___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Thursday, December 29, 2016

Kilas Balik Tahun 2016 dan Projeksi Tahun 2017



(Bagian I: Politik dan Sosial Global)

Tahun 2016 merupakan tahun yang penuh kejutan baik untuk global dunia atau dalam negri bagi yang tidak siap atau tidak bisa berkutik. Tetapi semuanya itu masih dalam kerangka Kondratieff winter.
Sebelumnya kita lihat score card EOWI dalam kaitannya ramalan Gejolak 2014 -2020. Satu (1) ramalan EOWI yang dituangkan dalam Gejolak 2014 – 2020 terpenuhi. Pada tanggal 15 Januari 2016 harga minyak menembus $30 per bbl, kemudian rebound sedikit dan kejatuhannya berlanjut sampai $26 pada tanggal 11 Februari 2016 sebelum rebound ke level saat ini (pada saat tulisan ini dibuat) $53. Satu hutang (ramalan 2014 - 2020) EOWI terpenuhi. Walaupun harga minyak mengalami rebound, jangan bergembira dulu, karena rally yang dimulai dari bulan Februari 2016 lalu adalah counter-trend rally. EOWI melihat counter-trend rally ini sudah, setidaknya hampir berakhir. EOWI berpendapat bahwa dalam 24 bulan mendatang, harga minyak akan kembali ke wilayah di bawah $30 per bbl.
Di sektor properti, kalau mau dikatakan sudah memasuki target, bisa juga. Di Jakarta dan sekitarnya, kalau dulu spanduk advertensi properti bunyinya: “Tanggal .......harga naik.” Sekarang bunyinya: Discount ....% dan Bonus mobil, kitchen set .....” Artinya sektor properti sudah beku dan harga sudah turun. Mungkin secara nominal belum turun, tetapi dengan discount dan bonus ini dan itu, sama saja dengan harga yang turun. Jadi walaupun masih bisa didebat, tetapi bisa dikatakan bahwa ramalan untuk sektor properti sudah terpenuhi. Sekarang tinggal sektor saham (4000 – 5000 untuk indeks Dow Jones Industrial), harga emas (di bawah $700/oz), kurs US dollar ke rupiah (Rp 17,000 per US$) dan kejatuhan junk bond. Sebagian dari target ini mungkin bisa dicapai dalam 24 bulan mendatang antara tahun 2017 – 2018.
Dalam rangkaian tulisan ini, kita akan bahwa apa yang telah terjadi di tahun 2016 dan bagaimana gambaran yang EOWI peroleh dari ekstrapolasi mengenai tahun 2017 di bidang politik, sosial dan ekonomi baik untuk dunia dan juga dalam negri.
Seperti yang dikisahkan dalam Gejolak 2014 – 2020, bahwa saat ini dunia sedang dalam periode Kondratieff winter. Di dunia politik, ciri-ciri Kondratieff winter masih sangat kental. Polarisasi dalam masyarakat dan dunia semakin meningkat/menguat. Semangat populisme memperoleh dukungan yang kuat. Kemenangan kandidat yang yang mengusung populisme secara tidak terduga memenangkan pemilihan kursi politik. Populisme yang bisa aliran kiri, kanan atau tengah, tetapi intinya gerakan ini adalah penggalangan penyatuan kelompok rakyat biasa mengambang yang tidak punya kedudukan, tidak punya kekuatan politik, tidak punya tempat di dunia politik. Mereka bersatu melawan elit politik yang licik, punya kedudukan/kekuatan politik/partai, didukung oleh kaum kaya dan intelektual. Walaupun belum nampak jelas, gerakan polulisme, sebagian akan mengalami metamorfosa menjadi fasisme, pemaksaan coercion. Kita akan lihat hal ini dalam tahun-tahun mendatang.
Nasionalisme dan chauvinisme kedaerahan, suku, agama juga semakin meningkat. Ketegangan politik global juga mengalami eskalasi. Walaupun masih berwujud perang proxi, medannya berpindah, tetapi lebih intense dalam arti kerusakan yang diakibatkannya dan kematian yang ditimbulkannya dibandingkan tahun 2015 atau sebelumnya.
Sosio-Politik: Tumbuhnya Populisme, Matinya Pluralisme dan Globalisasi
Tanggal 23 Juni 2016, dunia dikejutkan dengan hasil referendum di UK – Britannia Raya. British (orang Indonesia menyebutnya Inggris) memilih keluar (leave) dari Uni Eropa. Hasil referendun ini mengejutkan karena jajak pendapat sebelumnya menunjukkan dominasi tetap (stay) di dalam Uni Eropa. Secara historis selama tahun 1973 – 2015, hasil jajak pendapat cenderung ke arah tetap bersama Uni Eropa atau pendahulunya, yaitu Masyarakat Ekonomi Eropa. Pada dekade 70an dan 80an yang punya kecenderungan untuk memisahkan diri dari Uni Eropa dan Masyarakat Ekonomi Eropa datangnya dari Partai Buruh. Tetapi sejak tahun 90an motornya adalah partai gurem pendatang baru yaitu UK Independent Party, UKIP dan beberapa anggota Partai Konservatif. Suatu hal yang menarik adalah ketua UKIP, Nigel Farage punya karakter yang sangat sarkastik. Mendengarkan pidato-pidatonya di parlemen Uni Eropa, bagi saya sebagai seorang penggemar humor sardonik, sangat menghibur.
Untuk beberapa saat rakyat Inggris yang notabene melakukan referendum sempat bingung dengan hasilnya.
Kemenangan Brexit merupakan perwujudan semangat chauvinisme, nasionalisasi yang menajam dan awal kematian dari globalisasi. Inggris tidak ingin bersatu dengan Eropa! Ingin merdeka!
Ternyata di dalam Inggris sendiri, benih-benih perpecahan sudah berkecambah. Scotland dan Irlandia Utara ingin keluar dari UK dan memisahkan diri dari England.  Ini akan menarik karena ratu Inggris, juga merupakan ratu Scotland dan England. Mungkin juga tidak menarik, karena ratu Inggris adalah juga kepala negara Canada dan Australia.
Brexit juga merupakan kemenangan bagi aliran populisme mengalahkan elit politik di Brussel yang menetapkan aturan-aturan yang bukan aspirasi rakyat. Elit-elit politik di Brussel ini tidak mewakili rakyat Inggris atau rakyat manapun karena tidak dipilih berdasarkan pemilihan umum.
Kemenangan populisme kembali mengejutkan dunia pada bulan November 2016, yaitu kemenangan Donald Trump, orang yang tidak pernah menduduki posisi politik dan pemerintahan atas Hillary Clinton, seorang politikus kawakan untuk posisi presiden US ke 45. Trump non-politikus menang telak 306 : 232 electoral vote atas politikus kawakan Hillary.
Kampanye Trump lebih dekat pada dagelan. Tentu saja menjadi sasaran bully media yang kebanyakan pro kaum elit,  Hillary. Misalnya ketika media meributkan (mengolok-olokan) video Melani Trump yang memberi pidato, yang notabene jiplakan dari pidato Michelle Obama, Donald Trump malah menanggapinya dengan dagelan (kurang lebih): “Saya heran, kalau Michelle Obama memberi pidato seperti itu, orang-orang memberi applause. Sedang kalau istri saya, memberikan pidato yang sama, orang-orang kok mengejek. Saya ini korban bully.“
Ketika media hendak menorehkan citra buruk dengan menayangkan rekaman percakapan tidak senonoh Donald Trump di dalam bus, ia malah membuat hal itu sebagai dagelan. Demikian juga ketika Trump membuat area debat di TV menjadi dagelan, dengan celetuk-celetukannya yang konyol dan lucu. Beberapa programnya seperti mau membuat tembok pemisah di perbatasan dengan Mexico dan membebankan biayanya ke Mexico, sangatlah konyol.
Sampai saat ini Trump belum menjabat posisi presiden US, tetapi sudah membuat banyak orang gerah. Salah satunya melakukan hubungan telepon dengan pemimpin Cina Taiwan president Tsai Ing-wen. Tidak hanya itu, Trump juga melakukan pembicaraan dengan pemimpin Russia tentang pentingnya meningkatkan (baca: bukan mengurangi) persenjataan nuklir. Tentu saja ini berlawanan dengan policy US dan global dimasa lalu. Trump memang menjungkir-balikkan semua tatanan yang sudah mapan. Selanjutnya bagaimana?
 Akankah Trump merapat ke Taiwan dan Russia, dan menjauh dari Cina? Jadikah Trump membuat tembok besar yang memisahkan USA dengan Mexico dan biayanya dibebankan ke Mexico? Akankah Trump menyobek-nyobek perjanjian perdagangan NAFTA, dengan Pasifik, juga komitmen US terhadap pemanasan global dan lingkungan hidup? Semuanya akan terjawab ketika Trump sudah memangku jabatan presiden US. Perdagangan global pada kenyataannya sudah menyurut, dengan adanya Trump, proses ini akan mengalami percepatan. Demikian juga global out-sourcing, akan mengalami hal yang sama. Yang pasti tenaga kerja professional Indonesia sudah 3 tahun terakhir ini banyak yang pulang kampung, pulang ke Indonesia. Tentu ini menjadi problem bagi Indonesia.
Bagi Indonesia, ada solusi yang bisa diajukan yaitu menawarkan kepada Trump agar mau bergabung dengan Indonesia dan menjadikan USA sebagai provinsi Indonesia ke 35, dan Trump hanya mau jadi gubernur saja. Ini akan membuat out-source tidak lagi lintas negara, hanya lintas-provinsi dan professional pribumi di Jawa tidak perlu kerja di luar negri, melainkan hanya di provinsi jauh yang bernama provinsi USA.
Siapa tahu Trump mau?
Prilaku Trump dalam kampanye mengingatkan saya pada partai politik favorit saya Rhinoceros Party di Canada (1963 – 1993). Partai ini landasannya adalah satir politik. Kredonya atau janji primodialnya: “janji untuk tidak ditepati sama sekali”. Dalam kampanye mereka memberikan janji yang konyol dan tidak masuk akal dan pasti tidak bisa ditepati. Tujuannya hanya untuk menghibur para pemilih. Seperti janji Trump untuk membangun tembok pemisah dengan Mexico dan biayanya akan dibebankan ke Mexico, sudah mendekati janji-janji Rhino Party. Contoh janji yang mungkin dilontarkan Rhino Party adalah membuat riset senjata hormon, yang bisa mengubah para tentara lawan menjadi homosexual dan bergairah (terangsang), sehingga jika bom ini dijatuhkan ke wilayah lawan, maka tentara lawan akan sibuk sendiri saling mencumbu serta melupakan perang.
Beberapa anggota partai mengaku berdiologi Marxist-Lennonist (bukan Marxist-Leninist) yang mengacu pada Groucho Marx (comedian) and John Lennon (penyanyi).
Partai Rhino ini adalah partai favorit saya ketika tinggal di Canada. Kalau pembaca berpikir saya mengada-ada, silahkan mencari sendiri dengan google, dimulai dengan Wikipedia
Rhino Party yang katanya punah tahun 1993, ternyata tahun 2015 kembali ikut pemilihan umum Canada. Apakah pertanda kebangkitan aliran populis? Beberapa program yang diusungnya antara lain:
  1. Untuk membasmi kriminalitas (baca: pelanggaran hukum), hapus semua hukum dan peraturan (jadi tidak ada lagi pelanggaran aturan, karena aturannya tidak ada).
  2. Menghapus 2 bahasa resmi Canada (Inggris dan Prancis) dan menggantikannya dengan 2 telinga resmi (untuk mendengarkan bahasa Inggris dan satu lagi untuk bahasa Prancis.
  3. Memperbaharui Lottere Canada dengan menggantikan hadiah uang dengan kursi (posisi) di parlemen.
Kalau Nigel Farage UKIP yang motornya Brexit, atau Trump yang presiden terpilih US adalah bukan komedian asli, tetapi kampanyenya cukup membuat tersenyum dan menghibur. Lain halnya di Itali, dimana referendum dimenangkan oleh kubu yang dimotori oleh pelawak sungguhan, Beppe Grillo.
Referendum Italia bertujuan untuk meminta persetujuan rakyat untuk mengubah konstitusi Italia. Jika ada perubahan ini, pemerintah (elit politik) bisa lebih leluasa (berkuasa). Ini merupakan pertarungan antara partai yang sudah mapan (partai demokrat) yang dipimpin oleh perdana menteri Matteo Renzi yang mengusulkan amendmen (yes), melawan partai pendatang baru yang euro sceptic yaitu Five Star Movement, dipimpin oleh seorang pelawak Beppe Grillo untuk kubu menolak (no) amendmen konstitusi. Dan hasilnya kemenangan telak 59.4 : 40.6 pendatang baru Euro sceptic pelawak Beppe Grillo pada 5 Desember 2016 lalu. Ini memaksa perdana menteri Matteo Renzi untuk menyerahkan posisi perdana menterinya.
Kemenangan Five Star Movement akan membuka peluang yang lebih besar kemungkinan Italia keluar dari Uni Eropa dan kembali ke lira. Dengan hutang pemerintahnya yang tinggi, cara yang terbaik dan elegan adalah dengan mengkonversikan hutang-hutang itu ke lira, kemudian mendevaluasi nilai lira.
Belum lagi problem yang ada bank tertua di dunia yang ada di Itali, Monte dei Paschi di Siena, yang punya kesulitan liquiditas (baca: solvency) dan gagal mencari investor swasta untuk membantunya. Walaupun pemerintah Itali sudah bersedia memberi bantuan €20 milyar, desakan terus menekan agar rakyat tidak disuruh menalangi kerugian bank dengan pemerintah yang memberi bantuan tetapi para investor bond bersedia menerima kerugian. Penyeleamatan bank ini oleh pemerintah akan membuat partainya Matteo Renzi semakin tidak populer. Disamping itu Merkel, chancellor Jerman sudah bersiteguh untuk tidak melakukan penyelamatan bank Itali ini. Tentu saja rakyat Itali akan banyak yang berpikir “untuk apa Uni Eropa, kalau tidak bisa membantu anggotanya yang sedang kesulitan
Ancaman pecahnya Uni Eropa. Tidak saja datang dari Inggris dan Itali saja, tetapi juga dari Prancis. Marine Le Pen dan partainya Front National yang didirikan tahun 1972 sedang naik daun. Front National baru bisa ikut pemilihan presiden Prancis pada tahun 2002. Jadi relatif belum lama. Walaupun Front National memperoleh banyak suara dalam pemilihan umum, tetapi tidak banyak anggotanya yang masuk dalam pemerintahan. Tetapi hal ini akan berubah jika Marine Le Pen berhasil menduduki posisi presiden Prancis. Pada pemilihan presiden Prancis tahun 2012, ia menduduki posisi ke-3 di belakang François Hollande and Nicolas Sarkozy, dengan perolehan suara pada putaran pertama 28.63% : 27.18% : 17.90%, yang diikuti kurang dari 80% pemilih terdaftar.
Putaran pertama pemilihan presiden Prancis yang akan datang rencananya dilakukan pada bulan April 2017. Setelah 5 tahun banyak pergeseran-pergeseran mood sosial. Ketidak puasan masyarakat, meningkatnya rasa nasionalisme yang chauvinistis, anti immigrasi, anti globalisasi, Euro sceptic, serta banyaknya pemilih terdaftar yang tidak menggunakan pada pemilihan sebelumnya (2012), membuka peluang yang besar bagi Front National, Marine Le Pen untuk menang. Dan jika Le Pen menang, meluang terjadinya penataan ulang Eropa akan meningkat. Janji Le Pen tidak hanya keluar dari Uni Eropa, tetapi juga keluar dari Nato. Artinya, Uni Eropa hanyalah Jerman, mirip dengan batas-batas negara menjelang perang dunia II. Catatan, bahwa Belanda punya peluang untuk mengikuti jejak Inggris.
Politik Timur-Tengah patut dicatat adanya eskalasi perang baik dari perserta yang terlibat, juga intersitasnya. Secara tradisi yang sudah berlangsung beberapa dekade, perang terjadi di wilayah Troublestan dan Irak. Tahun 2016 arenanya pindah ke Suriah yang mengakibatkan aliran pengungsi yang besar sepanjang tahun 2016. Russia yang biasanya tidak terlibat langsung, mungkin setelah kemenangannya di Semenanjung Crimea, punya banyak waktu untuk mengubek-ubek Timur-Tengah.
Turki yang anggota NATO, beberapa kali terlibat dalam ketegangan dan insiden dengan Russia, menjelang akhir tahun 2016 terjadi lagi insiden pembunuhan duta besar Russia untuk Turki, Andrey Karlov. Penembaknya adalah anggota polisi Turki yang sedang tidak bertugas yang tidak suka terhadap keterlibatan Russia dalam serangan tentara pemerintah Suriah ke Aleppo. Tidak lama setelah insiden ini terjadi, ada berita di sosial media yang mengatakan bahwa duta besar Turki untuk Russia ganti diserang, tetapi pistol yang digunakan untuk menembaknya tidak berfungsi.  Ternyata itu hanyalah plintiran berita. Yang benar adalah penembakan Ahmed Dogan, pimpinan partai suku Turki di Bulgaria. Jadi kalau mau di-check di internet berita duta besar Turki untuk Russia ditembak, tidak akan dijumpai. Dan ini bukan pembunuhan yang direncanakan secara serius karena pistolnya pun adalah pistol gas yang tidak terlalu mematikan. Bisa mematikan hanya kalau jaraknya dekat sekali.
Timur-Tengah masih berlanjut. Bagaimana selanjutnya jika US merapat ke kubu Russia, Bashar al- Assad, Iran? Akankah Saudi ditinggalkan? Kalau ini terjadi....., haruskah Saudi berteman dengan al-Qaeda dan ISIS. Akankah Cina merapat ke Saudi dengan potensi Trump berkawan dengan Tsai Ing-wen dan Putin? Konstellasi politik Timur-Tengah punya potensi berubah. Perjalanan masih jauh.
Untuk Timur Jauh dan Pasifik, hanya ada Myanmar sebagai wilayah yang brutal, tidak seimbang, hanya pembunuhan massal dan genocide, penuh kesedihan. Muslim dibantai oleh Buddhist. Biasanya yang disebut teroris adalah yang muslim. Di Myanmar...., Buddhist belum disebut teroris walaupun sudah terbukti membunuh, menyiksa, membakar rumah orang-orang minoritas Rohingya. Sebabnya entah kenapa. Sedangkan di Indonesia, punya timbangan, paku-paku, buku kesehatan, buku bahasa Arab, sudah dicap teroris dan ditembak mati. Tidak ada perlawanan. Polisi ketika ditanya tentang beradaan bahan peledaknya, jawabnya hanya “belum datang, mereka sedang menunggu.”  Saya tidak tahu, bahwa menunggu kedatangan bahan peledak itu sebuah tindakan kriminal. Tidak ada bantuan dari sesama umat Islam sekalipun yang militant seperti Habib Rizieq, Front Pembela Islam (FPI). FPI ini tidak bisa disalahkan, karena namanya bukan Front Pembela Umat Islam (FPUI).
Timur-Jauh tidak terlalu menarik, mungkin karena kurang diberitakan. Mungkin juga wilayah ini sudah kehilangan tokoh-tokoh di satu pihak, sehingga membuat pertikaian kurang berimbang dan tidak menarik untuk diberitakan. Oleh sebab itu, kita akhiri dulu bagian Global Sosial dan Politik dari Kilas Balik Tahun 2016 dan Projeksi Tahun 2017. Kita akan lanjutkan untuk dalam negri yang sedang seru-serunya tetapi masih damai. 
Sejalan dengan mood masyarakat global yang menghendaki perubahan tatanan di dalam masyarakat, EOWI berniat untuk mendirikan sebuah partai politik. Untuk namanya ada beberapa pilihan masih belum ditetapkan antara lain Partai Mawas Pongo atau Partai Paus Hijau. Untuk platformnya EOWI tidak mau tinggi-tinggi, cukup ½ meter saja demi memenuhi faktor keselamatan operasi, kalau jatuh tidak fatal akibatnya. Kami harap pembaca EOWI akan mendukung gagasan kami.

(Bersambung)
 

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Sunday, December 4, 2016

Sampai Kapan Bisa Bertahan?



Judul dongeng EOWI kali ini adalah suatu pertanyaan: Sampai Kapan Bisa Bertahan?
Pertanyaan ini tidak lengkap. Sebab untuk menjadi lengkap, akan ada lagi pertanyaan lain, yaitu: Siapa subjek yang dimaksud? Merujuk kepada siapa pertanyaan ini?
Pertanyaan itu akan dijawab nanti. Akan terjawab dengan sendirinya dengan uraian di bawah.
Kejadian demo 411 tanggal 4 November 2016, Aksi Bela Islam, Adili Ahok, kita sebut saja Demo 411 untuk mudahnya, yang diikuti kelompok Islam dikomandoi habib Rizieq, memperoleh tandingan dari pemerintah, yaitu Demo Parade Bhineka Tunggal Ika yang dilakukan serentak tersebar di seluruh Indonesia yang diikuti oleh murid-murid sekolah, pegawai pemerintah, tentara dan polisi. – what a waste. Pada periode ini bertebaran pesan di media sosial dan juga spanduk-spanduk di jalan:
NKRI adalah harga mati.
Dari tinjauan logika, pernyataan dan konsep NKRI adalah harga mati adalah tidak masuk akal bagi kebanyakan rakyat Indonesia. Bagi sebagian kecil, ini adalah merupakan taktik untuk bisa memeras kelompok mayoritas.
Penjelasannya adalah sebagai berikut.
Coba renungkan dengan pikiran yang jernih. Apakah negara RI ini merupakan alat atau tujuan?
Negara adalah satu alat. Apakah itu untuk memperkaya (memakmurkan) diri sendiri, memperkaya kelompok, suku, klan, yang akhirnya juga memperkaya diri sendiri. Saya tidak menggunakan kata memakmurkan, tetapi memperkaya, karena itulah hakekatnya. Kata yang halus dan tidak vulgar adalah memakmurkan, tetapi kata yang lebih tepat adalah memperkaya. Dan opini ini sama dengan yang tercantum pada pembukaan UUD 45, walaupun di dalam kalimat yang berbunga-bunga sehingga bisa hilang maknanya tertutupi bunga-bunga yang tidak penting.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ..........
Tujuannya adalah untuk memperoleh keamanan dan kesejahteraan. Sedangkan kecerdasan itu adalah jalan untuk mencapai kesejahteraan. Manusia belajar dan menjadi cerdas sampai bisa membuat pesawat terbang, membuat komputer, obat-obatan bukan untuk sekedar menjadi cerdas, tetapi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera. Kalau bapak bangsa tidak terlalu pandai menuangkan pikirannya dalam undang-undang, harus dimaklumi, karena untuk bisa menuangkan dengan baik, perlu penguasaan logika yang kuat.
Misalnya, pembaca di sekitar Jakarta, setiap hari pergi ke kantor dan harus sampai tepat waktu (tidak terlambat), ada beberapa cara dan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Bisa pakai bis, bisa pakai ojek, bisa pakai mobil sendiri, bisa......, banyak lagi. Kita persempit lagi dengan menggunakan kendaraan umum yang mudah terjangkau kocek dan paling umum.
Jaman dulu...., Metromini, Kopaja dan angkot (angkutan kota) tidak sering ngetem, menunggu penumpang sehingga lama perjalanan bisa diperkirakan. Tetapi masa itu perlahan-lahan hilang. Keandalan kendaraan umum seperti itu menurun. Sebagai alat atau sarana untuk pergi ke kantor, angkutan umum menjadi liability. Kelangsungan posisi kerja dan jabatan di kantor menjadi taruhannya. Sering telat, nervous dan stress karena frustasi akibat ulah supir angkot yang sering ngetem. Tidak hanya konduite di kantor beresiko turun dan bisa menghambat karir dan kenaikan gaji, tetapi juga mental menjadi sering kena stress. Maka mode transpotasi seperti itu semakin ditinggalkan.
Orang harus membedakan antara asset dan liability. Asset adalah sesuatu yang dimiliki yang memberi pemasukkan ke dalam pundi-pundi kekayaan. Sedangkan liability adalah sesuatu yang dimiliki dan mengikis pundi-pundi kekayaan bikin pemiliknya melarat.
Sebuah negara bisa menjadi asset bisa juga menjadi liability. Sebuah rumah, bisa menjadi asset jika disewakan atau ditempati. Bisa menjadi liability jika tidak bisa ditempati karena satu dan lain hal dan terus merongrong kantong karena harus dirawat. Salah satu sebab mempertahankan milik yang menjadi liability, seperti rumah yang tidak ditempati bisa karena faktor sentimen/emosi, punya nilai-nilai kenangan masa lalu, atau lainnya. Tidak terlalu mengheran jika ada seorang kenalan tetap mengimpan saham, emas atau wahana investasi lainnya karena kecintaannya dan ikatan emosi pada wahana itu.
Seorang yang pragmatis tidak akan ada ikatan emosi dengan wahana-wahana yang dimilikinya. Bila dirasa telah membebani dan menjadi liability, maka dengan segera ditinggalkannya. Deng Xioping secara apik mengungkapkannya dengan perumpamaan kucing:
“It does not matter if a cat is black or white, as long as it catches mice”
Ucapan Deng Xioping ini dalam kaitannya dengan menjawab persoalan apakah Cina harus tetap bertahan menganut komunisme dan ajaran-ajaran Mao Zedong atau harus mengarah ke kapitalisme, pasar bebas. Persoalannya pada waktu itu adalah bahwa Cina sejak terusirnya kaum Nasionalis ke Taiwan tahun 1949 sampai 1976 saat itu sudah 27 tahun sistem komunis di bawah Mao digunakan, tetapi kemakmuran tidak kemana-mana. Maksudnya, Deng mau membuang kucing belangnya yang tidak berguna dan menggantikan dengan kucing yang bisa menangkap tikus. Itu intinya. Buat apa punya kucing yang tidak bisa membawa untung?
Hari Jumat 2 Desember 2016 terjadi demo di Jakarta sebut saja demo 212 yang dihadiri kira-kira 3 juta umat Islam yang meluruk ke Monas. Tebarannya meluas sampai ke flyover Karet-Kuningan, mendekati jembatan Semanggi, Gambir, Kebon Sirih,.....dan kata yang terbaik  untuk menggambarkannya adalah kemana-mana. Ini adalah pengumpulan umat Islam terbesar di satu tempat. Mungkin lebih besar dari haji. Entah lah. Tahun 2013, ada 3.1 juta jemaah haji tumpleg di Arafah. Jadi kurang lebih sama dengan haji di Arafah.


Yang menarik adalah magnet yang menarik umat Islam untuk membuat kumpulan sedemikian besarnya. Yang pasti bukan ibadah wajib seperti berhaji. Motive yang diungkapkan adalah minta keadilan. Tetapi dengan kacamata EOWI melihat arti lain, yaitu banyaknya pengangguran atau semi-pengangguran atau orang kurang pekerjan. Orang yang masih punya pekerjaan yang berarti akan berat kepada pekerjaannya dan tidak bisa menghadiri acara doa bersama seperti itu.
Dalam Ahok vs Al Maidah 51, EOWI membahas tiga (3) butir mengenai kasus penistaan agama oleh Ahok, yaitu:
  1. Ayat al Maidah 51 itu apa isinya dan konteksnya?
  2. Apakah Ahok memang menghina Quran/Islam?
  3. Apakah reaksi Habib Rizieq sudah sesuai dengan ajaran Islam?
Kesimpulannya bahwa:
  1. Benar bahwa al Maida 51 melarang orang beriman untuk memilih pemimpin selain dari umat Islam, karena mereka itu pemimpin/pelindung bagi kelompoknya sendiri.
  2. Ahok tidak menghina Quran, tetapi menghina semua yang membenarkan al Maida 51.
  3. Menuntut Ahok dipenjara, secara Islam adalah salah dan berlebihan. Yang benar adalah menyingkir dari Ahok jika Ahok dianggap menghina/mengolok-olokan Quran (an Anaam/QS 6:68), atau membalas dengan menghina Ahok, jika Ahok dianggap menghina umat Islam (al Maida/QS 5:45), selain dari itu dholim kata Quran. Umat Islam, nampaknya tidak memilih ajaran agamanya dalam menghadapi Ahok, melainkan menggunakan hukum negara yang dholim, suatu prilaku yang mendua dan dholim.
Yang menarik adalah prilaku Jokowi, persis sama seperti yang digambarkan oleh al Maida 51, yaitu: mereka adalah pemimpin/pelindung (Arabnya wali atau aulia) bagi kelompoknya. Nampaknya pemerintahan Jokowi berkelit terus untuk menaham Ahok. Padahal untuk kasus penistaan agama yang sama, seperti Arswendo, HB Jassin, Lia Aminudin-Eden, Tajuk Muluk, Rusgiani, dan sederet lagi, sebagai tersangka kasus penistaan agama langsung ditahan. Di mata EOWI, ketika Jokowi memilih Ahok sebagai calon wakil gubernur maka Jokowi adalah wali bagi Ahok bukan wali untuk saya atau habib Rizieq. Kalau sudah begini, ia kemungkinan akan mencarikan cara untuk melepaskan Ahok. He will walk away. Mungkin. Waktu akan menentukannya.
Perlakuan terhadap Ahok adalah istimewa bisa dilihat dengan penangkapan 10 orang yang dituduh penghinaan terhadap presiden, makar serta UU ITE (pasal karet yang lain) yang cepat sekali. Ahmad Dhani (penghinaan terhadap kepala negara) dan selebihnya dikenakan pasal makar, yaitu Eko Suryo, Adityawarman Thaha, Kivlan Zein, Firza Huzein, Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, serta UU ITE yaitu Jamran dan Rizal Kobar. Walaupun sebagian besar dilepaskan kembali, tetapi pada saat tulisan ini dibuat 3 orang tetap ditahan yaitu Sri Bintang Pamungkas, serta Jamran dan Rizal Kobar.
Kalau dilihat, dari dulu habib Rizieq, Achmad Dhani, Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas sama saja nyinyirnya dan minornya mengenai pemerintah dengan yang sekarang. Bahwa Rizieq bisa mengerahkan massa sekitar 3 juta orang dari berbagai penjuru tanah air itu perlu timing yang tepat. Dulu ada banyak kasus penistaan agama, tetapi tidak ada demo 3 juta massa. Ada sebab lain tentunya. Bukan faktor Rizieq, Ahmad Dhani, Eko Suryo, Adityawarman Thaha, Kivlan Zein, Firza Huzein, Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, serta Jamran dan Rizal Kobar. Kalau orang punya pekerjaan yang baik, saya yakin mereka akan lebih berat pada pekerjaannya. Walaupun opini saya dibantah oleh wakil rektor ITI yang juga istrinya dedengkot Tempo Bambang Harimurti, yang menurutnya bahwa dosen-dosen ITI ada yang ikut, tetapi kemudian bantahannya itu diperbaiki dengan mengatakan bahwa dalih para dosen peserta demo 212 adalah mengajar bisa diulang lain kali, tetapi demo 212 hanya sekali dan tidak bisa diganti. Artinya, mengajar kurang penting. Demikian juga beberapa teman yang kantornya diliburkan pada saat itu, untuk memberi kesempatan bagi karyawannya ikut aksi 212, keputusan itupun didasari karena pada hari itu tidak ada pekerjaan yang penting dan tidak bisa di tunda. Profesi/pekerjaan yang tidak penting sehingga tidak diperdulikan resiko untuk dipecat atau konduite buruk.
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) untuk awal tahun 2016 populasi umur bekerja adalah 127.7 juta dan yang bekerja adalah 120.7 juta. Jadi penganggurannya hanya 7 juta. Bahwa 3 juta tumpah ke Monas melakukan demo 212, artinya 43% pengangguran datang untuk demo 212. Apakah anda percaya angka pengangguran 7 juta jiwa ini? Mungkin definisi bekerja yang dipakai berbeda. Yang punya pekerjaan yang tidak penting, bisa tidak dikerjakan dan tidak memberi manfaat, seharusnya dimasukkan kedalam kategori pengangguran. Tetapi....mungkin saja angka 3 juta peserta demo terlalu besar. Walaupun demikian, 1 jutapun cukup besar porsinya dibandingkan dengan 7 juta pengangguran yang notabene untuk seluruh Indonesia.
Dari beberapa data ekonomi, sebenarnya Indonesia sedang menghadapi situasi yang cukup serius. Kalau Sri Mulyani (menteri keuangan) mengejar bermacam-macam hal untuk dipajaki, bisa diartikan bahwa  pemerintah sedang menghadapi kekurangan duit. Lihat saja budgetnya, seperti perosotan istilah teman saya. Menteri keuangan sejak jaman SBY senang main perosotan. Ha ha ha ha ha.... Defisitnya semakin melebar. Itu sebabnya menteri keuangan mengejar terus kocek rakyat dan bisnis.

Itu masuk akal jika pendapatan pemerintah turun dan berhutang tidak bisa menutupi defisit. Hutang naik terus, pendapatan turun akibatnya defisit semakin menganga.




Perdagangan luar negri Indonesia (ekspor dan impor) juga mencerminkan adanya penurunan aktifitas ekonomi Indonesia.

Chart-chart di atas bisa menjadi indikasi bahwa ekonomi Indonesia sedang menurun. Pendapatan pemerintah yang turun adalah indikasi GDP menurun. Makin sedikit aktivitas ekonomi yang bisa dipajaki sampai-sampai pemerintah mengejar harta yang terlupa untuk dilaporkan (padahal mungkin sudah bayar pajak dan legal).
Kalau pemerintah memang memikirkan rakyat, maka bukan budget pemerintah dan mencari jalan bagaimana merogoh tabungan masyarakat yang dipikirkan tetapi mengurangi peraturan-peraturan yang menghambat kreatifitas sehingga bisa membuka lapangan kerja. Pemerintah tidak dan tidak akan bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang riil. Tetapi setidaknya jangan menganggu proses berjalannya ekonomi dengan merogoh tabungan masyarakat.
Beberapa waktu yang lalu, ketika aksi 411 akan dan sedang berlangsung, EOWI membantah opini bahwa aksi 411 akan menjadi seperti aksi Mei 1998. Perbedaan yang mendasar adalah tabungan masyarakat saat ini masih cukup banyak. Saat ini belum waktunya masyarakat bisa menjadi beringas. Tetapi tahun 2025 – 2030 nanti......, kami tidak bisa menjamin. Pada periode tersebut kami perkirakan bahwa kualitas hidup semakin tidak tertahankan. Tabungan masyarakat sudah tergerus inflasi, pajak dan pungutan yang memaksa serta penuh dengan intimidasi (seperti tax amnesty). Orang yang miskin dan stress, mudah tersinggung dan tidak bisa berpikir panjang.
Pada aksi 212 terlihat orang berpakaian rapi, beberapa membagikan sajadah, minuman dan makanan. Itu tandanya tabungan masyarakat masih cukup. Tetapi nanti ceritanya akan lain di tahun 2025 – 2030.
Pada masa itu apakah NKRI dan bhineka tunggal ika masih bisa bertahan? Itu suatu pertanyaan besar. Karena sejarah menunjukkan bahwa NKRI pernah mengalami kocok ulang, ketika Timor-Timur didepak dari NKRI. Dan bhineka tunggal ika sudah dikocok luang dua kali (2X), mungkin tiga kali (3X). Pertama, ketika PKI didepak dari bhineka tunggal ika tahun 1965 dan yang kedua Timor-Timur tahun 1999. Kejadian tahun 1965, PKI tidak hanya didepak dari kebhineka tunggal ikaan, tetapi orang-orangnya dikejar, dibunuh kebanyakan dilakukan oleh orang Islam; dipenjara tanpa diadili oleh pemerintah Orde Baru. Orang-orang Cinanya dipaksa untuk mengganti nama Cinanya dengan nama yang berbau Indonesia.
Demikian juga tahun 1998, Timor-Timur yang budget daerahnya 85% subsidi, terpaksa harus didepak dari NKRI. Dana untuk mempertahankan NKRI sudah tipis, maka daerah yang paling merongrong terpaksa dilepas. Di Ambon dan Maluku, di masa itu orang Kristen tidak mau lagi menganggap orang Islam sebagai bagian dari bhineka tunggal ika (mungkin juga NKRI, entahlah), tiba-tiba menyerang dan membunuhi orang-orang Islam di Ambon dan Maluku di hari raya Iedul Fitri Januari 1999.
Kalau ditelusuri lebih jauh lagi, bhineka tunggal ika, juga mengalami penciutan di tahun 1946 sehingga melenyapkan banyak bagian budaya bangsa Nusantara yaitu kesultanan Asahan, kesultanan Langkat, Deli, Pane, Simalungun, Aceh,.....dan menyisakan hanya kesultanan Yogyakarta, Kesultanan Surakarta, Kasultanan Cirebon dan Kerajaan Ternate. Selebihnya lenyap.
Belajar dari sejarah, yang bisa disimpulkan bahwa NKRI dan bhineka tunggal ika akan disusun ulang pada saat duit dikocek masyarakat sudah menipis. Untuk Indonesia biasanya pada dekade terakhir dari commodity secular bear market. Saat ini commodity  secular bear market belum lagi setengah jalan. Kocek masyarakat masih penuh. Tetapi untuk tahun 2025 – 2030, ceritanya akan lain.
Tetapi........., semua ini bisa dipercepat oleh menteri keuangan dan BI serta politikus pemerintah. Semakin cepat mereka menyedot tabungan di masyarakat semakin cepat kocok ulang ini.
Bayangkan berapa dana yang harus keluar untuk melakukan unjuk rasa dua kubu; yang menuntut keadilan dan pendukung status quo yang berdalih menjaga kebhineka tunggal ika-an. Ini akan menguras dana dari masyarakat lebih cepat.
Bayangkan pada saat kantong sudah tipis dua kelompok di bawah ini berkelahi......, akan ramai sekali. Dan pihak mana yang akan menang......., kemungkinan yang having nothing to lose yang lebih nekad dan punya motivasi kuat. Dan jumlah itu akan semakin banyak di akhir commodity secular bear market. Untuk saat ini, jangan harap adanya bentrok besar. Insya Allah tidak terjadi.

Bila datang waktunya......, mungkin orang Cina bukan hanya sekedar menukar nama tetapi akan dipaksa berasimilasi dengan pribumi, dipaksa kawin dengan pribumi. Atau..... pulau G dan Pluit menjadi negara baru seperti Timor-Timur. Atau Papua nyempal....., atau...... revolusi sosial 1946, para bangsawan konglomerat dibantai atau....... seperti tahun 1965 kaum proletar dibantai........ Mungkin juga tidak terjadi apa-apa......entahlah. Untuk mengetahuinya kita harus menunggu satu dekade lagi.
Mungkin pembaca menerka-nerka, kenapa EOWI menyimpulkan akan adanya kocok-ulang Nusantara di tahun 2025 – 2030. EOWI sebenarnya ingin menulis analisa yang kualitasnya sama seperti Gejolak 2014 – 2020. Kami masih mau melihat animo pembaca mengenai hal ini.
Sekian dulu......sampai lain kali. Sebelumnya ada baiknya kita merenungkan ucapan seorang ahli ekonomi yang namanya tercantum dalam foto ini:


Jakarta, 4 Desember 2016.

 Ayat Quran yang dikutip untuk tulisan di atas:
QS [5:51] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin/wali (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
QS [6:68] Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).
QS [5:45] Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
 



Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.