Gejolak 2014 – 2020: Sepuluh Potensi Pemicu Krisis
Tulisan ini adalah
lanjutan dengan tulisan sebelumnya berjudul: Ramalan Untuk Tahun Kambing 4713.
Di bagian ke dua ini akan diramalkan kejadian-kejadian apa yang bisa (tetapi
tidak harus) menjadi pemicu dari krisis yang mungkin berlangsung di tahun
kambing kayu 4713 ini atau tahun berikutnya yaitu 4714 pada penanggalan Cina.
Mengingat
panjangnya kisah kali ini, EOWI akan memecahnya menjadi beberapa bagian.
Setidaknya ada 10 pemicu yang bisa EOWI identifikasi berpotensi menjadi pemicu krisis tahun
2015 M. Antara lain:
- Bubble hutang dan bubble properti Cina meletus
- Penghembusan bubble US dollar
- Jerman mengalami resesi dan krisis disusul zone Euro
- Zone Euro pecah, Yunani keluar dari zone Euro diikuti oleh Spanyol, Portugal, Itali
- Dot Com jilid II
- Indeks Dow Jones secara teknikal terkoreksi dan dipersepsikan sebagai koreksi tajam.
- Kejatuhan harga bahan komoditi tambang dan minyak berlanjut dampaknya ke emerging market dan negara-negara OPEC
- FFF bubble meletus, junk bond bubble meletus
- Cuaca buruk, gagal panen dan krisis pangan (melonjaknya harga bahan pangan)
- Ekspor terorisme ke nagara barat (2000)
Sumber Krisis: Bubble Hutang yang Mencapai Rekor
Pada laman
Gejolak 2014 – 2020 , dibahas secara panjang lebar mengenai penyebab krisis. Intinya yaitu hutang
untuk leverage. Pada krisis yang
diramalkan akan terjadi di antara tahun 2014 – 2020 pada dasarnya adalah
koreksi adanya kelebihan-kelebihan (excess)
dan bubble yang disebabkan hutang.
Deflasi adalah kata lain dari kontraksi hutang. Dan deflasi global adalah
kontraksi hutang secara global.
Bubble umumnya meletus, bukan mengempis perlahan-lahan.
Oleh sebab itu bubble hutang global
yang menjadi sumber kekuatan ledak krisis 2014 – 2020 akan meletus. Tetapi
untuk meletusnya perlu pemicu.
Sebelum
mulai dengan faktor-faktor yang menjadi pemicu meledaknya bubble hutang global, kita akan update dulu bubblenya.
Report dari McKinsey
Global Institute mengenai status terkini dari bubble hutang global yang berjudul: “Debt and (not much) deleveraging”
mengatakan bahwa krisis subprime 2008
tidak serta merta secara global menyebabkan pelaku ekonomi melakukan deleveraging, mengurangi hutangnya.
Antrara tahun 2008 sampai tahun 2014, jumlah hutang global ternyata meningkat
sebesar $57 trilliun. Peningkatan hutang terbesar datangnya dari Cina. Dalam 7
tahun terakhir (2007 – 2014) total hutang di Cina meningkat 4 kali lipat (400%)!
dari $7 trilliun di tahun 2007 menjadi $28 trilliun di tahun 2014. Ada dua
faktor yang memungkinkan hal ini terjadi di Cina, yaitu properti bubble dan shadow banking.
Pada kwartal
II 2014 menurut McKinsey Global Institute, hutang di dunia ini telah mencapai
$200 trilliun. Dibandingkan GDP dunia sebesar $ 74 trilliun, hutang ini telah
mencapai 270% dari GDP. Ini adalah ulah bank-bank sentral dunia yang
mengucurkan likwiditas dengan segala jenis quantitative
easing sejak krisis sub-prime di
US.
Pada saat
suku bunga suku bunga rendah terutama di negara-negara maju, investor menjadi
semakin aggressive karena merasa tidak ada resiko lagi. Kalau ada krisis, mereka
pikir bank-bank sentral akan menalanginya. Akibatnya bubble-bubble lain (selain di sektor properti US) bermunculan lagi. Bubble
emas dan bahan komoditi pecah di tahun 2011. Dengan demikian pilihan pelaku pasar
berkurang satu.
Bubble baru yang muncul antara lain Dot-Com bubble jilid II. Indeks
Nasdaq menembus level bubble Dot-Com tahun 2000. Demikian juga indeks
Dow Jones dan indeks-indeks banyak negara berkembang, terbang membuat rekord
baru.
Ini disebut bubble. Kenapa disebut bubble, karena kenaikan saham tidak
punya dasar ekonominya. Selama 7 tahun, dari tahun 2000 sampai 2007 GDP dunia
naik $17 trilliun dari $35 trilliun menjadi $53 trilliun. Selama itu, hutang
juga naik $ 55 trilliun. Dengan kata lain, untuk menciptakan GDP $1 diperlukan
$3.16 hutang. Jadi jangan heran ekonomi dunia tidak “sepenuhnya” pulih. Tahun
2007 – 2014 effektifitas hutang sebagai stimulus ekonomi menjadi lebih buruk.
Untuk menghasilkan GDP sebesar $1, diperlukan hutang 3.39. Hutang menjadi beban
kepada ekonomi. Jika ada pemicunya, bubble
hutang ini akan kolaps. Dan itulah yang sedang kita amati terus.
Bubble Hutang dan Bubble Properti Cina Meletus
Stephen
Roach, (mantan) ketua analis ekonomi dari Morgan Stanley, pada dekade lalu
selama 1 dekade meramalkan bahwa ekonomi Cina akan rontok. Entah kenapa
sekarang suara sumbang Stephen Roach itu tidak terdengar lagi.
Stephen
Roach tidak salah ketika mengatakan bahwa ekonomi Cina membubble dan akan meletus. Tetapi, seperti halnya bubble-bubble lain, bisa terus membesar dan tidak tahu kapan meletusnya.
Oleh sebab itu, ada nasehat yang kaitannya dengan mengshort bubble: “Dalam melakukan shorting sebuah bubble, harus diingat bubble masih bisa terus membesar, terus
sampai pelaku-pelaku shorting bisa kehabisan dana.” Dengan kata lain, kapan bubble akan meletus, sulit diramalkan. Oleh sebab itu, dengan
hati-hati EOWI mengatakan bahwa bubble
di Cina punya potensi meletus. Kalau ditanya kapan meletusnya, jawaban EOWI:
“Sorry...., kami tidak tahu.”
Menurut
laporan McKinsey Global Institute (MGI),
hutang total di Cina meningkat 4 kali lipat dalam kurun waktu antara 2007
sampai 2014 dari $ 7 trilliun menjadi $ 28 trilliun. Kalau jumlah ini hanya
sebagian kecil dari GDPnya, maka tidak akan ada persoalan apa-apa. Tetapi
jumlah yang $ 28 trilliun ini adalah hampir 300% (tiga kali lipat) dari GDPnya.
Ini Dan rasio ini lebih besar dari rasio
hutang-GDP di US atau di Jerman. Memang masih banyak negara maju lainnya yang
mempunyai rasio hutang-GDP yang lebih tinggi seperti US, Jerman atau Jepang,
tetapi mereka ini termasuk negara maju dan pertumbuhan ekonominya tidak
setinggi Cina. Hutang adalah kata lain dari membawa
konsumsi/pengeluaran di masa depan ke masa sekarang. Segala pengeluaran yang dibiayai hutang, akan
diimbangi dengan berkurangnya pengeluaran di masa datang.
Hutang harus
dibayar dengan bunganya atau dikemplang. Pada saat hutang harus dibayar dengan
bunganya maka ekonomi akan melambat. Apa bila pilihannya adalah membayar hutang
yang jatuh tempo dengan hutang baru (roll-over)
dan menambah hutang baru untuk meningkatkan konsumsi/pengeluaran maka hasilnya
adalah bubble hutang. Di dalam suatu
sistem ekonomi, hutang tidak bisa berekspansi secara terus menerus, karena
hutang adalah beban. Ada batas kekuatan ekonomi suatu masyarakat untuk
menanggung beban hutang. Pada saat hutang yang jatuh tempo tidak bisa dibayar
maka jalan lainnya adalah harus dikemplang. Jika skenario ini yang terjadi,
maka hasilnya adalah krisis. Dengan kata lain, akhir dari sebuah bubble hutang adalah krisis deflasi.
Menurut MGI,
ada tiga (3) hal baru di Cina yang muncul antara tahun 2007 – 2014, yaitu:
1.
50% dari dari hutang/kredit terkait ke pasar properti
Cina yang overheated.
2.
50% dari hutang yang baru terkait ke shadow-banking yang belum diregulasikan.
3.
Hutang dari pemerintah daerah di Cina beresiko gagal
bayar.
Ketiga faktor di atas menjadikan
hutang yang terbentuk di Cina dalam kurun waktu 2007 – 2014 cukup beresiko.
Tetapi EOWI akan menambahkan beberapa faktor resiko lagi:
4.
Kaum kayanya melakukan exodus (keluar dari Cina), dana
keluar dari Cina
Antara
munculnya shadow banking yang belum
diregulasikan, bubble di sektor
properti dan ketidak-bijakan di sektor perbankan terkait satu dengan yang lain
dengan sangat erat. Untuk memberikan subsidi kepada eksportir, bank-bank
diperbolehkan memberikan bunga yang sangat rendah kepada deposannya. Akibatnya,
nilai tabungan akan selalu tergerus inflasi. Oleh sebab itu para penabung
mengalihkan simpanannya ke asset-asset lain, seperti properti. Yang bisa
memperoleh kredit perumahan akan menyabet apartemen-apartemen sebagai investasi
dan yang akhirnya dibiarkan kosong karena mereka berpikir bahwa apartemen
kosong dengan kerusakannya dimakan waktu serta depresiasinya masih lebih baik
dalam menahan penurunan nilai asset (akibat inflasi) dibandingkan dengan
menyimpan uangnya di bank.
Selain
apartemen dan properti, rakyat Cina yang berduit juga memilih investasi seperti
"Golden Elephant No. 38" yang termasuk ke dalam kategori shadow
banking, yang menjanjikan bunga kurang lebih 7%.
Yang membuat
Cina beresiko bubblenya pecah saat
ini adalah, pertama untuk menciptakan pertumbuhan sebesar $1 diperlukan kredit
$3.60. Kredit sudah tidak effektif lagi. Sektor swasta dan perorangan saat ini
harus menanggung beban bunga sekitar 13% dari GDP. Walaupun demikian, Cina
tetap mencoba tumbuh 7% per tahun. Artinya pertumbuhan hutang akan meroket, dan
bebannya juga akan meroket.
Yang
diperlukan untuk membuat bubble pecah
adalah, terbangunnya rakyat Cina dari mimpinya dan menyadari bahwa beban
hutangnya sudah berat dan investasinya hanyalah pepesan kosong. Shadow banking
seperti "Golden Elephant No. 38", banyak di antaranya hanya didukung
oleh projek-projek perumahan yang hampir kosong ditinggalkan oleh penghuninya.
Harus diingat bahwa rumah kosong harus dilihat lebih condong sebagai liability (beban) yang menguras uang
dari kantong dari pada asset yang memasukkan uang ke kantong.
Tetapi
menurut MGI, pemerintah Cina mempunyai kemampuan untuk menyelamatkan sektor
finansial jika krisis di sektor properti merebak. Jadi menurut MGI, Cina tidak
akan mengalami krisis yang berkepanjangan. Mungkin opini ini ada benarnya.
Tetapi, apakah sudah dimasukkan faktor exodus (keluarnya secara besar-besaran)
kaum kaya, milyuner Cina dengan harta meraka. Beberapa berita (data)
menyiratkan bahwa ditahun 2013 untuk pertama kalinya uang keluar dari Cina. Tahun
2013, untuk pertama kalinya sejak lama, Yuan mulai tertekan. Memang pelemahannya
belum ada 10%, tetapi sudah ada pelemahan. Untuk pelemahan yuan ini, bisa saja
berdalih bahwa Cina perlu melemahkan mata uangnya untuk mendorong ekspor. Tetapi
bagi EOWI, pelemahan yuan adalah bagian dari proses deflasi US dollar.
Chart - 1
Puncak
cadangan devisa Cina ada pada kwartal II 2014 (bulan July 2014), sejak saat itu
cadangan devisa Cina tergerus. Selama 6 bulan (sampai Januari 2015), US$ 150
milyar telah keluar dari cadangan devisa Cina (Chart-2 dan Chart-3). Jumlah ini
tidak besar dibandingkan cadangan devisa Cina secara total yang mencapai
puncaknya di level US$ 4 trilliun. Tetapi, misalnya dibandingkan dengan
Indonesia, yang hanya mencapai level tertinggi di US$ 120 milyar, maka angka
US$ 150 milyar adalah tinggi. Jika dana sebesar itu keluar dari Indonesia, maka
Indonesia sudah menjadi Zimbabwe
Chart - 2
Dalam hal keluarnya
dana dari Cina, pemerintah Cina berusaha untuk mencegahnya melalui
peraturan-peraturan. Tetapi selalu ada celah-celah yang bisa digunakan. Kalau
dalam jumlah kecil, alasan mengirim uang untuk anak sekolah di luar negri. Yang
lebih besar lagi melalui perusahaan, membuat pembelian fiktif untuk barang
modal atau bahan bak; atau memarkir revenue ekspor di luar negri. Jalan selalu
ada.
Chart - 3
EOWI
menempatkan meletusnya Cina sebagai pencetus krisis pada tempat yang paling
tinggi kemungkinannya dari kesepuluh pencetus krisis yang bisa EOWI
identifikasi. Sebab dana keluar dari Cina sudah dimulai. Pertanyaannya: apakah
proses ini akan mengalami percepatan dan menjadi pemicu krisis atau malah
melambat dan melempem? Waktu akan
menentukannya.
Sekian
dulu........, di lain waktu kita akan lanjutkan ke sembilan (9) pencetus-pencetus
krisis lainnya.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.
6 comments:
Mas Imam, saya simpan U$ dalam bentuk deposito di bank asing dan sebagian bank pemerintah ? Apa bijaksana, kalau pegang cash takut dirampok dan tidak dapat bunga. Terima kasih. Atau ada saran lain ?
Pepatah Bule mengatakan :
If You Don't Hold It, You Don't Own It
Udah ngak masuk fragile five lagi...:V
Penyimpanan uang di bank adalah suatu keamanan semu.
Uang anda tidak akan dirampok oleh penjahat konvensional bersenjata tetapi akan dirampok oleh penjahat perbankan yang berdasi
http://www.tribunnews.com/regional/2015/03/16/uang-rp-22-miliar-milik-pemkot-semarang-di-bank-hilang
Saran saya daripada uang anda hilang gunakan uang itu untuk membahagiakan orang orang yang anda sayangi :)
Gimana bisa deflasi pak kalau tidak ada loan yg default (gagal bayar)?
Kalau perputaran uang melambat, saya percaya. Tapi kalau deflasi, harus sabar menunggu sih Pak, soalnya selalu ada bank sentral yg nombokin.
Katanya "the fragile five" sdh jadi tiga saja nich.....
http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-03-17/fragile-five-down-to-three-as-fed-looms-over-emerging-markets
Post a Comment