Moralitas
Ayat-Ayat Quran Dan Skenario Imaginer
Saya akan memulai
tulisan ini dengan beberapa ayat Quran yang sering saya bacakan kepada
orang-orang sosialis dan penganut paham populis. Karena yang akan EOWI sodorkan
adalah masalah moralitas. Walaupun sebenarnya EOWI ingin merujuk pada moralitas
Pancasila, tetapi tidak ada rujukan yang sahih yang bisa digunakan. Ke lima
butir-butir Pancasila tidak mengandung ajaran moralitas. Sedangkan mau
menggunakan rujukan Bible, suasana saat ini sangatlah sensitif. Salah-salah
bisa diAhokkan. Jadi terpaksa EOWI
gunakan Quran sebagai rujukan. Ini seharusnya cukup sahih (valid), mengingat
mayoritas bangsa Indonesia mengaku
Islam (baca: mengaku). Tentang
sebenarnya......, hanya Allah yang tahu.
Kita juga tahu
bahwa di dalam pemerintahan banyak orang yang mengaku beragama Islam. Bahkan
salah satu cawapres adalah kyai, ketua Majelis Ulama Indonesia, MUI yaitu
Ma’ruf Amin. Tentang keislaman yang sebenarnya......, hanya Allah yang tahu.
Kita mulai dulu
dengan ayat-ayat Quran tersebut:
[2:188] Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim/penguasa, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.
[4:29] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu......
[43:32] Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat
Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan
dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.
Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
Ada suatu situasi
imaginer yang akan EOWI kaitkan dengan ayat-ayat di atas. Skenarionya adalah sebagai
berikut:
Seseorang mentraktir 200 orang makan siang di restoran.
Dia bikin kesepakatan dengan pemilik restoran bahwa biaya makan ini akan
ditanggung oleh orang yang datang pertama setelah magrib. Orang tersebut harus
bayar, kalau tidak rumahnya akan disita.
Dari segi
moralitas Islam, si Peneraktir dan Pemilik restoran sangat tidak bermoral.
Jelas al Baqarah 188 (QS 2:188) menyebutkan: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim/penguasa, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui.
Sekalipun dibuat
hukumnya atau undang-undangnya atau keputusan pemilik restoran, atau keputusan
menteri atau keputusan presiden, tindakan semacam itu adalah immoral.
Silahkan
merenungkan kembali, jika tindakan seperti itu dilegalkan, apakah akan membuat
nya menjadi tidak immoral? Bagaimana jika semua bangsa menerima hal seperti
ini, apakah tindakan seperti itu menjadi immoral? Sekalipun makannya itu untuk
orang banyak dan bagi-bagi rejeki, kemaslahatan umat tetapi tetap saja immoral
menurut ayat az Zukhruf 32 (QS 43:32). Kenapa immoral? Karena semuanya itu
sejak awal tidak atas persetujuan calon pembayar bill makanan. Bahkan dalam QS 43:32 tidakan seperti itu dicela:
.... rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan.
EOWI mengajak
pembaca untuk merenung kembali masalah moralitas ini. Sebab, ketika romantisme
sudah dimasukkan, pelaku tindakan yang immoral bisa menjadi pahlawan, seperti
Robin Hood contohnya.
Penjelasan Menteri Keuangan
Beberapa waktu
lalu, ketika masalah hutang pemerintah Indonesia yang meningkat tajam
selama pemerintahan Jokowi memperoleh
sorotan tajam, menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi penjelasan di
beberapa media dan juga forum-forum lainnya. Berikut ini salah satu rekaman
videonya.
Hutang Negara: Apakah Tindakan Immoral?
Sekali lagi, EOWI
tidak membahas hal ini dalam kerangka moralitas Pancasila, karena ke 5 butir
Pancasila tidak berisi ajaran-ajaran moral seperti Bible, Quran atau Tripitaka.
Pembahasan ini terbatas pada kerangka Islam. Jika anda punya rujukan Biblenya
silahkan saja. Mungkin nanti EOWI akan memberi sedikit isyarat-isyaratnya.
Ketika negara
mengeluarkan surat hutang dengan masa tenor 10 tahun, 20 tahun atau 30 tahun,
maka yang akan membayar (melalui pajak) sebagian adalah orang-orang yang belum
punya hak memilih. Jangankan yang tidak terwakili, yang terwakilipun tidak
paham akan masalah hutang negara dan tidak pernah memperoleh penjelasan tentang
konsekwensi apa yang akan ditanggungnya.
Apalagi surat hutang yang jatuh temponya 20 – 30 tahun, itu akan menjadi beban
orang-orang yang pada saat hutang itu dibuat mereka masih berupa sperma, atau
beras, sayuran, atau istilah dengan teman saya yang suka berbicara kasar, masih berupa titit, atau entah apa lagi.
Kembali kepada
pertanyaan semula: Pemerintahan yang membuat hutang jangka panjang, apakah bisa
disebut pemerintah yang punya moralitas dan beradab?
Sesat Pikir: Dalih atau Alasan?
Menteri Keuangan
Sri Mulyani menjelaskan bahwa APBN dan hutang serta mengelolaannya sudah sesuai
dengan undang-undang. Argumen Sri Mulyani ini adalah logical fallacy (sesat pikir) yang bernama appeal to the law. Logical
fallacy (sesat pikir) seperti ini secara gamblang digambarkan sebagai, jika
perbuatan X mengikuti hukum, maka perbuatan X tersebut adalah perbuatan
bermoral. Dan sebaliknya, jika perbuatan X itu tidak mengikuti hukum maka
perbuatan itu immoral.
Coba renungkan
dengan pertanyaan ini sebagai test realitas: Apakah undang-undang bisa menyulap perbuatan immoral menjadi bermoral?
Kalau memang demikian halnya, maka untuk membasmi semua tindak immoral, dibuat
saja undang-undangnya untuk mejadikannya bermoral. Yang pasti kata Quran,QS
2:188, pengesahan tindakan bathil tidak membuatnya tidak bathil.
Kalau sebelumnya
adalah appeal to the law fallacy,
sesat pikir dengan mengacu pada hukum legal, ada lagi sesat pikir yang sering
digunakan sebagai dalih. Sesat pikir ini disebut appeal to majority, atau argumentum
ad populum. Maksudnya jika banyak yang telah melakukan suatu perbuatan
immoral maka tindakan itu menjadi tidak lagi immoral.
Varian lain dari argumentum ad populum adalah dengan
mengatakan bahwa rejim yang lalu-lalu seperti Suharto, SBY juga membuat hutang.
Walaupun untuk SBY ini tidak sepenuhnya benar (pada jaman SBY rasio hutang
terhadap GDP turun), tetapi untuk sekedar berargumen, anggap saja benar, tidak
berarti bahwa berhutang itu menjadi secara moral tergolong baik, melainkan
berarti rejim-rejim yang terdahulu juga tidak bermoral.
Tidak ada yang
bisa menyangkal dengan logika bahwa membuat hutang jangka panjang yang
dilakukan oleh suatu rejim bisa disebut immoral.
Pengelabuhan: Beban Hutang Turun
EOWI sempat
memperoleh kiriman video penjelasan menteri keuangan Sri Mulyani yang
mengatakan bahwa secara nominal hutang memang naik. Tetapi relatif terhadap
kemampuan bayar, dalam hal ini pendapatan, ratio hutang turun. Maksudnya ratio
hutang terhadap penghasilan turun. Dalam hal negara, ratio hutang terhadap GDP
turun. Kali ini kebohongannya dikubur oleh angka-angka.
Teknik mengubur
kebohongan dengan angka-angka ini seperti sulap. Angka-angka statistik
berfungsi sebagai pengalihan perhatian. Permainan yang sebenarnya bukan ada
ditangan yang heboh beraksi melainkan ada di tangan yang lain yang bermain
secara halus dan tidak kentara.
Berikut ini
videonya.
Perhatikan betapa
hebohnya ia menerangkan. Permainannya terletak bahwa orang tidak akan
merunutkan dan memperhatikan angka-angkanya. Kebanyakan orang cuma mau tahu
hasil akhirnya. Ketika angka-angka itu diplot dalam satu grafik, jelas terlihat
kesimpulan yang benar. Dengan kata lain, tanpa chart yang ditanamkan ke dalam
benak pendengar bisa berlawanan jauh dengan kebenarannya.
Berikut ini data
dari World Bank. Secara nominal, agak lebih tinggi dari data IMF. Tetapi
trendnya sama. Angka nominal tidak penting dalam hal ini, karena yang dibahas
adalah trendnya. Sri Mulyani mengatakan trendnya membaik alias menurun.
Kenyataannya adalah sebaliknya. Tanpa chart ini, pembawa acara dan para
penonton akan mempercayai saja semua yang dikatakan nara-sumber.
Pengemban Hutang yang Menyusut – Semakin Kejam
Ibu saya dari
keluarga dengan 12 bersaudara, dengan 1 meninggal ketika masih di bawah 10
tahun. Demikian juga ayah saya, saudaranya yang hidup sampai tua ada 12 orang. Orang-orang yang seumuran saya
biasanya 4 – 7 bersaudara. Dan untuk genersi saya, anaknya rata-rata 2 saja.
Trendnya adalah semakin mengecilnya jumlah keluarga.
Chart di berikut
ini bercerita tentang tingkat fertilitas wanita Indonesia dengan perjalanan
waktu. Jadi kalau saya mengatakan bahwa saya 6 bersaudara, bisa diterka bahwa
saya kelahiran tahun 1940 – 1960. Bukan kelahiran tahun 1990an.
Apa yang menjadi
penyebab dari trend penurunan fertilitas ini, mungkin banyak. Kalau penurunan
drastis antara tahun 1970 – 2000 itu patut diduga karena suksesnya buku
Population Bomb yang dikarang Paul Ehrlich yang membuat panik pemerintahan di
dunia akan adanya ledakan populasi dan bahaya kelaparan pandemi sebagai
akibatnya. Pemerintah-pemerintah di dunia berlomba-lomba membuat program
pembatasan kelahiran dan sukses.
Patut diduga bahwa
penurunan fertilitas selama tahun 1960 – 1970 serta 2010 dan selanjutnya
dipengaruhi oleh urbanisasi. Pasangan suami-istri urban lebih jarang
berhubungan sex dibanding dengan yang dipedesaan. Di kota banyak yang bisa
dilakukan setelah matahari terbenam selain sex. Disamping itu bagi mereka anak
adalah beban yang berat.
Dengan
ekstrapolasi, tingkat fetilitas wanita Indonesia menembus batas 2 pada tahun
2030. Artinya 11 - 12 tahun lagi, Indonesia mengalami fase zero old people replacement. Dan saat itu
Indonesia menjadi masyarakat yang menua. Populasi orang tua cenderung meningkat.
Jadi ini bukan demografi yang menyusut lho. Keduanya berbeda.
Oleh sebab itu generasi
yang akan datang menghadapi dua beban berat yang ditimpakan oleh generasi sebelumnya,
yaitu: mengurus orang-orang tua yang jumlahnya lebih banyak dari yang muda dan
membayar hutang yang dibuat oleh generasi tua. Oleh sebab itu hidup 15 – 40 tahun
mendatang akan berat bagi kaum muda.
Renungan
Saya memperoleh kiriman
video yang ada kaitannya dengan hutang. Walaupun pembawanya seorang ustadz,
tapi ilmunya kelihatannya sebatas pada
entertainer saja, seperti A’a Gym. Tidak ada dalil Quran atau hadith yang
dikeluarkannya.
Kesalahan dari
ustadz ini adalah pada detailnya. Angka Rp 13 juta beban hutang itu salah,
karena pada saat membayar nanti, tidak semua warga negara NKRI ini membayar
hutang itu. Karena ada yang pensiunan, ada yang jompo, ada yang masih balita.
Mungkin yang menanggung beban itu 20% - 30% saja. Itu tidak termasuk jika
hutang itu bertambah hutang yang baru dan bunganya tidak dibayar-bayar. Anda
bisa hitung sendirilah. Mungkin Rp 50 juta.
Orang mati yang
membawa hutang dianggap tidak bermoral. Menurut riwayat, nabi enggan mensholati
jenazah yang hutangnya belum dibayarkan. Oleh sebab itu, ketika seorang muslim meninggal,
selalu diumumkan bahwa jika yang meninggal ini punya hutang, diharapkan krediturnya
datang kepada keluarganya untuk menyelesaikan hutangnya itu.
Kalau anda
bertanya apakah ini berlaku bagi presiden atau pelaku pemerintahan yang membuat
hutang, mungkin kyai Ma’ruf Amin bisa menjawabnya. Mungkin. Apakah Jokowi layak
memperoleh sholat jenazah ketika ia meninggal nanti? Persoalannya lebih dari
sekedar hutang yang belum dibayar. Tetapi hutang yang dibebankan kepada mereka
yang masih berupa sperma-sperma pada saat hutang itu dibuat. Dan itu demi
kesuksesannya untuk menjadi presiden untuk kedua kalinya. Itu biadab.
Mengenai moralitas
hutang, saya tidak bermaksud untuk memberi pandangan dari sudut agama Kristen
atau Yahudi. Tetapi lebih banyak dari sudut pandang Bible.
Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang
menjadi budak dari yang menghutangi [Amsal 22:7]
Itu kata Bible. Dan
dari sudut moral, sebutan apa yang paling tepat bagi mereka yang mengirimkan
anak-cucu mereka untuk dijadikan budak dari para kreditur yang kaya? Silahkan
jawab sendiri.
Beberapa waktu
lalu, saya menjelaskan perbedaan antara penipuan dan pengelabuhan. Dalam pengelabuhan
tidak ada kebohongan yang dikeluarkan, tetapi pernyataan-pernyataan dibikin
sedemikian rupa sehingga persepsi terarah. Sebagai contoh seorang yang telah
mempunyai istri 9 orang sedang merayu calon istri ke 10nya. Ia mengatakan: “Kamu bukan istri pertama saya. Saya sudah
berkeluarga. Istri saya bernama Maryam dan punya anak 2.”
Ia tidak
mengatakan bahwa Maryam itu istri ke-5nya. Dan memang benar dia punya anak
dengan Maryam 2 orang. Dengan istri yang lain tidak diceritakan.
Dengan tidak
menceritakan keadaan yang sepenuhnya, ia bermaksud membiarkan persepsi calon
istri ke 10nya berpikir bahwa ia akan menjadi istri ke-2. Itu tidak terlalu
buruk dibanding dengan istri ke-10. Tetntu saja dalam kasus yang saya jumpai,
sang istri baru menjadi kesal setelah mengetahui bahwa ia istri ke-10, dan
kemudian membuat ulah.
Penipu dan
pengelabuh yang bodoh akan ketahuan bohongnya dan pengelabuhannya oleh
korbannya. Sedangkan penipu dan pengelabuh yang pintar, korban-korbannya (banyak)
tidak pernah tahu bahwa pernah dikerjai.
Penipu dan pengelabuh semacam inilah yang sangat berbahaya. Kalau kasus Ratna
Sarungpaet, kasus 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos, kasus.....
adalah kasus penipuan kelas rendahan. Mudah dibongkar kebohongannya. Tetapi
untuk pembangunan dengan bermodal hutang agar bisa terpilih menjadi presiden
untuk kedua kali, ketiga kali, berkali-kali, itu berbeda kualitasnya.
Kalau saja Hannibal, anjing saya boleh mencalonkan diri, saya akan pilih dia. Tetapi untuk keadaan sekarang, sama-sama
kakistokrat, kalau Prabowo jadi presiden....., ditengah jalan dia main
tipu-tipu, lebih gampang diketahui. Dan kalau tidak suka..., bisa ramai-ramai
protes. Tetapi jika orang yang sangat licin, dampak pengelabuhannya baru
ketahuan 20 – 30 tahun kemudian?
Mampuslah
anak-cucumu.
Orang sangat pandai tidak banyak. Sedangkan orang awam, orang pintar dan orang gila banyak. Mereka ini yang akan memilih para kakistokrat pengelabuh yang ulung. Oleh sebab itu, dalam pemilihan umum sekarang kami ramalkan yang akan menang adalah kakistokrat yang licin dan pandai mengelabuhi. Sampai anak cucu mungkin tidak akan sadar bahwa kakek-kakek mereka telah dikelabuhi.
Sekian dulu. Jaga baik-baik
kesehatan dan tabungan anda. Sampai lain kali.
Jakarta 19 Januari
2019
DS – Datuk Semar,
bukan Denny Siregar.
Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.