Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi,
uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi
ekonomi global di awal abad 21.
Dongeng ini didedikasikan bagi mereka:
Dongeng ini didedikasikan bagi mereka:
- yang kritis, skeptis, berpikir bebas dan mencintai kebenaran
- dan yang suka menikmati sarkasme dan humor sardonik
(Terbit, kalau hati saya sedang gembira)
...... Indeed, under a fiat
(that is, paper) money system, a government (in practice, the central bank in
cooperation with other agencies) should always be able to generate increased
nominal spending and inflation, even when the short-term nominal interest rate
is at zero.
.... But the U.S. government has
a technology, called a printing press (or, today, its electronic equivalent),
that allows it to produce as many U.S. dollars as it wishes at essentially no
cost. By increasing the number of U.S. dollars in circulation, or even by
credibly threatening to do so, the U.S. government can also reduce the value of
a dollar in terms of goods and services, which is equivalent to raising the
prices in dollars of those goods and services. We conclude that, under a
paper-money system, a determined government can always generate higher spending
and hence positive inflation.
....... So what then might the
Fed do if its target interest rate, the overnight federal funds rate, fell to
zero? One relatively straightforward extension of current procedures would be
to try to stimulate spending by lowering rates further out along the Treasury
term structure--that is, rates on government bonds of longer maturities.
....... The Fed can inject money
into the economy in still other ways. For example, the Fed has the authority to
buy foreign government debt, as well as domestic government debt. Potentially,
this class of assets offers huge scope for Fed operations, as the quantity of
foreign assets eligible for purchase by the Fed is several times the stock of
U.S. government debt.
Ben Bernanke (ketua the Fed 2006 – 20??), dalam pidatonya berjudul:
Deflation: Making Sure "It" Doesn't Happen Here, di hadapan the
National Economists Club, Washington, D.C., 21 November 2002.
---***---
Dunia sedang mengalami krisis ekonomi yang panjang. Krisis ekonomi saat ini bukan resesi biasa yang hanya berlangsung 6 – 12 bulan. Analogi yang terbaik untuk krisis yang dimulai sejak tahun 2007 adalah masa depresi 1930an. Penyebabnya sama, yaitu hutang yang menggunung yang memotori boom di sektor ekonomi.
Drama ini dimulai dari Amerika Serikat yang
mengalami krisis finansial di tahun 2007 – 2009 dari sektor kredit perumahan subprimenya.
Kemudian krisis ini merambat ke sektor moneter. Kemudian merambat lagi keluar
Amerika, ke Inggris, ke Islandia, ke Yunani, Eropa, Asia dan ke belahan dunia
lainnya. Harga saham dunia anjlok, harga rumah di Amerika dan Inggris tertekan,
harga barang komoditi dan emas juga anjlok. Ada yang mengatakannya krisis
ekonomi, ada juga yang mengatakan krisis moneter. Yang benar adalah krisis
kredit. Tepatnya adalah kebekuan dan kontraksi kredit. Proses kontraksi kredit
masih berlangsung ketika kisah ini ditulis (tahun 2010), walaupun pemerintah
Amerika Serikat dan memerintah negara-negara lainnya telah mengatakan bahwa
krisis telah berakhir dan harga saham, emas dan komoditi sebagian telah agak
pulih. Dan ini masih menjadi bom waktu atau gunung berapi vulkano yang sedang mengunggu saat meletusnya.
Walaupun secara sepintas ekonomi
telah membaik, tetapi kredit masih mengalami kontraksi. Secara global, terutama
di negara-negara maju, banyak bank enggan menyalurkan kredit karena neraca
keuangannya sudah megap-megap hampir tenggelam, pelaku bisnis enggan meminta
kredit karena merasa prospek ke depan tidak menjanjikan dan disamping itu juga
banyak yang sedang terbelit hutang sehingga masih mengalami kesulitan untuk
membayar bunganya karena margin keuntungannya semakin kecil akibat deflasi
harga. Konsumen, terutama di negara-negara barat, juga sudah sulit bernafas
karena terbenam hutang dan terancam kehilangan pekerjaan/penghasilan.
Akibatnya, ekonomi sulit bergerak. Orang sibuk membayar hutang.
Bab ini akan diperuntukkan bagi
pembahasan mengenai krisis kontraksi kredit yang kemungkinan masih akan
berlangsung agak lama. Bagian pertama adalah Geger 2007 – 2009 dimaksudkan
untuk membawa pembaca ke dalam suasana krisis 2007 – 2009 sehingga bisa
menjiwai bagian-bagian berikutnya. Topik utamanya pada bagian berikutnya ialah,
mekanisme dan sebab-sebab terjadinya krisis dan ukurannya, serta
konsekwensinya. Berikutnya adalah kiat-kiat bagaimana menyelamatkan diri dari
resiko kerugian yang bisa terjadi. Tentu saja kiat-kiat ini bukan saran untuk pemerintah.
Sebab untuk pemerintah hanya ada satu kiat: jangan campuri urusan ekonomi,
karena setiap campur-tangan akan memperparah penderitaan. Cukup rampingkan
birokrasi, sisakan sektor yang manfaat langsung bagi masyarakat, serta kurangi
belanja pemerintah.
Bagaimana peran emas sebagai uang
sejati dalam krisis? Bagaimana pengaruh tindakan pemerintah, karena biasanya
pemerintah akan gatal untuk campur tangan? Pada bab ini pertanyaan itu akan
diusahakan untuk dijawab.
Dalam menjelaskan krisis ini,
saya akan menggunakan siklus Kondratieff sebagai kendaraan untuk mendongeng.
Kendatipun siklus ini tidak mempunyai landasan yang ilmiah, akan tetapi akan
bisa membuat alur cerita menjadi enak dibaca.
Menurut sahibul kisah, krisis ini
adalah bagian dari siklus jangka panjang, yang disebut dengan Kondratieff
Winter. Krisis serupa pernah terjadi
secara global sekitar tahun 1930, atau 80 tahun lalu, dan dikenal dengan nama the
Great Depression. Karena demikian lamanya, maka sudah banyak yang lupa. Tidak hanya itu, siklus ini panjangnya seumur dengan umur manusia. Hanya mereka yang berumur 100 tahun dan belum pikun saja yang bisa memahami dan menghayatinya karena sebelumnya telah mengalami dua depresi seperti ini.
Dari ukuran penyebabnya, yaitu kredit bubble, depresi awal abad 21 ini wajar-wajar saja kalau disebut the Greater Depression, depresi yang lebih besar. Fenomena lainnya, pada krisis sebelumnya, yaitu the Great Depression, diakhiri dengan Perang Dunia II karena mood masyarakat global menjadi negatif ketika mengarungi depresi ini. Apakah krisis abad 21 kali ini akan mengikuti jejak yang sama dengan the Great Depression 1930 dengan skala yang berbeda? Entah lah.
Dari ukuran penyebabnya, yaitu kredit bubble, depresi awal abad 21 ini wajar-wajar saja kalau disebut the Greater Depression, depresi yang lebih besar. Fenomena lainnya, pada krisis sebelumnya, yaitu the Great Depression, diakhiri dengan Perang Dunia II karena mood masyarakat global menjadi negatif ketika mengarungi depresi ini. Apakah krisis abad 21 kali ini akan mengikuti jejak yang sama dengan the Great Depression 1930 dengan skala yang berbeda? Entah lah.
Mungkin pembaca akan heran ketika
membaca bab ini. Sebabnya karena pada bab-bab sebelumnya, dimana kecenderungan
nuansa dongeng ini adalah memposisikan kami sebagai pendukung dan penggembira, pemandu sorak penggunaan uang sejati (emas). Tetapi
pada bab ini, malah menyimpulkan bahwa tabungan dalam uang fiat justru bagus
untuk melidungi kekayaan dari hantu deflasi. Sebaiknya pertanyaan itu anda
simpan terlebih dahulu. Saya tidak akan merusak selera membaca anda dengan
menjelaskan disini. Anda akan temukan jawabannya jika anda membaca terus di bab
ini.
Menjelang bagian terakhir dari
bab ini, pembaca akan dihibur dengan dongeng mengenai masa depan yang cerah
penuh optimisme. Hidup tidak harus tertekan dan muram. Sedih-gembira;
senang-susah; pesimis-optimis datang silih berganti. Dan dimasa optimis,
pembaca akan disuguhi dongeng mengenai bagaimana memanfaatkan masa optimis.
Bab ini sifatnya dinamis, karena
mengetengahkan hal yang sedang terjadi dan memperkirakan
kemungkinan-kemungkinan untuk masa depan. Oleh sebab itu, jika edisi berikutnya
dari dongeng ini diterbitkan dikemudian hari, bab ini kemungkinan besar akan
memperoleh banyak penyesuaian dengan data-data baru.
Sebelum menginjak pada inti dongeng di bab ini, saya ingin berbagi
pengalaman. Hidup selalu penuh dengan resiko dan setiap ada krisis selalu ada
peluang untuk mengambil keuntungan. Paling tidak, pada setiap krisis selalu ada
jalan untuk menyelamatkan diri. Pada setiap periode di dalam suatu siklus,
bentuk resiko selalu berbeda, dan kesempatan yang bisa dimainkan juga berbeda.
Seperti halnya nabi Yusuf yang bermain di siklus komoditi makanan. Bedanya
ialah bahwa beliau ini memperoleh bisikan dari yang di Atas. Sedangkan kita
hanya belajar dari data dan sejarah.
Ketika tahun 2000 saya memutuskan untuk mencari kerja sebagai kuli kontrak
di bidang perminyakan di luar negri dengan gaji US dollar dan meninggalkan profesi sebagai kuli (pegawai) permanen
yang stabil, mapan dan nyaman tetapi bergaji kecil karena Indonesia masih belum pulih dari krisis yang dimulai tahun 1998. Gaji sebagai kuli kontrak 5 kali dari kuli
permanen. Saya berniat berspekulasi lebih jauh lagi dengan mencari pekerjaan
sebagai kuli harian yang gajinya jauh lebih besar, tetapi tidak berhasil.
Sebagai kuli kontrak dan kuli harian kemapanan dan jaminan kelangsungan
pekerjaan tidak sebaik posisi kuli permanen. Tetapi resiko ini saya ambil
karena saya percaya bahwa dalam dekade 2000 akan terjadi boom di sektor minyak bumi dan komoditi tambang, termasuk emas.
Tidak hanya itu, tabungan, saya transfer dari uang ke dalam bentuk emas.
Sepuluh (10) tahun kemudian harga emas naik 4 kali lipat dalam US dollar atau
3,9 kali lipat dalam rupiah. Sedangkan gaji saya meningkat sampai 10 kali
lipat. Jadi, jika semua kenekatan itu ada dasarnya maka bisa menguntungkan.
Saya selalu punya persoalan dengan para konsultan investasi yang
mengatakan bahwa pada umur 50 ke atas, sebaiknya seseorang hanya berinvestasi
ke sektor-sektor yang aman dan defensif, seperti deposito, bond dan emas.
Karena dengan meluasnya praktek uang fiat dan fractional reserves banking,
FRB, saya tidak yakin bahwa investasi yang aman dan defensif itu ada. Semuanya
itu ada resikonya. Yang penting bagi seseorang ialah mengetahui seberapa besar
resiko yang akan ditanggungnya. Oleh sebab itu, sebelum anda memutuskan untuk
terjun ke bidang yang sifatnya spekulatif, sebaiknya anda merenung dulu. Apakah
anda seperti nabi Yusuf, secara mental siap melihat gandum dan bahan pangannya
busuk jika spekulasi anda meleset? Bond (surat hutang) ada resikonya, jika
perusahaan yang menerbitkannya bangkrut, maka uang anda akan menguap. Deposito
juga ada resikonya jika banknya bangkrut. Paling tidak, setiap 4 tahun nilai
riil pokok simpanan anda termakan inflasi. Saham juga ada resikonya jika
perusahaannya bangkrut atau anda membelinya di titik puncaknya. Sama juga
dengan emas. Jika anda membeli emas di tahun 1980, maka anda harus menunggu
selama 26 tahun agar supaya bisa balik pokok. Bahkan kalau membelinya pada
tanggal 21 Januari 1980 di harga $860, anda harus menunggu 26 tahun. Waktu 26 tahun cukup lama, dan bisa jadi anda sudah mati sebelum harga emas itu
balik-pokok (lihat Grafik VIII - 1).
Alternatif lain, anda bisa menyimpan uang kertas anda di bawah bantal. Dan
resikonya, nilainya akan menjadi setengahnya setiap 4 tahun berlalu. Jika anda
sekarang tahun 2010 memiliki Rp 1 milyar, yang nilainya seharga 1 rumah di Jakarta dengan tanah 500 m persegi, nanti
sekitar dekade 2065, uang itu hanya bisa untuk membayar gaji pembantu sebulan.
Silahkan pilih. Hidup memang tidak enak, penuh resiko serta penuh cobaan.
Disclaimer:
Dongeng
ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada
cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam
periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi
adalah yang sebaliknya yaitu deflasi US dollar dan beberapa mata uang lainnya.
Ekonomi
(dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara
eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai
anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab
atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi
dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan
informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda
mentraktir EOWI makan-makan.
1 comment:
SUdah 7 bulan belum keluar lanjutan dongengnya Pak IS. Ditunggu.
Post a Comment