Gejolak 2014 - 2020
Tidak Belajar
(Kekayaan Lenyap per Minggu Setara 1 Tahun GDP Indonesia)
Ada
kata-kata bijak dari Kong Hu Cu:
Ada tiga
cara untuk belajar dan menjadi bijak.
- Pertama dengan perenungan yang dalam dan matang, ini adalah cara yang paling mulia dan kerén.
- Kedua dengan mencontoh, ini adalah cara yang paling mudah.
- Dan ketiga adalah dari pengalaman, ini adalah yang paling menyedihkan dan menyengsarakan. EOWI menambahkan: Untuk mengerti kok harus menderita dulu.
EOWI
menambahkan lagi:
- kalau orang tidak bisa belajar dari pengalaman......, entah apa namanya. Quran menyebutnya sebagai asfala safiliin. Keledai saja yang bodoh tidak akan jatuh di lubang yang sama, bagaimana manusia yang tidak bisa belajar dari pengalaman?
Banyak
orang (Cina) mungkin masuk pada kategori 4.
Bursa
saham Cina boleh dikata crash. Indeks
komposit Shanghai jatuh 26% dari top (puncak)nya dalam 3 minggu. Dari level 5,178
interday high tanggal 12 Juni 2015 ke
3,837 closing tanggal 3 Juli 2015. Bursa
Shanghai dan Shenzhen yang mempunyai kapitalisasi pasar total sekitar $ 10 – 11
trilyun pada awal bulan Juni 2015, kehilangan hampir $ 3 trilyun. Ini 3 kali
GDP Indonesia!! Wow....!
Dalam 1
tahun terakhir ini, bursa saham Cina kebanjiran peminat. Orang Cina seperti
sudah kehabisan obyek untuk dispekulasikan setelah harga properti mendingin.
Indeks saham Shanghai melonjak 2.5 kali lipat hanya dalam kurun waktu 1 tahun.
Dengan crash seperti ini, mungkin
pesta sudah berakhir. Dan target akhir untuk indeks Shanghai di sekitar 1,750.
Uups.
Chart- 1
Ini
mengingatkan saya pada saham BUMI yang dulu sampai mencapai di atas Rp 8000 dan
sekarang masuk kategori saham gopek-an.
Kasihan yang beli di harga Rp 8000an itu.
Walaupun
Cina punya Kong Hu Cu dengan segala kata-kata bijaknya, tetapi mereka, orang
Cina tidak bisa belajar. Yang pasti mereka yang ikut berpartisipasi dan rugi di
bursa ini bukan manusia kategori 1 dari mampu merenung, berpikir yang jernih
untuk bisa memperoleh pencerahan dan kebijakan.
Mereka
juga bukan kategori 2. Seharusnya mereka bisa belajar dari tetangga mereka,
yaitu Jepang. Jepang mengalami boom
ekonomi di tahun 1980an. Kemudian menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke 2
setelah US. Pertumbuhan ekonominya demikian pesatnya, sampai-sampai banyak yang
berpikir bahwa Jepang akan menyusul US dan rajai ekonomi dunia. Bubble di sektor properti. Bubble di bursa saham.
Tetapi apa
yang terjadi di tahun 1990?
Crash!......., sektor properti crash......., saham juga crash.
Setelah 25 tahun, indeks Nikkei masih tersisa 50% nya saja. Kalau dinilai
dengan memperhitungkan inflasi selama 25 tahun itu, entah berapa nilainya.
Chart- 2
Padahal
jarak antara bursa Nikkei di Tokyo dan dan bursa Shanghai hanya 1760 km (2 kali
Bandung – Denpasar). Toh orang-orang di bursa Shanghai tidak bisa belajar.
Apakah
mereka ini masuk pada kategori 3, yang hanya bisa belajar dari pengalaman
sendiri?
Tidak
juga.........., 7 – 8 tahun yang lalu, bursa Shanghai mengalami crash. Mereka
sudah lupa.
Mungkin
ingatan mereka tidak terlalu bagus untuk mengingat kejadian yang lebih lama dari 5 tahun lalu.
Sakit seperti alzheimer. Tetapi ada hal yang baru...., mungkin kurang dari 1 tahun. Baru saja
orang-orang Cina ini, investor retail, anggota masyarakat awam ini terjerumus
ke dalam spekulasi properti yang membubble.,
yang kemudian membeku. Turun perlahan-lahan, yang membuat banyak spekulator
berdoa.......moga-moga naik lagi. Tetapi yang ditunggu tidak naik-naik. Dan
kejadian ini sudah dilupakan....., atau pura-pura lupa.
Mungkin
mereka ini pendatang baru, yang belum berpengalaman. Mungkin. Mungkin akhirnya
menyesal seperti mereka yang membeli BUMI di bursa Jakarta. Mungkin juga orang bego...., yang tidak bisa belajar dari
pengalamannya sendiri. Siapa perduli...!
Goreng Terus Sampai Hangus
Jangan
salah sangka......, tidak semua orang Cina bego.
Ada juga yang pintar, mungkin juga banyak. Iya......banyak terutama insider alias orang-orang dalam, pemilik perusahaan, jajaran managemen atasnya.
Contohnya adalah Li Hejun, CEO dari Hanergy Thin Film Power Group http://www.hanergy.com yang usahanya di
bidang energi terbarukan (termasuk hidro-elektrik).
Setahun
lalu harga saham Hanergy yang perdagangkan di bursa Hongkong hanya berkisar
$0.18. Kemudian beberapa bulan lalu melonjak ke $7.5. Apakah kenaikkan ini
karena digoreng oleh para insider,
entahlah. Perlahan-lahan mereka menjual sahamnya. Dan akhirnya setelah digoreng
sampai hangus, saham dijatuhkan. Perdagangan saham Hanergy kemudian disuspensi.
Dengar-dengar harga saham di pasar negosiasi hanya $0.18 saja, kembali ke harga
awal. Spekulan retail yang terperangkap seperti ikan teri yang digoreng
hidup-hidup.
Chart- 3
Di samping
Hanergy, ada lagi Goldin Financial Holding. Awalnya sahamnya hanya berkisar di
$4 Hongkong. Beberapa bulan lalu melesat sampai ke $29, untuk kemudian
dijatuhkan kembali ke $8.
Chart-4
Kejatuhan
Hanergy dan Goldin bersama-sama membukukan kerugian spekulan sebesar $ 36
milyar (Hongkong tentunya). Dan..... keuntungan $36 milyar untuk para
penggorengnya, seperti Li Hejun. Sudah kaya....menjadi semakin kaya lagi.
Sepertinya,
banyak yang digoreng hidup-hidup dan ini membuat saya ingat kasus BUMI.
Bedanya, BUMI digorengnya dengan api kecil, membuat sakitnya dan siksaannya
berkepanjangan. Dari saham pekceng ke
saham gocap memakan waktu 7 tahun.
Renungan
Uang
sebesar 3 kali GDP Indonesia menguap dalam waktu 3 minggu. Itu jumlah yang
besar dan dalam waktu yang pendek. Artinya uang sebesar yang dihasilkan oleh
ekonomi Indonesia 1 tahun lenyap hanya dalam 1 minggu. Itu terjadi di bursa
Cina.
Apakah tidak
akan merambat ke sektor lain, ekonomi misalnya. Kemudian disusul spill-over ke negara-negara lain?
Seperti Jepang, Korea, tetangganya. Atau partner dagangnya seperti US, Iran,
Australia,.......Indonesia.
Ingat
Jepang dulu di tahun 1980an. Bukankah banyak kemiripan dengan Cina sekarang?
Pertumbuhan ekonomi yang cepat, yang melesat menjadi ekonomi ke 2 dunia setelah
US. Diramalkan akan menyusul US..........entah apa lagi. Bukankah tidak mungkin
akan bernasib seperti Jepang. Crash
di bursa saham dan properti, disusul dengan resesi dan pertumbuhan ekonomi yang
marginal selama 25 tahun. Stimulus selama 25 tahun tidak mempan.
Tadi
disebutkan Indonesia? Yang mungkin kena dampaknya. Mmmmm..... Indonesia...,
Indonesia. Skenario yang paling berpeluang terjadi adalah, harga komoditi bahan
tambang (dan minyak) turun lagi, karena karena resesi di Cina. Pendapatan
pemerintah dari sektor ini turun lagi. Pemerintah mengejar-kejar orang untuk
membayar pajak. Kantor pajak akan berburu di kebun binatang, menembak gajah
yang ada disana – itu kiasan untuk lebih membebani pembayar pajak yang taat.
Perlambatan ekonomi. Rupiah perlahan-lahan melemah.
Secara
implisit, skenario di atas mengatakan bahwa ekonomi Cina akan melambat dan
resessi. Tentu saja ada skenario lain. Misalnya crash landing, dana asing keluar secara berbondong-bondong,
atau/disertai pembersihan politik. Ini akan merambat dengan cepat kemana-mana
dan credit line akan beku. Itu yang
parah. Harga properti di kota-kota yang menjadi tujuan jutawan Cina seperti
Toronto, Vancouver, Singapore, Melbourne.......akan crash. Selanjutnya bisa anda bayangkan sendiri. Pada saat credit line tutup, credit mengering dana asing tergesa-gesa keluar, maka rupiah juga
akan crash.
EOWI tidak
yakin skenario ke 2 akan terjadi. Ketika tahun 1990 Jepang mengalami crash dan Uni Soviet secara bersamaan
runtuh; dunia tidak banyak terpengaruh. US kena resesi dari bulan Juli 1990 sampai February 1991. Kecuali sedikit perampingan di perusahaan-perusahaan Amerika, dan indeks DOW turun 20% dari 2,999.8 di bulan July 1990 ke 2,408 dibulan Oktober 1990 yang kemudian rebounce. Bukan crash ala bursa Shanghai sekarang. Pada waktu itu, kecuali bursa Tokyo, selebihnya di tahun itu biasa saja.
Jadi, kalau mengambil analogi bursa Tokyo tahun 1990, kemungkinan crash di bursa Shanghai di tahun 2015 in tidak banyak berpengaruh ke bursa lainnya. Entahlah kalau kali ini situasinya berbeda. Artinya....., US mengalami resesi, bursa Wall st. ikut-ikutan turun sampai 20% dan berlanjut terus. Entah lah.
Jadi, kalau mengambil analogi bursa Tokyo tahun 1990, kemungkinan crash di bursa Shanghai di tahun 2015 in tidak banyak berpengaruh ke bursa lainnya. Entahlah kalau kali ini situasinya berbeda. Artinya....., US mengalami resesi, bursa Wall st. ikut-ikutan turun sampai 20% dan berlanjut terus. Entah lah.
Sekian
dulu. Semoga cerita ini ada hikmahnya bagi anda. Ini adalah doa EOWI yang
secara implisit berbuny: “Semoga pembaca EOWI setidaknya ada pada kategori 2
dan 1 menurut pembagian Kong Hu Cu”. Itu doa kami untuk pembacanya. Dan semoga
anda termasuk yang selamat bahkan memperoleh keuntungan selama Gejolak 2014 –
2020 ini. Amiiiiiiin.
EOWI
sedang melakukan kampanye untuk menaikkan jumlah follower nih. Supaya lebih kerén. Kalau anda belum jadi follower
EOWI, silahkan klik link untuk jadi follower, supaya EOWI jadi kerén, karena banyak followernya. Dan
anda juga jadi kerén karena membaca
secara rutin situs ekonomi alternatif yang terbaik di Indonesia.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.
1 comment:
Wis gak perlu saya laik laik laikan segala, pokoke wis masuk di list blog favoritku, lebih manteb tho
Post a Comment