Minggu lalu ada berita sangat ramai di koran mengenai Kebohongan Pemerintah SBY yang dituduhkan kelompok dari berbagai agama. Di EOWI kami punya thesis yang bunyinya: “Ada penipu, ada penipu ulung, ada politikus dan ada Cut Zahara Fonna.” Kami menempatkan profesi politikus di atas penipu ulung dalam hal kepiawaian dan skill menipu. Tetapi sehebat-hebatnya penipu, akhirnya kebohongannya bisa (tidak selalu) terbuka. Kali ini kelompok lintas agama baru tersadar bahwa pemerintah SBY punya 18 kebohongan. Itu baru 18. Padahal masih banyak lagi kalau mau ditelusuri.
Tuduhan kebohongan dari kelompok lintas agama ini sangat kasar. Kalau hal ini dilakukan terhadap seorang Arab, seperti raja Saudi, presiden Siria, Mesir, atau pengemis di Jordania, dia akan marah sekali. Kata BOHONG sangat pantang dituduhkan kepada orang Islam. Mungkin orang Islam Indonesia adalah pengecualian. Sehingga SBY atau staf-stafnya yang beragama Islam, berlagak pilon. Ini hanya mungkin jika bohong sudah menjadi budaya.
Untuk setiap berita, hendaknya kita harus kritis dan objektif. Demikian juga dengan tuduhan terhadap SBY. Dari 18 kebohongan yang disampaikan oleh Yudi Latief, Maemunah, Halid Muhammad, Ray Rangkuti, dan Tama S Langkun, dan dituduhkan kepada pemerintahan SBY sebenarnya tidak semuanya merupakan kebohongan. Sebagian merupakan kebodohan, tuduhan salah alamat, ketololan, janji konyol, penghinaan, dagelan yang ditanggapi serius dan nyata-nyata menipu.
Tuduhan kebohongan dari kelompok lintas agama ini sangat kasar. Kalau hal ini dilakukan terhadap seorang Arab, seperti raja Saudi, presiden Siria, Mesir, atau pengemis di Jordania, dia akan marah sekali. Kata BOHONG sangat pantang dituduhkan kepada orang Islam. Mungkin orang Islam Indonesia adalah pengecualian. Sehingga SBY atau staf-stafnya yang beragama Islam, berlagak pilon. Ini hanya mungkin jika bohong sudah menjadi budaya.
Untuk setiap berita, hendaknya kita harus kritis dan objektif. Demikian juga dengan tuduhan terhadap SBY. Dari 18 kebohongan yang disampaikan oleh Yudi Latief, Maemunah, Halid Muhammad, Ray Rangkuti, dan Tama S Langkun, dan dituduhkan kepada pemerintahan SBY sebenarnya tidak semuanya merupakan kebohongan. Sebagian merupakan kebodohan, tuduhan salah alamat, ketololan, janji konyol, penghinaan, dagelan yang ditanggapi serius dan nyata-nyata menipu.
Tuduhan Pertama (Kebohongan)
Tuduhan pertama bisa dikatakan kebohongan. Pemerintah mengklaim bahwa pengurangan kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa. Padahal dari penerimaan beras rakyat miskin tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas) mencapai 76,4 juta jiwa. Disamping itu menurut FAO, pada pra krisis keuangan global, jumlah penduduk Indonesia yang kekuarangan pangan adalah 13% sedangkan pada masa krisis keuangan global, termasuk tahun 2010 mencapai 14%. Jadi tuduhan pertama ini benar merupakan kebohongan. Tentu saja kalau FAO tidak bohong. Kalau FAO bohong, belum tentu SBY juga tidak bohong. Misalnya FAO mendefinisikan kekurangan pangan adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari $2. Kalau harga-harga melonjak di atas 100% seperti cabe, maka kriteria $2 itu tidah sahih. Dan kita tahu bahwa harga bahan pangan naik selama tahun 2009 – 2010.
Tuduhan Kedua (Ketololan)
Tuduhan kebohongan kedua adalah bahwa Presiden SBY pernah mencanangkan program 100 hari untuk swasembada pangan. Namun pada awal tahun 2011 kesulitan ekonomi justru terjadi secara masif.
Hanya orang idiot atau orang gila yang percaya pada kekuatan gaib saja yang akan percaya bahwa dalam 100 hari suatu negara akan menjadi swasembada pangan. Mungkin semua staf presiden gila atau menganggap semua orang Indonesia super idiot sehingga SBY memberikan janji yang idiotik.
Kami di EOWI percaya bahwa swasembada pangan ada di tangan rakyat, bukan di tangan pemerintah, apalagi preisden. Yang menanam tanaman pangan adalah rakyat, bukan pemerintah. Sehingga kalau rakyatnya enggan menanam atau tidak pandai-pandai menanam tanaman pangan, maka jangan harap bisa swasembada pangan. Saya pribadi tidak mau menanam padi dan tanaman pangan. Buat saya tidak swasembada pangan juga tidak jadi masalah.
Kalau pembaca tidak percaya bahwa masalah swasembada ada di tangan masyarakat buktinya adalah narkoba. Indonesia adalah negara yang sudah swasembada narkoba. Masyarakat memproduksi narkoba, bahkan kelebihan produksinya diekspor. Tidak ada bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan produksi narkoba sampai mencapai swasembada. Bahkan pemerintah menghalanginya.
Jadi tuduhan kedua ini kemungkinan adalah berakar dari ketololan yang menuduh dan yang dituduh yang menganggap presiden seperti Tuhan, yang bisa berbuat apa-apa.
Tuduhan Ketiga (Ketololan)
Tuduhan ketiga adalah bahwa SBY mendorong terobosan ketahanan pangan dan energi berupa pengembangan varietas Supertoy HL-2 dan program Blue Energi. Program ini mengalami gagal total.
Ini juga tidak bisa disebut kebohongan. Tetapi lebih mengarah keidiotan atau pemalsuan ijasah. Tentang Blue Energy – bahan bakar dari air, setiap murid SMA yang belajar tentang hukum Hess di termodinamika akan tahu bahwa bahan bakar dari air adalah dagelan. Ketika SBY dan staffnya membuat proyek ini sama saja artinya bahwa mereka mensejajarkan intelektualnya se level dengan lulusan SMP. Dengan kata lain, tuduhan ini salah. Seharusnya tuduhannya bukan masalah penipuan, tetapi ketololan. Kalau mau memaksakan tuduhan pemipuan maka tuduhannya seharusnya penipuan ijasah. Ijasah SMA dan akademi/universitas SBY dan staffnya adalah aspal (asli tapi palsu).
Tuduhan Keempat (Penipuan, Penghinaan dan Ketololan)
Tuduhan keempat adalah bahwa Presiden SBY melakukan konferensi pers terkait tragedi pengeboman Hotel JW Mariot. Ia mengaku mendapatkan data intelijen bahwa fotonya menjadis asaran tembak teroris. Ternyata foto tersebut merupakan data lama yang pernah diperlihatkan dalam rapat dengan Komisi I DPR pada tahun 2004.
Ini jelas menipu. SBY menggunakan foto asal-asalan untuk mendukung ceritanya. Foto itu tidak ada kaitannya dengan cerita SBY. Dan foto itu pernah ditunjukkan jauh-jauh hari sebelumnya dalam konteks yang lain.
SBY telah menghina bangsa Indonesia, dengan menganggap bangsa Indonesia punya daya ingat yang pendek sekali. Dia pikir bangsa Indonesia sudah lupa dengan foto yang pernah ditunjukkan beberapa tahun sebelumnya. Dan tindakannya ini bisa disebut ketololan.
Tuduhan Kelima (Ketololan)
Tuduhan kelima adalah bahwa Presiden SBY berjanji menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai a test of our history. Kasus ini tidak pernah tuntas hingga kini.
Sama seperti program swasembada pangan 100 hari, janji menuntaskan kasus pembunuhan Munir, adalah janji yang tidak mungkin dipenuhi. Sebabnya, polisi, jaksa dan hakim yang sebenarnya punya tugas menyelidiki semua kasus kejahatan tidak berminat bekerja. Kalau SBY mau menuntaskan semua kasus kejahatan, maka langkah pertamanya adalah melakukannya sendiri. Dan itu tidak mungkin. Jadi berjanji mentuntaskan kasus pembunuhan Munir sama dengan berjanji membuat badan-badan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman bekerja. Dan itu mustahil. Institusi itu adalah institusi rongsokan.
Kalau anda masih menganggap bahwa aparat keamanan dan peradilan masih mau kerja, maka anda harus bisa menjawab kenapa banyak perusahaan dan pribadi yang mempekerjakan Satpam dan kenapa ada badan arbtrasi swasta? Jawabnya Cuma ada satu, yaitu karena polisi dan sistem peradilan tidak bekerja. Itu kenyataan dan jangan mengatakan “idealnya harus begini dan begitu”.
Tuduhan Keenam (Aturan Konyol)
Tuduhan keenam adalah tentang UU Sistem Pendidikan Nasional menuliskan anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari alokasi APBN. Alokasi ini harus dari luar gaji guru dan dosen. Hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut.
Sebenarnya apa yang dilakukan SBY tidak menerapkan UU Sistem Pendidikan Nasional sudah benar. Karena UU ini adalah UU keblinger. Keinginan belajar datangnya dari individu dan pemerintah tidak bisa memaksakan kehendak. Jika pemerintah memaksakan, maka yang akan terjadi adalah sekolah dengan kwalitas mediocre. Guru-guru mengajar seenaknya tanpa motivasi serta target, dan murid sekolah tidak punya motivasi. Sekolah tidak lagi menjadi arena menciptaan manusia berketrapilan, tetapi hanya badan pencetak ijasah.
Orang yang memang mempunyai motivasi menimba ilmu dan membekali diri dengan ketrampilan akan mencari sekolah yang bagus. Sekolah-sekolah semacam ini tidak akan banyak jumlahnya, tetapi effektif.
Kesimpulannya, SBY sudah benar tidak menjalankan UU yang konyol. Dan itu bagus jika dilanjutkan dengan pengurangan pajak sebesar 20% sebagai kompensasi kepada pembayar pajak terhadap tidak dijalankannya UU Sistem Pendidikan Nasional, supaya mereka bisa memilih sekolah anak-anaknya ke sekolah yang dikehendakinya.
Tuduhan Ketujuh (Tahu akan Nyata-Nyata Menipu)
Tuduhan ketujuh bahwa Presiden SBY menjanjikan penyelesaian kasus lumpur Lapindo dalam Debat Calon Presiden Tahun 2009. Penuntasan kasus lumpur Lapindo tidak mengalami titik temu hingga saat ini.
SBY berlagak pilon ketika mengucapkan janji tersebut. Yang dimaksud “menyelesaikan kasus Lapindo” disini bahwa rakyat harus memperoleh ganti rugi. Tidak perduli siapa yang harus disalahkan dan bisa membayar ganti rugi berserta bunganya dan keuntungannya. Syukur-syukur Bakrie. Kalau tidak bisa, maka uang pembayar pajak seperti anda dan saya, juga boleh. Misalnya, jika terbukti bahwa kasus Lapindo adalah bencana alam – perbuatan Tuhan, maka rakyat juga masih akan menuntut ganti rugi. Tentu saja bukan kepada Tuhan, karena Tuhan tidak akan menggubrisnya. Jadi yang harus disalahkan adalah Bakrie. Kalau Bakrie tidak bisa/tidak mau, maka bayar pembayar pajak seperti saya dan anda harus memikul bebannya.
Karena Bakrie adalah masuk dalam koalisi politik SBY, maka menjanjikan menuntaskan kasus Lapindo sama saja artinya mau menggorok Bakrie. Ini tidak mungkin SBY mau. Oleh sebab itu janji SBY bisa diartikan sebagai nyata-nyata menipu.
Presiden SBY memang sudah bertindak dengan mengeluarkan Keppres tentang Penanggulangan Lumpur Lapindo. Tentu saja yang dimaksud dengan kata “Penanggulangan Lumpur Lapindo” bukan untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Itu tidak mungkin. Dan ada perbedaan persepsi antara keinginan rakyat dengan presiden.
Tuduhan Kedelapan (Tuduhan Tidak Relevan)
Tuduhan kedelapan, bahwa Presiden SBY meminta semua negara di dunia untuk melindungi dan menyelamatkan laut. Di sisi lain Presiden SBY melakukan pembiaran pembuangan limbah di Laut Senunu, NTB, sebanyak 1.200 ton dari PT Newmont dan pembuangan 200.000 ton limbah PT Freeport ke sungai di Papua.
Orang melontarkan tuduhan ini agak aneh. Mengharuskan perusahaan pertambangan untuk tidak membuang limbah, sama dengan ingin memasak tetapi tidak boleh membuang sampah dapur.
Tuduhan Kesembilan (Tuduhan Tidak Relevan)
Tuduhan kesembilan, bahwa tim audit pemerintah terhadap PT Freeport mengusulkan renegosiasi. Upaya renegosiasi ini tidak ditindak-lanjuti pemerintah hingga kini.
Ini sama saja bernegosiasi dengan pembantu rumah agar sampah dapur jangan dibuang, melainkan ditelan mereka. Negosiasi akan percuma saja. Semua limbah harus dibuang, bukan ditelan. Siapa sih yang mau menelan limbah?
Tuduhan Kesepuluh (Tuduhan Salah Alamat dan Tidak Ada Janji)
Tuduhan kesepuluh, bahwa dalam Pidato Kenegaraan 17 Agustus 2010 Presiden SBY menyebutkan bahwa Indonesia harus mendukung kerukunan antar peradaban atau harmony among civilization. Faktanya, catatan The Wahid Institute menyebutkan sepanjang 2010 terdapat 33 penyerangan fisik dan properti atas nama agama dan Kapolri Bambang Hendarwso Danuri menyebutkan 49 kasus kekerasan ormas agama pada 2010.
Tuduhan ini salah alamat dan SBY tidak pernah berjanji untuk menciptakan kerukunan beragama. SBY hanya mendukung, tetapi tidak menciptakan kerukunan beragama. Perhatikan kata-katanya baik-baik.
Seandainya kelompok lintas agama ngotot mengatakan bahwa SBY memang menjanjikan kerukunan beragama, maka janji SBY adalah sesuatu yang tidak mungkin. Misalnya, pemerintah melarang rakyat berak (buang air besar) secara jongkok. Ini yang gampang dan sederhana. Dia, pemerintah, toh tidak bisa mencegah saya berak sambil jongkok? SBY boleh menjanjikan apa saja untuk mengatur prilaku rakyatnya, tetapi hampir mustahil untuk melaksanakannya dalam skala wilayah dari Sabang sampai Merauke.
Jadi... seandainya pernyataan SBY adalah sebuah janji, maka janji ini adalah janji yang konyol atau tuduhan yang salah alamat. Saya pribadi tidak mengacuhkan janji SBY ini. Karena kalaupun janji, maka janjinya hanya merupakan dagelan. Tetapi kok oleh kelompok lintas agama ditanggapi secara serius. Siapa yang goblog?
Tuduhan Kesebelas (Tidak Ada Janji)
Tuduhan kesebelas bahwa dalam pidato yang sama Presiden SBY menginstruksikan polisi untuk menindak kasus kekerasan yang menimpa pers. Instruksi ini bertolak belakang dengan catatan LBH Pers yang menunjukkan terdapat 66 kekerasan fisik dan nonfisik terhadap pers pada tahun 2010.
Sama juga dengan tuduhan nomer 10. SBY tidak berjanji melenyapkan tindak kekerasan fisik terhadap pers. Ia hanya menginstruksikan kepada polisi untuk menindak kasus kekerasan yang menimpa pers. Perhatikan bedanya. Instruksi semacam ini menunjukkan bahwa polisi tidak bekerja. Polisi seharusnya menindak semua bentuk kekerasan, baik terhadap pers, gelandangan, dokter, insinyur, pemulung, pembantu rumah tangga, dan kapitalis rentenir. Itu tugas polisi. Tetapi karena polisi sudah tidak berfungsi, sampai-sampai banyak orang mempekerjakan Satpam, maka presiden perlu memberi instruksi kembali supaya polisi tidak malas.
Kesalahan presiden sebenarnya adalah tidak memecat polisi yang malas.
Tuduhan Keduabelas (Lawakan yang Ditanggapi Secera Serius)
Tuduhan ke 12. Presiden SBY menyatakan akan membekali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan telepon genggam untuk mengantisipasi permasalahan kekerasan. Aksi ini tidak efektif karena di sepanjang 2010, Migrant Care mencatat kekerasan terhadap TKI mencapai 1.075 orang.
Dalam konteks ini, sebenarnya presiden sedang mendagel, melawak. Membekali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan telepon genggam? Apa ini bukan lawakan? Kelompok lintas agama ini sangat konyol, karena lawakan SBY ditanggapi secara serius.
Tuduhan Ketigabelas (Tuduhan Tidak Terbukti)
Tuduhan ke 13. SBY mengakui menerima surat dari Zoelick (Bank Dunia) pada pertengahan 2010 untuk meminta agar Sri Mulyani diizinkan bekerja di Bank Dunia. Tetapi faktanya, pengumuman tersebut terbuka di situs Bank Dunia. Presiden SBY diduga memaksa Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan agar menjadi kambing hitam kasus Bank Century.
No comment. Tuduhan harus dibuktikan. Perhatikan kata “diduga” dalam tuduhan kelompok lintas agama ini: Presiden SBY “diduga” memaksa Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan agar menjadi kambing hitam kasus Bank Century. Dimana letak kebohongan SBY?
Tuduhan Keempatbelas (Tidak Menjanjikan Hasil Akhir)
Tuduhan ke 14. SBY berkali-kali menjanjikan sebagai “pemimpin pemberantasan korupsi terdepan”. Faktanya, riset ICW menunjukkan bahwa dukungan pemberantasan korupsi oleh Presiden dalam kurun September 2009 hingga September 2010, hanya 24% yang mengalami keberhasilan.
SBY berjanji “menjadi pemimpin pemberantasan korupsi terdepan”. Janji itu sudah ditepatinya. Dia menjadi pemimpin (presiden) yang punya banyak badan anti korupsi, seperti KPK, Kepolisian, Kejaksaan, Satgas ini dan Satgas itu. Yang tidak pernah dijanjikannya ialah bahwa team-teamnya akan sukses.
Tuduhan Kelimabelas (Tidak Ada Janji)
Ke 15. Presiden SBY meminta penuntasan rekening gendut perwira tinggi kepolisian. Bahkan, ucapan ini terungkap sewaktu dirinya menjenguk aktivis ICW yang menjadi korban kekerasan, Tama S Langkun. Dua Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jenderal Timur Pradopo, menyatakan kasus ini telah ditutup.
Perhatikan baik-baik apa yang dilakukan SBY: “Presiden SBY MEMINTA PENUNTASAN rekening gendut perwira tinggi kepolisian.” Dimana janjinya? SBY tidak pernah berjanji. Yang ada adalah bahwa SBY MEMINTA, bukan BERJANJI.
Katakanlah SBY memang berjanji MENUNTASKAN. Bukankah kalau kasus itu sudah ditutup berarti sudah tuntas? MENUNTASKAN tidak sama dengan MENGUNGKAPKAN. Kalau janji SBY adalah MENTUNTASKAN maka janji itu sudah dipenuhi. Tetapi kalau janjinya MENGUNGKAPKAN maka janji itu belum dipenuhinya. Politik dan hukum penuh dengan permainan kata-kata.
Tuduhan Keenambelas (No Comment)
Ke 16. Presiden SBY selalu mencitrakan partai politiknya menjalankan politik bersih, santun, dan beretika. Faktanya Anggota KPU Andi Nurpati mengundurkan diri dari KPU, dan secara tidak beretika bergabung ke Partai Demokrat. Bahkan, Ketua Dewan Kehomatan KPU Jimly Asshiddiqie menilai Andi Nurpati melakukan pelanggaran kode etik dalam Pemilu Kada Toli-Toli.
No comment.
Tuduhan Ketujuhbelas (Bukan Janji SBY)
Ke 17. Kapolri Timur Pradopo berjanji akan menyelesaikan kasus pelesiran tahanan Gayus Tambunan ke Bali selama 10 hari. Namun hingga kini, kasus ini tidak mengalami kejelasan dalam penanganannya. Malah, Gayus diketahui telah sempat juga melakukan perjalanan ke luar negeri selama dalam tahanan.
Yang ini jelas bukan janji SBY, tetapi janji staff SBY. Pak lurah desa Ndiweg atau pak Camat Ujung Kulon bisa membuat janji. Tetapi apakah hal ini bisa dianggap sebagai janji SBY?
Tuduhan Kedelapanbelas (No Comment)
Ke 18. Presiden SBY berjanji akan menindaklanjuti kasus tiga anggota KKP yang mendapatkan perlakuan tidak baik oleh kepolisian Diraja Malaysia pada September 2010. Ketiganya memperingatkan nelayan Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Namun, ketiganya malah ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia. Sampai saat ini tidak terdapat aksi apa pun dari pemerintah untuk nmenuntaskan kasus ini dan memperbaiki masalah perbatasan dengan Malaysia.
No comment. SBY memang tidak pernah menindak lanjuti masalah ini.
Sekian dulu......... sampai nanti.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.