Perang dagang baru dimulai, dan rupiah sudah
kehilangan nilainya terhadap dollar 7.5%. Cadangan devisa juga sudah turun 7.6%
(Lihat Chart-1 dan Chart-2).
Chart-1
Chart-2
Pernyataan di atas ada yang salah dan ada yang benar.
Yang salah adalah bahwa sejak Januari 2018 nilai rupiah terhadap US dollar
anjlok kira-kira 7.5% dan cadangan devisa Indonesia turun 7.6% dari level kira-kira
US$ 132 milyar ke US$ 119 milyar. Itu adalah data, yang kebenarannya tergantung
sumbernya, yaitu Bank Indonesia. Sedangkan bahwa penyebabnya adalah perang
dagang yang dikobarkan oleh Amerika adalah semata-mata spekulasi. Penyebab turunnya
nilai rupiah dan cadangan devisa bisa karena perang dagang, bisa quantitative tightening
(QT) oleh the Fed, atau lainnya, atau kesemua itu secara bersamaan, entahlah.
Tetapi mekanisme penurunan nilai rupiah dan cadangan devisa bisa dipastikan
karena pelaku pasar melakukan pemindahan assetnya dari rupiah ke US dollar. Ini
bisa dilihat juga bahwa indeks IHSG juga sudah turun sekitar 10%. Bahkan kalau
dihitung dari puncaknya di bulan Maret, IHSG turun 15%.
Ternyata bukan hanya Indonesia saja, tetapi musuh besar
perang dagang Amerika, yaitu Cina mengalami hal yang sama. Yuan turun sedikit terhadap
US dollar, juga cadangan devisanya. Dan bursa sahamnya turun 20%.
Pertanyaan
yang Sahih
Dalam benak kita tentunya ada pertanyaan: Apakah level
krisis yang akan datang bisa seperti krisis tahun 1998?
Kalau pertanyaan ini dilontarkan ke Sri Mulyani,
jawabnya tentu tidak. Dia sangat percaya diri bahwa krisis seperti 1998 sudah
jadi sejarah. Tetapi, percaya diri bukan jawaban pertanyaan di atas. Analisa
lebih penting dari itu.
Pertanyaan di atas bisa diganti dengan: Skenario
apakah yang bisa membuat Indonesia terperosok ke dalam krisis seperti tahun
1998?
Hutang Jangka Pendek
Banyak yang percaya bahwa krisis 1998 bisa mencapai
level seperti itu karena hutang jangka pendek, baik swasta dan juga pemerintah
mencapai 183% dari cadangan devisa. Hutang jangka pendek, yang akan jatuh tempo
dalam waktu dekat, artinya kewajiban yang ada di depan mata. Dan itu tidak ada
duit untuk membayarnya. Hanya ada separonya lebih sedikit. Itulah yang membuat
panik, klabakan, pening……
Ceritanya agak berbeda antara tahun 1998 dengan sekarang.
Hutang jangka pendek pemerintah plus swasta saat ini adalah $45 milyar. Hanya
37% dari cadangan devisa. Setidaknya kewajiban hutang yang jatuh tempo dalam
waktu dekat ini masih bisa teratasi oleh cadangan devisa. Tetapi, angka $45
milyar ini bisa disebut kewajiban yang pasti harus ditunaikan atau gagal bayar.
Bukan lagi mungkin.
Investor Portfolio Asing: Racun, Madu, Tuak?
Faktor berikutnya adalah investasi portfolio asing. Kita akan lihat secara seksama.
Pemerintah sering membanggakan diri bahwa kepercayaan investor
asing terhadap Indonesia cukup tinggi. Lembaga rating mengkategorikan surat
hutang Indonesia ke level investment grade.
Pemerintah boleh bangga terhadap itu semua, tetapi
tidak bisa disangkal bahwa investasi portfolio adalah investasi yang likwid.
Dana bisa keluar dan masuk secara cepat. Nah, bagaimana kalau investor asing
(bukan lokal) melakukan redempsi (pencairan) portfolionya dan hengkang dari Indonesia?
Berapa besarkah mereka ini.
Investasi di pasar obligasi Indonesia, ada sekitar $40
milyar dimiliki asing. Sedangkan di pasar saham ada sekitar $128 milyar
dimiliki asing. Ini berarti $168 milyar portfolio asing ada di bursa. Sejumlah
ini sewaktu-waktu bisa keluar dari bursa. Apakah itu secara bertahap atau
secara pelan-pelan, atau secara cepat.
Tanpa melihat yang lain-lain, perbandingan antara
cadangan devisa yang pada bulan Juli 2018 ini hanya $119 lebih sedikit dengan jumlah
modal portfolio asing yang $128 milyar, anda bisa menyimpulkan apakah portfolio
asing ini madu atau racun…. Atau tuak yang memabukkan.
Investor Portfolio Asing: Modal Asing Asli Atau Carry Trade?
Gejala lain yang harus dicermati adalah fenomena carry trade, spekulator meminjam uang dalam
US yang bunganya rendah untuk diinvestasikan ke pasar di emerging market yang yieldnya, penggembalian modalnya lebih tinggi.
Bunga obligasi Indonesia termasuk lumayan. Bisa diatas 7%. Bunga deposito saja
di sekitar 5% - 6%. Hal ini cukup menggiurkan selama mata uang rupiah setidaknya
stabil terhadap dollar. Lebih menarik lagi jika menguat. Tetapi…., jika nilai
rupiah melemah, investasi di Indonesia naik resikonya, maka itu lain cerita.
Misalnya, selama 6 bulan terakhir, rupiah terdepresiasi
7.5%. Jelas investor carry trade harus
menelan kerugian. Itu terjadi tidak hanya di pasar obligasi, tetapi juga di pasar
saham.
Berapa banyak carry
traders, entah lah. Carry traders
akan lebih berbahaya dari pada non-carry
traders. Karena carry traders
punya risk aversion yang lebih peka.
Lebih cepat keluar dari pasar jika mereka mencium bahaya.
Tambahan Tenaga
Akhir tahun 2017 lalu pemerintah merencanakan untuk menerbitkan
surat hutang sebasar Rp 433 trilliun. Apakah itu dalam US dollar yang kira-kira
nilainya $30 milyar, atau dalam rupiah. Anggap saja dalam US dollar. Ini adalah
assumsi paling enak untuk pemerintah. Artinya, pemerintah akan memperoleh
tambahan $30 milyar untuk mempertahankan rupiah dan menutup defisit neraca
berjalannya.
Lumayan
$30 milyar.
Ringkasan Besarnya Kekuatan Pemerintah dan Ancaman
Kekuatan
Cadangan devisa : $ 119 milyar
Tambahan dari hutang :
$ 30 milyar (mungkin bisa ada)
Total Kekuatan :
$ 149 milyar
Ancaman
Hutang jangka
pendek : $ 45 milyar (wajib dibayar)
Portfolio asing di
bursa : $ 168 milyar
Total Ancaman :
$ 213 milyar
Dari perimbangan kekuatan dan ancaman ini, terlihat
pemerintah akan keteter dalam
menghadapi krisis. Ini belum memperhitungkan ancaman dari investor yang
men-dollarkan assetnya, serta kebutuhan cadangan devisa untuk impor yang
besarnya kira-kira $ 20 milyar per bulan.
Menurut anda, apakah pemerintah siap?
Yang lebih penting lagi, apakah anda siap?
Tetapi jangan kuatir....., itu adalah skenario yang terburuk dan yang sangat buruk.
Saya percaya dalam minggu-minggu ke depan, US dollar
akan tertekan, karena koreksi teknikal. Bagi yang ingin men-dollarkan assetnya,
saat itu adalah saat yang tepat.
Sekian dulu, jaga kesehatan dan tabungan anda
baik-baik.
Jakarta 10 Juli 2018
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.