Dua Pukulan Telak Datang
Tahun 2016 adalah tahun yang menggembirakan
bagi pemilik rupiah dan punya investasi di BEJ serta penggemar emas. Ketiganya
mengalami rally. Dan cadangan devisa RI naik mencapai level $116 milyar. Pastinya
saya tidak tahu, tetapi, mungkin kegembiraan ini harus berakhir di tahun 2017.
Karena rally ketiganya adalah counter-trend
rally. Trend utama dari ketiga sektor investasi ini adalah bearish.
Dalam level global, investor
cukup berbahagia apalagi menjelang akhir tahun 2016, pemilihan presiden
dimenangkan oleh Donald Trump, Donald si
kentut berbunyi. Pasar saham mengalami euphoria berkaitan dengan program
pajak rendah Trump, deregulasi dan kebijakan stimulus belanja pemerintah pada
infrastruktur. Walaupun semuanya masih belum jelas, mengenai berapa yang akan
dibelanjakan oleh Trump dan bagaimana dampaknya terhadap ekonomi. Kenyataan
bahwa US sudah melewati batas dimana penambahan hutang bisa menghasilkan asset
yang self-liquidating. Jembatan atau infrastruktur lainnya bermanfaat dan
manfaatnya bisa membayar biaya yang dikeluarkan. Oleh sebab itu EOWI percaya
bahwa ekonomi US akan tumbuh sesuai dengan target dan akhirnya menjadi motor
ekonomi dunia. Demikian juga dengan Cina atau Eropa dan Jepang. Pada akhirnya
komoditi akan kembali pada arahnya semula, down-trend
yang dampaknya tidak akan baik untuk Indonesia seperti yang terjadi antara 2013
– 2015.
Selain sektor keuangan global,
ada juga cuaca yang akan mempengaruhi Indonesia. Sehingga akan ada dua pukulan
yang mengarah ke Indonesia. Perkiraan EOWI, Indonesia dan negara-negara di Asia
tenggara, seperti Philipina dan Malaysia akan terkena dua pukulan yang cukup
telak pada ekonominya tahun 2017 sampai 2018. Saya tidak akan membahas mengenai
negara lain kecuali Indonesia.
Yang menyolok terjadi di tahun
2016, kalau pembaca cukup jeli, yaitu adanya ketegangan yang menajam antar
golongan di masyarakat. Gejala ini tentunya bersifat global. Dan ini sudah di
bahas pada bagian sebelumnya. Kemudian musim hujan yang tidak kunjung berhenti.
Indonesia mengalami apa yang disebut musim kemarau basah. Bahkan lebih cocok
kalau disebut musim
kemarau penuh banjir. Banyak wilayah di Indonesia terkena banjir.
Skala hujan (dimusim hujan dan
kemarau) tahun 2016 cukup berat menimbulkan banyak kerugian. Banjir bandang di
Bandung membuat jalan-jalan seperti Pagarsih, Pasteur, bak sungai yang mengalir
deras menyapu mobil dan kendaraan lainnya. Dan ini terjadi berkali-kali.
Banjir di Jalan Raya Bandung-Garut di bulan Juni, Rabu (8/6/2016). Satu
dari banyak banjir di musim kemarau
Kalau musim kemarau basah dan
kadang-kadang diselingi banjr, Apalagi musim hujannya, akan lebih parah lagi. Bahkan
wilayah Bima yang menurut saya seperti savana, terkena banjir (Desember 2016
dan Januari 2017). Ditempat-tempat lain juga banyak yang terkena banjir dan
bencana akibat banjir/hujan seperti tanah lonsor.
Di Jakarta, (sssst....., jangan keras-keras ngomongnya,
nanti terdengar kelompok anti Ahok),
selain banjir di banyak tempat di Jakarta, ternyata tahun banjir ini memakan
korban beberapa nyawa ketika jembatan penyebrangan di Pasar Minggu roboh. Ahok
lupa menyuruh staffnya untuk melakukan inspeksi yang seharusnya dilakukan
secara rutin untuk struktur yang dibagun sejak beberapa dekade lalu.
Tentu saja cakupan kerusakan tahun hujan 2016 tidak berhenti di
kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta saja, karena hujan sifatnya
regional. Walaupun tidak diberitakan, kemungkinan ditempat-tempat lain terkena
dampak curah hujan yang berlebih. Tandanya, harga cabai pernah mencapai Rp 180
ribu per kg, di Gorontalo, Manado, Anambas, Bojonegoro. Itu yang diberitakan.
Artinya ada kegagalan panen.
Kalau anda percaya pada
tahayul, mungkin Tuhan marah karena Ahok sudah menista agama dan pemerintah
berusaha mati-matian membelanya. Tentu saja ini tahayul. Dan EOWI akan
memberikan penjelasan yang lebih rasionil. Termasuk kelanjutannya di tahun
2017.
Itu gambaran umum mengenai
Indonesia tahun 2016 berkaitan dengan ekonomi.
Alam Tidak Ramah
Pada pembukaan tulisan ini
disebutkan bahwa curah hujan untuk tahun 2016 tinggi dan menyebabkan banjir
serta bencana lain yang bersumber dari tingginya curah hujan, seperti tanah
longsor. Yang tidak banyak diketahui orang adalah penyebabnya. Saat ini ada 2
faktor/siklus yang membuat curah hujan tinggi di kawasan Asia tenggara. Pertama
adalah sun-spot cycle yang merupakan
siklus 10.8 tahunan dan yang kedua adalah fenomena La Nina, yang tahun 2016
termasuk kategori mild. Penurunan
aktivitas matahari, sun spots membuat temperatur bumi turun, secara siklus. Uap
air yang dibentuk pada siklus sebelumnya, di kondensasikan dan dijatuhkan pasa
saat periode penurunan aktivitas matahari. Kombinasi La Nina dan down-trend sun spot cycle, menguatkan gejala musim hujan, bahkan membuat
sampai “kemarau basah” atau musim kemarau penuh banjir. Kemarau
yang biasanya ditandai dengan rendahnya
curah hujan pada bulan-bulan April – Agustus, tetapi untuk tahun 2016 curah hujan masih tinggi.
Saya tidak punya data mengenai
kerusakan akibat musim hujan tahun 2016. Tetapi dilihat sepintasan, runtuhnya
jembatan penyembrangan di Pasar Minggu, mobil-mobil yang terbawa arus banjir
bandang Bandung, rumah yang hancur oleh banjir bandang Bima,...... belum lagi
gagal panen. Itu cukup menyengsarakan.
Saya bukan seorang yang
percaya pada astrologi, tetapi phenomena sun-spot,
tetapi nampaknya mempengaruhi kejadian-kejadian penting (baca: kerusuhan) di
wilayah Indonesia seperti mulainya perang Diponegoro, perang Padri, perang
Aceh, peristiwa Puputan Bali, kemerdekaan Indonesia, pemberontakan G30S dan
yang terakhir penggulingan rejim Suharto dimulai/meletus pada saat fase
penurunan pada siklus sun-spot,
terutama bagian akhirnya (titik nadir).
Saya tidak mengatakan bahwa
tahun 2017 akan terjadi kerusuhan karena siklus sun-spot menunjukkan penurunan, tetapi siklus sun-spot mempengaruhi cuaca, terutama musim hujan jika bersamaan
dengan penurunan aktivitas matahari. Musim hujan yang biasanya menjadi berkah
untuk memulai musim tanam, menjadi bencana cobaan banjir, tanah longsor,
gelombang tinggi yang mencegah nelayan untuk melaut dan sebagainya. Dan
kerusakan yang ditimbulkannya lebih besar.
Tahun 2017, siklus sun-spot masih pada fase menurun,
sedangkan La Nina – El Nino diperkirakan netral atau La Nina lemah. Jadi
diperkirakan cuaca kurang lebih sama atau sedikit lebih baik dari tahun 2016. Jadi
kalau ada keinginan untuk berspekulasi dengan cabai, tahun depan mungkin masih bisa.
Harga cabai bukan tidak mungkin bisa melonjak sampai Rp 200 ribu per kilonya. Bisnis-bisnis
yang berkaitan dengan banjir dan hujan punya peluang yang baik. Bisnis seperti
apa itu? Selain cabai, masih belum terpikirkan.
Dampak Perlambatan Ekonomi US
Seperti ceritakan sebelumnya,
EOWI memperkirakan akan adanya global
economic slow down yang dimulai di kwartal ke-3 tahun 2017 sampai kwartal
ke-1 2018. Secara ekonomi akan mempengaruhi Indonesia, tetapi “tidak terlalu berat”. Dalam arti
sebenarnya Indonesia masih bisa bertahan jika hanya ekonomi saja yang
berpengaruh. Memang sektor komoditi akan tertekan, cadangan devisa akan
menyusut sebagai dampak dari harga komoditi yang tertekan, tetapi tabungan
masyarakat yang diperoleh dari commodity boom 2000 – 2011 masih cukup banyak,
sehingga tidak akan mengarah ke keresahan masyarakat yang mampu menggoyang
pemerintahan Jokowi.
EOWI memperkirakan perlu waktu
sekitar 1 dekade lagi untuk mencapai kesengsaraan yang bisa membuat mood
masyarakat ke level yang bisa meletuskan kerusuhan besar. EOWI sejak awal
berpendapat bahwa ketegangan Habib Rezieq – Ahok tidak akan berakhir ke arah
kerusuhan besar yang sampai menggoyang pemerintahan, walaupun saat ini
pemerintah dan PDI nampak mengalami
kebingungan dalam mempertahankan Ahok. Indonesia akan aman-aman saja.
Walaupun kerusuhan besar
diperkirakan tidak akan terjadi sampai 1 dekade lagi, tetapi tidak berarti
ekonomi tidak rentan terhadap resiko goncangan. Ancaman itu datangnya bukan
sekedar dari perlambatan ekonomi, melainkan pecahnya credit bubble di Amerika dan Cina. Andaikata...., sekali lagi saya
tegaskan, .....andaikata credit bubble
ini pecah, dampaknya akan ke liquiditas.
Dan pada saat itu cash adalah raja.
Terhadap Indonesia krisis yang
akan datang besarnya, jika terjadi, ukurannya sedikit lebih besar dari krisis
tahun 2008. Bukan seperti tahun 1998. Kemungkinan tidak akan menginggalkan
monumen-monumen kegagalan seperti yang terlihat di jalan Rasuna Said.
Proyek-proyek infrastruktur walaupun mudharatnya lebih besar dari manfaatnya,
akan diteruskan sampai penderitaan rakyat Indonesia akibat kumulasi
kemudharatan pembangunan infrastruktur tidak tertahankan lagi.
Monumen Kegagalan
Monorail di jl. Rasuna Said, Jakarta
Sekian dulu, jaga kesehatan
anda dan tabungan anda baik-baik, semoga keberkahan bisa diperoleh di tahun
2017 sekalipun ada krisis.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.