Semenjak terjadinya krisis Subprime
2007, sentral bank di semua negara yang terkena dampaknya, Eropa, Cina dan US
memompakan liquiditas ke ekonomi dengan harapan bisa memulihkan ekonomi,
mencegah pengempisan bubble. Pemompaan liquiditas dikenal dengan Quantitative Easing (QE). Sejak saat itu selama 7 tahun
perlahan-lahan ekonomi diberitakan membaik dan usaha the Fed dicitrakan
berhasil. Salah satu tolok ukurnya adalah angka pengangguran di US menurun dari
10% menjadi hampir 6.5% setelah 6 - 7 tahun menjalankan QE (lihat Chart-1).
Cerita akan dimulai dari krisis DotCom
atau pecahnya tech-bubble tahun 2000.
Tech bubble di bursa Nasdaq tahun
2000 yang diakhiri dengan pecahnya bubble saham-saham teknologi sebenarnya
merupakan serentetan krisis-krisis pecahnya bubble di dunia. Jadi sebenarnya,
pecahnya bubble saham teknologi berada dalam masa serentetan krisis dari tahun
1997 (Krisis Asia), krisis Russia (1998), krisis Long Term Capital Management
(LTCM, 1998 yang dilikuidasi tahun 2000), meledaknya saham Teknologi (2000) dan
masih berlanjut dengan krisis Enron Creative
Accounting (2001) yang pada saat yang sama dengan kejadian 9-11, pengeboman
Twin Towers di New York.
Sampai meletusnya tech bubble, the
Fed tidak banyak turun tangan. Bunga pinjaman the Fed tidak pernah diturunkan
sampai di bawah 4.5% (lihat Chart-2). Baru setelah krisis melanda US, dengan
meletusnya tech-bubble, the Fed, Alan Greenspan, meresponsnya dengan
menggelontorkan liquiditas. Kejadian yang beruntun di US, meletusnya tech-bubble, krisis pengeboman 9-11
(2001) dan krisis creative accounting
Enron (2001), dijadikan dalih untuk memompakan liquiditas ke ekonomi secara
aggresif. Suku bunga the fed diturunkan dari sekitar 6.5% sampai di bawah 2%
hanya dalam waktu 1 tahun, kemudian diturunkan lagi ke 1% dan dipertahankan di
sana sampai tahun 2004.
Chart
- 2
Ternyata QE tahun 2000 – 2004 versi Alan Greenspan tidak mencegah
terjadinya krisis baru yang lebih besar. Tahun 2007 krisis sub-prime meletus, yang kemudian direspons dengan cara yang sama
oleh the Fed, yaitu dengan menggelontorlan liquiditas. Suku bunga the Fed
diturunkan hampir mendekati nol. Supply uang M1 meningkat tajam sejak tahun
2009 (Chart-3), hutang pemerintah untuk biaya stimulus naik tajam dari sekitar
$ 9 trilliun sampai hampir US$ 17 trilliun selama 5 tahun (2009 – 2014,
Chart-4) setelah krisis sub-prime.
The Fed/pemerintah US mempunyai momok baru, yaitu deflasi. Ben Bernanke
yang dipilih menjadi ketua the Fed tahun 2006 (1 tahun menjelang krisis sub-prime) dijagokan sebagai penakluk
momok deflasi, karena bidang spesialisasi adalah deflasi tahun 1930an.
Chart
- 3
Chart
- 4
Angka Pengangguran vs Angka Ketenagakerjaan
Itulah tadi latar belakang dan sejarah rentetan krisis-krisis
moneter/ekonomi yang melanda dunia dalam kurun waktu lebih dari 1.5 dekade ini.
Setelah 7 tahun dari krisis sub-prime
dan 7 tahun QE bagaimana keadaan dunia. Bagaimana hasilnya. Apakah the Fed dan
bank-bank sentral berhasil menaklukan momok deflasi dan mengembalikan lapangan
pekerjaan rakyat US?
Media banyak yang memberikan applause the Fed dan bank-bank sentral dan
menganggap mereka sebagai penyelamat. Apakah rakyat, masyarakat US juga
memberikan appaluse? Hal ini yang akan kita bahas kali ini. Sorotan kita,
dibatasi di US saja dan US sebagai panggung ekonomi dunia, bisa dianggap
sebagai proxy negara-negara yang terkena
krisis dan melakukan pola QE yang sama.
Di bidang peluang kerja, kalau kita lihat Chart-1, kurva angka pengangguran
di US, maka kita akan berpikir bahwa QE telah membawa kembali lapangan-lapangan
kerja ke dalam ekonomi. Angka pengangguran turun dari sekitar 10% di puncak
krisis sub-prime, menjadi sekitar
6.5% dalam waktu 4 tahun. Mungkin berita yang disodorkan the Fed memang
selektif dan dikemas dengan baik. Sebab the Fed juga punya data lain yang
menggambarkan situasi ketenaga-kerjaan atau kesempatan kerja yang kemasannya
berbeda. Chart-5 berikut ini menunjukkan jumlah (% dari penduduk) orang
termasuk dalam tenaga kerja, yang disebut Civilian
Labor Force Paticipation yang artinya adalah orang yang bekerja ditambah
dengan orang yang menganggur sementara.
Chart - 5
Chart-5 ini bercerita kenyataan bahwa sejak krisis DotCom tahun 2000, persentase orang yang bisa memperoleh pekerjaan
masih terus mengalami penurunan. Artinya ke(tidak)bijaksanaan the Fed (sejak
jamannya Alan – Bubble –Greenspan) dan meningkatnya hutang pemerintah US juga
tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja. Apapun sebabnya peluang kerja
semakin kecil di US.
Angka Pengangguran vs Pendapatan Rumah Tangga
Dengan tolok ukur kemakmuran lain juga mengatakan hal yang sama.
Penghasilan rumah tangga (household
income) sejak tahun 2000 (sejak jamannya Alan – Bubble –Greenspan) trendnya
adalah menurun (Chart-6). Puncak kemakmuran US terjadi pada tahun 2000, pada
saat DotCom bubble pecah. Semua usaha
the Fed selama tahun 2000 – 2014 sia-sia dalam arti tidak memberikan dampak
kemakmuran kepada rakyat US. Penghasilan rumah tangga US saat ini sama dengan
di tahun 1994 (20 tahun lalu). Trend ini kami prediksi di US akan berlanjut
sampai tahun 2020 nanti.
Chart - 6
Kalau melihat tren pendapatan rumah-tangga yang menurun yang sejalan dengan
angka pengangguran, maka ada 2 kemungkinan. Pertama angka pengangguran adalah
bohong atau (kedua) gaji turun. Chart-7 menunjukkan bahwa upah di US naik.
Silahkan simpulkan sendiri.
Chart
- 7
Bisnis Tidak Kembali
Saat ini disamping membaiknya (menurunnya) tingkat pengangguran, ada
beberapa signal bahwa harga properti realestate mulai membaik, tetapi, EOWI
percaya bahwa hal ini hanyalah dead-cat
bounce. Konsumsi di US tidak akan kembali menguat sampai 5 tahun ke depan.
Lihat saja Jepang, dengan QE sepanjang tahun 1990 – 2014, yang menyebabkan
hutang pemerintah Jepang mencapai 220% dari GDPnya, tidak bisa membangkitkan
bubble properti Jepang dan konsumsi Jepang seperti tahun-tahun 1980an. Kenapa
(ketidak)-bijaksanaan yang sama bisa berdampak berbeda di US atau di Cina atau dimana
saja?
Salah satu indikator maraknya ekonomi ialah velocity of money, yang
mencerminkan berapa kali sebuah dollar yang disuntikkan ke dalam ekonomi
berpindah tangan. Chart-8 menunjukkan penurunan money velocity, artinya uang
yang disuntikkan ke dalam ekonomi, tidak berputar, melainkan ngendon di bank komersial sebagai
cadangan modal bank. Bank tidak menyalurkan kredit dan konsumen/bisnis tidak
meminta pinjaman.
Chart
- 8
Bubble Bahan Komoditi Masih Mengempis
Di sudut lain, permintaan bahan-bahan dasar juga mengalami penurunan. QE
yang digelontorkan oleh the Fed tidak bisa menahan pengempisan bubble di sektor
komoditi keras. Ini tercermin dengan melorotnya harga bahan tambang dan bahan
dasar dari tambang. Harga nikel, tembaga, besi, timah, batu bara, perak
mengalami penurunan sejak tahun 2011. (Chart-9 sampai Chart-11). Bahkan cadangan/stok
nikel di LME London terus meningkat sejak 2 tahun terakhir ini (Chart-12).
Apakah ini karena produksinya melebihi permintaan alias kelebihan produksi.
Chart
- 9
Chart
- 10
Chart
- 12
Catatan Akhir
Rupiah mengalami penguatan, dari Rp 12,250/US$ ke Rp 11,800/US$ pada saat
artikel ini diturunkan. Perekonomian dunia akan membaik katanya. Dan uang masuk
kembali ke Indonesia.
Janet Yellen menduduki kursi the Fed, bank sentral US yang katanya akan
meneruskan QE.
Cina akan melakukan reformasi struktur ekonominya dari ekonomi berbasis
ekspor ke ekonomi berbasis konsumsi dalam negri.
Akankah semua ini berhasil? Akankah penguatan rupiah berlanjut? Akankah
ekonomi dunia membaik?
Sampai nanti, catatan berikutnya.........
Jakarta 15 Februari 2014
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.