___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Monday, October 31, 2016

Ahok vs Al Maidah 51



Andaikata Ahok ikut pemilihan gubernur Jakarta antara tahun 2006 – 20011, kasus yang menimpa Ahok (didemo habis-habisan oleh organisasi massa Islam) mungkin tidak terjadi. Sebabnya.....ekonomi.
"It's the economy, stupid" ucapan James Carville yang dijadikan retorik kampanye Bill Clinton's pada pemilihan presiden US tahun 1992. Salahkan semua kepada ekonomi. Itu lah kebenaran yang hakiki. Kalau tidak percaya, akan EOWI perlihatkan buktikan.
Kendati pemerintah mengatakan bahwa GDP Indonesia tumbuh, kenyataannya turun. Mau lihat buktinya. Lihat tuh grafik di bawah. Kurvanya nukik ke bawah dari tahun 2012 sampai 2015 (data terakhirnya).
GDP Indonesia yang katanya naik sampai 5% per tahun, nyatanya turun.
Walaupun ini grafik dari the Fed Amerika Serikat, datanya dari Bank Dunia. Dari tahun 2012, GDP Indonesia turun. Walaupun mungkin tingkat pengangguran tidak beranjak, harus diingat bahwa kaum PHKwan, barisan orang-orang yang kena PHK banting stir dari pengangguran ke supir Uber, supir Gojek dan sejenisnya, sehingga tidak dianggap sebagai pengangguran. Tentu saja sektor ini menjadi penuh. Uang yang beredar harus dibagikan kepada lebih banyak orang sehingga penghasilan pemain lama menjadi turun.
Pengangguran juga tidak bisa nampak secara resmi, karena didesign oleh pemerintah demikian. Kalau anda disuruh mengisi kolom “pekerjaan” pada formulir-formulir pemerintah, seperti data KTP, tidak ada yang menulis “pengangguran”. Walaupun pada hakekatnya benar-benar pengangguran karena PHK. Imam Semar juga termasuk dalam barisan orang-orang kena PHK tetapi harus menulis “swasta” sebagai pekerjaannya.
Kalau hidup semakin susah, penghasilan sebagian masyarakat mendadak nol, jangan heran kalau banyak orang jadi sensi (bahasa gaul untuk sensitif perasaannya, gampang tersinggung). Mungkin tidak termasuk Habib Rizieq. Habib Rizieq bisa dikategorikan sebagai pengangguran, karena tidak punya pekerjaan per-se, walaupun ia naik Jeep Wrangler Rubicon yang harganya cukup mahal berplat nomor B 1 FPI. Saya tidak tahu apakah rejekinya Habib Rizieq juga terkena dampak ekonomi yang menurun (baca kontraksi). Indikator naik-turunnya sensi nampak tidak berlaku untuknya. Dari dulu juga seperti itu. Tetapi....., pendengarnya yang makin sensi.
Kalau saja ekonomi tidak turun, banyak orang masih bisa kerja dan cari duit, issue ras dan agama mungkin tidak setajam sekarang. Sayangnya ekonomi sedang turun, pelan tapi pasti. Masyarakat menjadi terkotak-kotak dan jadi lebih fanatik dan militan. Walaupun belum terlalu ekstrim (tunggu nanti tahun 2025 – 2030, akan lebih ekstrim lagi) tetapi cukup terlihat peningkatannya.
Dimulai dari kubu anti Ahok (baca: anti Cina), mengobarkan semangat ke Islamannya dengan dalil al Maidah 51 untuk membujuk umat Islam supaya tidak memilih Ahok. Kemudian pada pidatonya di pulau Seribu Ahok pun membalas dengan mengatakan:
"Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai Surat Al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih, 'karena saya takut masuk neraka', dibodohin gitu ya. Nggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja,".
FPI, HTI, kelompok-kelompok Islam dan tokoh-tokoh Islam non-NU kemudian membalasnya lagi dengan pernyataan protes dan tuntutan. Ini membuat keadaan semakin memanas, sampai-sampai Kapolda Metro Jaya, Irjen M Iriawan memerintahkan tembak di tempat bagi provokator sara.
Kalau kejadian Ahok ini terjadi pada periode 2006 – 20011, sekalipun Habib Rizieq berkoar sampai putus tali suaranya, tidak banyak yang mendengarkannya. Paling-paling yang fanatik saja yang mau dengar. Seperti pada Kasus Ahmadiyah dan Syiah dulu, Habib Rizieq juga berkoar-koar, tetapi tanggapan masyarakat tidak ramai, karena orang punya pekerjaan. Dan pekerjaan yang menghasilkan duit itu lebih penting dari pada demo. Sekarang, gayung tuduhan Habib Rizieq disambut oleh banyak orang yang menghabiskan waktunya main WA dan sosmed lainnya. Terlepas apakah tuduhan Habib Rizieq itu benar atau salah, mereka menyambutnya.
Islam itu merupakan pilihan untuk saya. Artinya, saya lebih ringan untuk pindah kewarganegaraan dari pada pindah agama, karena pemilihan Islam sebagai agama yang saya anut melalui proses penyelidikan selama lebih dari 25 tahun. Sedangkan pemilihan kewarganegaraan Indonesia, sekedar karena convenience saja. Malas pindah menjadi warga-negara lain, kalaupun mau pindah, biayanya akan mahal. Keuntungannya belum tentu lebih besar dari manfaatnya.
Dan sebagai orang Islam saya juga harus adil dan objektif. Itu ajaran agama Islam. Oleh sebab itu kasusnya harus ditelaah secara objektif. Dan berikut ini ada beberapa pertanyaan untuk menjernihkan persoalan yang sudah terlanjur diperkeruh oleh provokator dan para penganggur yang aktif di WhatsApp Group, alias WAG dan sosmed.
  1. Ayat al Maidah 51 itu apa isinya dan konteksnya?
  2. Apakah Ahok memang menghina Quran/Islam?
  3. Apakah reaksi Habib Rizieq sudah sesuai dengan ajaran Islam?

Ayat al Maida 51 itu apa isinya dan konteksnya?
Suatu pertanyaan penting adalah: Ayat al Maidah 51 itu apa isinya dan konteksnya?
Jangan-jangan seperti GDP. Katanya tumbuh 4% - 5%, tetapi kenyataannya malah turun. Kan itu namanya kemakan sama kebohongan. Jadi harus diteliti dari sumbernya yaitu al Quran.
Bunyi ayat al Maida 51 adalah sebagai berikut:
[5:51] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali-wali(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Kuncinya ada pada kata wali. Di atas saya tidak akan menterjemahkannya. Kata wali itu adalah bahasa Arab. Tentang artinya saya serahkan pada pembaca. Walaupun demikian pembaca tidak perlu kuatir karena akan saya beri data-datanya supaya mengerti.
Kata wali banyak digunakan dalam bahasa Indonesia dan belum mengalami perubahan arti. Misalnya: wali murid, wali kelas, wali mempelai wanita, walikota, wali negara. Kira-kira artinya adalah orang yang dipercaya untuk suatu urusan kesejahteraan.
Penggunaan lain yang punya arti lain adalah santo, orang suci seperti pada wali songo. Tetapi kata ini bukan 100% asli dari Arab, tetapi masuk ke Indonesia setelah melalui Turki, veli yang artinya santo. Kuburan kramat juga bisa disebut wali di Turki dan Palestina. Jadi wali dalam pengertian santo, saint adalah yang melalui Turki dalam kaitannya dengan sufiisme, tidak ada kaitannya dengan ayat al Maida 51.
Jadi kalau wali punya nuansa seperti wali-kelas, wali-kota, wali-negri (presiden, perdana menteri, pejabat sementara presiden, dsb) maka gubernur adalah wali-provinsi. Artinya jelas. Kalau ada kyai dan ustadz yang masih mempersoalkannya, maka patut diduga ada agenda lain di belakangnya.

Apakah Ahok Telah Menodai Islam dan Quran?
Pertanyaan berikutnya: Apakah Ahok Telah Menodai Islam dan Quran?
Mari kita simak potongan pidato Ahok di kepulauan Seribu itu:
........ Kan bisa saja dalam hati kecil, bapak, ibu enggak bisa pilih saya karena dibohongi dengan surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak bapak, ibu.
Ahok berpidato dengan bahasa percakapan, kalimatnya tidak lengkap, dalam artian ada subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Jika kalimat itu dilengkapi maka akan menjadi:
........ Kan bisa saja dalam hati kecil, bapak, ibu enggak bisa pilih saya karena dibohongi oleh lawan politikku/kyai/ustadz dengan surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak bapak, ibu.
Kalimat Ahok tidak punya pelengkap pelaku. Ini umum, karena yang namanya pelengkap artinya tidak harus ada untuk membuat kalimat itu dimengerti. Tetapi untuk lebih jelasnya ada bagian yang harus ditambahkan dalam hal ini adalah pelengkap pelaku yaitu lawan politik Ahok atau/dan kyai atau/dan ustadz yang tidak disebutkan secara implisit oleh Ahok. Yang dilakukan oleh pelengkap pelaku inilah yang berbohong dengan menggunakan surat al Maidah 51. Dengan kata lain Ahok menuduh si pelengkap pelaku ini telah berbohong bukan Quran cq al Maidah 51.
Jadi jelas bahwa Ahok tidak menjelekkan Quran dengan mengatakan bahwa Quran berisi kebohongan. Yang dihina adalah lawan politiknya atau kaki tangannya, apakah itu kyai atau ustadz atau habib, termasuk saya.
Saya termasuk yang dikatakan Ahok berbohong, karena saya termasuk yang selalu mengatakan bahwa muslim dilarang memilih non-muslim sebagai walinya.
Fatwa MUI yang mengatakan bahwa Ahok telah menghina Islam juga salah. Bahwa fatwa MUI salah, itu biasa. Saya tidak heran. Kalau fatwa habib-habib salah, saya juga tidak heran. Islam tidak mengenal kelembagaan spiritual, seperti gereja Katholik.
Jadi kesimpulannya bahwa yang dihina oleh Ahok adalah lawan politiknya dan kyai, ustadz dan saya yang memberi penerangan kepada umat Islam tentang surat al Maidah 51.

Apakah reaksi Habib Rizieq sudah sesuai dengan ajaran Islam?
Yang paling bereaksi terhadap pernyataan Ahok adalah Habib Rizieq: “Penghinaan dan penistaan agama!! Ahok menghina agama Islam!!”. Kemudian issue penghinaan dan penistaan agama Islam menjalar kemana-mana seperti tak terkendali. MUI pun ikut-ikutan membuat fatwa. Mereka menuntut agar Ahok diproses secara hukum. Maksudnya dipidanakan dan dihukum seperti Arswendo (1990) karena jajak pendapatnya di majalah Monitor yang melibatkan nama nabi Muhammad dan hasilnya bahwa dirinya lebih populer dari pada nabi Muhammad. Atau yang terakhir Rusgiani (2012) seorang wanita Kristen yang dipenjara 18 bulan karena komentarnya tentang canang (tempat sesajen) yang kotor dan membuat Tuhan tidak akan datang ke rumah tersebut.
Reaksi Habib Rizieq masih berlanjut. Ia menyerukan demo besar-besaran pada tanggal 4 November ini dengan tuntutan agar Ahok diadili (baca: dihukum penjara!).  
Menurut Quran apakah hukuman penjara bagi menghina agama adil? Apakah hukuman 5 tahun penjara atas Arswendo adil? Atau hukuman penjara bagi Rusgiani itu adil menurut Quran. Saya tekankan pada kata menurut Quran karena untuk menilai sikap keislaman Habib Rizieq.
Dari penjelasan di atas, kita tahu bahwa Ahok tidak menghina Quran, tetapi orang-orang yang menggunakan ayat al Maidah 51. Tetapi bagi orang yang tidak bisa berpikir atau bodoh, boleh jadi pernyataan Ahok dianggap sebagai penistaan agama Islam. Kita akan gunakan asumsi ini, yaitu Habib Rizieq cukup bodoh atau cukup panas hatinya sehingga tidak bisa mengerti secara objektif apa yang dikatakan Ahok. Lalu apakah reaksinya terhadap pelecehan Quran (anggap aja sebagai pelecehan Quran) sesuai dengan ajaran Quran?
Jawabnya ada di surat an An'aam
[6:68] Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).
Perintahnya cuma disuruh menyingkir dari orang-orang yang mengolok-olokkan Quran. Ayat ini bukan satu-satunya ayat yang berbunyi demikian. Masih ada lagi yang lain yang nanti akan disitir.
Menuntut Ahok diadili (baca: akhirnya dipenjara) seperti Arswendo bukan tindakan yang sesuai dengan ajaran Quran. Perintah di Quran hanya menyingkir dari kumpulan orang seperti itu. Dengan kata lain MUI dan FPI telah melewati batas-batas yang diajarkan Quran.
EOWI bisa mengerti kenapa MUI dan Habib Rizieq menuntut diadilinya Ahok, karena ada kata "adil" pada kata pengadilan. Padahal track-record menunjukkan bahwa yang namanya pengadilan tidak ada kaitannnya dengan adil. Yang paling menyolok ketika pengadilan menjatuhkan ganti rugi Rp 1 trilliun (banyak sekali) terhadap penghinaan kepada Suharto. Menghina kok dibalas dengan Rp 1 trilliun. Untung banget yang dihina. Mungkin MUI dan Habib tidak tahu pengadilan tidak ada kaitannya dengan ADIL. Ilmu (informasi) itu yang harus dimiliki MUI dan Habib.

 
Renungan
Di EOWI, kami sebisa mungkin mendudukkan persoalan seperti semestinya. EOWI tidak memihak kepada siapapun, kecuali kebenaran. Quran memerintahkan:
[4:135] Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
EOWI berkomitmen untuk menjadi saksi yang adil, berkomentar yang adil, bertindak yang adil.
Jelas bahwa:
  1. Adalah benar bahwa al Maidah 51 berarti pengharaman bagi umat Islam untuk memilih wali-provinsi dari kalangan selain Islam.
  2. Ahok tidak menista Quran, melainkan mengejek orang-orang yang menggunakan al Maidah 51 untuk menjegal pencalonannya sebagai gubernur.
  3. Habib Rizieq, MUI dan kelompok pendukungnya telah melampaui batas-batas yang ditetapkan Quran dalam bereaksi menghadapi orang-orang yang menghina agama (dengan asumsi bahwa Ahok menghina Quran).
Banyak pendakwah entertainers yang moderat seperti AA Gym berapa pada posisi di belakang Habib Rizieq dan MUI. Tetapi tidak semua. Ulama yang bertuhan pada demokrasi dan toleransi bisa dipastikan tidak termasuk yang bersama Habib Rizieq.
Bagi EOWI sudah jelas. Bagi pembaca EOWI yang mengaku muslim tetapi masih bertuhan kepada demokrasi dan toleransi, mungkin perlu merenungkan ayat-ayat ini:
[4:138] Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,
[4:139] (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi wali-wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.
[4:140] Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam,
[4:144] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?
[4:145] Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.
[5:52] Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (kafir), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan, atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.
Ini tidak berarti EOWI menyarankan untuk memilih Anis Baswedan yang keturunan Arab atau Agus. EOWI tidak mengenal mereka. Mereka tidak punya track-records yang memenuhi standard EOWI. Jangn-jangan seperti Jokowi......., berjanji muluk, kemudian bikin tax amnesty yang ujung-ujungnya merampok 2% dari harta rakyatnya yang punya duit.
Fenomena Habib Rizieq dan Ahok adalah yang nampak dipermukaan. Yang lebih mendasar sering kali tidak nampak. Untuk mengakhiri tulisan ini ada baiknya kita merenungkan dan mempertanyakan beberapa hal yang mungkin menjadi latarbelakang dan tidak nampak.
Apakah peningkatan ketengangan SARA ini karena tekanan ekonomi? Ahok vs Rizieq bukan satu-satunya kasus. Beberapa hari lalu di Irian (Papua) terjadi perkelahian antara suku Papua vs Makasar di Manokwari yang menyebabkan kematian. Kemudian demonstrasi di Manado yang menuntut pembongkaran masjid.
SARA atau tekanan ekonomi yang susah 4 tahun ini merosot? (lihat grafik di awal tulisan ini). Apakah perampokan 2% harta simpanan melalui tax amnesty juga ikut mempunyai andil dalam kesengsaraan dan selanjutnya ketidak-puasan ekonomi?. Apakah demo tanggal 4 November mendatang akan berekor terus ke Jokowi dan akhirnya Tuhan mengabulkan doa EOWI:

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.


Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Sekian dulu......, sampai nanti.



Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Wednesday, October 26, 2016

Cut Zahara Fonna, Taat Pribadi, Marwan Daud dan Jokowi (bagian I)



Di EOWI ada suatu ungkapan yang sudah menjadi semacam kepercayaan, kredo yang secara historis sudah dibuktikan. Ungkapan itu adalah:
Ada penipu kecil, penipu ulung, politikus dan Cut Zahara Fonna”
Kalau EOWI mengatakan Cut Zahara Fonna (CZF), tidak berarti CZF secara individu, bisa juga sosok manusia yang mempunyai karakter, kelas dan kualifikasi sama dengan yang dimiliki oleh CZF, yaitu sosok manusia yang berhasil menipu politikus papan atas termasuk menteri, presiden dan/atau wakil presiden.
Dari sejarah dicatat juga bahwa karakter CZF muncul seringnya di saat ekonomi mengalami perlambatan, atau sedang berada di bawah atau menjelang naik. Tetapi tidak pada masa ekonomi sedang booming. Sebabnya entah kenapa. Mungkin pada saat orang mengalami tekanan ekonomi, merasa putus asa, maka rasio sudah tidak digunakan lagi.
Ungkapan di atas juga seakan-akan meletakkan posisi politikus adalah satu golongan dengan penipu hanya saja posisinya adalah pada level ke II di bawah Cut Zahara Fonna dalam hal kelicinan dan kelicikan. Terserah bagaimana pembaca melihatnya.
Apakah itu a good guy Hayek atau a bad guy Goebbels atau orang yang tidak populer Imam Semar mengatakan hal yang sama.
Pemerintah menggunakan propaganda untuk membentuk kepercayaan dan prilaku rakyat. Menyulap opini dan pandangan menjadi realita. Menjalin kisah bernilai hikmah moral seakan itu adalah nilai-nilai luhur yang sudah dimiliki masyarakat sejak lama. Dengan demikian kebenaran bisa dimatikan.
Hal seperti ini bisa terlihat di Korea Utara, bagaimana pimpinan negara bisa menciptakan citra bahwa Amerika Serikat adalah Evil Empire yang siap menjajah. Dan rakyat membangun militer yang kuat dan siap menghadapi Amerika.
Anda juga bisa bilang tentang sejarah Indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah yang mengatakan bahwa Indonesia di jajah Belanda selama 350 tahun. Keponakan saya yang kelas 4 SD, membantahnya, dengan mengatakan bahwa nama Indonesia baru ada secara resmi tahun 1950, ketika dunia mengakui Republik Indonesia. Yang benar bahwa wilayah yang sekarang disebut Indonesia adalah bagian dari kerajaan Belanda, yang disebut Hindia Belanda.
Di sistem demokrasi, cara-cara ala Korea Utara bentuknya diperhalus saja.
Politikus menjanjikan sesuatu yang tidak bisa dipenuhinya dan untuk mewujudkan janji yang tidak bisa dipenuhinya itu, mereka menggunakan uang orang lain. Tidak hanya itu, mereka berbuat apa saja untuk pencitraan mereka dan lain-lain hobby, atau memperkaya diri sendiri berserta kroninya. Apakah itu bisa membuat mereka dikelompokkan bersama dengan CZF, jawabnya terserah anda. Apakah mau menterjemahkan arti politics sebagai poly = banyak dan ticks = kutu parasit penghisap darah, atau sekumpulan kutu penghisap darah,  EOWI juga tidak bisa melarang anda menterjemahkan seperti itu.
Masalah intepretasi seperti di atas, EOWI serahkan kepada pembaca. Seandainya demikian arti ungkapan di atas, maka itu adalah hasil tafsiran pembaca semata. Tetapi......, EOWI tidak meninggalkan pembacanya dalam kegelapan tafsir. EOWI akan menunjukkan sebuah pengakuan dari politikus sendiri.
Dua orang politikus jika bertemu di forum debat akan membongkar kebohongan-kebohongan lawannya. Dan yang diperlukan adalah video debatnya.
Coba hitung berapa banyak topik-topik tuduhan kebohongan pada video berikut ini.

Salah satu kalimat Donald Trump, bahwa ia akan memasukkan Hillary ke penjara (karena tindakan Hillary yang melanggar hukum). Jadi para politikus sendiri sudah menjawabnya.
Sebelum sampai ke topik yang paling terkini sebagai the main course/menu utama yaitu tentang Jokowi, Marwah Daud Ibrahim, dan Dimas Kanjeng Taat Pribadi serta hmmm...., mungkin juga Ahok bisa dimasukkan, kita mulai dengan kisah-kisah lama dulu sebagai appetizernya. Ini juga untuk memperkenalkan para pelaku sejarah kepada generasi yang tidak mengalami CZF-CZF dimasa lalu.
Kita mulai dengan Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia. Bisakah Sukarno menduduki peringkat ke II setelah CZF pada jamannya yaitu raja Idrus dan ratu Markonah?
Sukarno, apa salahnya sosok ini? Bukankah ia seorang pahlawan? Dan.......jangan lupa dia juga seorang politikus. Dan kata Donald Trump serta Hillary Clinton mereka adalah setali tiga uang.
Untuk menggambarkan Sukarno mudah saja. Yang pasti ia bisa memukau banyak orang. Di koran-koran, media pada waktu itu, namanya selalu didahului dengan gelar yang mentereng: Paduka Yang Mulia, Panglima Tertinggi ABRI, Mandataris MPRS, Pemimpin Besar Revolusi, Presiden RI, Dr. Ir. Kalau dipikir-pikir buat apa gelar sepanjang itu.
Mungkin gelar sepanjang itu untuk mengintimidasi. Saya tidak tahu pastinya. Kata Paduka Yang Mulia,  mungkin untuk memproklamirkan bahwa ia bukan orang biasa, tetapi semacam raja. Panglima Tertinggi ABRI maksudnya bahwa ABRI tunduk dan harus mengikuti perintahnya. Mandataris MPRS, entah apa maksudnya. Kalau MPRS dianggap sebagai dewa, maka Sukarno adalah wakil dewa di dunia.
Tentang gelar Pemimpin Besar Revolusi mungkin karena di jaman itu, kata revolusi sedang populer. Jauh sebelum jamannya Sukarno jadi presiden, di tahun 1920an ada revolusi Bolsvik. Kemudian the Great Leap-nya Mao Zedong di Cina tahun 1950an, yang tidak menggunakan kata revolusi, tetapi idenya sama. Kemudian di Amerika Tengah ada revolusi Kuba dipimpin oleh Fidel Castro dan Che Guevara. Sukarno sendiri menyukai kata revolusi, sampai ada bukunya berjudul Di Bawah Bendera Revolusi. Dia mencanangkan banyak gagasan politik, tetapi aroma revolusinya selalu kental. Ketika politik bebas aktif diterapkan, maknanya adalah bebas dan aktif mencampuri urusan dalam negri negara lain. Maka ketika wilayah tetangga mendirikan negara federasi Malaysia, Sukarno aktif mencampuri urusan suku Melayu ini dengan politik ganyang Malaysia.
Sukarno juga penggagas Marhaenisme, yang dilatar belakangi oleh kisah pak Marhaen, sosok petani kecil yang hanya memiliki tanah kurang dari satu hektar. Yang dicitrakan adalah pola hidup petani kecil yang hidup berkecukupan dan bahagia. Setidaknya itu tangkapan saya.
Pembaca bisa menilai sendiri, jika di satu pihak Sukarno mengajarkan falsafah hidup petani kecil seperti pak Marhaen, sedangkan dirinya sendiri punya istri 4 dan yang satu adalah orang Jepang yang sangat cantik yang untuk merawat tubuhnya perlu dana. Kalau pak Marhaen seperti yang dipresentasikan oleh Sukarno yakni punya gelar yang panjang, punya istri 4 dan salah satunya orang asing yang sangat cantik, maka semua orang juga mau menganut Marhaenisme. Sekedar untuk diketahui saja, Dewi Sukarno, orang Jepang yang cantik dan sangat memperhatikan pada penampilan serta kecantikannya mungkin tidak akan mau kawin dengan pak Marhaen si petani kecil. Dan pada umur 60an Dewi masih menerbitkan buku yang berisi foto-foto bugilnya, yang tentu saja tidak akan laku jika ia tidak cantik sekali. 


Apakah Dewi yang ketika berumur 60 tahunan bisa berfoto bugil seperti ini mau dan bisa menjadi istri pak Marhaen? Kalau mau maka banyak orang yang mau jadi sosok pak Marhaen, bukan karena punya istri yang cantik, tetapi karena kehidupan yang enak dan nyaman di balik itu.

Perkara kawin-mawin, tuduhan Jai Hwa Cat kepada Sukarno mungkin terlalu kasar. Dewi dikawininya pada saat Dewi berumur 19 tahun, sedang Sukarno 57 tahun. Heidy Djafar berumur 18 dan Sukarno katanya 65 tahun. Yurike Sanger  yang masih pelajar SMA, 17 tahun sedangkan Sukarno 63 tahun. Haryati yang sudah punya pacar, dinikahinya pada umur 23 tahun, sedang Sukarno 62 tahun. Jai Hwa Cat? 

No comment. Yang pasti bukan orang munafik tukang selingkuh. 

Seperti politikus lainnya, Sukarno punya janji. Janjinya adalah membawa Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur serta menjadi negara yang besar. Musuh besarnya adalah Nekolim, neo-kolonialisme (polanya sama dengan Korea Utara saat ini) yang bercokol di depan pintu, di Malaysia dan Singapura. Sumber daya, uang dan tenaga dikerahkan untuk menghadapi Nekolim ganyang Malaysia dan semuanya berakhir dengan kesengsaraan. Nekolim-nekolim yang ada di Malaysia tidak pernah menyerang Indonesia sampai sekarang, malah membantu mengurangi pengangguran di Indonesia dengan menampung tenaga-tenaga kerja Indonesia.
Sukarno adalah politikusnya, bagaimana dengan CZFnya?
Raja Idrus dan ratu Markonah, yang muncul di era mendekati tahun 1965, di masa politik ganyang Malaysia, ganyang Nekolim dan sebagainya. Saat itu ekonomi mengalami penurunan. Katanya mereka bisa membantu dalam perjuangan ganyang Malaysia dan ganyang lain-lain yang disukai Sukarno (dalam berpolitik Sukarno suka ganyang-ganyangan). Mereka, raja Idrus dan ratu Markonah diundang oleh presiden Sukarno ke Istana untuk dijamu. Aksi raja Idrus dan ratu Markonah tidak berumur panjang. Menurut lagunya penyanyi Tety Kadi, aksi raja Idrus hanya berumur sebulan. Setelah terkuak, identitas raja Idrus dan ratu Markonah ternyata adalah tukang becak dan pelacur kelas bawah.


Sekian dulu, nanti dilanjutkan sampai ke Dimas Kanjeng Taat Pribadi dan Marwah Daud.
 

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.