(Minggu ke II, Agustus, 2007)
LIQUIDITAS TIDAK MENYELESAIKAN MASALAH
Minggu ini pasar modal goncang lagi. Yang saya takutkan bulan lalu dan minggu lalu, yaitu menyurutnya kredit, terjadi, bahkan disebutkan sebagai mengeringnya kredit. Terjadinya tidak terisolasi seperti harapan Bush dan Bernanke serta teman-temannya di Fed. Persoalan subprime mortgage enggan berteman dengan Bush dan Bernanke. Ekonomi sudah mendunia. Jaringannya sampai ke Eropa. BNP Paribas terpaksa membekukan redempsi 2 reksa dana nya. Masih banyak bank lain melakukan hal yang sama. Liquiditas mengering di Eropa, Asia di samping di US. Responsnya mudah ditebak. ECB (European Central Bank) menggelontorkan Euro senilai US$ 130 milyar dan the Fed US$ 34 ditambah dengan janji akan menyediakan US$ 1 triliyun. Secara keseluruhan sentral bank dunia telah mengijeksikan $326 milyar. Tetapi bursa saham hancur, emas, uang sejati, bertahan. Make my day!!
PENGALAMAN LALU
Anjing saya Poky, bisa belajar dari pengalaman. Dulu, saya selalu menciumkan sepatu saya ke dia lalu saya kasih makan. Maksudnya mengassosiasikan sepatu saya dengan makanan. Lama-lama, dia akan kalau mau minta makan harus mencari sepatu saya dulu. Dia mengerti dan tahu bagaimana memanfaatkannya. Orang Indonesia seharusnya tahu apa yang bisa terjadi pada bantuan liquiditas. Apa yang dilakukan oleh ECB dan the Fed, belum lama ini terjadi di Indonesia dan pelakunya adalah BI. IMF kalau memori mereka cukup panjang, seharusnya ingat. Kecuali bagi orang yang lebih bodoh dari si Poky.
Di Asia, 10 tahun lalu, kodisinya sama seperti yang terjadi di dunia saat ini. Skala dan sumbernya berbeda. Banyak hutang yang gagal bayar. Di sektor perumahan US disebut foreclosure. Ini merambat ke Eropa dan Asia. Bank-bank kreditor, debitor pada pontang-panting mencari dana agar tetap solvent. BI kemudian memberikan Bantuan Liquiditas BI, yang disingkat BLBI. Apakah BLBI berhasil mengelakkan Indonesia dari krisis? Anda bisa menjawabnya sendiri. Bagaimana akhir dari BLBI? Dan berapa lama bisa selesai? Silahkan jawab sendiri.
Tentu saja ada perbedaan antara yang terjadi sekarang dengan krisis Asia 1998. Kalau dulu sektornya adalah hutang perusahaan. Sedangkan sekarang adalah sektor kepemilikan rumah. Tetapi intinya sama. Yaitu pemberian kredit kepada calon debitor yang tidak layak memperoleh kredit. Pemberian kredit yang sembrono.
AKANKAH PERSOALAN SELESAI?
Di Sumbernya
Untuk menjawab pertanyaan di atas, harus dilihat sebab dan cara kerja sistem. Kalau bank memberikan kredit kepada orang yang tidak mampu membayar (suprime loan), apakah lantas serta-merta membuat debitor itu mampu membayar? Kalau dia mampu membayar hutangnya berarti ada kontradiksi. Jadi jelas jawabnya. Tidak akan mampu. Memberikan kredit kepada orang yang tidak mampu bayar, berarti si kreditor sudah siap dan rela menghibahkan duit yang dipinjamkannya. Kalau tidak, berarti dia bodoh. Sayangnya yang memberikan kredit itu bukan kreditor yang sesungguhnya. Bukan pemilik uang yang mendepositkan uangnya di bank atau di pengelola reksa dana. Melainkan pihak bank dan pengelola reksa dana. Pihak bank, fund management dan rating institute harus mempertanggung jawabkan uang yang terkena malinvestment itu. Ini yang mungkin bisa memarakkan pengadilan dimasa akan datang.
Bantuan liquiditas bisa dipandang sebagai talangan pembayaran hutang yang gagal bayar. Tetapi apakah talangan ini bisa dibayar? Tentu saja tidak, kecuali si debitor kerja lebih keras, menghasilkan duit lebih banyak dan mengangkat posisinya dari tidak berkemapuan membayar menjadi mampu membayar. Ibaratnya begini. Bang Jali orang Betawi asli yang tidak punya pekerjaan tetap kecuali ikut organisasi kedaerahan. Dia mengkredit motor. Baru 2 bulan dia tidak bisa membayar kreditnya. Kemudian BI datang menalangi tunggakannya. Pertanyaannya: “Apakah bang Jali, nantinya bisa membayar hutangnya yang ditalangi BI, atau tidak?” Jawabnya jelas: “Tidak”. Kecuali bang Jali mencalonkan jadi anggota DPR atau DPRD atau jadi insinyur, dokter dan dapat gaji, tunjangan, serta penghasilan lainnya yang lebih besar dari pada perkerjaannya yang serabutan seperti sekarang ini. Tanpa perubahan itu, mustahil hutang terlunasi.
Demikian juga untuk debitor subprime mortgage US yang punya kesulitan untuk bayar cicilan rumah. Kalaupun the Fed dan badan-badan pemberi kredit milik pemerintah seperti Fannie Mae dan Freddie Mac, akan berusaha menolong para debitur yang gagal bayar, supaya mereka tidak kehilangan rumah mereka. Apakah ini akan membuat para debitur mampu membayar hutang mereka tanpa ada kenaikkan status ekonomi mereka? Sayangnya untuk menaikkan tingkat ekonomi mereka, perlu waktu dan kesempatan. Yang pasti, kesempatan untuk memperoleh gaji dan penghasilan yang lebih baik menjadi kering pada saat krisis ekonomi.
Effek Sampingan
Untuk hutang-hutang yang beresiko, bank biasanya tidak suka. Hutang-hutang ini dikemas, dicampur dengan hutang yang bagus dan dikasih rating. Ratingnya bagus, AAA misalnya. Ini disebut CDO (collateralized debt obligation) berbunga lumayan. Semakin tinggi bunganya, semakin tinggi resikonya. Sayangnya ratingnya sering salah dan tidak transparan. Secara analogi, CDO ini sama saja dengan nasi rames dicampur dengan boraks, dan kemudian disebut nasi rames bukan nasi campur beracun. Kenyataannya secara keseluruhan, kemasan itu beracun. Kalau ada kasus keracunan, maka orang enggan membeli nasi rames, karena curiga jangan-jangan nasi rames yang dibelinya mengandung boraks. Oleh sebab itu banyak surat-surat hutang menjadi tidak liquid, orang takut nasi rames bercampur borak. Krisis kepercayaan. Banyak penjual tetapi tidak ada pembeli. Harga jadi jatuh kalau bukan jadi wallpaper. Siapa yang mau percaya kepada Moody & S&P lagi? Jadi CDO susah laku, harus banting harga kalau mau dijual.
Persoalannya tidak hanya merambat pada CDO, pencemaran hutang yang bagus oleh hutang beracun. Banyak hedge fund memilikinya dengan leverage. Artinya punya modal 10 juta, membeli barang seharga 100 juta, dan kekurangannya pinjam alias hutang. Penurunanan sedikit saja sudah bisa membabat modal dan membangkrutkan. Bear Strearns terpaksa membangkrutkan 2 hedge fundnya.
Pasar kredit derivatif, highly leveraged investment ini tidak transparan. Besarnya diperkirakan mencapai US$ 400 triliyun. Apakah bantuan liquiditas US$ 1 triliyun akan cukup?
Turunkan Suku Bunga The Fed
Andaikata bank sentral menurunkan suku bunganya (kenyataannya bank sentral Eropa, Canada dan Australi masih menaikkan suku bunganya), apakah persoalan jadi selesai? Ekonomi akan tumbuh? Ini seperti memberi narkotik kepada orang yang sedang sakaw. Asal muasal persoalan ini adalah karena kredit murah dan mudah. Sekarang mau diobati dengan kredit murah meriah lagi? Andaikata bank sentral menurunkan suku bunganya, belum tentu bank-bank mau menurunkan suku bunga pinjamannya dan menyalurkan kredit. Kepada siapa mereka menyalurkan kredit. Apakah kepada orang/perusahaan yang sudah punya hutang? Mereka miskin. Kalau mereka kaya, tentu tidak perlu berhutang. Dengan kata lain penurunan suku bunga tidak akan membantu penyaluran kredit untuk mendanai spekulasi dan usaha beresiko. Sehingga credit crunch masih berpeluang berlanjut ke resesi ekonomi global. Lihat Jepang, walaupun suku bunga disana sudah di bawah 1%, tidak bisa melepaskan diri dari deflasi harga di ekonominya.
RENUNGAN
Banker dan politikus saat ini akan mengatakan bahwa dampak subprime lending terbatas. Bukankah kata-kata itu yang diucapkan oleh Ben Bernanke beberapa minggu lalu? Minggu ini, subprime lending sudah mengenai Eropa dan Asia. Berita dari CNBC hari ini mengatakan bahwa banyak bank-bank Eropa yang mempunyai eksposure di CDO. Juga bank-bank Asia seperti UOB (United Overseas Bank). Anda tidak mengharap seorang penjual barang busuk mengatakan barangnya busuk. Seorang di pemerintahan seperti Bush tidk akan mengatakan bahwa ekonomi US sedang menuju resesi. Juga Ben Bernanke, dia tidak akan mengatakan bahwa kasus CDO akan menyebar kemana-mana. Seperti para politikus Indonesia, mengatakan “ekonomi makro bagus” sedang ekonomi riil belum beranjak kemana-mana. Pada saatnya nanti, kalau kebusukan itu sudah terbongkar dan tidak bisa ditutupi lagi, hari itu menjadi hari perhitungan.
The Fed adalah badan swasta. Bank Indonesia adalah bank pemerintah. Orentasi mereka berbeda. BI waktu itu membeli semua hutang-hutang yang gagal bayar. BI mencetak duit sehingga rupiah hancur, 80% nilainya lenyap.The Fed mungkin tidak membeli semua hutang yang gagal bayar. Bisa terjadi revolusi. Ingat bahwa kebanyakan revolusi dalam sejarah, dipicu oleh krisis ekonomi dan merosotnya tingkat kehidupan........, saya tidak tahu apa yang ada di pikiran ketua-ketua the Fed.
Poole: "The Fed can provide liquidity support but not capital".
Artinya the Fed tidak menanggung kerugian yang menimpa bank-bank yang terkena eksposure toxic CDO. Kesempatan untuk mengambil posisi short di sektor finansial. Itulah sebabnya saya punya posisi short di XLF, ETF untuk sektor finansial.
Krisis liquiditi adalah akhir dari liquidity boom. Seperti boom dan mania, biasanya berakhir dengan adanya pergeseran-pergeseran di sektor finansial dan re-pricing asset-asset yang mengalami bubble. Pertanyaannya apakah anda mempunyai asset-asset yang sudah bubble? Kompas, suatu harian umum meluncurkan indeks Kompas-100. Biasanya akhir dari suatu bubble ditandai bila awam sudah ikut ke dalam mania dan investasi. Berhati-hatilah......, dalam krisis selalu ada peluang.
Jakarta 11 Aug, 2007
LIQUIDITAS TIDAK MENYELESAIKAN MASALAH
Minggu ini pasar modal goncang lagi. Yang saya takutkan bulan lalu dan minggu lalu, yaitu menyurutnya kredit, terjadi, bahkan disebutkan sebagai mengeringnya kredit. Terjadinya tidak terisolasi seperti harapan Bush dan Bernanke serta teman-temannya di Fed. Persoalan subprime mortgage enggan berteman dengan Bush dan Bernanke. Ekonomi sudah mendunia. Jaringannya sampai ke Eropa. BNP Paribas terpaksa membekukan redempsi 2 reksa dana nya. Masih banyak bank lain melakukan hal yang sama. Liquiditas mengering di Eropa, Asia di samping di US. Responsnya mudah ditebak. ECB (European Central Bank) menggelontorkan Euro senilai US$ 130 milyar dan the Fed US$ 34 ditambah dengan janji akan menyediakan US$ 1 triliyun. Secara keseluruhan sentral bank dunia telah mengijeksikan $326 milyar. Tetapi bursa saham hancur, emas, uang sejati, bertahan. Make my day!!
PENGALAMAN LALU
Anjing saya Poky, bisa belajar dari pengalaman. Dulu, saya selalu menciumkan sepatu saya ke dia lalu saya kasih makan. Maksudnya mengassosiasikan sepatu saya dengan makanan. Lama-lama, dia akan kalau mau minta makan harus mencari sepatu saya dulu. Dia mengerti dan tahu bagaimana memanfaatkannya. Orang Indonesia seharusnya tahu apa yang bisa terjadi pada bantuan liquiditas. Apa yang dilakukan oleh ECB dan the Fed, belum lama ini terjadi di Indonesia dan pelakunya adalah BI. IMF kalau memori mereka cukup panjang, seharusnya ingat. Kecuali bagi orang yang lebih bodoh dari si Poky.
Di Asia, 10 tahun lalu, kodisinya sama seperti yang terjadi di dunia saat ini. Skala dan sumbernya berbeda. Banyak hutang yang gagal bayar. Di sektor perumahan US disebut foreclosure. Ini merambat ke Eropa dan Asia. Bank-bank kreditor, debitor pada pontang-panting mencari dana agar tetap solvent. BI kemudian memberikan Bantuan Liquiditas BI, yang disingkat BLBI. Apakah BLBI berhasil mengelakkan Indonesia dari krisis? Anda bisa menjawabnya sendiri. Bagaimana akhir dari BLBI? Dan berapa lama bisa selesai? Silahkan jawab sendiri.
Tentu saja ada perbedaan antara yang terjadi sekarang dengan krisis Asia 1998. Kalau dulu sektornya adalah hutang perusahaan. Sedangkan sekarang adalah sektor kepemilikan rumah. Tetapi intinya sama. Yaitu pemberian kredit kepada calon debitor yang tidak layak memperoleh kredit. Pemberian kredit yang sembrono.
AKANKAH PERSOALAN SELESAI?
Di Sumbernya
Untuk menjawab pertanyaan di atas, harus dilihat sebab dan cara kerja sistem. Kalau bank memberikan kredit kepada orang yang tidak mampu membayar (suprime loan), apakah lantas serta-merta membuat debitor itu mampu membayar? Kalau dia mampu membayar hutangnya berarti ada kontradiksi. Jadi jelas jawabnya. Tidak akan mampu. Memberikan kredit kepada orang yang tidak mampu bayar, berarti si kreditor sudah siap dan rela menghibahkan duit yang dipinjamkannya. Kalau tidak, berarti dia bodoh. Sayangnya yang memberikan kredit itu bukan kreditor yang sesungguhnya. Bukan pemilik uang yang mendepositkan uangnya di bank atau di pengelola reksa dana. Melainkan pihak bank dan pengelola reksa dana. Pihak bank, fund management dan rating institute harus mempertanggung jawabkan uang yang terkena malinvestment itu. Ini yang mungkin bisa memarakkan pengadilan dimasa akan datang.
Bantuan liquiditas bisa dipandang sebagai talangan pembayaran hutang yang gagal bayar. Tetapi apakah talangan ini bisa dibayar? Tentu saja tidak, kecuali si debitor kerja lebih keras, menghasilkan duit lebih banyak dan mengangkat posisinya dari tidak berkemapuan membayar menjadi mampu membayar. Ibaratnya begini. Bang Jali orang Betawi asli yang tidak punya pekerjaan tetap kecuali ikut organisasi kedaerahan. Dia mengkredit motor. Baru 2 bulan dia tidak bisa membayar kreditnya. Kemudian BI datang menalangi tunggakannya. Pertanyaannya: “Apakah bang Jali, nantinya bisa membayar hutangnya yang ditalangi BI, atau tidak?” Jawabnya jelas: “Tidak”. Kecuali bang Jali mencalonkan jadi anggota DPR atau DPRD atau jadi insinyur, dokter dan dapat gaji, tunjangan, serta penghasilan lainnya yang lebih besar dari pada perkerjaannya yang serabutan seperti sekarang ini. Tanpa perubahan itu, mustahil hutang terlunasi.
Demikian juga untuk debitor subprime mortgage US yang punya kesulitan untuk bayar cicilan rumah. Kalaupun the Fed dan badan-badan pemberi kredit milik pemerintah seperti Fannie Mae dan Freddie Mac, akan berusaha menolong para debitur yang gagal bayar, supaya mereka tidak kehilangan rumah mereka. Apakah ini akan membuat para debitur mampu membayar hutang mereka tanpa ada kenaikkan status ekonomi mereka? Sayangnya untuk menaikkan tingkat ekonomi mereka, perlu waktu dan kesempatan. Yang pasti, kesempatan untuk memperoleh gaji dan penghasilan yang lebih baik menjadi kering pada saat krisis ekonomi.
Effek Sampingan
Untuk hutang-hutang yang beresiko, bank biasanya tidak suka. Hutang-hutang ini dikemas, dicampur dengan hutang yang bagus dan dikasih rating. Ratingnya bagus, AAA misalnya. Ini disebut CDO (collateralized debt obligation) berbunga lumayan. Semakin tinggi bunganya, semakin tinggi resikonya. Sayangnya ratingnya sering salah dan tidak transparan. Secara analogi, CDO ini sama saja dengan nasi rames dicampur dengan boraks, dan kemudian disebut nasi rames bukan nasi campur beracun. Kenyataannya secara keseluruhan, kemasan itu beracun. Kalau ada kasus keracunan, maka orang enggan membeli nasi rames, karena curiga jangan-jangan nasi rames yang dibelinya mengandung boraks. Oleh sebab itu banyak surat-surat hutang menjadi tidak liquid, orang takut nasi rames bercampur borak. Krisis kepercayaan. Banyak penjual tetapi tidak ada pembeli. Harga jadi jatuh kalau bukan jadi wallpaper. Siapa yang mau percaya kepada Moody & S&P lagi? Jadi CDO susah laku, harus banting harga kalau mau dijual.
Persoalannya tidak hanya merambat pada CDO, pencemaran hutang yang bagus oleh hutang beracun. Banyak hedge fund memilikinya dengan leverage. Artinya punya modal 10 juta, membeli barang seharga 100 juta, dan kekurangannya pinjam alias hutang. Penurunanan sedikit saja sudah bisa membabat modal dan membangkrutkan. Bear Strearns terpaksa membangkrutkan 2 hedge fundnya.
Pasar kredit derivatif, highly leveraged investment ini tidak transparan. Besarnya diperkirakan mencapai US$ 400 triliyun. Apakah bantuan liquiditas US$ 1 triliyun akan cukup?
Turunkan Suku Bunga The Fed
Andaikata bank sentral menurunkan suku bunganya (kenyataannya bank sentral Eropa, Canada dan Australi masih menaikkan suku bunganya), apakah persoalan jadi selesai? Ekonomi akan tumbuh? Ini seperti memberi narkotik kepada orang yang sedang sakaw. Asal muasal persoalan ini adalah karena kredit murah dan mudah. Sekarang mau diobati dengan kredit murah meriah lagi? Andaikata bank sentral menurunkan suku bunganya, belum tentu bank-bank mau menurunkan suku bunga pinjamannya dan menyalurkan kredit. Kepada siapa mereka menyalurkan kredit. Apakah kepada orang/perusahaan yang sudah punya hutang? Mereka miskin. Kalau mereka kaya, tentu tidak perlu berhutang. Dengan kata lain penurunan suku bunga tidak akan membantu penyaluran kredit untuk mendanai spekulasi dan usaha beresiko. Sehingga credit crunch masih berpeluang berlanjut ke resesi ekonomi global. Lihat Jepang, walaupun suku bunga disana sudah di bawah 1%, tidak bisa melepaskan diri dari deflasi harga di ekonominya.
RENUNGAN
Banker dan politikus saat ini akan mengatakan bahwa dampak subprime lending terbatas. Bukankah kata-kata itu yang diucapkan oleh Ben Bernanke beberapa minggu lalu? Minggu ini, subprime lending sudah mengenai Eropa dan Asia. Berita dari CNBC hari ini mengatakan bahwa banyak bank-bank Eropa yang mempunyai eksposure di CDO. Juga bank-bank Asia seperti UOB (United Overseas Bank). Anda tidak mengharap seorang penjual barang busuk mengatakan barangnya busuk. Seorang di pemerintahan seperti Bush tidk akan mengatakan bahwa ekonomi US sedang menuju resesi. Juga Ben Bernanke, dia tidak akan mengatakan bahwa kasus CDO akan menyebar kemana-mana. Seperti para politikus Indonesia, mengatakan “ekonomi makro bagus” sedang ekonomi riil belum beranjak kemana-mana. Pada saatnya nanti, kalau kebusukan itu sudah terbongkar dan tidak bisa ditutupi lagi, hari itu menjadi hari perhitungan.
The Fed adalah badan swasta. Bank Indonesia adalah bank pemerintah. Orentasi mereka berbeda. BI waktu itu membeli semua hutang-hutang yang gagal bayar. BI mencetak duit sehingga rupiah hancur, 80% nilainya lenyap.The Fed mungkin tidak membeli semua hutang yang gagal bayar. Bisa terjadi revolusi. Ingat bahwa kebanyakan revolusi dalam sejarah, dipicu oleh krisis ekonomi dan merosotnya tingkat kehidupan........, saya tidak tahu apa yang ada di pikiran ketua-ketua the Fed.
Poole: "The Fed can provide liquidity support but not capital".
Artinya the Fed tidak menanggung kerugian yang menimpa bank-bank yang terkena eksposure toxic CDO. Kesempatan untuk mengambil posisi short di sektor finansial. Itulah sebabnya saya punya posisi short di XLF, ETF untuk sektor finansial.
Krisis liquiditi adalah akhir dari liquidity boom. Seperti boom dan mania, biasanya berakhir dengan adanya pergeseran-pergeseran di sektor finansial dan re-pricing asset-asset yang mengalami bubble. Pertanyaannya apakah anda mempunyai asset-asset yang sudah bubble? Kompas, suatu harian umum meluncurkan indeks Kompas-100. Biasanya akhir dari suatu bubble ditandai bila awam sudah ikut ke dalam mania dan investasi. Berhati-hatilah......, dalam krisis selalu ada peluang.
Jakarta 11 Aug, 2007
No comments:
Post a Comment