(Bagian I: Politik dan Sosial Global)
Tahun 2016 merupakan tahun
yang penuh kejutan baik untuk global dunia atau dalam negri bagi yang tidak
siap atau tidak bisa berkutik. Tetapi semuanya itu masih dalam kerangka Kondratieff winter.
Sebelumnya kita lihat score card EOWI dalam kaitannya ramalan
Gejolak 2014 -2020. Satu (1) ramalan EOWI yang dituangkan dalam Gejolak 2014 –
2020 terpenuhi. Pada tanggal 15 Januari 2016 harga minyak menembus $30 per bbl,
kemudian rebound sedikit dan kejatuhannya berlanjut sampai $26 pada tanggal 11
Februari 2016 sebelum rebound ke level saat ini (pada saat tulisan ini dibuat)
$53. Satu hutang (ramalan 2014 -
2020) EOWI terpenuhi. Walaupun harga minyak mengalami rebound, jangan
bergembira dulu, karena rally yang dimulai dari bulan Februari 2016 lalu adalah
counter-trend rally. EOWI melihat counter-trend rally ini sudah,
setidaknya hampir berakhir. EOWI berpendapat bahwa dalam 24 bulan mendatang,
harga minyak akan kembali ke wilayah di bawah $30 per bbl.
Di sektor properti, kalau mau
dikatakan sudah memasuki target, bisa juga. Di Jakarta dan sekitarnya, kalau
dulu spanduk advertensi properti bunyinya: “Tanggal .......harga naik.”
Sekarang bunyinya: Discount ....% dan Bonus mobil, kitchen set .....” Artinya
sektor properti sudah beku dan harga sudah turun. Mungkin secara nominal belum
turun, tetapi dengan discount dan bonus ini dan itu, sama saja dengan harga
yang turun. Jadi walaupun masih bisa didebat, tetapi bisa dikatakan bahwa
ramalan untuk sektor properti sudah terpenuhi. Sekarang tinggal sektor saham
(4000 – 5000 untuk indeks Dow Jones Industrial), harga emas (di bawah $700/oz),
kurs US dollar ke rupiah (Rp 17,000 per US$) dan kejatuhan junk bond. Sebagian
dari target ini mungkin bisa dicapai dalam 24 bulan mendatang antara tahun 2017
– 2018.
Dalam rangkaian tulisan ini,
kita akan bahwa apa yang telah terjadi di tahun 2016 dan bagaimana gambaran
yang EOWI peroleh dari ekstrapolasi mengenai tahun 2017 di bidang politik,
sosial dan ekonomi baik untuk dunia dan juga dalam negri.
Seperti yang dikisahkan dalam
Gejolak 2014 – 2020, bahwa saat ini dunia sedang dalam periode Kondratieff winter. Di dunia politik,
ciri-ciri Kondratieff winter masih
sangat kental. Polarisasi dalam masyarakat dan dunia semakin meningkat/menguat.
Semangat populisme memperoleh dukungan yang kuat. Kemenangan kandidat yang yang
mengusung populisme secara tidak terduga memenangkan pemilihan kursi politik.
Populisme yang bisa aliran kiri, kanan atau tengah, tetapi intinya gerakan ini
adalah penggalangan penyatuan kelompok rakyat biasa mengambang yang tidak punya
kedudukan, tidak punya kekuatan politik, tidak punya tempat di dunia politik.
Mereka bersatu melawan elit politik yang licik, punya kedudukan/kekuatan
politik/partai, didukung oleh kaum kaya dan intelektual. Walaupun belum nampak
jelas, gerakan polulisme, sebagian akan mengalami metamorfosa menjadi fasisme,
pemaksaan coercion. Kita akan lihat
hal ini dalam tahun-tahun mendatang.
Nasionalisme dan chauvinisme
kedaerahan, suku, agama juga semakin meningkat. Ketegangan politik global juga
mengalami eskalasi. Walaupun masih berwujud perang proxi, medannya berpindah,
tetapi lebih intense dalam arti kerusakan yang diakibatkannya dan kematian yang
ditimbulkannya dibandingkan tahun 2015 atau sebelumnya.
Sosio-Politik: Tumbuhnya Populisme, Matinya Pluralisme dan Globalisasi
Tanggal 23 Juni 2016, dunia
dikejutkan dengan hasil referendum di UK – Britannia Raya. British (orang
Indonesia menyebutnya Inggris) memilih keluar
(leave) dari Uni Eropa. Hasil referendun
ini mengejutkan karena jajak pendapat sebelumnya menunjukkan dominasi tetap (stay) di dalam Uni Eropa. Secara historis selama tahun 1973 – 2015,
hasil jajak pendapat cenderung ke arah tetap bersama Uni Eropa atau
pendahulunya, yaitu Masyarakat Ekonomi Eropa. Pada dekade 70an dan 80an yang
punya kecenderungan untuk memisahkan diri dari Uni Eropa dan Masyarakat Ekonomi
Eropa datangnya dari Partai Buruh. Tetapi sejak tahun 90an motornya adalah
partai gurem pendatang baru yaitu UK Independent Party, UKIP dan beberapa
anggota Partai Konservatif. Suatu hal yang menarik adalah ketua UKIP, Nigel
Farage punya karakter yang sangat sarkastik. Mendengarkan pidato-pidatonya di
parlemen Uni Eropa, bagi saya sebagai seorang penggemar humor sardonik, sangat
menghibur.
Untuk beberapa saat rakyat
Inggris yang notabene melakukan referendum sempat bingung dengan hasilnya.
Kemenangan Brexit merupakan
perwujudan semangat chauvinisme, nasionalisasi yang menajam dan awal kematian
dari globalisasi. Inggris tidak ingin
bersatu dengan Eropa! Ingin merdeka!
Ternyata di dalam Inggris
sendiri, benih-benih perpecahan sudah berkecambah. Scotland dan Irlandia Utara
ingin keluar dari UK dan memisahkan diri dari England. Ini akan menarik karena ratu Inggris, juga
merupakan ratu Scotland dan England. Mungkin juga tidak menarik, karena ratu
Inggris adalah juga kepala negara Canada dan Australia.
Brexit juga merupakan
kemenangan bagi aliran populisme mengalahkan elit politik di Brussel yang
menetapkan aturan-aturan yang bukan aspirasi rakyat. Elit-elit politik di
Brussel ini tidak mewakili rakyat Inggris atau rakyat manapun karena tidak
dipilih berdasarkan pemilihan umum.
Kemenangan populisme kembali
mengejutkan dunia pada bulan November 2016, yaitu kemenangan Donald Trump,
orang yang tidak pernah menduduki posisi politik dan pemerintahan atas Hillary
Clinton, seorang politikus kawakan untuk posisi presiden US ke 45. Trump
non-politikus menang telak 306 : 232 electoral vote atas politikus kawakan
Hillary.
Kampanye Trump lebih dekat
pada dagelan. Tentu saja menjadi sasaran bully
media yang kebanyakan pro kaum elit, Hillary. Misalnya ketika media meributkan
(mengolok-olokan) video Melani Trump yang memberi pidato, yang notabene
jiplakan dari pidato Michelle Obama, Donald Trump malah menanggapinya dengan
dagelan (kurang lebih): “Saya heran,
kalau Michelle Obama memberi pidato seperti itu, orang-orang memberi applause.
Sedang kalau istri saya, memberikan pidato yang sama, orang-orang kok mengejek.
Saya ini korban bully.“
Ketika media hendak menorehkan
citra buruk dengan menayangkan rekaman percakapan tidak senonoh Donald Trump di
dalam bus, ia malah membuat hal itu sebagai dagelan. Demikian juga ketika Trump
membuat area debat di TV menjadi dagelan, dengan celetuk-celetukannya yang konyol dan lucu. Beberapa programnya
seperti mau membuat tembok pemisah di perbatasan dengan Mexico dan membebankan
biayanya ke Mexico, sangatlah konyol.
Sampai saat ini Trump belum
menjabat posisi presiden US, tetapi sudah membuat banyak orang gerah. Salah satunya melakukan hubungan
telepon dengan pemimpin Cina Taiwan president Tsai Ing-wen. Tidak hanya itu, Trump
juga melakukan pembicaraan dengan pemimpin Russia tentang pentingnya
meningkatkan (baca: bukan mengurangi) persenjataan nuklir. Tentu saja ini
berlawanan dengan policy US dan
global dimasa lalu. Trump memang menjungkir-balikkan semua tatanan yang sudah
mapan. Selanjutnya bagaimana?
Akankah Trump merapat ke Taiwan dan Russia,
dan menjauh dari Cina? Jadikah Trump membuat tembok besar yang memisahkan USA
dengan Mexico dan biayanya dibebankan ke Mexico? Akankah Trump menyobek-nyobek
perjanjian perdagangan NAFTA, dengan Pasifik, juga komitmen US terhadap
pemanasan global dan lingkungan hidup? Semuanya akan terjawab ketika Trump
sudah memangku jabatan presiden US. Perdagangan global pada kenyataannya sudah
menyurut, dengan adanya Trump, proses ini akan mengalami percepatan. Demikian
juga global out-sourcing, akan mengalami hal yang sama. Yang pasti tenaga kerja
professional Indonesia sudah 3 tahun terakhir ini banyak yang pulang kampung,
pulang ke Indonesia. Tentu ini menjadi problem bagi Indonesia.
Bagi Indonesia, ada solusi
yang bisa diajukan yaitu menawarkan kepada Trump agar mau bergabung dengan
Indonesia dan menjadikan USA sebagai provinsi Indonesia ke 35, dan Trump hanya
mau jadi gubernur saja. Ini akan membuat out-source tidak lagi lintas negara,
hanya lintas-provinsi dan professional pribumi di Jawa tidak perlu kerja di
luar negri, melainkan hanya di provinsi jauh yang bernama provinsi USA.
Siapa tahu Trump mau?
Prilaku Trump dalam kampanye mengingatkan
saya pada partai politik favorit saya Rhinoceros Party di Canada (1963 – 1993).
Partai ini landasannya adalah satir politik. Kredonya atau janji primodialnya:
“janji untuk tidak ditepati sama sekali”.
Dalam kampanye mereka memberikan janji yang konyol dan tidak masuk akal dan
pasti tidak bisa ditepati. Tujuannya hanya untuk menghibur para pemilih. Seperti
janji Trump untuk membangun tembok pemisah dengan Mexico dan biayanya akan
dibebankan ke Mexico, sudah mendekati janji-janji Rhino Party. Contoh janji
yang mungkin dilontarkan Rhino Party adalah membuat riset senjata hormon, yang
bisa mengubah para tentara lawan menjadi homosexual dan bergairah (terangsang),
sehingga jika bom ini dijatuhkan ke wilayah lawan, maka tentara lawan akan
sibuk sendiri saling mencumbu serta melupakan perang.
Beberapa anggota partai
mengaku berdiologi Marxist-Lennonist (bukan Marxist-Leninist) yang mengacu pada
Groucho Marx (comedian) and John Lennon (penyanyi).
Partai Rhino ini adalah partai
favorit saya ketika tinggal di Canada. Kalau pembaca berpikir saya mengada-ada,
silahkan mencari sendiri dengan google, dimulai dengan Wikipedia
Rhino Party yang
katanya punah tahun 1993, ternyata tahun 2015 kembali ikut pemilihan umum
Canada. Apakah pertanda kebangkitan aliran populis? Beberapa program yang
diusungnya antara lain:
- Untuk membasmi kriminalitas (baca: pelanggaran hukum), hapus semua hukum dan peraturan (jadi tidak ada lagi pelanggaran aturan, karena aturannya tidak ada).
- Menghapus 2 bahasa resmi Canada (Inggris dan Prancis) dan menggantikannya dengan 2 telinga resmi (untuk mendengarkan bahasa Inggris dan satu lagi untuk bahasa Prancis.
- Memperbaharui Lottere Canada dengan menggantikan hadiah uang dengan kursi (posisi) di parlemen.
Kalau Nigel Farage UKIP yang
motornya Brexit, atau Trump yang presiden terpilih US adalah bukan komedian asli, tetapi kampanyenya cukup membuat
tersenyum dan menghibur. Lain halnya di Itali, dimana referendum dimenangkan
oleh kubu yang dimotori oleh pelawak sungguhan, Beppe Grillo.
Referendum Italia bertujuan
untuk meminta persetujuan rakyat untuk mengubah konstitusi Italia. Jika ada perubahan
ini, pemerintah (elit politik) bisa lebih leluasa (berkuasa). Ini merupakan
pertarungan antara partai yang sudah mapan (partai demokrat) yang dipimpin oleh
perdana menteri Matteo Renzi yang mengusulkan amendmen (yes), melawan partai
pendatang baru yang euro sceptic
yaitu Five Star Movement, dipimpin oleh seorang pelawak Beppe Grillo untuk kubu
menolak (no) amendmen konstitusi. Dan hasilnya kemenangan telak 59.4 : 40.6
pendatang baru Euro sceptic pelawak Beppe
Grillo pada 5 Desember 2016 lalu. Ini memaksa perdana menteri Matteo Renzi
untuk menyerahkan posisi perdana menterinya.
Kemenangan Five Star Movement
akan membuka peluang yang lebih besar kemungkinan Italia keluar dari Uni Eropa
dan kembali ke lira. Dengan hutang pemerintahnya yang tinggi, cara yang terbaik
dan elegan adalah dengan mengkonversikan hutang-hutang itu ke lira, kemudian
mendevaluasi nilai lira.
Belum lagi problem yang ada
bank tertua di dunia yang ada di Itali, Monte dei Paschi di Siena, yang punya
kesulitan liquiditas (baca: solvency)
dan gagal mencari investor swasta untuk membantunya. Walaupun pemerintah Itali
sudah bersedia memberi bantuan €20 milyar, desakan terus menekan agar rakyat
tidak disuruh menalangi kerugian bank dengan pemerintah yang memberi bantuan
tetapi para investor bond bersedia menerima kerugian. Penyeleamatan bank ini
oleh pemerintah akan membuat partainya Matteo Renzi semakin tidak populer.
Disamping itu Merkel, chancellor Jerman sudah bersiteguh untuk tidak melakukan
penyelamatan bank Itali ini. Tentu saja rakyat Itali akan banyak yang berpikir
“untuk apa Uni Eropa, kalau tidak bisa
membantu anggotanya yang sedang kesulitan”
Ancaman pecahnya Uni Eropa. Tidak
saja datang dari Inggris dan Itali saja, tetapi juga dari Prancis. Marine Le
Pen dan partainya Front National yang didirikan tahun 1972 sedang naik daun. Front
National baru bisa ikut pemilihan presiden Prancis pada tahun 2002. Jadi relatif
belum lama. Walaupun Front National memperoleh banyak suara dalam pemilihan
umum, tetapi tidak banyak anggotanya yang masuk dalam pemerintahan. Tetapi hal
ini akan berubah jika Marine Le Pen berhasil menduduki posisi presiden Prancis.
Pada pemilihan presiden Prancis tahun 2012, ia menduduki posisi ke-3 di
belakang François Hollande and Nicolas Sarkozy, dengan perolehan suara pada putaran
pertama 28.63% : 27.18% : 17.90%, yang diikuti kurang dari 80% pemilih
terdaftar.
Putaran pertama pemilihan
presiden Prancis yang akan datang rencananya dilakukan pada bulan April 2017.
Setelah 5 tahun banyak pergeseran-pergeseran mood sosial. Ketidak puasan
masyarakat, meningkatnya rasa nasionalisme yang chauvinistis, anti immigrasi,
anti globalisasi, Euro sceptic, serta
banyaknya pemilih terdaftar yang tidak menggunakan pada pemilihan sebelumnya
(2012), membuka peluang yang besar bagi Front National, Marine Le Pen untuk
menang. Dan jika Le Pen menang, meluang terjadinya penataan ulang Eropa akan
meningkat. Janji Le Pen tidak hanya keluar dari Uni Eropa, tetapi juga keluar
dari Nato. Artinya, Uni Eropa hanyalah Jerman, mirip dengan batas-batas negara
menjelang perang dunia II. Catatan, bahwa Belanda punya peluang untuk mengikuti
jejak Inggris.
Politik Timur-Tengah patut
dicatat adanya eskalasi perang baik dari perserta yang terlibat, juga
intersitasnya. Secara tradisi yang sudah berlangsung beberapa dekade, perang
terjadi di wilayah Troublestan dan
Irak. Tahun 2016 arenanya pindah ke Suriah yang mengakibatkan aliran pengungsi
yang besar sepanjang tahun 2016. Russia yang biasanya tidak terlibat langsung,
mungkin setelah kemenangannya di Semenanjung Crimea, punya banyak waktu untuk
mengubek-ubek Timur-Tengah.
Turki yang anggota NATO,
beberapa kali terlibat dalam ketegangan dan insiden dengan Russia, menjelang
akhir tahun 2016 terjadi lagi insiden pembunuhan duta besar Russia untuk Turki,
Andrey Karlov. Penembaknya adalah anggota polisi Turki yang sedang tidak
bertugas yang tidak suka terhadap keterlibatan Russia dalam serangan tentara
pemerintah Suriah ke Aleppo. Tidak lama setelah insiden ini terjadi, ada berita di sosial media yang mengatakan bahwa duta besar
Turki untuk Russia ganti diserang, tetapi pistol yang digunakan untuk
menembaknya tidak berfungsi. Ternyata itu hanyalah plintiran berita. Yang benar adalah penembakan Ahmed Dogan, pimpinan partai suku Turki di Bulgaria. Jadi kalau mau di-check di internet berita duta besar Turki untuk Russia ditembak, tidak akan dijumpai. Dan ini bukan pembunuhan yang direncanakan secara serius karena pistolnya pun adalah pistol gas yang tidak terlalu mematikan. Bisa mematikan hanya kalau jaraknya dekat sekali.
Timur-Tengah masih berlanjut.
Bagaimana selanjutnya jika US merapat ke kubu Russia, Bashar al- Assad, Iran?
Akankah Saudi ditinggalkan? Kalau ini terjadi....., haruskah Saudi berteman
dengan al-Qaeda dan ISIS. Akankah Cina merapat ke Saudi dengan potensi Trump
berkawan dengan Tsai Ing-wen dan Putin? Konstellasi politik Timur-Tengah punya
potensi berubah. Perjalanan masih jauh.
Untuk Timur Jauh dan Pasifik, hanya ada Myanmar sebagai wilayah yang brutal,
tidak seimbang, hanya pembunuhan massal dan genocide, penuh kesedihan. Muslim
dibantai oleh Buddhist. Biasanya yang disebut teroris adalah yang muslim. Di
Myanmar...., Buddhist belum disebut teroris walaupun sudah terbukti membunuh,
menyiksa, membakar rumah orang-orang minoritas Rohingya. Sebabnya entah
kenapa. Sedangkan di Indonesia, punya timbangan, paku-paku, buku kesehatan,
buku bahasa Arab, sudah dicap teroris dan ditembak mati. Tidak ada perlawanan. Polisi
ketika ditanya tentang beradaan bahan peledaknya, jawabnya hanya “belum datang,
mereka sedang menunggu.” Saya tidak
tahu, bahwa menunggu kedatangan bahan peledak itu sebuah tindakan kriminal. Tidak
ada bantuan dari sesama umat Islam sekalipun yang militant seperti Habib Rizieq,
Front Pembela Islam (FPI). FPI ini tidak bisa disalahkan, karena namanya bukan
Front Pembela Umat Islam (FPUI).
Timur-Jauh tidak terlalu
menarik, mungkin karena kurang diberitakan. Mungkin juga wilayah ini sudah
kehilangan tokoh-tokoh di satu pihak, sehingga membuat pertikaian kurang
berimbang dan tidak menarik untuk diberitakan. Oleh sebab itu, kita akhiri dulu
bagian Global Sosial dan Politik dari Kilas Balik Tahun 2016 dan Projeksi Tahun
2017. Kita akan lanjutkan untuk dalam negri yang sedang seru-serunya tetapi masih
damai.
Sejalan dengan mood masyarakat global yang menghendaki perubahan tatanan di dalam masyarakat, EOWI berniat untuk mendirikan sebuah partai politik. Untuk namanya ada beberapa pilihan masih belum ditetapkan antara lain Partai Mawas Pongo atau Partai Paus Hijau. Untuk platformnya EOWI tidak mau tinggi-tinggi, cukup ½ meter saja demi memenuhi faktor keselamatan operasi, kalau jatuh tidak fatal akibatnya. Kami harap pembaca EOWI akan mendukung gagasan kami.
(Bersambung)
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.