___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Sunday, September 27, 2015

Revisi Target Kurs US Dollar – Rupiah



Dollar Bull Update

EOWI punya karakter yang unik yang perlu diperlihara, yaitu Roni Sukardi. Roni Sukardi bukan nama orang melainkan sebuah akronim: RObah-robah NIat SUKAR Ditebak. Mungkin tidak Sukardi (sukar ditebak), tetapi yang pasti Roni (robah-robah niat). Misalnya, dulu EOWI menjadi pemandu sorak emas, sekarang pemandu sorak US dollar.
Semua itu tergantung perkembangan situasi. Situasi berubah dan kita harus bisa beradaptasi. Perkiraan bisa salah, oleh sebab itu pandangan dan opini perlu diperbaiki dari waktu ke waktu.
Saya baru saja meng-update data kurs US dollar. Ada perkembangan baru yang muncul sekitar 2 – 3 bulan terakhir ini. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada chart di bawah ini.

US dollar mencapai titik terendah terhadap rupiah terjadi pada tahun 2011, bersamaan dengan puncak dari commodity bull market. Kemudian secara perlahan-lahan rebound dengan kecepatan 7.5% per tahun selama 2 tahun.
Kemudian kecepatan appresiasi US dollar meningkat menjadi 15% per tahun selama 2 tahun (pertengahan 2013 – pertengahan 2015). Sejak awal Juli 2015, appresiasi US dollar mengalami percepatan lagi. Kali ini rata-rata 47% per tahun.
Sampai titik ini masih belum bisa dipastikan apakah kecepatan appresiasi US dollar sebesar 47% per tahun bisa bertahan terus sampai beberapa bulan, karena adanya potensi resistan pada level  Rp 14,800 yang sekarang ini. Berapa besar peluang US dollar bisa menembus level Rp 14,800 dan melenggang ke level-level selanjutnya.
Itu dari segi teknikal. Dari sudut waktu, akhir-akhir tahun biasanya kebutuhan US dollar meningkat karena kebutuhan membayar kewajiban-kewajiban perusahaan. Data ini bisa mendukung, peluang rally dollar dengan kecepatan 47% per tahun cukup besar.  Mungkin bisa berubah menjadi parabolik. Setidaknya 47% per tahunnnya sampai akhir tahun 2015 ini.
Faktor ke dua, adalah bahwa kemungkinan pasar saham akan terus terpuruk karena investor (asing) cenderung untuk merealisasikan kerugiannya untuk keperluan pengurangan pajak. Keluarnya investor asing biasanya sejalan dengan penguatan US dollar. Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) yang pada akhir perdagangan tanggal 25 September 2015 ditutup pada level 4209 akan mengalami tekanan, diharapkan sampai akhir tahun 2015. Ini juga faktor yang bisa mendukung rally US dollar sampai akhir tahun 2015.
Dengan trend seperti ini, diharapkan kurs US dollar akan menyentuh level Rp 16,000 per dollar. Apakah level ini akan dicapai? Sangat mungkin.
Apakah appresiasi 47% akan berlanjut terus sampai 2 tahun dan membawa US dollar ke level Rp 45,000? (Angka 2 tahun dilihat dari rally-rally sebelumnya yang panjangnya 2 tahun.). Meragukan. Tetapi masih mungkin. Faktor yang tidak mendukung adalah, level hutang eksternal Indonesia relatif kecil, sekitar 35% dari GDP. Faktor yang mendukung adalah, besarnya cadangan devisa Indonesia tidak berimbang dibandingkan uang asing panas yang beredar di pasar saham dan obligasi. Dan jika menggunakan model bubble implosion level Rp 45,000 masih dimungkinkan. Pecahnya bubble biasanya akan memangkas harga asset 80%. Silahkan pilih sendiri.
Tetapi...., EOWI mewanti-wanti, seperti kata krisis dalam bahasa Cina, Wie Ji, mengandung unsur kata wei = bahaya dan ji = peluang. Kita harus berhati-hati. Target-target Rp 16,000 atau Rp 45,000 dan appresiasi 47% per tahun adalah sangat menggiurkan. Jangan disangka jalannya akan mudah. Bahkan mungkin ini hanyalah bear market trap. Bukannya US dollar akan tereppresiasi, tetapi malah terkoreksi. Angin balik arah.
Berhati-hatilah dan siapkan strategi agar bisa lolos seandainya rally ini hanyalah bear market trap. Stop loss dan allokasi asset yang baik.

EOWI Menjawab

Pada tulisan ini kami mencoba menjawab beberapa pertanyaan yang dikirim lewat email atau komentar di EOWI. Sebenarnya update US dollar bull market di atas sebenarnya sudah bisa menjawab pertanyaan mereka.
Seorang pembaca menanyakan, kenapa asing (atau saya) tidak tertarik pada bunga deposito 7.5%?
Jaman ini adalah jaman edan. The Fed dan bank-bank sentral di dunia mencetak duit kira-kira US$ 8 trilliun untuk menangkal krisis berkepanjangan yang diakibatkan oleh krisis subprime 2008. Caranya: suku bunga rendah.
Dengan suku bunga yang nyaris nol, spekulasi menjadi marak. Pinjam dengan bunga 0.5% di negaranya dan menginvestasikan di emerging market seperti Indonesia, Brazil, dan lain-lain.  Tidak perlu mikir. Nenek-nenek bego juga bisa. Gampang.
Selain gampang, mata uang negara-negara tujuan seperti rupiah dan real Brazil, menguat akibat dari masuknya dana asing baru. Makin enak ‘kan?
Memang gampang dan enak kalau pesta seperti itu tidak pernah berhenti. Sayangnya pesta harus berhenti. Spekulan bosan atau pemberi kredit minta uangnya kembali atau apapun alasan lainya. Dana asing keluar dengan keuntungan (mungkin).  Ketika dana asing keluar, maka rupiah, real Brazil atau rubel Russia, atau rand Afrika Selatan kena batunya dan terdepresiasi. Bunga 7.5% atau 16% tidak lagi cukup untuk menambal kerugian kurs valas.
Di saat itu spekulan mulai nervous. Pertama-tama mereka mengangkut keluar dananya secara sembunyi-sembunyi. Terjadilah fase I, appresiasi US dollar 7.5% per tahun. Kemudian yang lain ikut, ditambah spekulan besar lokal ikut meramaikan. Terjadilah fase II dengan appresiasi US dollar 15% per tahun. Kemudian......, akan dilanjutkan dengan panik, bak di bioskop ada yang berteriak: “Kebakaran!!!!!”
Semua orang lari mau keluar dari pintu sempit. Spekulan professional tahu karakter krisis seperti ini.
Masih mau bunga deposito rupiah yang 7.5% itu?.......Silahkan.
Seorang pembaca EOWI, berinitial SW mengirimkan email, sebagai berikut (sudah sedikit saya edit, tetapi tidak merubah isi pokoknya):
Dear Pak IS,
Saya termasuk salah satu pembaca setia EOWI ,
Saya tidak mengikuti saran EOWI, Short rupiah....Long Dollar.
Yang saya lakukan malah dana nganggur saya simpan di asuransi XX life, dengan bunga 12% nett setahun (termasuk Cashback marketing kasih saya) tanpa di potong pajak.
Setelah saya hitung dari bulan Juli 2015 malah lebih untung simpan dollar,  hitungan bodoh saya rp 13300/usd simpan di asuransi bunga 12% sebulan dapat Rp133 sebulan,  ternyata simpan di dollar bisa jauh melebihi bunga asuransi/bln.
Soalnya umur saya sudah kepala 4, takut dengan resiko dollar balik arah.
Teman teman saya ajak diskusi pilih mana, pilih sesuatu yang belom pasti. atau pilih 12%nett setahun tapi pasti. pada pilih yang pasti. Akhirnya saya pilih yang pasti pasti saja.
Pertanyaan saya mohon pak is berkenan membahas dampak kenaikan USD terhadap perusahaan Asuransi seperti XX life atau YYlife pensiontama. Apakah asuransi kedepan nya bisa ikut bangkrut gara-gara dollar melambung tinggi.
Soalnya saya baca baca diweb blog katanya asuransi memberikan kepastian di saat ekonomi kita tidak pasti.
Sebelumnya saya ingin menyampaikan bahwa EOWI tidak memberikan saran-saran yang sifatnya personalized investment portfolio. Karena setiap individu mempunyai risk aversion (ketahanan melihat portfolionya tidak berkinerja secara memuaskan) yang berbeda-beda. Saya menganjurkan untuk agar pembaca mempunyai strategi, seperti allokasi asset dan stop loss, dan mendiskusikannya dengan istri dan/atau mencari masukkan dari seorang investment advisor. DI EOWI saja, antara saya dan Sharifa Dinarra Beardon mempunyai risk aversion yang berbeda. Dia sering (punya hobby) melakukan short sell emas, perak dan komoditi dengan leverage dan sifatnya trading jangka pendek. Saya hanya bermain di dollar untuk jangka panjang, walaupun juga menggunakan leverage yang rendah. Tetapi masih ada leverage dengan stop loss dan sejenisnya untuk mencegah kerugian yang besar jika dollar berbalik arah.
Melihat kinerja US dollar tiga bulan terakhir ini dan membandingkannya dengan portofolio berbunga 12% setahun (asuransi dan dana pensiun) adalah tidak tepat. Harus dilihat 2 – 3 tahun sebelumnya.
Antara tahun 2011 – 2013 kinerja US dollar, sama dengan tabungan deposito rupiah. Kemudian antara tahun 2013 – 2015, kinerja US dollar meningkat menjadi 15%. Sedikit lebih baik dari imbal dana pensiun pak SW. Hanya pada 3 bulan terakhir, kinerja US dollar meleset menggiurkan sekali.
Pertanyaan berikutnya, apakah perusahaan asuransi dan dana pensiun bisa bangkrut.
Untuk masa yang normal, kemungkinan besar perusahaan-perusahaan asuransi dan dana pensiun akan memberikan imbalan yang “pasti”. Tetapi, pada kondisi investasi yang krisis dan masa deflasi, pertanyaan ini tidak bisa dijawab tanpa melihat portifolio dari perusahaan tersebut. Investasi apa saja yang mereka lakukan. Oleh sebab itu, sebaiknya sebelum menginvestasikan uang kita ke badan-badan seperti ini, ada baiknya kita mengenal bisnis yang dikecimpungi. Seperti AIG, tanpa tindakan penyelamatan oleh pemerintah, pasti sudah rontok pada krisis di tahun 2008 – 2009. Tetapi banyak juga asuransi yang masih hidup sampai sekarang. Bagaimana nanti......, entah lah. Mengarungi masa krisis deflationary (atau krisis lainnya) tidaklah mudah. Kata krisis dalam bahasa Mandarin adalah Wei Ji, suatu kata yang terdiri dari 2 komponen, wei = bahaya dan ji = kesempatan. Ada orang yang berani mengambil resiko untuk memperoleh kesempatan ini. Dan yang punya risk aversion rendah bermain aman. Dan ada yang sembrono, dan akan tersembelih.
Sekian dulu, jaga kesehatan dan tabungan anda baik-baik. Sampai dilain waktu dengan cerita yang berbeda.

Jakarta 27 September 2015.
 

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Wednesday, September 23, 2015

Jika US$ = Rp 15,000



Beberapa hari lalu saya sempat membaca berita di sebuah situs mengenai komentar wakil ketua DPR yang sempat dipojokkan publik karena kelakuannya yang berkaitan dengan kandidat presiden US Donald Trump, selfie bersama Donald.
Komentarnya kali ini mengenai rupiah:
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, mengingatkan pemerintah untuk berupaya kembali menguatkan nilai rupiah.

Karena menurutnya, rupiah semakin melemah akan berdampak besar bagi negeri ini.

"Jika (rupiah) bisa tembus 15.000 bisa-bisa rakyat minta reformasi jilid II. Itu (jika Rp 15.000 per dolar AS) berarti perusahaan akan banyak PHK, buruh jadi berhenti, itu harus ditangani serius," kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/9/2015).

Fadli membandingkan saat terjadinya reformasi pada 1998 lalu dimana rupiah menyentuh angka 13.000 per dollar AS. Saat ini rupiah telah menyentuh angka 14.450 per dollar AS dan harus diwaspadai.

"Waktu huru-hara Mei (1998) itu dilevel Rp 13.000 dan itu sudah terlalu jauh. Kalau tidak diantisipasi ya saya khawatir," tuturnya.

Masih kata Fadli, DPR sudah melayangkan undangan kepada Menteri Keuangan dan Gubernur BI untuk memperbincangkan persoalan-persoalan ekonomi yang terjadi di Indonesia.

Menurutnya, perlu iklim investasi yang kondusif untuk memperbaiki ekonomi Indonesia.

"Koordinasi belum terjadi dan justru pemerintah berdebat di depan publik. Sekarang butuh leadership yang bukan lagi blusukan dan pencitraan," tandasnya.
Pembaca coba bertanya: Kalau US dollar ke Rp 15,000…, akan ada reformasi jilid dua…nggak ya?

EOWI menjawab:"Nggak tahu yaaah....."
Kalau dua bulan lagi US dollar betul-betul bertengger di Rp 15,000, dan tidak ada huru-hara reformasi jilid II, apakah anda mau kirim email ke Fadli mengatakan: “Hei Fadli, dollar sudah di Rp 15,000, kok tidak ada huru-hara reformasi jilid II? Nggak dapat wangsit ya?
Kita tinggalkan Fadli dulu.
Pada hari yang sama, saya makan siang bersama beberapa teman yang kawakan di bidang investasi, perbankan dan ekonomi, yaitu Erry Firmansyah, mantan direktur BEJ; Marita, country risk manager Citibank; Manche, mantan direktur Welltekindo (penyedia jasa slickline terbesar di Indonesia, yang akhirnya dikuisisi Schlumberger) dan beberapa lagi. Ngobrolnya berkisar mengenai kondisi ekonomi saat ini.
Kami sering kumpul-kumpul untuk hura-hura, ngobrol ngalor-ngidul. Pada waktu kumpul-kumpul sebelumnya, saya sedang membuat laman Gejolak 2014 – 2020. Waktu itu saya sempat mengatakan bahwa akan ada krisis dan dollar akan ke Rp 17,000. Tanggapann mereka tidak terlalu antusias. Pada waktu itu, dari semua teman-teman saya itu, sayalah adalah yang paling pesimis dibandingkan dengan yang lain. Sekarang, keadaan berbalik. Merekalah yang lebih pesimis dari saya. Beberapa opini mereka adalah, US dollar akan mencapai level Rp 15,000 di akhir bulan September ini. Untuk pendapat ini saya tidak bisa mengomentari.
Kemudian, jika US dollar mencapai Rp 17,000, seperti target minimal saya, maka akan terjadi huru-hara. Disela-sela obrolan kami, Erry menunjukkan Galaxy Tabnya yang berisi komentar Ferry Latuhihin, seorang ekonom/investor temannya. Isinya mengatakan bahwa tahun 2016, Indonesia akan resesi. Komentar ini seakan ingin menguatkan kesimpulannya akan adanya huru-hara.
Menurut pendapat EOWI, resesi dan dollar mencapai Rp 17,000 akan terjadi, dan kemungkinannya tahun 2016 depan. Tetapi tanpa huru-hara. Huru-hara baru akan terjadi di tahun 2025 – 2030 pada saat kemampuan di bidang ekonomi/finansial Indonesia berada pada titik terendahnya. Tabungan atau kekayaan yang diperoleh selama 10 commodity secular bull market, plus beberapa tahun setelah itu (2000 – 2012), akan susut dan pada saat itu banyak orang miskin, menganggur, maka huru-hara mudah terjadi.
Ada beberapa informasi yang bisa EOWI tarik dari percakapan itu. Pertama, suatu hal yang dikritik oleh Erry, bahwa ada kesan bahwa BI a.k.a. Agus Martowardoyo yang notabene adalah teman kuliah Erry, tumpul, karena tidak mau melakukan intervensi untuk menahan pelemahan rupiah. Agus Martowardoyo lebih memilih mempertahankan cadangan devisa dari pada mempertahankan rupiah.
Catatan: cadangan devisa Indonesia tetap di sekitar $ 110 milyar selama terjadinya pernurunan nilai tukar rupiah dalam kurun waktu beberapa tahun ini. Mungkin dugaan Erry ada benarnya.
EOWI pikir, BI sedang menghadapi musuh dengan kekuatan yang tidak seimbang. Berhadapan dengan hot money yang ada di pasar saham dan bond, yang di awal tahun besarnya US$ 360 milyar, kekuatan cadangan devisa BI hanya US$ 110 milyar. Kemudian transaksi harian di pasar uang mencapai US$ 2 sampai US$5 milyar. Cadangan BI tidak kuat menghadapi medan pertempuran seperti ini. Belum lagi debitur-debitur dollar yang nervous melihat hutangnya membengkak. Belum lagi spekulan-spekulan kecil seperti Imam Semar, Sharifa Dinara Beardon, yang ikut meramaikan pasar.
Dengan perimbangan kekuatan semacam ini jelas BI akan kalah dengan cepat jika peperangan dilakukan tanpa strategi. Tidak hanya itu, peperangan ini akan lama sekali. Dalam kurun waktu 10 – 15 tahun mendatang, Indonesia tidak akan memperoleh penghasilan devisa seperti 10 – 15 tahun sebelumnya.
Sebagai negara yang perekonomiannya bergantung pada harga komoditi. Sedangkan commodity secular bull market sudah digantikan oleh commodity secular bear market untuk kurun waktu 10 – 20 tahun mendatang. Seandainya ada devisa yang masuk selain dari sektor komoditi, maka dana itu datangnya sebagian (besar) dari hutang dan selebihnya dari investasi asing. Singkat kata, selama 10 – 15 tahun ke depan, cadangan devisa akan mengering atau setidaknya rentan terhadap goncangan-goncangan moneter.
Jadi bagaimana cara menghadapi hot money yang sedang keluar dari Indonesia ini? Ini adalah perang yang lama dan dengan musuh yang tidak seimbang. Sejarah menunjukkan di akhir 2 commodity secular bear market, rupiah terpuruk parah. Yaitu menjelang tahun 1970 (1965 – 1968) dan menjelang tahun 2000 (1997 – 2000).
Melihat hal ini, yang harus dijadikan tujuan oleh BI adalah menang dalam perang yang notabene akan terjadi selama 15 tahun, bukan menang dalam pertempuran-pertempuran awal, tetapi harus menelan kekalahan di akhir episode perang.
Akan saya coba jelaskan maksud saya ini.
Dengan mempertahankan rupiah habis-habisan dengan semua cadangan devisa melawan hot money, artinya memberi kesempatan bagi hot money keluar dari Indonesia dengan keuntungan yang lumayan. Pemilik hot money bisa mengkonversikan rupiahnya ke dollar di saat rupiah “kuat” dan dipertahankan (dollar masih murah) BI ketika hot money keluar pasar. Mempertahankan rupiah saat ini berarti memberi keuntungan bagi dana asing. Kalau strategi ini dilakukan, cadangan devisa BI akan habis sebelum semua hot money keluar. Dengan besarnya transaksi valuta asing sebesar US$ 2 - 5 milyar per hari, devisa akan cepat terkuras. Mungkin hanya bisa bertahan 1 tahun saja. Selanjutnya anjloknya rupiah tidak bisa dikendalikan lagi. Kepercayaan terhadap rupiah akan hilang dan akan memicu hiperinflasi.
Alternatif lain (ke dua), BI tidak melakukan intervensi di awal ronde dan membiarkan pasar melakukan fungsinya. Yang pasti, hot money akan menggoreng rupiah (baca: mempertahankan rupiah) agar ketika mereka keluar, mereka tidak terlalu rugi. Mereka akan keluar dengan teratur. Tentu saja, kata teratur bukanlah suatu hal yang gampang dilakukan. Trader-trader lokal akan mengganggu, bak gerilyawan al Qaeda yang mengganggu tentara US di Afganistan dan Irak sampai babak belur. Hot money akan bertempur melawan trader-trader lokal seperti Imam Semar and his gang yang mencari keuntungan dari kesulitan hot money.
BI baru mulai terjun dan intervensi pada saat kekuatan hot money tinggal 5% -10% dari yang sekarang. BI akan dengan mudah mempermainkan rupiah ke arah yang diinginkannya. Mau dibikin Rp 9,000 per US dollar pun mungkin tidak sulit.
Kedua alternatif di atas tidak enak. Tetapi yang terbaik untuk BI adalah alternatif yang ke dua. Jika BI mengambil strategi ini, yang akan menjadi korban collaterals nya dalam waktu dekat ini adalah bisnis yg punya hutang dollar. Bukan tidak mungkin US dollar melambung ke Rp 25,000 atau Rp 40,000 - bergantung model yang anda gunakan. Model bursting bubble bisa membawa US dollar ke Rp 40 ribu. Jika level ini tercapai, korban akan berjatuhan.
Konglomerat Salim nampaknya punya hutang dengan mata uang asing sebesar US$ 3,8 milyar, Indofood US$534,5 juta. Walaupun besarannya hanya  1 hari perdagangan valuta asing Indonesia, tetapi jumlah ini akan memukul. Jumlah hutang konglomerat Salim ini tidak terlalu banyak dibandingkan dengan Garuda yang konon beberapa waktu lalu memerlukan suntikan dana sebesar US$ 9 milyar (entah terpenuhi atau tidak).  Tentu saja Chairul Tanjung si anak singkong yang membeli banyak (hampir 11%) saham Garuda, mungkin harus makan singkong, akibat leverage ekspansi bisnisnya yang bukan saja ke Garuda. Mungkin...mungkin...Siapa tahu. Tetapi biasanya orang-orang kaya akan selamat ketika krisis terjadi. Mereka termasuk too big to fail. Pemerintah akan menolong mereka, seperti kejadian krismon 1998 lalu.
EOWI bisa mengoceh mengenai konglomerat-konglomerat Indonesia yang bakal terpukul karena tidak punya data yang lengkap, dan juga pokok diskusi sekarang ini tidak untuk membahas dan menggosip tentang konglomerat kaya Indonesia. Jadi kita kembali ke pokok pembahasan.
Membiarkan rupiah melemah (tidak dipertahankan), pemerintah bisa berdalih, berargumen untuk tujuan konsumsi publik bahwa dengan melemahnya rupiah akan meningkatkan kemampuan ekspor dan menguntungkan perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor. Ungkapan-ungkapan atau mantra-mantra itu bisa dipakai untuk konsumsi publik.
Tentu saja, kami di EOWI akan mentertawakan slogan-slogan untuk konsumsi publik ini. Sebab, kalau diteliti lebih lanjut, disamping meningkatkan daya ekspor, pelemahan rupiah akan mematikan perusahaan-perusahaan yang banyak berhutang dollar, selanjutnya meningkatkan pengangguran akibat banyak perusahaan yang tercekik hutang dollar kemudian memPHK karyawannya, mengikis daya beli lokal......, dan masih banyak lagi yang belum terlintas di kepala saya. Koreksi harus ada...., bisnis yang dipimpin oleh orang-orang yang tidak mampu berbisnis akan lenyap dan digantikan oleh perusahaan-perusahaan punya strategi yang baik, yang lebih inovatif, mengelolaan finansialnya baik dan bisa menjaga tingkat pedapatannya selama krisis. Pohon tua dan lapuk harus ditumbangkan untuk memberi ruang bagi tunas-tunas baru. Dan pergeseran-pergeseran seperti ini punya dampak yang menyakitkan. Tetapi yang tahu detail seperti ini tidak lah banyak. Selama mantra ini:
melemahnya rupiah akan meningkatkan daya saing ekspor dan menguntungkan perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor.
terus didengungkan, maka orang akan percaya dan punya harapan, serta popularitas pemerintah mungkin akan tetap terjamin. Saya katakan "mungkin" karena....., bagi orang yang kena PHK dan putus asa, omongan pemerintah tidak akan didengar. Bagi mereka, bisa memperoleh pekerjaan kembali adalah tolok ukur popularitas pemerintah. 
Jadi........, apakah tahun 2016 akan terjadi resesi? Seperti kata Ferry Latuhihin, atau US dollar akan Rp 15,000 di akhir bulan September 2015 ini? Seperti kata Manche dan Erry teman saya, atau apakah akan terjadi huru-hara kalau US dollar sampai ke Rp 15,000 atau Rp 17,000? Seperti kata Fadli Zon dan banyak orang, atau apakah Garuda akan bangkrut seperti Merpati karena kena beban hutang dollar....., atau....., atau.....banyak atau.
Di EOWI, tidak ada yang perduli hal-hal di atas. The Fed tidak menaikkan suku bunganya bulan September 2015 ini, toh tidak membuat rupiah menguat. Padahal banyak analis yang mengatakan bahwa penguatan dollar adalah akibat adanya antisipasi the Fed akan menaikkan suku bunganya. Tentunya kalau the Fed tidak jadi menaikkan suku bunganya maka sepatutnya dollar akan melemah. Dan yang terjadi malah sebaliknnya: dollar menguat, bahkan menembus Rp 14,500. EOWI tidak perduli apa yang the Fed, BI, OJK, dan lain-lain mau perbuat. Rupiah akan melemah terus. Itu yang penting. Dan sebabnya sudah dijelaskan EOWI berkali-kali: Dollar pulang kandang.
Kami di EOWI tidak perduli kalau krisis terjadi........, karena kami sudah siap. EOWI tidak perduli BI membatasi pembelian US dollar, karena kami sudah siap. Kami hanya kasihan pada orang-orang yang kena PHK seperti 3000 orang pegawai bank CIMB dan bank Danamon, kami juga kasihan kepada mereka yang banyak hutang dalam US dollar, kami kasihan kepada orang yang tidak tahu bahwa daya beli mereka melorot karena rupiahnya terkikis. Tetapi kami tidak kasihan kepada pembaca EOWI, yang setiap hari membuka EOWI dan masih tidak bisa mempertahankan nilai tabungannya dengan memanfaatkan peluang: short rupiah dan long dollar. Capek deh.......
Mungkin ada pembaca yang masih penasaran: apa hubungannya berita Fadli Zon dengan tulisan ini?
Entahlah......., EOWI tidak perduli. Apakah dalam suatu tulisan harus ada hubungan antara satu paragraf dengan paragraf lainnya. Hal tersebut, toh, belum dilarang oleh pemerintah, atau dikenakan pajak. Dan DPR belum mengusulkan untuk dikenakan cukai seperi minuman berpemanis sintetis. Sebelum hal-hal seperti ini (cerita ngalor-ngidul) dikenakan pajak seperti pesangon PHK atau dilarang pemerintah seperti masuk daerah 3-in-1 jam 7 – 10 pagi, EOWI akan melakukannya terus. Toh nggak kena pajak dan nggak akan dipenjara atau denda? Siapa perduli.
Sekian dulu. Jaga tabungan dan kesehatan anda baik-baik.

Jakarta 21 September 2015.
 


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Wednesday, September 16, 2015

The System Can Meltdown Very Quickly



A Conversation between Tekoa DaSilva and Jim Rickards
(dan komentar EOWI)
Beberapa waktu lalu seorang pembaca EOWI menyebutkan nama Jim Rickard, dan menanyakan apakah EOWI pernah membaca bukunya yang berjudul “Currency War”, serta apakah posisi EOWI berada pada kubu yang sama dengan Jim Rickard.
Nama Jim Rickard, saat ini menjadi celebrity di dunia investment. Beberapa bukunya menjadi best sellers. Dan istilah currency war menjadi sangat popular dan menjadi jargon di kalangan dunia investasi.
Saya coba untuk membaca 2 bukunya, Currency Wars dan The Death of Money. Tetapi baru beberapa bab, saya menjadi bosan dan kehilangan rasa ketertarikan. Penyebabnya adalah basis/dasar dari kisah yang ditulis Jim Rickard yaitu teori konspirasi. Saya tidak terlalu percaya terhadap teori konspirasi. Yang kedua, adalah adanya promosi dirinya sebagai pakar di bidang segala macam tetek-bengek yang ada di teori konspirasi di atas.
Saat ini Jim Rickard bekerja sebagai editor salah satu economic news letter yang diterbitkan oleh Agora Financial. Ia mempromosikan teknik yang dikatakannya sangat ampuh benama “Impact System”, sistem yang ciptakan untuk CIA.
Kita ikuti saja tulisan yang saya copy dari DailyReckoning.com.

Tekoa Da Silva: Jim, you are the author of New York Times best-seller, The Death of Money. In reviewing your work, I see a lot of events surfacing in the world that you seem to have foreshadowed in your writings.
I’d like to ask you about those items, but for the person joining us for the first time, can you tell us a little bit about your professional background -- how you went from working in the legal profession to now being a financial and global economic expert?
Jim Rickards: Sure Tekoa. Well, at this point, the resume is kind of a long one. So, I won’t kind of go through every twist and turn. I am a lawyer by training. But before I went to law school, I got a graduate degree in International Economics from the School of Advanced International Studies. Tim Geithner was one of my fellow alumni from SAIS -- the School of Advanced International Studies. It’s well-known as the intellectual training ground for the IMF. It’s a school where a lot of people go if you want to work for the IMF.
They take a lot of graduates and professors at SAIS as IMF officials who come over because they’re all in Washington, D.C. The IMF is right around the corner, just a few blocks from the school, and so they have IMF officials come in as adjunct. So it’s an intellectual symbiosis between the School of Advanced International Studies and the IMF and that is where I went to graduate school in economics.
Now interestingly, my class was the last class to be taught about gold as a monetary asset. I graduated in 1974. A lot of people think the world went off the gold standard in 1971 when Nixon gave his famous speech but that’s not quite correct.
If you listen to what Nixon actually said (interested viewers can find the video on YouTube), he didn’t say we’re going off the gold standard. He said, “I am temporarily suspending redemption of dollars for gold and the ability of our trading partners to take their dollars and cash them in for gold.”
But he used the word “temporary” and I recently had an occasion to speak to Paul Volcker about it because Paul was one of the people in the room when that happened. There was a small group that went up to Camp David. There was President Nixon, John Connolly, Secretary of the Treasury, Arthur Burns, Chairman of the Federal Reserve, Paul Volcker who was Deputy Secretary of the Treasury and actually another friend of mine, Ken Dam. Ken very kindly offered a jacket commentary in The Death of Money but people who don’t know Ken should know that he was at Camp David that weekend.
But what Nixon actually said -- and Paul Volcker confirmed this when I spoke to him -- is that they didn’t think they were going off the gold standard. They thought they were calling a time-out. They thought this was a temporary suspension until the major global powers could get together and come up with new ‘rules of the game,’ kind of rewrite the system and that they might get back to a gold standard.
Now it would have been at a different gold price. Clearly, the dollar needed to be devalued and that’s actually what happened in December. So the Nixon speech was August ’71. December ’71 was the Smithsonian Agreement and at that time, the dollar was devalued. The official price of gold was raised to about $42 an ounce from $35 an ounce. So that was a 20% devaluation of the dollar and we were still on the gold standard at the time. But you still couldn’t redeem.
So the joke about US policy was -- instead of not selling you gold at $35, we won’t sell it to you at $42.
So the joke about US policy was -- instead of not selling you gold at $35, we won’t sell it to you at $42. The US wasn’t redeeming either way, but officially the price had gone up and we kind of fumbled and stumbled our way through the next three or four years. There were a series of International Monetary conferences conducted, studies, and working groups under the auspices of the IMF. The world wasn’t sure -- would they go back to fixed exchange rates? Would they move to floating exchange ranges? Would you have sort of dirty floats and pegs? Would there be a gold standard? Would there not be a gold standard?
That was all unclear until 1975 when the IMF finally broke the link to gold and demonetized gold. Well, my year was 1974. So I actually studied gold when it was still a monetary asset and I was a 25-year-old grad student in economics. But my professors were people in their 50s or older who were the young guns in the early 1950s at the origin of the IMF.
So I was being taught by people who ran the Bretton Woods system in the 1950s and 1960s as scholars and technical analysts, and they were my professors. So I would say anyone who is younger than I am who knows anything about gold is either self-taught or they went to mining college, because it literally stopped being taught in 1974, 1975.
So part of what I try to do in my books is to reintroduce some of that education. But then I went to law school. I started my career at Citibank. I was there for about 10 years. I worked for one of the primary dealers in US government securities.
Today it has been bought by larger banks but it’s now part of RBS -- Royal Bank of Scotland. My old firm is now the primary dealer in RBS. Then I worked famously at Long Term Capital Management, the hedge fund. I did a few other things: worked for Bruce Kovner at Caxton and became an author and also after 9/11, an adviser on financial threats and financial warfare to the US intelligence community.
So a little bit of an eclectic career, but my books, Currency Wars and The Death of Money, are a good chance to bring a lot of that perspective and knowledge and learning experience to an older audience who cares about their net worth and a younger audience who have not studied a lot of these things. So people in their 20s and 30s, all this happened before their time, but they can read the books and get some of that flavor.
Tekoa Da Silva: Jim, the price of gold as of late has been weak. That weakness was pronounced following an announcement from the People’s Bank of China that their exchange reserves holdings were lower than the investment community was expecting. What were your thoughts when you saw that release come out?

Jim Rickards: Well, a couple of things. First of all, I did predict this in my book. The Death of Money came out in 2014 but of course I was writing it in 2013. It was published in 2014. But in the book I said that the Chinese would likely update their gold reserves in 2015 which is exactly what has happened because they’re on a sort of six-year tempo. They did it in 2003, then six years of radio silence. They updated in 2009.
Six more years of radio silence. They updated it in 2015. So there’s kind of a precedent, and they don’t like to break the mold so to speak. But I don’t know if it will be another six years next time.
The Chinese are trying to play nice with the IMF because they want the yuan included in the basket of currencies that’s used to determine the value of the world money
The Chinese are trying to play nice with the IMF because they want the yuan, their currency, included in the basket of currencies that’s used to determine the value of the world money, which is the special drawing right, or the SDR, that’s printed by the IMF.
So China wants to get into that club. But by joining any club, you have to play by the rules. The club says wear a suit and tie -- you wear a suit and tie. And in this case, the IMF club says you have to be a little bit more transparent.
China is doing this in an effort to be transparent, so they may update their gold reserves more frequently than this six-year tempo I just described as a way of showing the IMF that they’re ready to be fully or at least partially transparent members in the International Monetary System.
Having said that, the 604-ton update was China going from 1054 tons, which was a lie, to 1658 tons which was another lie, but they’ve updated the lie. When I say lie, I mean they’re not transparent and this is also explained in my book The Death of Money. They have three sovereign wealth funds or government entities, government portfolios if you will. One is the People’s Bank of China.
Komentar EOWI: Cina mungkin tidak transparan untuk cadangan emasnya. Yang sebenarnya, tidak ada kewajiban Cina untuk melaporkan isi perutnya kepada publik. Demikian juga US, apakah the Fed transparan dengan cadangan emasnya?
Cina tidak hanya menumpuk emas, tetapi juga tembaga, dan logam-logam lainnya. Dengan adanya surplus perdagangan dan kebanjiran US dollar, tidak terlalu mengherankan jika Cina melakukan diversifikasi assetnya ke asset-asset yang tangible.
Bahwa kemudian penumpukan asset-asset tangible oleh Cina membuat sektor ini berubah menjadi bubble, itu persoalan lain yang harus dihadapi para pemain di sektor ini.
Suatu hal yang bisa dicatat, biasanya jika pemerintah/bank sentral mulai masuk dan ikut berspekulasi, maka kejadian tersebut bisa dijadikan sebagai indikator akhir dari bubble. Dan bubble tidak mengempis, tetapi meledak.
So that’s the one that updated the reserve position and reported the 604 additional tons of gold. But the other one is CIC, China Investment Corporation, which is a sovereign wealth fund, and the third is the most mysterious and biggest of all, which is SAFE. SAFE stands for State Administration on Foreign Exchange and what they do buy the gold and then every now and then for bookkeeping entry, they flip it over to the People’s Bank of China and then the People’s Bank of China updates their reserve balances.
So I’m not saying the People’s Bank of China is lying about their gold. That is how much gold they have. But whether to ignore how much gold that SAFE has off the books is the question. I think it’s reasonable to estimate at least 3000 tons, maybe more. There’s reason to think it could be more. How do we know that? I mean I’m not just guessing by the way. We know mining output is about 450 tons a year; it has been for a number of years.
We know Hong Kong imports run between 700-1000 tons a year. So just combine those two sources. But let’s just say there’s about 1300 tons a year between Hong Kong imports and mining output that we know about.
Now I also know, because I’ve been in China and spoken to secure logistics people, that some gold is being brought in completely off the books; actually over land using People’s Liberation Army assets, probably coming in from Kazakhstan, maybe Russia. The source is not clear but there’s some additional gold coming in. But let’s just take what we know about it without speculating too much. So let’s say there’s about 1300 tons of gold coming in. This has been going on for five years. So that’s 6500 tons of gold that we know about, not counting what we don’t know about.
Now, what we don’t know is how much of that gold is going into private hands and how much is going to the government. For the People’s Bank of China, it’s unclear. I assume 50-50. I could be wrong. But in the absence of better information, that’s a good first estimate. So it looks like 6500-plus tons have come in and assuming 50% of that is going to the government -- there’s over 3000 tons the government added that the People’s Bank of China has not reported. They just park it in SAFE in the meantime.
So we can be certain China has a lot more gold. But if the price of gold went down because people were expecting China’s reserves to be a lot higher and they turned out to be less -- then I cannot dispute the price. But that’s no reason to mark down the price of gold, because China does have a lot more gold and we know it.
The declining price of gold by the way is apparent if you make the dollar the measure of all value. When people say gold went down, I say, “Well no, it didn’t. Gold is just gold. It just sits there.” So if you say the dollar is the measure of all value, then yes, gold went down.
Komentar EOWI: Jatuhnya harga emas dan komoditi lainnya adalah akhir dari bubble di sektor komoditi dan emas yang berlangsung dari tahun 2000 – 2011. Pemerintah Cina mau borong emas, mencoba meniup untuk menggembungkan kembali sektor komoditi dan emas, tetapi kekuatan pasar lebih besar. Itu sebabnya harga emas jatuh bersama komoditi.
Seperti halnya bank-bank sentral Eropa yang menjuali emasnya, Bank of England di tahun 1999 – 2002, National Bank of Swiss tahun 2000 – 2005 tidak membuat harga emas tertekan, malah sebaliknya.
But if you make gold the measure of value, to me what really happened is the dollar went up. In other words, the low dollar price of gold is really a strong dollar phenomenon more so than a weak gold phenomenon. You get more gold for your dollar. So you can say gold went down but it is equally logical to say the dollar went up. We have a stronger dollar.
Komentar EOWI: Pertanyaannya yang seharusnya dilontarkan juga adalah: kenapa US dollar menguat?
Basis kepercayaan EOWI, penguatan US dollar adalah karena monetary deflation dari US dollar. Spekulan dan investor keluar dari komoditi dan mencari safe heaven di US dollar.
So that’s how I view it and my basis is that gold is not the only thing that has a lower dollar price by weight. Copper, wheat, corn, steel, lumber, and iron ore all do. Look at commodities around the world. Look at all the other currencies, Australian dollar, Canadian dollar, and Japanese yen.
Every one of them is “down,” if you will, against the dollar. What’s the common denominator? It’s not that the price is down. It’s that the dollar is up. We’re living in a world of king dollars.
But what is that? That’s the definition of deflation. When you get more for your money, when the dollar is worth more, and goods in dollar terms cost less, that is what deflation is.
But think about it from the Central Bank and Janet Yellen’s point of view. She wants inflation. She told us that. It’s not a secret. She publicly states that she wants inflation. We’re getting deflation. She’s threatening to raise interest rates which should add more deflation. So how does that work?
The answer is that it doesn’t work. I said last year that the Fed would not raise interest rates in 2015, and I think we’re going to get to 2016 and they still won’t be able to raise interest rates because of the power of deflation.
So I look at the commodities complex now including gold, and what I see is not that the prices are down, although nominally they are. To me, it’s a strong dollar story which is not sustainable, because the strong dollar is killing the US economy.
Komentar EOWI: Bukan membunuh ekonomi US tetapi memaksa semua negara menata ekonominya kembali.  Periode deflasi akan melahirkan teknologi baru, cara baru dalam menghasilkan jasa dan barang, kebiasaan dan model bisnis baru yang lebih effisien dan kompetitif. Contohnya adalah untuk sektor retail ada toko online, untuk transportasi ada taxi online Uber dan Gojek, untuk sektor hotel ada AirBnB, dan untuk perpustakaan ada Google, dan dimasa mendatang adan muncul model-model bisnis lainnya yang akan mengancam model bisnis lama. Bisnis yang tidak effisien dan tidak bisa bersaing akan mati.
TD: Jim, in The Death of Money, you spoke about the channels of passage that the People’s Bank of China needs to use in order to accumulate their gold position, in that the pricing environment is sensitive to a larger picture of global currency rearrangement. Some might suggest manipulation goes hand in hand with that. What are your thoughts?
Komentar EOWI: Seharusnya pertanyaannya adalah: Kenapa Cina perlu mengumpulkan emas. Seandainya memang perlu, kapan waktunya?
Bank of England melepas banyak cadangan emasnya tahun 1999 - 2002. Sebanyak 395 ton terjual dengan harga rata-rata US$ 275 per oz. Antara tahun 2000 - 2005, National Bank of Switzerland menjual 1,300 tonn emas dengan harga rata-rata US$ 350 per oz.  Banyak bank-bank sentral lainnya juga melepas cadangan emasnya dengan sebab-sebab tertentu.
JR: Well, you can call it manipulation (and it is in a way) but it’s also policy. Countries are very powerful. Countries have interest rate policies, foreign exchange policies, tax policies and they have a view on gold. They don’t talk about it, and again you can say it’s manipulation, but it’s really just the countries implementing their individual policies. Now China’s view of gold is fairly straightforward. They have $4 trillion equivalent in reserves. The vast majority of that is denominated in US dollars.
Some of it is gold. Some of it is euros. Some of it is other things. But the vast majority of it is US dollars. The vast majority of those US dollars are in US government securities. So when people say China wants to get rid of the dollar as a global reserve currency, that’s nonsense. The dollar has no greater friend. China wants a strong dollar because they own so many of them. If you had $4 trillion, you would want a strong dollar too.
The problem is the United States doesn’t want a strong dollar, but we’re getting one right now. I call this “Mick Jagger economics” (of the Rolling Stones), where, “You Can’t Always Get What You Want.” The Fed wants inflation but can’t get it for the time being. They will get it eventually but it’s going to take longer than they thought.
But in the meantime, China wants a strong dollar because they own so many and a weak yuan because that helps their exports. The US wants a weaker dollar to encourage inflation but we’re not getting it. So that’s going to tell us something about the future of Fed policy. But China fears that the US will ultimately be successful in getting inflation.
They believe the Fed will eventually get the inflation it wants. That’s going to reduce the value of their dollar assets. If you inflate the dollar by 10% -- 2% per year for five years -- that’s a little over 10% with compounding. If China has $4 trillion and you devalue that by 10%, you’re moving $400 billion of wealth from China to the US because the debt we owe them is worth less and we can pay it off in cheaper dollars.
So they’re worried about that and they’re vulnerable. People say, “Oh, they’re going to dump US Treasuries.” No, that’s nonsense also. They’re not going to do that. They couldn’t. First of all, the market is not that big. The US Treasury market is a deep liquid market but it’s not that deep. It’s not that liquid.
There’s no way China could offload a lot of treasury securities without it immediately coming to the world’s notice. If it became malicious, a form of financial threat, the president could stop it by executive order. But why would China do that? It would be devaluing their number one asset. It’s like setting your own house on fire. They wouldn’t want to do that.
But they can do something else. At the margin, as they acquire additional reserves through exports, through their current account surplus instead of buying more dollars, they can buy gold and that’s exactly what they’re doing.
They’ve got this big pile of dollars and they’re worried about the dollar being devalued. So what they’re doing is acquiring a big pile of gold.
They’ve got this big pile of dollars and they’re worried about the dollar being devalued. So what they’re doing is acquiring a big pile of gold. So now when you have dollars and gold, you have a hedge position. If the dollar remains strong or gets stronger, the gold is not going to do very much.
But if we do get inflation and devalue the dollar, they’re going to gain on the gold because obviously gold will go up with inflation. The Chinese are not stupid. They’re not speculators. They’re hedging the dollars. One of them is always going to win.
So they need to buy more gold, and also, a lot of gold investors say China is going to bash the dollar and come out with a gold-backed currency and the price of gold is going to go to the moon. Also nonsense. China doesn’t want that. As I explained, they want a strong dollar, and for now, they need to buy more gold. If you needed to buy gold, would you want a high price or a low price? You would want a low price because you’re still buying.
Since they’re still acquiring, they want a cheap price of gold. So there are a lot of forces at play in the world. There are also people who think the Chinese are naively trying to destroy the dollar or naively trying to help gold investors, but no, China is out to help China. They’re not out to help you. They’re not out to help me. They’re not out to help gold. They’re out to help themselves.
What that means is they have to acquire a lot of physical gold. And what’s interesting about that, as we all know, is there’s not that much physical gold around. So I personally like to buy physical gold. I think when the system breaks down (which I do expect) and the price of gold begins to skyrocket, people will say, “Oh, I will go out and get my gold then.” Guess what. You may not be able to find it. The time to get your gold is now.
Komentar EOWI: Memang tidak banyak emas beredar, tetapi lebih langka lagi harimau Sumatera. Kenapa orang harus lari ke emas ketika ada krisis? Kenapa tidak ke berlian, atau harimau Sumatera? Apa yang membuat orang terpaksa lari ke emas?
Pada masa krisis, bank-bank menjelang bangkrut seperti di Yunani sekarang. Yang terpikir pertama kali adalah mengambil uangnya di bank. Sayangnya uang yang dimiliki bank jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi klaim nasabahnya karena sistem fractional reserve leanding. Jadi cash adalah asset yang pertama akan melambung ketika krisis debt deflation datang. Bukan emas.
TD: Jim, in your mind what does that look like when the system begins to break down and gold behaves differently in US dollar term price?
JR: Well, people like to criticize the dollar and they say it’s not backed by anything and they will say the same thing about bitcoin. Bitcoin is another form of money, another currency and they go, “Well, I don’t like bitcoin because it’s not backed by anything.”
Well, guess what. The dollar and bitcoin and all other forms of paper money or digital money are backed by one thing, which is confidence. If people think it’s money, it’s money. If you have confidence in the form of money, then it has value.
So right now the dollar and the bitcoin are backed by confidence but let’s talk about the dollar in particular. The problem with confidence is it’s very fragile. It can be lost very quickly and once you lose it, it’s very difficult to regain and I don’t think the Fed understands that.
I think the Fed takes the value of the dollar for granted. They assume that confidence will always be there. They assume that they can print as much money as they want, try to get as much inflation as they want and people won’t lose confidence in the dollar and I think that’s analytically and historically incorrect.
I would say that for now, yes, confidence is being maintained. But in a complex dynamic system, it’s a little bit like running a nuclear reactor. It can run well for a long period of time. But if you push one wrong button, the whole thing melts down catastrophically. You create a chain reaction and it melts down out of control.
In a complex dynamic system, it’s a little bit like running a nuclear reactor. It can run well for a long period of time. But if you push one wrong button, the whole thing melts down catastrophically.
It happens very quickly and the same thing is true of the dollar. Some set of circumstances, maybe something we can perceive, or something that we don’t perceive. It’s often the thing that you don’t see coming that gets you. But something could trigger this and the system is already unstable. It’s highly unstable.
But it’s chugging along. The confidence is being maintained. If it’s lost, it can melt down very quickly and that’s where gold -- all of a sudden, boom! The day will come and it may be up $200 an ounce in one day. Boom, the next day, another $200 an ounce.
Then people will be saying it’s a bubble, and it just starts to really go hyperbolic. That’s when the panic sets in. That’s when confidence in paper money is being lost as reflected in a higher dollar price for gold.
Komentar EOWI: Ketidak-percayaan terhadap uang kertas akan terjadi dimasa inflationary bukan deflationary. Nilai mata uang melorot pada saat inflasi (jumlah uang yang beredar bertambah dengan cepat). Pada saat itu kepercayaan terhadap uang kertas melorot. Tetapi ketika masa deflationary, uang yang beredar mengalami kontraksi, atau stagnan, tidak ada alasan untuk takut nilai uang kertas tersebut untuk melorot. Dan sebagai akibatnya, tidak alasan untuk mencari alternatif lain sebagai safe heaven.
At that point, the talk on TV will still be saying it has no intrinsic value. But it will have a life of its own and the price will go a lot higher. But at that point, you might not be able to get it. You might find that all the weak hands have already gotten rid of it. The strong hands are holding on to it, and you will call your dealer or they will say, “Sorry, I’m out of stock,” or you call them and they say, “We’re not making deliveries.”
Big guys, people who deal in tons, may be able to get some of it but may not. The unallocated gold holders, the LBMA contracts -- they’re going to call their banks and say, “I want to allocate it. I want to take physical delivery.” The banks are going to say, “Sorry, we don’t have it. We’re going to send you a check for the price difference and terminate the contract.” People are going to find that the paper claims are just papers. So my advice is well, again, what are you waiting for?
Komentar EOWI: Seandainya ada fractional reserve lending di bank-bank emas (tempat penyimpanan emas seperti Pert Mint), rasa panik para nasabah bank pemilik emas  harus dipicu dulu oleh berita bahwa bank-bank emas sudah berlebihan dalam meminjamkan emas mereka.
Apakah dalam waktu dekat ini ada yang bisa memicu ketidak percayaan para pemilik account emas sehingga mereka berbondong-bondong menarik emasnya dari bank emas?
Sejarah mencatat, dimasa krisis moneter banyak bank yang bangkrut, sehingga perlu menariki dana dari rekening seawal mungkin. Untuk bank emas, krisis semacam apa yang bisa membuat bank emas tidak likwid atau pailit?
Saya tidak tahu jawabannya. Mungkin juga Jim Rickards.
Tekoa Da Silva: Jim, there’s one more question I want to ask you, and then there’s a passage in your book that you mentioned beforehand, that might be of interest to the reader.
What have you found to be the risk and the importance of telling the truth when we look at the political/economic stage globally?
Jim Rickards: Well, I would start by saying truth has sort of a ring of absolute moral and scientific certainty to it. So I try to do the best I can. I work hard. I do the analysis. I read a lot. I travel a lot. I talk to a lot of people. I give people the best analysis I can and I believe in it. I wouldn’t publish or say anything that I didn’t personally believe in. So it’s the truth as far as I know, but I don’t want to claim moral certitude.
But I’ve spoken to members of the board of governors of the Fed, reserve bank presidents, senior officials of the IMF, heads of state, and I’ve spoken to Nobel Prize-winning economists.
I have also spoken to Ben Bernanke recently in Korea one-on-one. We were in a small group of about 10 of us, and had a nice conversation with the former chairman, and what I find is that sometimes people will say things privately that they won’t say publicly.
Part of that has to do with institutional constraints. If a chairman says something pretty candid about gold, it could start a panic so they’re very aware of their institutional responsibilities. Other times, you feel like you’re in a club where you say things in the club that you might not say elsewhere.
As an example, I’m a writer, analyst, portfolio manager, and a public speaker. I’ve got to call it like I see it, but that doesn’t mean I have a perfect analysis or a perfect track record. But it does mean I’m working hard and trying to convey to people exactly what I see.
But I’m not a government official. I’m not the head of the IMF. I’m not on the board of governors. I’m not the reserve bank president. So I don’t have some of those responsibilities to avoid panicking people. What I’m trying to do is warn people about some of the threats out there because that’s the world we live in.
So there are a lot of dangers out there but I’ve never said be 100% in gold. When gold goes down, people beat me up. They say, “Jim, you’re an idiot because you said gold would go up.” But I never said 100% should be one’s allocation. I’ve said 10% and I still say 10%. To me that’s the right amount.
If you have 10% of your investable assets in gold, and gold goes down 20%, it’s only a 2% portfolio loss because if you have a 20% decline on 10% of your portfolio and everything else is even, your portfolio has only lost 2%. But if I’m right and gold goes up by multiples that could be your insurance against losses if everything else is melting down. So to me, if you don’t have gold in your portfolio, it’s like not having fire insurance on your house. You better hope your house doesn’t burn down.
If you don’t have gold in your portfolio, it’s like not having fire insurance on your house. You better hope your house doesn’t burn down.
Tekoa, there’s one other thing I just want to follow up on -- from my book, The Death of Money, because you’re in it. Readers who have read the book are familiar with it; but for some of our readers who might not have read the book, you did a fascinating Q&A with European Central Bank Chief Mario Draghi not that long ago at Harvard University. I commend you for asking a tough question of the head of the European Central Bank. But his answer was even more fascinating. I will just read parts of it quickly.
This is a quote from Mario Draghi answering a question from you, Tekoa Da Silva, where he says to you:
“You’re asking about gold to someone who has been the governor of the Bank of Italy. The Bank of Italy is the fourth largest owner of gold reserves in the world. I never thought it wise to sell gold, because for central banks, this is a reserve of safety. It is viewed by the country as such.”
In other words, here’s Mario Draghi, the second most powerful central banker in the world after Janet Yellen speaking to you, saying that gold is a reserve of safety. You don’t hear a central banker speaking that way very often. But I commend you for getting that quote and I was glad to be able to use it in my book as part of a longer explanation of the role of gold in the International Monetary System.
Tekoa Da Silva: Jim, I was honored by you’re having added that in there, and I’m very grateful to have the opportunity to be sitting down with you discussing it. Thank you very much.
Jim Rickards: Well, thank you. You’ve spoken to Mario Draghi. I’ve spoken to Ben Bernanke. So hopefully the readers will get a lot out of this interview because we’ve had some firsthand interactions. Thank you.
Tekoa Da Silva: In winding down, is there anything you think we may have missed?
Jim Rickards: I would say -- I know a lot of gold investors are very discouraged right now. We explained why the low dollar price of gold is just the inverse of the strong dollar. But I expect the dollar to get weaker. But I did also have an interesting conversation with Jim Rogers not long ago. Jim is a famous commodities trader, stock investor and analyst, one of the best in the world. He invests in all commodities and looks at emerging markets.
So he has been around longer than I have and knows more about commodities than anyone I know. But he made a very interesting observation. He said nothing goes through a [full up-cycle] without a 50% retracement somewhere along the way. So if you pick your base -- it could be $200 oz. gold or whatever you want (and I see gold going to $5000, $7000, $10,000 an oz. by the way).
Komentar EOWI: EOWI juga melihat emas akan ke level $5,000, $7,000 atau $10,000. Tetapi itu nanti 15 tahun lagi, pada saat commodity secular bull market kembali menguasai pasar investasi.
Tetapi dalam 5 tahun ke depan? EOWI pikir, emas akan ke level $600 akibat tekanan deflasi.
If you want to go back to a gold standard or you have a global financial panic and you need to restore confidence, that’s the price of gold you would need. That’s where gold has to be in order to avoid deflation in a world where you’re using any kind of gold standard. And that’s not a complicated equation. That’s kind of eighth grade math that anyone can do.
So let’s say gold is going to go from $200 oz. to $10,000 oz. or higher; what Jim says is that it never goes there in a straight line. Somewhere along the way it will go down 50%. So if you look at the August 2011 $1900 high, we’re down about 50% percent from there.
That’s the way commodities behave. But he also told me, “I’m not selling the gold I have. I will buy more around the $1000 level. My expectation is that it will go much, much higher from there, so there is no reason to be discouraged.”
So it’s a long game, and I’m personally buying gold.
TD: Jim, how can our readers follow your communications moving forward?
JR: Well my Twitter feed is very active. It’s @JamesGRickards, and I have my books, The Death of Money and Currency Wars. But I also have a newsletter, Rickards’ Strategic Intelligence.
Tekoa Da Silva: Jim Rickards -- thank you so much for sharing your comments with us.
Jim Rickards: Thanks, Tekoa.
Komentar EOWI: Menurut pandangan EOWI, sampai 5 tahun ke depan ekonomi global masih dalam periode deflasi. Kejayaan emas masih harus menunggu 10 – 15 tahun lagi, ketika inflasi kembali. Untuk saat ini.....US dollar cash adalah raja.
Sekian dulu semoga anda menikmati obrolan Jim Rickards dan komentar EOWI. Jaga tabungan dan investasi serta kesehatan anda baik-baik. Punya duit banyak akan percuma jika anda sakit-sakitan. Bahkan jika anda sakit, duit anda akan terkuras habis dalam sekejap untuk pengobatan.
 



Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.