___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Wednesday, June 22, 2011

Nasib Seorang TKW: Kasus Ingkar Janji Pemerintah dan Hukuman Mati TKW

Kisah menyedihkan menimpa seorang tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia di Arab Saudi. Namanya Ruyati dan ia dihukum pancung seperti yang diberitakan oleh Detiknews.
Minggu, 19/06/2011 09:32 WIB

TKW Dihukum Pancung di Arab Saudi
Adi Nugroho - detikNews

Jakarta - Lagi-lagi tersiar kabar memilukan ari Tenaga Kerja Wanita di luar negeri. Kali ini menimpa Ruyati binti Saboti Saruna. Ia menerima hukuman pancung karena terbukti bersalah telah membunuh seorang perempuan Arab Saudi.

"Seorang wanita Indonesia telah dieksekusi di Arab Saudi pada hari Sabtu atas vonis terhadap pembunuhan seorang perempuan Arab Saudi," demikian laporan Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi seperti dikutip M&C News.com, Minggu (19/6/2011).

Ruyati dilaporkan telah mengakui perbuatannya. Ia disebut melakukan aksinya dengan menggunakan sebilah golok.

Minggu lalu Amnesty Internasional telah mengutuk penggunaan hukuman pancung di Arab Saudi dan meminta negara yang kaya akan minyak tersebut untuk menghentikan kebijakannya tersebut.

Lembaga yang memperjuangkan HAM tersebut menyebut Arab Saudi telah mengeksekusi setidaknya 27 orang tahun ini saja. Jumlah ini sama dengan terpidana yang dihukum pancung tahun 2010. Kebanyakan dari terpidana tersebut adalah warga asing.

Mungkin kisahnya harus dimulai dari saat dia akan diberangkatkan. Disini TKI sudah diperas. Saya tidak tahu secara pasti mengenai biaya-biaya resmi yang harus dibayar, karena terkadang tidak transparan. Pada saat saya menjadi TKI ke Saudi Arabia tahun 2001, kafil saya harus membayar Rp 8 juta per TKI untuk pengurusan surat-surat. Ini dibayarkan kepada PJTKI yang mengurus surat-surat ke Depnaker. PJTKI untuk kasus saya sebagai TKI professional tidak mengeluarkan biaya recruitment atau lainnya kecuali untuk mengurus dokumen ke Depnaker. Karena saya sudah punya passport dan kafil saya sudah punya visa untuk saya. (Kafil adalah warga negara Saudi yang menanggung keberadaan warga asing selama di Saudi)

Mengenai besarnya biaya ini kafil saya melakukan negosiasi dengan PJTKI. Dari percakapan antara kafil saya dengan pihak PJTKI, saya menangkap bahwa biaya itu diperlukan untuk membayar biaya-biaya yang tidak resmi setiap melewati sebuah meja birokrasi. Karena keberangkatan kami (ada 5 tenaga ahli professional yang akan diberangkatkan) mendesak, maka biayanya juga tinggi. Mungkin jumlah ini lebih tinggi dari pada yang dikenakan kepada pekerja non-professional.

Dari situs resmi pemerintah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, BPN2TKI, dikatakan ada biaya-biaya administratif. Misalnya biaya pembekalan akhir penempatan (PAP) sebesar Rp 1 juta untuk ke Korea. Saya tidak tahu untuk penempatan ke negara lain dan biaya-biaya lain. Yang saya tahu untuk TKI non-professional di tahun 2002 – 2004 bahwa biaya ini dibayar oleh TKI dengan memotong gajinya. Untuk pembatu rumah tangga, selama 6 bulan TKW Malaysia dan Saudi Arabia tidak akan menerima gaji. Sedangkan untuk penempatan di Singapura dan Hongkong bisa 8 bulan. Apakah hal ini berlaku umum dan berlaku sampai sekarang, entahlah.

Biaya-biaya ini sering dikeluhkan oleh TKI seperti yang ditulis di Surat Terbuka untuk Depnaker Indonesia: TKI Taiwan Meradang Biaya Penempatan Terus Mengancam di Kompasiana.com.
..........Adapun hal biaya penempatan calon TKI Taiwan, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan dengan mengggunakan system perbankan. Dimana setiap calon TKI Taiwan sektor informal untuk mengurus proses penempatan ke negara tujuan diberikan kredit dari Bank yang ditunjuk, yang mana pembayarannya dilakukan dengan cara mencicil selama jangka waktu tertentu dari hasil penghasilan BMI setelah bekerja di Taiwan diantaranya adalah Bank China Trust (BCI).


Penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) antara pemerintah Indonesia (Depnaker) dengan pihak Bank China Trust dilakukan pada tahun 2005, dengan masa angsuran selama 12 bulan, tetapi pada kenyataan di lapangan, cicilan ini ada yang sampai 15 bulan dan bahkan lebih (informasi dari BNP2TKI)

Dibawah ini adalah jumlah pinjaman yang diberikan oleh BCI kepada calon TKI/BMI (Buruh Migran Indonesia) Taiwan yang berkaitan dengan biaya penempatan/pengiriman TKI Taiwan yang dimulai dari tahun 2005
.


Penulisnya mempertanyakan besarnya biaya penempatan TKI karena ada ketidak transparanan di dalamnya. Tulisnya:
......... Tetapi disini ada kenaikan biaya administrasi yang sangat tinggi, mencapai 300% lebih dari biaya administrasi sebelumnya yang hanya 265 NT perbulan (3975 NT selama 15 bulan) meningkat menjadi 900NT perbulan (10.800 NT selama 12 bulan).


Biaya administrasi ini lebih besar dari pada suku bunga pinjaman, yang mana bunga pinjaman sebesar 8.953 NT selama 12 bulan atau 746 NT perbulannya. Dan terdapat kenaikan biaya adminstrasi 635 NT setiap bulannya.

Mengapa bisa demikian? Sebetulnya biaya adminstrasi ini untuk biaya apa saja?

Detailnya anda bisa baca di link di atas.

Saya tidak tahu apa fungsi pemerintah dalam hal kerja di luar negri. Sepanjang pengalaman saya, peran pemerintah malah mengganggu. Oleh sebab itu, saya tidak mau berurusan dengan pemerintah, kecuali dallam kasus Saudi Arabia, karena terpaksa. Apakah itu ke Malaysia, Inggris, atau ke tempat lain saya tidak pernah berurusan dengan Depnaker. Untuk ke Saudi Arabia, karena kedutaan Saudi hanya mau memproses visa jika ada surat-surat dari Depnaker, maka saya terpaksa berurusan dengan Depnaker.

Saya sepaham dengan banyak teman-teman saya. Tiga bulan lalu, seorang teman memperoleh kerja di Australia. Ia pun tidak berurusan dengan Depnaker. Tentu saja biaya-biaya pengurusan surat-surat (yang tidak perlu) juga tidak ada. Bahkan pembantu saya yang di Malaysia dulu, lebih suka menyelinap keluar dari sistem. Dia melarikan diri ke Muar – tempat komunitas Jawa di Malaysia, dan menghilang disana. Dia mengerti konsekwensi yang dihadapinya dengan melarikan diri tersebut, yaitu ia akan dikejar-kejar polisi Malaysia. Tetapi hal itu sudah diperhitungkannya.

Ada kasus yang menarik tentang teman sekolah saya di SMP yang sekolahnya terhenti setelah lulus SMA. Ketika ia berumur 30an, usahanya mendapat saingan disana-sini sehingga harus menutup usahanya. Kemudian ia merencanakan sesuatu yang nampaknya sederhana pada awalnya. Ia melamar kerja. Setelah setahun ia mengambil cuti ke Australia. Kemungkian ia bisa memperoleh visa turis ke Australia karena ia punya kerja. Paling tidak bekerja sebagai pegawai tetap adalah bagian dari rencananya. Dia datang ketika berumur 30 tahunan, sebagai turis. Kemudian dia menghilangkan diri. Tidak lama kemudian istrinyapun menyusul dan menghilangkan diri.

Selama 1-2 tahun (lupa tepatnya), ia bersama istrinya bekerja sebagai pekerja gelap sambil menunggu adanya kesempatan pemutihan bagi pendatang illegal. Setelah memperoleh status permanen residen, ia kembali ke Indonesia untuk membawa anaknya. Sampai sekarang ia masih tinggal di Australia. Dan pada saat jumpa dengan saya 10 tahun lalu, profesinya adalah sebagai penjaga gudang. Cita-cita yang sederhana. Dan...., nasibnya lebih baik dari pada supir-supir atau pegawai Broasted Chicken atau pegawai minimarket yang menjadi teman-teman saya di Saudi Arabia (yang kadang-kadang gajinya ditahan-tahan).

Sepupu istri saya menjadi seorang Indonesia yang sukses di Amerika Serikat. Awal kejadiannya dimulai dengan menjadi imigran gelap, yang lari dari kapal yang sedang berlabuh. Menjadi awak kapal merupakan bagian rencananya. Ia muncul ke permukaan ketika ada pemutihan. Dan sekarang dia punya bengkel yang cukup sukses serta berhasil membawa saudara-saudara terdekatnya.

Banyak kisah teman-teman yang kita kenal yang bisa diceritakan mengenai mencari nafkah di luar negri. Adik saya pun ada 2 yang menetap di Inggris dan Irlandia untuk bekerja sampai akhirnya menjadi penduduk permanen. Ada pula yang sejak SMA di Jerman sampai 15 tahun tinggal di sana, sampai bosan. Kasus-kasus mereka lebih berliku dibandingkan dengan 2 ipar saya yang di Australia dan US yang ikut suami yang punya usaha disana. Itulah cerita tentang kasus kerja dan tinggal di luar negri yang tidak ada urusannya dengan Depnaker atau Departemen Peranan Wanita.

Ruyati binti Saboti Saruna punya jalur lain. Mungkin dia percaya kepada pemerintah dan merasa terlindung jika mengikuti jalur resmi. Kalau sebagian temannya ke Malaysia, memulainya dari Dumai, naik motor tempel, sampai ke dekat perairan Muar, kemudian terjun dan berenang ke pantai. Sampai di Muar berbaur dan menghilang di antara orang-orang asal Jawa. Ruyati binti Saboti Saruna memilih melalui PJTKI, lengkap dengan ijin Depnaker menjadi “anak baik”, dan tentu saja mengharapkan perlindungan dari Pemerintah seperti janji pemerintah di Undang-undang nomor 39 tahun 2004.

Pemerintah berjanji. Dan janji itu tertulis dalam undang-undang yang tidak dibaca oleh Ruyati. Disini pemerintah melakukan penyesatan. Ada bab dengan judul PERLINDUNGAN TKI, tetapi kalau diteliti, didalamnya tidak terkandung nilai-nilai perlindungan. Mau lihat isinya?:
BAB VI

PERLINDUNGAN TKI
Pasal 77
(1) Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan.

Pasal 78
(1) Perwakilan Republik Indonesia memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan intemasional.
(2) Dalam rangka perlindungan TKI di luar negeri, Pemerintah dapat menetapkan jabatan Atase Ketenagakerjaan pada Perwakilan Republik Indonesia tertentu.
(3) Penugasan Atase Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 79
Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri, Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta dan TKI yang ditempatkan di luar negeri.

Pasal 80
(1) Dengan pertimbangan selama masa penempatan TKI di luar negeri dilaksanakan
antara lain:
a. pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional;
b. pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
(2) Ketentuan mengenai pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dimana dalam bab ini yang isinya secara jelas berarti PERLINDUNGAN? Semuanya mengambang kecuali Pasal 80 ayat 1a: “pemberian bantuan hukum...”, kalau maksudnya menyediakan lawyer (pembela). Itu saja. Selebihnya tidak ada arti yang kongkret.


Politikus adalah penipu, menurut dongeng bersambung EOWI. Ketika tipuannya terkuak, mereka berkelit. Berkelitnya menteri Peranan Wanita: “UU perlindungan tenaga kerja tidak maksimal. Perlu di perbaiki.”. Alasan untuk menarik pajak lagi.

Linda Gumelar Kaget Ruyati Dihukum Pancung

20/06/2011 17:55
Liputan6.com, Bandung: Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Agum Gumelar mengaku terkejut dengan nasib Ruyati, tenaga kerja Indonesia yang dihukum pancung di Arab Saudi. Menurut menteri, Senin (20/6), pemerintah tidak mengetahui proses hukum yang menimpa TKW asal Kabupaten Bekasi, Jawa Barat itu.

Untuk itu, melalui Menteri Luar Negeri pemerintah telah melakukan protes terhadap pemerintah Arab Saudi [baca: Wanita Indonesia Dipancung di Arab Saudi].

Guna menghindari hal serupa, pihaknya akan mendorong untuk dilakukan revisi Undang-undang nomor 39 tahun 2004 terkait penyelesaian masalah perlindungan tenaga kerja Indonesia khususnya TKW di luar negeri. Menurut Linda, jika undang-undang itu tidak direvisi maka perlindungan tenaga kerja di luar negeri tidak akan maksimal.(IAN)

Jumhur Hidayat ketua BNP2TKI: “Ruyati Dimakamkan di Sebelah Istri Rasulullah SAW”. Memangnya kalau Ruyati dimakamkan di sebelah makamnya istri Rasulullah, berarti pemerintah sudah menjalankan fungsi perlindungannya terhadap Ruyati?
Senin, 20 Juni 2011 - 19:57 WIB

JAKARTA (Pos Kota) – Almarhumah Ruyati, TKW asal Bekasi, Jawa Barat, telah dimakamkan di sebelah makam istri Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah, di Makkah, Arab saudi. Sebab dianggap sudah suci, karena telah menebus dosanya. Hal itu disampaikan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat, saat jumpa pres di Kemenkum HAM,
Senin (20/6) petang.


Lain lagi dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. Dia menyalahkan pihak Saudi Arabia karena tidak mengikuti hukum internasional.
TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar membantah kecolongan dengan hukuman pancung yang dijatuhkan Pemerintah Arab Saudi terhadap tenaga kerja Indonesia, Ruyati binti Satubi. "Sebetulnya kecolongan itu dimana? Pemerintah Arab yang tidak memberitahu pada kami," ujarnya saat meninjau pendaftaran calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin 20 Juni 2011........

Perbuatan Pemerintah Arab Saudi ini, menurut Menteri Patrialis, tak sesuai dengan asas hukum internasional. Prosedur tentang kematian seorang warga negara di negara lain seharusnya diberitahukan kepada negara asalnya melalui kedutaan setempat untuk kemudian diteruskan ke Kementerian Luar Negeri.........


Ini adalah dalih bung Patrialis, bukan alasan. Issunya adalah bagaimana pemerintah RI bisa menegakkan ayat 1 pasal 78 UU 39, 2004. Memaksa Saudi mentaati aza hukum internasional. Pakai Kopasus barangkali.

Yang menarik adalah celoteh SBY yang disitir oleh Patrialis, di berita Tempo interaktif yang sama.
Adapun soal pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang ILO di Jenewa, Swiss, pekan lalu, diakui Patrialis sudah tepat karena pemerintah sudah maksimal memberikan perlindungan bagi para pekerja migran. "Tapi, pemerintah tidak bisa menjamin orang perorang, pemerintah harus komunikasi intensif terus-menerus," kata dia.

Hal itulah yang kini dijalankan Pemerintah Indonesia di sejumlah negara penempatan TKI. "Makanya, saya mohon jangan goreng-menggoreng di koran-koran, pengamat-pengamat," kata dia.

Pernyataan Patrialis yang menarik adalah: "Tapi, pemerintah tidak bisa menjamin orang perorang, pemerintah harus komunikasi intensif terus-menerus,".

Pertanyaan EOWI: “Kalau serombonganan bisa nggak dilindungi. Itu ada 22 orang yang akan dihukum mati di Saudi Arabia. Apa rombongan itu kurang besar?”

EOWI percaya bahwa pemerintah tidak bisa melindungi rakyatnya ketika sudah di luar negri. Di dalam negri saja susah kok. Anda bisa baca di Penipu, Penipu Ulung, Politikus dan Cut Zahara Fonna No. 33
Pengelolaan Tenaga Kerja Indonesia yang Tidak Diperlukan

Salah satu layanan pemerintah c.q. Departemen Tenaga Kerja untuk para pekerja Indonesia (TKI, tenaga kerja Indonesia) di luar negri adalah perlindungan. Perlindungan terhadap ketidak adilan dan kesewenang-wenangan majikan, terhadap hukum di negara itu dan lain sebagainya. Tetapi pada prakteknya yang disebut perlindungan yang diberikan pemerintah c.q. Depnaker terhadap tenaga kerja hanyalah pura-pura alias palsu saja. Kalau dalam dunia pengobatan namanya placebo yaitu kapsul yang isinya tepung trigu atau gula yang tidak punya khasiat obat sama sekali. Placebo ini diresepkan sekedar untuk memberi ketenangan dan effek psikologi saja.

Setiap kali ada musibah terjadi pada TKI atau TKW (tenaga kerja wanita) seperti dianiaya, gajinya tidak dibayarkan, semua orang berteriak, apa lagi LSM (lembaga swadaya masyarakat) dan media masa, bahwa pemerintah perlu melakukan sesuatu. Orang-orang yang sok tahu ini tidak pernah berpikir bahwa dalam kasus ini pemerintah tidak bisa berbuat sesuatu yang effektif. Tetapi LSM tugasnya berteriak, juga media masa harus berteriak dan mengkritik pemerintah. Itu tugas mereka. Walaupun yang diteriakkan isinya tidak rasionil.

Oleh sebab itu bubarkan saja Depnaker dan Kementrian Peranan Wanita, karena keduanya tidak ada gunanya.

Kasihan Ruyati......., moga-moga masih bisa menuntut janji dan pengelabuhan pemerintah di akhirat nanti. Dan, akhirnya kita doakan semoga arwah Suyati diberi tempat yang layak di sisi Tuhan. Tidak ada yang kita bisa buat untuknya kecuali berdoa.


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

2 comments:

Anonymous said...

maaf bung, buruh itu hanya dikenal dalam kpitalisme, dalam islam hanya dikenal master dan pprantice (mualim-mubtadi). lagipula tak ada negara-negara nasion state, jadi tak ada paspor, hanya syahadat aja dan salam paspornya.

dutta said...

Setiap bulan devisa yang dihasilkan adalah 14 trilyun. Valas gratis yang didapatkan pemerintah untuk menstabilkan nilai tukar dan membayar hutang. Valas gratis tanpa perlu membuka lapangan pekerjaan dan program pembangunan. labour ministry hanya kedok untuk melakukan pungli melalui terminal 3, jasa penukaran valas dan travel antar jemput TKI.