurang ajar,
bangsat, gue dikerjain pemerintah cukup relevan bukan? Orang yang menabung
untuk hari tua dan masa pensiunnya akan memaki-maki kalau dia tahu nilai
tabungannya digrogoti pemerintah. Yang pasti, dimasa tuanya, dia akan sengsara.
Pada dasarnya besarnya birokrasi pemerintahan negri yang disebut Indonesia
diluar kemampuan rakyatnya. Untuk membayar Ratu Atut, Rano Karno, Aulia Pohan,
Budiono, gubernur daerah ini dan itu berserta wakilnya, juga menteri-menteri dan
wakil-wakilnya yang berjumlah besar, serta pegawai negrinya, belum lagi anggota
DPR yang berjumlah sekitar 500 orang (angka kasar), plus staffnya tidaklah
mudah bagi rakyat jika bekerja di sektor manufakturing, mengolah bahan baku ke
barang jadi. Pada periode 1980 – 2000, banyak investasi maufakturing yang masuk
ke Indonesia. Mulai dari industri sepatu, industri garmen pakaian jadi,
tekstil, industri perakitan elektronik, dan sederet lagi yang saya sendiri
lupa. Pada masa itu, jika orang pergi ke luar negri dan mau membeli oleh-oleh berupa
sesuatu yang bermerk, seperti sepatu (Addidas, Puma atau Reebok) atau baju dan
celana designer (Dior, Daniel Hechter, Hugo Boss, Polo Ralph, Armani, Lacoste,
Mark & Spencer, dsb) harus dilihat dulu labelnya. Karena bisa jadi adalah made in Indonesia. Masa’ jauh-jauh
dibawa dari luar negri ternyata buatan lokal. Akan mengecewakan. Tingkat
keterampilan bangsa Indonesia belum bisa membiayai besarnya birokrasi. Bandingkan
saja anggota Volksraad yang hanya 37 orang dan 4 orang menteri, sangat sedikit
dibandingkan jumlah anggota DPR yang 500 orang dan lebih dari 50 orang menteri
(dan wakilnya). Padahal tingkat keterampilan mayoritas anak bangsa ini tidak
banyak berubah.
Anak bangsa yang kurang trampil ini juga tidak bisa memproduksi sesuatu
yang berharga dengan nilai tukar yang tinggi dan untuk membeli barang-barang
yang diperlukan. Makanan saja seperti beras, kedele, dll, juga harus impor.
Secara aggregat negara yang dicintai rakyatnya ini tidak bisa memenuhi
kebutuhannya dan neraca pembayarannya
selalu negatif selama 20 tahun (1980 – 2000). Istilahnya defisit neraca
pembayaran (Chart-3). Kejadian ini berlangsung lama sekali, sampai akhirnya
mencapai titik klimaks, tahun 1998, yang dikenal dengan nama krismon 1997.
Chart - 3
Begitulah kisahnya sampai krismon
1997. Keterpurukan ibu pertiwi terhenti karena munculnya periode baru,
yaitu Commodity Secular Bull Market 2000
– 2011.
Commodity Secular Bull
Market 2000 – 2011
Commodity Secular Bull
Market 2000 – 2011 dipicu
oleh easy money policy yang
diterapkan oleh the Fed, bank sentral US sebagai respons dari krisis keuangan
di US, dari pecahnya bubble saham technology
Nasdaq (2000), serangan 9/11 (2001), skandal creative accounting Enron (2002) secara terus menerus melahirkan bubble yang kemudian pecah dan
digantikan dengan bubble lain sampai
akhirnya skandal subprime debt (2007)
pecahnya bubble sektor properti US. Setelah
bubble yang terakhir ini pecah dan dampaknya kemana-mana, mengglobal, boleh
dikata semua bank sentral di dunia mengucurkan stimulasi, easy money policy.
Kucuran kredit stimulasi sebagai respons dari sub-prime crisis, di samping
melahirkan bubble kredit di
Cina, juga menghidupkan kembali sisa-sisa tenaga dari commodity bull market. Indeks CRB rebound, tetapi tidak pernah
mencapai level yang dicapainya di tahun 2008. Walaupun demikian, bagi
Indonesia, rebound nya harga bahan komoditi tambang sudah cukup untuk
mempertahankan neraca pembayarannya, cadangan devisa, serta nilai tukar rupiah
(lihat pada artikel sebelumnya). Cadangan devisa mengalami penurunan di tahun
2011, nilai tukar rupiah mulai melemah tahun 2011 dan neraca pembayaran
Indonesia menjadi defisit di akhir tahun 2011. Tahun 2011 menjadi tahun
bersejarah dan merupakan titik balik dari keperkasaan rupiah. Eeeh.....salah.
Tahun 2011 adalah tahun dimana harga bahan komoditi tambang tidak bisa
memberikan nilai ekspor Indonesia menunjang kehidupannya sehari-hari. Itu
pernyataan yang lebih tepat.
Akhir Commodity Secular Bull
Market
Secular bull market di sektor komoditi mati pada tahun 2011,
dan digantikan oleh secular bear market.
Itu sudah final. Mungkin kita harus menunggu lama sekali kedatangan secular bull market di sektor komoditi.
Mungkin 10 tahun lagi, mungkin 20 tahun lagi. Mungkin hanya 7 tahun lagi.
Entahlah. Sebelum tahun 1950an, siklus komoditi panjangnya 30 tahun (dari peak ke peak). Dan nampaknya dua secular bull market (1970 – 1981 dan 2000
– 2011) masih seperti itu. Dari peak
ke peak lamanya 30 tahun (1980 dan
2011).
Di bawah ini chart harga tembaga. Harga tembaga telah menebus resistan nya
pada pola segitiga, dan melanjutkan ke trend bearishnya.
Chart - 4
Hanya nickel saja yang agak menyimpang (Chart-5). Tetapi kami di EOWI tidak
percaya hal ini akan berlanjut terus. Ini adalah dilatar-belakang oleh pasar
yang agak cemas karena krisis di Ukraina dan Crimea. Dalam benak para spekulan,
pasokan nickel akan tersendat, karena Russia adalah penghasil nickel terbesar
di dunia yang memasok 13% dari produksi dunia. Tetapi, menurut pandangan kami,
tidak akan ada peluru ditembakkan, tidak ada darah yang tercecer dan tidak ada
nyawa yang hilang di Crimea. Skenario paling buruk adalah: tidak akan ada roket
diluncurkan di Crimea. Jadi, harga nickel akan kembali pada trend nya seperti
harga bahan tambang lainnya. Lihat saja stock nickel di London Metal Exchange
terus meningkat (Chart-6). Bahkan bulan terakhir (Maret 2014) stocknya melonjak
drastis. Artinya, tidak ada kekurangan pasokan.
Kalau mau melanjutkan dengan bahan komoditi tambang lainnya, silahkan.
Pembaca akan menemui trend yang sama dengan tembaga (lihat 2 artikel EOWI
sebelumnya). Dan trend rupiah kembali kepada pola bearish seperti tahun 1980 –
2000. Defisit pembayaran membengkak. Kalau di tahun 1980 – 2000, defisit
pembayaran hanya berkisar sampai kira-kira US$ 2000, pada awal secular bear market rupiah 2011 – 2030(?),
gejala awal menunjukkan defisit US$ 10,000. Lima kali lebih besar.
Chart - 5
Chart - 6
Selamat Tinggal Bull Rupiah,
Sampai Jumpa 15 - 20 tahun lagi.
Selamat tinggal nilai rupiah yang stabil, dan selamat datang rupiah bear. Moga-moga kamu tidak
tinggal selama big daddy 1980-200 bear.
Moga-moga kamu pergi lebih cepat.
Kalau ada yang bertanya, bagaimana perjalanan rupiah untuk selanjutnya.
Yang paling gampang adalah dengan melihat sejarah dan trend yang lama
diekstrapolasi ke masa depan. Dengan kata lain bahwa rupiah akan mengalami masa
bearish yang panjang, seperti tahun 1980 – 2000. Tentu saja masa depan tidak
sama dengan masa lalu. Dengan kata lain, trend 1980 – 2000 tidak akan valid/berlaku jika ada faktor
fundamental yang berubah. Misalnya, anak bangsa Indonesia ini menjadi seperti
Korea, maksud kami, Korea Selatan, bukan Korea Utara. Dua Korea itu sangat
berbeda. Korea Selatan mengalami perubahan struktur ekonominya dalam kurun
waktu 20-30 tahun. Pada dekade 80an, nama Samsung, LG atau Hyundai belum
terdengar atau hanya terdengar samar-samar. Sekarang seakan merajai show room mobil dan toko elektronik. Korea
Selatan mengalami perubahan struktur ekonomi yang sangat mendasar. Dengan
pengelolaan uang yang baik perubahan ini akan mampu menekan defisit. Apakah
Indonesia bisa seperti itu? Seandainya tidak bisa melakukan perbaikan kualitas
barang-barang yang diproduksinya, bisakah rakyat Indonesia menekan konsumsinya
sehingga keuangannya lebih baik. Anda bisa menjawabnya sendiri.
Mungkinkah bangsa Indonesia sedemikian effektifnya dan punya cukup sumber
daya manusia yang terampil sehingga menarik modal asing (membawa dollar ke
dalam negri)? Kalau dibilang effektif dan terampil, entahlah. Sebagai
perbandingan, di banyak toko swalayan US, posisi kasir sudah ditiadakan.
Seperti posisi teller di bank-bank dan digantikan oleh ATM. Nasabah
berinteraksi sendiri dengan mesin. Begitu pula posisi kasir di US, sudah
dijalankan oleh mesin. Hanya perlu 1 orang untuk mengawasi 8-10 jalur
pembayaran di toko-toko swalayan seperti Walmart. Itu kata teman saya lho. Saya
sendiri belum pernah melihat. Belum lagi di bidang pertanian. Mekanisasi dan
otomatisasi memungkinkan seorang bisa menangani lebih dari 100 ha ladang
pertanian, dari mulai membajak, menebar bibit, memberi pupuk sampai memanen.
Bagaimana dengan Indonesia, apakah bisa lebih kompetitif. Apakah harga beras
atau kedelai Indonesia bisa bersaing?
Kalau yang bisa dijual cuma bisa laku murah, orang tidak tertarik membawa
dollar untuk berinvestasi di Indonesia, mungkin yang terjadi adalah anak bangsa
ini dipaksa menurunkan pola konsumsinya, dengan jalan melemahnya nilai rupiah.
Jalur ini membuat harga-harga barang impor menjadi mahal (baca: bersaing dengan
produk dalam negri yang mahal juga karena pembuatannya tidak effektif). Dengan
kata lain, beras, daging (sapi), tempe, tahu, ayam, bawang putih, susu akan
naik harganya. (Ayam, tahu dan tempe memang produksi dalam negri, tetapi bahan bakunya
impor) Artinya anak bangsa Indonesia akan lebih sehat, tingkat obesitas meurun,
sakit jantung coroner atau penyakit-penyakit akibat kelebihan gizi akan turun.
Moga-moga saja tidak digantikan dengan penyakit-penyakit gizi buruk. Mungkin
harga mobil dan barang elektronik serta produk manufakturing tidak banyak naik
karena toh nantinya ongkos produksi barang-barang ini di luar negri ditekan
karena proses robotisasi.
Yang EOWI lihat adalah trend di masa datang adalah trend yang lebih buruk
dari trend 1980 – 2000. Saat ini Indonesia mengalami defisit minyak bumi,
dengan kata lain importir minyak bumi. Dan nampaknya harga minyak masih
bercokol dengan bandel di level $ 90 - $ 100 per BBL. Sampai saat ini minyak
masih enggan mengikuti rekan-rekan komoditi bahan tambang lainnya (mungkin
nanti). Ini memperburuk situasi dan posisi rupiah. Memang Indonesia masih
eksportir gas alam. Tetapi porsi uang yang masuk ke pemerintah berbeda. Untuk
minyak adalah 85% dari produksi, sedang untuk gas hanya 65%. Lagi pula gas
harus diproses dulu menjadi LNG agar supaya bisa diekspor. Jadi bear rupiah tahun 1980 – 2000 akan
berbeda besarnya dengan bear baru
yang datang ini. Coba saja lihat, belum apa-apa hantamannya sudah mencapai
hampir US $ 10 milyar defisit (lihat Chart-3). Bandingkan dengan bear 1980-2000 yang hanya kecil saja.
Seorang rekan mengatakan bahwa Indonesia sebagai juru selamat seperti
Jokowi dan ini akan kita pilih dalam pemilu ini. Tetapi ada rekan yang lain
yang mengirimkan kisah berikut (akan saya ceritakan dalam bentuk aslinya dalam
bahas Inggris):
The human body is wondering as to who is the leader.
The heart says: It’s me because I am the one that circulate the blood, to make
the life goes on.
The brain says: No, it isn’t you, but me. Because I have control over
everybody.
The liver says: No, it isn’t you
either. It is me, because I clean all the toxin and poison.
The anus (asshole) says: No, it is me.
All laugh.
The Anus refuses to open for a week. The liver bursts, the brain melts, the
heart explodes
Hikmah dari cerita ini adalah: Assholes
selalu naik menjadi pemimpin dengan membuat sengsara yang lain.
Ramalan adalah ramalan, perkiraan dan bisa salah. Apalagi yang detail dan
menyangkut waktu.nabi Muhammad saja tidak tahu kapan kiamat. Tetapi
mereka tahu tanda-tandanya......, yang tidak terlalu detail. Seberapa besar secular bear rupiah kali ini dan berapa
lama akan bercokol, kami di EOWI tidak tahu tepatnya. Tetapi cukup aman untuk
mengatakan: “lihatlah sejarah masa lalu.” Mungkin maksudnya periode 1980 –
2000.
Sekian dulu, semoga peringatan ini bisa bermanfaat bagi anda untuk bisa
merencanakan pensiun anda dengan baik dan membuat strategi keuangan, melindungi
hasil keringat anda dari kutilan para assholes.
Bintuni, 24 Maret 2014
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.