Akhir Maret 2012 lalu, saya menyerahkan SPT Pajak dengan perasaan yang
penuh kemuakan. Sampai-sampai saya tidak perduli lagi apa arti SPT itu.
Membayangkan bahwa tahun ini pemerintah dengan paksa (istilah resmi dari pemerintah seperti yang tertera
pada UUD 45 pasal 23A) telah mengambil cukup banyak, katakanlah untuk membuat
cerita ini, hampir Rp 1 milyar, yang membuat saya muak. Dengan uang sebanyak
itu, kita bisa berbuat banyak amal baik yang bermanfaat bagi masyarakat dari
pada membiayai hidup para politikus yang suka jalan-jalan ke luar negri dengan
dalih studi banding. Dan yang mereka studi itu adalah cara-cara mengengkang
rakyat dengan undang-undang dan menariki uang rakyat.
Keluhan saya ini saya ucapkan kepada teman saya, seorang konsultan dengan
tarif $750 - $1000 per hari. Dan sambil sendau gurau saya katakan bahwa dia juga akan kena Rp 1
milyar tahun ini, karena tahun ini dia lebih banyak memperoleh pekerjaan di
Indonesia. Jika dia lebih banyak di luar negri seperti Arab Saudi, Malaysia
atau Vietnam maka dia tidak akan membayar sebesar itu.
Dengan tersenyum dia mengatakan bahwa dia hanya membayar “.......Rp 120 juta, tetapi.....”,
lanjutnya, kemudian ia berhenti lagi sambil tersenyum, lalu lanjutnya lagi “tetapi...... per bulan”. Saya
tertawa....., ternyata dia lebih telak kena gebuk nya oleh kantor pajak. –
Watak buruk saya yang tertawa jika ada orang yang lebih menderita.
Penarik pajak, apakah itu raja atau kaki-tangannya, sepanjang sejarah tidak disukai. Anjing doberman yang gagah dan sangar diciptakan oleh seorang penarik
pajak bernama Karl Friedrich Louis Dobermann sekitar tahun 1890. Ia perlu
bodyguard yang bisa melindunginya dari ancaman orang-orang yang tidak
menyukainya.
Kemerdekaan negara Amerika Serikat dimulai sebagai pemberontakan anti
pajak. Inggris memberlakukan pajak terhadap teh tahun 1773 di koloni-koloni
Inggris. Akhirnya pemberontakan ini berkembang menjadi perang kemerdekaan.
Kelahiran dokumen Magna Carta yang membatasi kekuasaan raja Inggris, juga
karena di latar-belakangi oleh pemberontakan anti pajak yang dimenangkan oleh
pemberontak. Ceritanya dimulai ketika Raja Inggris John, raja yang memerintah
di jaman Robin Hood, menaikkan pajak yang harus dibayar oleh para bangsawan
Inggris. Akibatnya para baron dan bangsawan tidak suka dan mereka memberontak
dan akhirnya menang. Raja John harus menandatangin perjanjian Magna Carta yang
isinya membatasi kekuasaannya di hadapan 26 baron pemberontak.
Pemberontakan kaum Yahudi terhadap Romawi tahun 1 Masehi, dan Revolusi
Prancis, juga dilatar belakangi oleh pajak. Pembangkangan Mahatma Gandhi juga
berlatar-belakang pembangkangan atas pajak garam. Yang menarik adalah,
penjajahan Belanda di Indonesia bisa bertahan sampai 350 tahun, dan pajak upah
(pajak penghasilan) baru di berlakukan sekitar tahun 20an. Itupun hanya 3%,
bukan 30% seperti yang dilakukan oleh NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
saat ini. Dengan kata lain bahwa pemerintahan NKRI lebih kejam memeras
rakyatnya dibandingkan dengan penjajah Belanda. Akankah ada pemberontakan
rakyat terhadap NKRI dimasa datang sebelum 350 tahun. Entahlah......
Masalah pajak dalam kaitannya dengan agama adalah sangat menarik. Tidak
pernah ada (atau jarang sekali sekiranya ada) ustadz atau pengkhotbah (dari
agama apapun) yang membahas masalah pajak dalam ceramah mereka. Saya tidak akan
membahas masalah pajak dari pandangan agama lain. Karena mungkin akan
menimbulkan kontroversi. Cukuplah dari pandangan Islam saja, karena Islam
adalah agama saya.
Dalam buku-buku hadith seperti Sahih Bukhari atau Sahih Muslim, tidak ada
bab yang didedikasikan untuk pajak. Mungkin Islam tidak mengenal pajak. Ini
tidak berarti kaum muslimin di jaman Rasullulah tidak tahu tentang pajak.
Romawi dan Persia, negara adidaya dimasa itu menerapkan pajak. Dan beberapa
sahabat nabi Muhammad berasal dari negara-negara tersebut. Shuhaib bin Sinan, Fayruz
al-Daylami dan Salman al Farisi berasal dari atau pernah tinggal di Persia dan Suhayb
ar-Rumi dari Romawi. Bahkan istri nabi, Maria al-Qibtiyya berasal dari Mesir
(waktu itu bagian dari Romawi). Jadi kenapa masalah pajak sepertinya
terlupakan?
Sebenarnya masalah pajak tidak lepas dari topik pembicaraan nabi. Tetapi
mungkin para ulama, imam ahli fiqih klasik tidak ingin membahasnya. Bisa
digebuki oleh para khalifah kalau secara terang-terangan membuat fiqih tentang
pajak. (sebenarnya ada buku klsik tentang pajak – al Kharaj, tetapi entah
kenapa tidak populer). Dan ini juga diteruskan oleh ulama-ulama di kemudian
hari sampai jaman sekarang. Katakanlah, seorang mantan ketua organisasi Islam
seperti Muhammadiyah, Amien Rais, semasa dia duduk sebagai ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) menanda-tangani amendemen UUD45 tentang pajak.
Disebutkan bahwa “Pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara...” (pasal 23A). Jelas-jelas pajak dikelompokan sebagai
pungutan yang memaksa dan untuk keperluan negara, bukan untuk keperluan rakyat.
Bukankah pungutan paksa adalah juga perampokan? Negara ini lebih kejam dan
lebih terang-terangan dibandingkan dengan penjajah Belanda dalam hal pungutan
paksa.
Agama Islam mengajarkan persaudaraan antar sesamanya dan kasih sayang
sesama umat manusia. Islam bukan agama rahmat bagi seluruh alam – rahmatan alamin, jika menghalalkan
pungutan-paksa. Oleh sebab itu, jika Islam sejatinya adalah rahmatan alamin, dapat dipastikan akan
ada hadith nabi yang mengutuk pajak dan penarik pajak. Dan yang menarik adalah
beberapa hadith mengutuk penarik pajak dengan kutukan yang berat. Dan diindikasikan
bahwa dosanya melebihi zina yang harus dirajam.
Yang menarik lagi adalah Gus Dur, pemimpin pesantren, kyai. Presiden yang
satu ini juga tidak pernah mempermasalahkan pajak yang dosanya menurut hadith
konon lebih berat dari pada zina.
Di dalam al Quran tidak dijumpai secara spesifik mengenai pajak. Juga seperti
yang dijelaskan sebelumnya bahwa tidak ada bab khusus di dalam hadith mengenai
pajak. Tetapi hadith ada tercecer di dalam bab-bab yang membahas konteks lain.
Hadith pertama adalah hadith sahih dari Muslim (Sahih Muslim Kitab 017, No.4206).
Hadith ini agak panjang dan topiknya adalah mengenai zina dan rajam. Oleh imam
Muslim dimasukkan pada buku ke 017 tentang Hudud (tata cara penghukuman, penal code).
Sahih Muslim Kitab 017, No. 4206 ini ringkasnya sebagai berikut:
Diriwayatkan oleh 'Abdullah b. Buraida bahwa ayahnya menceritakan bahwa Ma'iz
b. Malik al-Aslami datang kepada Rasullulah SAW dan bekata bahwa ia telah
melakukan zina dan dengan sungguh-sungguh ia ingin disucikan. Akan tetapi
Rasullulah menyuruhnya pergi.
Keesokan harinya dia (Ma’iz) datang lagi dan mengatakan hal yang sama,
tetapi lagi-lagi nabi menyuruhnya pergi. Nabi kemudian mulai mencari tahu
tentang kejiwaan dan prilaku Ma’iz ini.
Ma’iz sempat menjumpai nabi untuk hal yang sama. Sampai akhirnya pada ke
empat kalinya, nabi mengabulkan permintaan Ma’iz. Ia (Ma’iz) disucikan dengan
dirajam.
Kisah ini berlanjut dengan kasus yang mirip, yaitu datangnya seorang wanita
dari Ghamid. Seperti halnya Ma’iz, wanita ini mengaku telah melakukan zina dan
ingin disucikan. Ketika nabi menyuruhnya pergi, wanita itu berkata bahwa kalau
nabi menyuruhnya pergi karena ragu-ragu seperti halnya yang dilakukan kepada
Ma’iz, maka ia (wanita itu) punya bukti, yaitu ia telah hamil. Nabi menyuruhnya
pergi sampai wanita itu melahirkan. Dan beberapa bulan kemudian wanita itu
datang lagi minta disucikan. Tetapi, lagi-lagi nabi menolaknya. Ia disuruh
menunggu sampai anaknya disapih (selesai masa menyusui).
Beberapa tahun kemudian wanita itu datang kembali, dan nabi melaksanakan
permintaan wanita itu.
Pada saat rajam dilakukan, Khalid b. Walid (salah satu sahabat nabi),
melemparkan batunya dengan makian, sumpah serapah. Oleh nabi, Khalid segera
ditegur.
“Khalid sopan lah (terhadap wanita ini). Demi Allah yang menguasai hidupku,
wanita itu telah bertaubat yang sedemikan rupa, seandainya seorang penarik
pajak yang bertaubat seperti itu, ia akan diampuni dosanya.”
Nabi setelah itu memerintahkan umat Islam untuk melakukan sholat jenazah
dan kemudian menguburkannya.
Walaupun hadith ini konteksnya adalah zina dan rajam, tetapi pernyataan
nabi yang menyamakan (bahkan lebih besar)
dosa menarik pajak dengan berzina patut diperhatikan.
Masih ada hadith lain tentang pajak walaupun para ulama mengkategorikan
konteksnya ke dalam berdoa di waktu malam.
Hadith
– 369 al-Tirmidhi
Diriwayatkan
oleh Ahmad dari Uthman ibn Abul'As:
Saya
mendengar Rasullulah SAW berkata: Daud a.s. di malam hari akan membangunkan
keluarganya dan berkata: hai keluarga Daud, bangun dan berdoa karena saat
seperti ini adalah saat dimana Allah subhanahu wa ta’ala akan segera
mengabulkan doa kecuali doa tukang
sihir/tenung dan penarik pajak.
Di saat semua doa dikabulkan, tetapi doa penarik pajak ditolak, dosa macam
apakah dan seberat apakah yang dilakukan para penarik pajak itu?
Hadith lain adalah dari Sunan Abu Daud, buku 19, Kitab Al-Kharaj, Wal-Fai'
Wal-Imarah yang sering diterjemahkan sebagai kitab pajak tanah, pampasan perang
dan penguasa. Al-Kharaj yang sering diterjemahkan sebagai pajak tanah terhadap
kaum (telah menjadi) muslimin. Tetapi yang mengherankan dan menjadi pertanyaan
adalah, kenapa al-kharaj dikelompokkan dengan Fai (pampasan perang) dan Imarah
(penguasa)?
Tanah fai diterjemahkan sebagai
tanah yang ditinggalkan oleh kaum yang bermusuhan dengan kaum muslimin dan
kemudian diambil alih negara atau bisa juga diberikan kepada kaum muslimin (negara)
dari kaum yang awalnya bermusuhan sebagai tanda keinginan untuk berdamai. Fai, tanah-tanah ini kemudian sebagian
dibagikan kepada rakyat (bisa kaum muslimin atau non-muslimin) dan dikenakan
pajak tanah yang disebut al-kharaj. Kalau diperhatikan al-kharaj bisa disebut
uang sewa tanah pemerintah atau uang bagi hasil.
Mengenai pembagian tanah fai, di atur dalam Quran surah ke 59 (al-Hasyr –
Pengusiran):
Apa saja harta rampasan
(fai) yang diberikan Allah kepada Rasul- Nya yang berasal dari penduduk suatu
negeri, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, Anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnu sabil, agar harta tersebut jangan beredar di antara
orang-orang kaya saja diantara kamu.
Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah hal itu dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah.
Dan bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-
Nya.
Bagi yang tertarik tentang penerima fai,
bisa melihat lanjutannya pada ayat-ayat selanjutnya.
Dalam beberapa terjemahan, al-kharaj dipadankan dengan “tributes”, atau upeti yang dibayar oleh
kaum taklukan. Disamping itu juga ada yang mengelompokkan bahwa kharaj dan jizyah
(pajak bagi non-muslim) adalah bagian dari fai. Lagi-lagi yang ada kaitannya
dengan penaklukan, penguasaan tanah untuk negara dan kemudian dijadikan lahan
bagi-hasil. Ini sejalan dengan perkiraan saya.
Apapun pengertian kharaj, tidak akan diperbedatkan disini. Anggap saja
artinya bisa pajak hasil bumi (pajak penghasilan) dan bisa juga pemasukan
negara dari bagi hasil. Anggap saja yang kharaj adalah pajak penghasilan bukan sebagai uang sewa atas tanah garapan, itu
untuk anggapan bahwa nabi dan khalifah adalah penindas yang memberlakukan pungutan paksa bukan pungutan uang sewa tanah garapan. Walaupun asumsi ini
bertentangan dengan kebiasaan nabi dan petunjuk dari Quran (al-Hasyr 7) yang
mengatakan: “........Apa yang diberikan
Rasul kepadamu maka terimalah hal itu”, bahwa nabi masih dianjurkan untuk
membagi-bagi tanah fai, dan pada
kenyataannya tanah-tanah itu tidak dikangkanginya sendiri.
Kembali pada topik awal kita, yaitu masalah pajak. Anggap saja kharaj
adalah pajak. Dan besar maksimumnya menurut Islam adalah 10%. Lebih dari itu,
pemerintahannya bisa dikategorikan sebagai zalim. Ini berdasarkan beberapa hadith
antara lain sunan Abu Daud.
Telah diceritakan kepada kami
bahwa Muhammad bin Abdullah al Qaththan,
dari ibnu Maghra; dari ibnu Ishaq, ia berkata: orang yang mengambil sepersepuluh
dari orang-orang, maka adalah mengambil pajak (kharaj) yang zalim. (Hadith dari Sunan Abu Daud No. 2549)
Telah menceritakan kepada kami,
Abdullah bin Muhammad An Nufaili, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Masalamah dari Muhammad bin Ishaq dari Yazid bin AbuHabib dari Abdurahman bin
Syamasah dari Uqbah bin Amir, ia berkata: saya mendengar Rasulullulah SAW
berkata: “Tidak akan masuk sorga, orang yang mengambil pajak secara zalim. (Sunan Abu Daud Buku 14, No. 2548)
Saya tidak tahu berapa banyak hadith-hadith lain yang nadanya sama. Yang
jelas, menarik pajak di atas 10% adalah perbuatan yang dikutuk oleh Allah,
menurut hadith. Besarnya dosa menarik pajak itu sedemikian rupa sampai-sampai
nabi mengatakan bahwa doanya tidak akan dikabulkan walaupun saat berdoanya pada
jam-jam dimana Allah akan mengabulkan semua doa (kecuali penarik pajak dan
tukang sihir/santet). Nabi juga mengatakan bahwa penarik pajak tidak akan masuk
surga. Serta cara menebus dosanya adalah dengan rajam (dilempari batu sampai
mati). Dosa macam apakah ini?
Anehnya, Gus Dur, mantan presiden kita (maksud saya, presiden RI, karena
saya tidak mengakuinya sebagai presiden saya) yang notabene adalah seorang kyai
dan pengajar di pondok pesantren, juga Amien Rais yang mantan ketua MPR dan
mantan ketua Muhammadiyah, merasa okey-okey saja dengan pajak yang melebihi
30%. Bahkan Amien Rais sebagai ketua MPR juga yang menanda tangani amendeman
yang mencantumkan kata “pungutan yang
bersifat memaksa”. Sulit untuk dimengerti bagi mereka yang jarang membaca
blog ini untuk memahami kenapa Gus Dur dan Amien Rais merasa okey-okey saja
dengan pajak di atas 10%. Tetapi...., bagi pembaca blog ini yang rutin, akan
memahami, karena ada asumsi dasar yang dianut oleh blog ini yaitu: politikus adalah penipu (dan tentu saja
hipokrit), sampai terbukti sebaliknya. Kalau kita lihat betapa banyaknya
partai politik yang berbasis Islam yang isinya penuh dengan kyai berjanggut dan
berjidat hitam, yang sebagian dari mereka ini duduk di pemerintahan (DPR,
kementrian, dsb), tetapi suara untuk menentang pajak di atas 10% tidak pernah
terdengar dari kalangan mereka. Itulah politikus penipu (dan tentu saja hipokrit), sampai terbukti sebaliknya.
Kalau anda beragama Kristen atau Hindu, tidak terlalu mengherankan kalau
kalian akan mengatakan bahwa Amien Rais dan Gus Dur akan masuk neraka karena
doktrin agama kalian mengatakan demikian. Tetapi, kalian tidak sendiri, bagi
umat Islam yang pernah membaca buku hadith...., dan juga tulisan ini, juga akan
mengatakan bahwa kedua orang ini (juga kyai-kyai politikus yang berjidat hitam
yang membiarkan pajak di atas 10%) akan masuk neraka, kecuali kalau mereka
disucikan dengan dirajam. Kyai semacam ini jangan dijadikan imam sholat.
Saya tidak tahu apakah saya lebih pintar dari kyai-kyai yang ada atau saya telah
membaca ajaran yang sesat seperti hadith-hadith sahih Muslim sunan Abu Daud dan
Tarmizi. Banyak kyai-kyai, dosen-dosen IAIN, pemimpin pondok pesantren,
kyai-kyai khos yang muncul di TV membawakan dakwah Islam, tetapi saya tidak
pernah mendengar ceramah yang bertopik bahwa pajak di atas 10% itu lebih berdosa
dari zina. Kalau A’a Gym atau Zainuddin MZ (alm) atau Jefri Bukhori, saya masih
bisa mengerti, karena mereka bukan kyai yang sejatinya, melainkan entertainer, yang ilmu agamanya cetek
dan dangkal. Dan saya juga bisa memaklumi Azyumardi Azra, yang corong pemerintah. Tetapi, bagaimana dengan kyai pondok
pesantren Tebu Ireng, Gontor atau entah apa lagi. Apa mereka tidak pernah mengingatkan Gus Dur
atau rekan-rekannya di DPR? Jangan-jangan para kyai ini juga tidak mengerti
hadith atau menganggap hadith-hadith sahih Muslim sunan Abu Daud dan Tarmizi
adalah hadith-hadith sesat.
Kalau anda tidak percaya dengan uraian di blog ini, silahkan buktikan
sendiri hadith-hadithnya. Berikut ini adalah hadith (Sunan Abu Daud) online:
http://www.cmje.org/religious-texts/hadith/abudawud/
- Terjemahan bahasa Inggris
http://id.lidwa.com/app/?k=abudaud&n=2940
– Terjemahan bahasa Indonesia dengan text bahasa Arab.
Mengenai nomor dari hadith, keduanya agak rancu. Untuk hadith yang sama,
nomornya berbeda di kedua sumber. Misalnya Kitab Al-Kharaj, Wal-Fai' Wal-Imarah
adalah kitab no 19 di http://www.cmje.org/religious-texts/hadith/abudawud/.
Dan kitab no. 14 di http://id.lidwa.com/app/?k=abudaud&n=2940.
Saya tidak tahu apakah banyaknya para pegawai pajak yang korupsi dan menerima
sogokan, selingkuh dan selengek’an
karena merasa sudah terlanjur akan masuk neraka. Pikirnya dari pada masuk
neraka Cuma karena menarik pajak, lebih baik diperbanyak sekalian dosanya.
Gayus Tambunan misalnya (walaupun namanya Tambunan, ternyata dalam KTPnya
beragama Islam), adalah contoh yang mingkin berpendapat semacam ini. Saya yakin
kalau sholat Jumat di kantor-kantor pajak khotbahnya sering menginggung bahwa
dosa penarik pajak yang berlaku seperti di Indonesia sekarang ini lebih berat
dari zina dan untuk mensucikannya harus dirajam, maka......, banyak
pegawai-pegawai pajak yang secara berjamaah berzina, berjamaan korupsi dan
berjamaah melakukan dosa lainnya. Tanggung amat kalau berdosa seperti berzina
tetapi tidak pernah berzina.
Disisi lain, kalau pemajakan yang melebihi 10% adalah zalim, maka melakukan
penggelapan kelebihan pajak (yang di atas 10%) tentunya adalah jihad melawan
(secara sembunyi-sembunyi) kezaliman dan dapat dikategorikan sebagai amal
saleh. Mungkin ada baiknya jika para anggota FPI yang sering menyatroni
tempat-tempat maksiat dan lokalisasi pelacuran beralih ke kantor-kantor pajak.
Ini yang disebut jihad yang lebih besar dari memberantas minuman keras dan memberantas
dosa yang lebih besar dari zina. Kalau perlu memberi penghargaan bagi para
pengusaha penggelap pajak. Catatan: tanggal 8 Juni 2012 ada berita mengenai celotehan
seorang anggota Komisi III DPR RI, bernama Bambang Soesatyo:
"Sudah waktunya
penggelapan pajak diklasifikasi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime). Sebab negara dan rakyatlah yang paling dirugikan oleh kejahatan seperti
itu,"
Kata-kata semacam ini adalah biasa diucapkan oleh seorang politikus yang
gajinya mengandalkan pajak. Isinya sudah diplintir dan disisipkan racun.
Penggelapan pajak memang merugikan negara, tetapi menguntungkan rakyat. Dengan
lebih sedikitnya uang yang masuk ke pemerintah, maka rakyat bisa
membelanjakannya untuk kemakmurannya. Hongkong dan Singapore yang pajaknya
kecil, rakyatnya tidak lebih melarat dari Korea Utara (yang pajaknya 100%). Tentu
saja dengan maraknya penggelapan pajak, porsi kemakmuran untuk para politikus
menjadi lebih sedikit.
Bagi seorang pekerja dan pencari rezki, menggelapkan pajak adalah usaha
melindungi hasil jerih payah dan keringatnya dari perampokan (pungutan paksa istilah UUD 45 pasal
23A). Bagi pemerintah dan politikus adalah berkurangnya memasukkan.
Penggolongan penggelapan pajak sebagai kejahatan
luar biasa (extra ordinary crime) bagi seorang muslim tidak ada artinya,
karena patokannya adalah hadith nabi Muhammad yang secara implisit mengatakan
bahwa penyuciannya harus dirajam. Tergantung apakah anda seorang muslim atau
bukan.
Lain waktu akan kita bahas kenapa pajak yang kecil adalah sejalan dengan
peningkatan kemakmuran rakyat. Tetapi sebelum itu kita lihat ada suatu kejadian
yang cukup dijadikan headline beberapa waktu ini. Mungkin anda ingat Eduardo
Saverin salah satu pendiri Facebook. Ia
lahir di São Paulo, Brasil, 19 Maret 1982, kemudian ikut ayahnya berimigrasi ke
Amerika Serikat tahun 1993. Dia kemudian memutuskan untuk pindah ke Singapura
tahun 2009 dan menanggalkan kewarganegaraan Amerika Serikatnya tahun 2011.
Pelepasan kewarganegaraan US ini bisa menghindarkannya dari membayar pajak capital gain sebesar $67 juta ketika IPO
Facebook diluncurkan karena Singapura tidak memajaki capital gain. Tingkahnya ini membuat politikus di US kebakaran
jenggot dan mereka mengusulkan undang-undang “Ex-PATRIOT” — “Expatriation
Prevention by Abolishing Tax-Related Incentives for Offshore Tenancy”. Dengan
kata lain Eduardo Saverin tidak bisa kembali ke US, dia tidak patriotik!! Tentu
saja undang-undang kalap ini bertentangan dengan isi Deklarasi Hak-Hak Azasi
Manusia, PBB artikel 13:
1. Everyone has the right to
freedom of movement and residence within the borders of each State.
2. Everyone has the right to
leave any country, including his own, and to return to his country.
Siapa perduli Human Right lagi.
Birma dan Korea Utara saja tidak, kenapa USA harus ikut? Mungkin pemikiran ini
yang ada dibenak para senator politikus USA.
Pemberian label tidak patriotik, tidak tahu balas jasa kepada Eduardo
Saverin, sangat enak didengar dan mudah dicerna. Tetapi kalau digali lebih
dalam, mana yang lebih memberi jasa kepada umat manusia. Facebook memberikan
layanan gratis kepada publik. Sampai tanggal 24 April 2012 jumlah penggunanya
mencapai 900 juta orang dengan pertumbuhan 1.74% per bulannya. Ini gratis
murni!!! Bukan gratisnya sekolah atau layanan kesehatan pemerintah yang menarik
pajak 1 trilliun dan dikembalikan sebagai layanan publik hanya 20%-50% nya
saja. Dibandingkan dengan negara, katakanlah USA, apa yang dilakukan oleh
Facebook ini luar biasa. Pemerintah manapun tidak akan pernah bisa memberikan
layanan gratis (tanpa menarik pajak maksudnya). Catatan Facebook tidak pernah
meminta uang iuran dari pemakainya!!! Mana yang lebih baik dan bermanfaat?
Politikus atau penghindar pajak seperti Eduardo Saverin?
Sekian dulu....., sampai cerita berikutnya, insya Allah. Saya sedang rajin
mencari rizki yang halal untuk dikumpulkan dalam rangka menyosong krisis
ekonomi berikutnya. Nabi Yusuf dan Fir’aun menimbun pangan dalam rangka
menyongsong musim paceklik dan saya hanya mengikuti teladan mereka. Sehingga
blog ini jarang di-update.
Dan sebagai akhir dari dongeng ini saya kutipkan enam ayat dari Perjanjian
Lama, Exodus/Keluaran 30:
(12) Apabila engkau
menghitung jumlah orang Israel pada waktu mereka didaftarkan, maka haruslah
mereka masing-masing mempersembahkan kepada TUHAN uang pendamaian karena
nyawanya, pada waktu orang mendaftarkan mereka, supaya jangan ada tulah di
antara mereka pada waktu pendaftarannya itu.
(13) Inilah yang harus
dipersembahkan tiap-tiap orang yang akan termasuk orang-orang yang terdaftar
itu: setengah syikal, ditimbang menurut syikal kudus--syikal ini dua puluh gera
beratnya--;setengah syikal itulah persembahan khusus kepada TUHAN.
(14) Setiap orang yang akan
termasuk orang-orang yang terdaftar itu, yang berumur dua puluh tahun ke atas,
haruslah mempersembahkan persembahan khusus itu kepada TUHAN.
(15) Orang kaya janganlah mempersembahkan lebih dan
orang miskin janganlah mempersembahkan kurang dari setengah syikal itu pada
waktu dipersembahkan persembahan khusus itu kepada TUHAN untuk mengadakan
pendamaian bagi nyawa kamu sekalian.
Saya bukan seorang beragama kristen atau yahudi, tetapi ayat 15 dari Exodus
30 ini menarik karena......, tidak sepatutnya orang yang lebih kaya dihukum
dengan dibebani oleh beban yang lebih berat dari pada orang yang lebih miskin (kaya
janganlah mempersembahkan lebih dan orang miskin janganlah mempersembahkan
kurang dari setengah syikal.) Ini namanya adil. Kaya dan miskin adalah
sama di mata Tuhannya orang yahudi dan tidak diperlakukan berbeda. Mungkin
Amien Rais dan Kwik Kian Gie tidak akan suka dengan sifat tuhan yang seperti
ini. Silahkan protes saja kalau kalian di neraka......., (kalau tidak masuk
neraka....., saya yang akan protes, kenapa orang yang telah bersekongkol dalam
pemerintahan yang mangambil 30% dari penghasilan saya kok tidak dimasukkan
neraka).
Jakarta 10 Juni 2012
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.